Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mencakup lebih dari 17.000 pulau

yang dihuni oleh sekitar 255 juta penduduk, sebuah angka yang membuat Indonesia

menjadi negara di urutan keempat dalam hal negara dengan jumlah populasi yang

terbesar di dunia. Angka ini juga mengimplikasikan bahwa banyak keanekaragaman

budaya, etnis, agama maupun linguistik yang dapat ditemukan di dalam negara ini.

Budaya tersebut sangat bervariasi, dari ritual Hindu yang dipraktekkan sehari-hari di

pulau Bali, sampai pemberlakuan (parsial) hukum syariah di Aceh dan gaya hidup

pemburu-pengumpul orang Mentawai.

Selain itu, sebelum kerangka nasional dibentuk, daerah-daerah di Indonesia

mengalami sejarah politik dan ekonomi yang terpisah; keadaan yang masih terlihat

dalam dinamika daerah saat ini. Semboyan nasional Bhinekka Tunggal Ika (Kesatuan

dalam Keragaman) mengacu pada komposisi beragam negara ini. Motto ini juga

menunjukkan bahwa, biarpun masyarakat multikultural, ada perasaan kesatuan sejati di

pikiran dan hati masyarakat Indonesia.

Salah satu suku yang sampai hari ini menunjukkan eksistensinya adalah suku

buton. Suku yang terletak di jazirah Sulawesi Tenggara ini merupakan suku yang

banyak menyimpan cerita. Tidak heran kemudian, banyak peneliti dalam negeri

maupun mancanegara tertarik untuk melakukan penelitian terhadap suku yang satu ini.

Oleh karena itu, penulis pun tertarik untuk membuat sebuah makalah yang didalamnya

sedikit banyak mampu mendeskripsikan suku buton itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana profil suku buton?

2. Apa saja peninggalan kerajaan buton?


C. Tujuan

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui profil suku buton

2. Untuk mengetahui Apa saja peninggalan kerajaan buton


BAB II

PEMBAHASAN

A. Profil Suku Buton

1. Sejarah Awal Suku Buton

Kebesaran suatu kaum dapat di ukur dari kontribusi yang di sumbangkan oleh

kaum tersebut terhadap peradaban. Apa yang telah disumbangkan oleh Orang

Buton sebagai suatu kaum terhadap peradaban?

Kebudayan Buton adalah kebudayaan yang tertua dan terkaya di Jazirah

Tenggara Pulau Sulawesi. Kekayaan dan keontentikan kebudayaan ini masih dapat

di lihat dari banyaknya peninggalan budaya dari masa lampau yang masih utuh dan

tetap terpelihara baik dalam bentuk bangunan, adat istiadat dalam perilaku

masyarakat maupun dalam bentuk karya seni.

Sebagai suatu masyarakat Buton mulai tercatat dalam dalam literatur sejak

abad-13. Dalam buku Negarakertagama tulisan Mpu Prapanca tahun 1365

terungkap nama Butun-Banggawi sebagai suatu tempat yang termasuk dalam

kekuasaan Kerajaan Majapahit. Pada masa itu kiranya di kawasan ini telah berdiri

suatu masyarakat kerajaan dengan susunan sosial politik yang relatif teratur. Selain

nama Buton tidak terlepas pula nama Wolio untuk menyebut masyarakat kerajaan

ini.

Dalam Hikayat Sipanjonga disebutkan bahwa pendiri Kerajaan Buton adalah

Mia Patamiana yang secara harfiah dapat diartikan sebagai “orang yang empat”.

keampat orang ini yang terdiri dari Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo dan

Sijawangkati berasal dari Johor Semenanjung Malaya. Mereka mendarat di daratan

Buton dalam dua rombongan. rombongan Sipanjongan dan Simalui mendarat di

Kalampa sedangkan rombongan Sitamanajo dan Sijawangkati mendarat di

Walalogusi. mereka kemudian membangun pemukiman di tepi pantai tempat

mereka mendarat. Selanjutnya mereka kemudian bergabung membangun

pemukiman baru. Dalam membangun pemukiman baru tersebut mereka membuka


hutan dan menebangi kayu yang dalam bahasa setempat di sebut Welia. Dari kata

Welia inilah konon muncul nama Wolio.

Dalam kisah lain disebutkan adanya kelompok masyarakat yang hidup di daerah

pedalaman Pulau Buton. Mereka dipimpin oleh Dungkucangia yang dikisahkan

sebagai seorang Komandan tentara Kubilai Khan yang diperintahkan untuk

menghancurkan Raja Kertanegara dari Kerajaan Singosasi. Dalam sejarah tercatat

bahwa misi yang dijalankan oleh pasukan tentara Kubilai Khan tersebut kemudian

digagalkan, dihancurkan dan cerai beraikan oleh Raden Wijaya yang selanjutnya

mendirikan Kerajaan Majapahit. Dungkucangia ini dikisahkan sebagai bagian dari

Tentara Kubilai Khan yang tercerai berai tadi yang tidak kembali lagi kenegerinya

yang kemudian mendarat di Pulau Buton dan memimpin Kerajaan Tobe-Tobe. Oleh

karena suatu perbedaaan kepentingan Sijawangkati dan Dungkucangia terlibat dan

perselisihan yang harus diselesaikan melalui adu kesaktian dalam suatu

pertarungan. tidak ada yang menang dan kalah dalam pertarungan tersebut sehingga

mereka kemudian bersepakat untuk membangun kehidupan dalam suatu ikatan

persaudaraan. Sebagai wujud ikatan persaudaraan tersebut Dungkucangia

kemudian memasukkan Kerajaan Tobe-Tobe yang dipimpinnya dalam wilayah

Kerajaan Buton.

Adapun kisah terjadinya Buton dalam versi Islam adalah ketika seorang musafir

arab di perintahkan oleh Rasulullah SAW untuk berlayar ke timur menuju ke

sebuah pulau yang sudah lama merindukan kedatangan Islam. Setibanya di Bulau

tersebut, Musafir menaruh jubahnya di suatu tempat sehingga jubah tersebut

menjadi perhatian penduduk setempat. mereke ingin mengetahui siapa pemilik

jubah tersebut. Sementara itu bertengger 7 ekor burung di pohon dekat jubah,

sambil menyuarakan bergantian ” butuni-butuni-butuni” maka bersujudlah orang-

orang di sana begitu melihat ternyata musafir tersebut adalah seorang Waliyyullah.

dari kata Waliyullah tersebutlah kemudian di sebut Wolio.

2. Budaya Religi Suku Buton


Dalam kehidupan sosial masyarakat dikenal berbagai macam upacara

keagamaan baik yang berhubungan langsung dengan tradisi peribadatan maupun

yang berhubungan langsung dengan budaya dan kemasyarakatan.

Masyarakat Buton sangat memuliakan bulan-bulan suci Umat Islam. Tidak

mengherankan mereka selalu melaksanakan prosesi-prosesi upacara guna

memperingati berbagai peristiwa yang terjadi (bulan tersebut). Prosesi keagamaan

tersebut natara lain :

1. Ala’ana Bulna

Ala’ana Bulna yaitu Upacara yang berkaitan dengan pengguntingan rambut bayi

setelah bayi berumur 40 hari.

2. Tandaki dan Posusu

Tandaki dan Posusu yaitu Upacara yang berkaitan dengan penyunatan (Tandaki

untuk laki-laki dan Posusu untuk perempuan). Upacara Tandaki diperuntukkan

bagi abnak laki-laki yang telah memasuki masa akhir balik yang melambangkan

bahwa anak tersebut telah resmi menjadi muslim artinya bahwa anak tersebut

berkewajiban untuk melaksanakan segala perintah dan larangan yang diajarkan

dalam agam Islam. Upacara Tandaki biasanya diselenggarakan oleh keluarga yang

memiliki kemampuan ekonomi sehingga dalam pelaksanaannya turut diundang

keluarga sanakkeluarga sahabat dekat maupun dapat dilaksanakan dalam bentuk

yang sederhana yang disebut “Manokoia”.

3. Qunua

Qunua yaitu upacara yang berkaitan dengan peringatan Nuuzunul Qur’an. Upacara

ini biasa dilaksanakan pada pertengahan bulan suci Ramadhan tau 15 malam puasa.

Pelaksanaan Qunua dalam tradisi Buton Umumnya dilaksanakan setelah shalat

Tarwuh diatas jam 12 malam dirangkaikan dengan sahur secara bersama-sama

didalam Masjid

4. Kadhiri
Kadhiri yaitu upacara yang berkaitan dengan turunya Lailatul Qadar dibulan suci

Ramadhan pelaksanaanmya mirip dengan Qunua yang hanya dilaksanakan pada 27

malam ramadhan karena diyakini pada malam itulah trunnya Lailatul Qadar.

5. Malona Bangua

Malona bangua yaitu upacara yang dilakukan pada malam pertama Ramadahan

yang dulu dimeriahkan dengan gantungan meriam namun sekarang diganti dengan

membakar lilin di rumah-rumah di pemakaman sebagai tanda bahwa bulan suci

Ramadhan telah tiba.

6. Malona Raraea

Malona Raraea yaitu upacara menandai berakhirnya bulan Ramadhan atau

masuknya 1 syawal (Idul Adha). Pelaksanaannya sama dengan Malona Bangua.

7. Pakandeana Ana-Ana Maelu

Pakandeana Ana-Ana maelu yaitu upacara yang berkaitan dengan memberi makan

kepada anak yatim yang dilakukan pada bulan Muharram. Upacara ini sampai saat

ini masih dilaksanakan pada orang-orang atau keluarga yang mempunyai

kemampuan. Biasanya setelah pemberian makan ala qadarnyav terhadap anak

yatim piatu mereka berikan juga sejumlah uang.

8. Haroana Maludu

Haroana maludu yaitu peninggalan budaya sejak Zaman kesultanan Buton.

Masyarakat memperingati kelahiran Nabi muhammad SAW sebagai suatu upacara

yang sakral yang dalam Rabi’ul awal menurut adat Buton Haroa tersebut dibuka

oleh Sultan pada malam 12 hari bulan Rabi’ul awal kemudian untuk kalangan

masyarakat bisaa memilih salah satu waktu antara malam ke-13b malam ke-29

rabi’ul awal setelah itu ditutup oleh Haroana Hukumuh pada malam ke-30.

Masyarakat kesultanan Buton yang mampu melaksanakan setiap tahun dengan


membaca riwayat Nabi SAW kadang kala selesai Haroa dilanjutkan dengan lagu-

lagu Maludu sampai selesai yang biasanya dinyanyikan dari waktu malam sampai

siang hari.

9. Haroana Pomaloa

Haroana Pomaloa yaitu upacara doa untuk arwah yang telah wafat. Dalam konteks

Islam, hal ini bisa dikenal sebagai “Ta’zia” guna memberi hiburabn kepada

keluarga yang ditinggalkan agar tidak terlarut-larut dalam kedukaan. Dalam

masyarakat Buton dilakukan dengan cara membaca ayat-ayat suci Al- Qur’an

diletakkan di “Rahali” kemudian disusun oleh yang lain satu persatu atau membaca

surat yasin yang dilaksanakan bersama-sama.

10. Haroana Rajabu

Haroana Rajabu yaitu peninggalan budaya kesultanan Buton yang dikenal oleh

masyarakat sejak dahulu kala. Haroa ini dimaksudkan untuk memperingati para

suhada yang gugur dimedan perang dalam memperjuangkan Islam bersama-sama

Nabi kita Muhammad SAW dan dilaksanakan setiap jum’at pertama pada bulan

rajab dengan membaca surat yasin sebanyak3 kali yang dilakuakn oleh Lebe.

11. Upacara Posipo

Upacara Posipo yaitu sebuah proses upacara adat menyambut kelahiran seorang

bayi dengan cara menyiapkan makanan dan khusus disiapkan bayi Ibu hamil pada

kehamilan pertama dilakukan pada usia 7-9 bulan.

12. Upacara Gorana Oputa

Upacara Gorana Oputa yaitu sebagai tanda pembukaan upacara peringatan Nabi

SAW. Pada masa Kesultanan upacara ini dilakukan di Istana berkumpul orang-

orang besar Kerajaan bersama semua menteri dan bobato serta pemuka-pemuka

masyarakat berssama dengan Sru Sultan melakukan peringatan Maulid dengan


membaca riwayat Nabi Muhammad SAW sesudah dibuka oleh sultan maka pada

malam berakhirnya sehingga pada malam kesempatan pada seluruh masyarakat

dan malam ke-30 bulan oleh pegawai Masjid Keraton yang merupakan upacara

penutup yang dinamakan Mauladana Hukumuh.

3. Makna-Makna Budaya Kesultanan Buton

a. Makna Filosofis

Secara filosofis upacara-upacara yang dilaksanakan masyarakat Buton merupakan

pemujaan Tuhan Yang Maha Kuasa bahkan makna lainnya, bahkan manusia

sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Harkat martabat yang lebih dari banding makhluk ciptaannya lainnya yang ada di

jagat raya kendati kemudian diharapkan pemahaman tersebut tidak membawa

kecenderungan untuk (perilaku melebih-lebihkan manusia dari kodratnya).

b. Makna Hikmah

Upacara keagamaan dikalangan masyarakat Buton syarat dengan muatan hikmah,

dimana dalam upacara setiap warga masyarakat dapat mengambil pelajaran dari

hakekat pelaksanaan upacara tersebut berupa pendekatan diri pada Tuhan Yang

Maha Kuasa dengan harapan nilai keimanan dan ketakwaan semakin bertambah.

c. Makna Ibadah

Dalam mana Ibadah dimana upacara-upacara keagamaan nilai-nilai dan ajaran

agama Islam.

d. Makna Sosial Masyarakat

Dalam makna sosial kemasyarakatan, dimana dalam upacara-upacara tersebut turut

melibatkan banyak orang tanpa ada pemisahan status sosial sehingga terjalin

silaturrahmi yang harmonis dikalangan masyarakat dan berjalan

berkesinambungan

4. Bahasa

Masyarakat Buton memiliki beragam bahasa yang begitu beragam. Hingga

sekarang dapat ditemui lebih dari tiga puluhan bahasa dengan berbagai macam
dialek. Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya

penggunaan bahasa Sansekerta yang dapat Anda temukan sampai sekarang dimana

bahasa Sansekerta memperkaya perbendaharaan bahasa Buton.

Dalam perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa

Arab seiring masuknya Ajaran Islam di Kerajaan Buton pada abad ke-15 M,

banyaknya penggunaan bahasa Arab pada kosakata bahasa Buton menunjukkan

tingginya pengaruh Islam dalam Kesultanan Buton. Disamping itu bahasa Buton

juga menyerap unsur-unsur bahasa melayu.

5. Kepercayaan

Sebelum masuknya pengaruh Hindu ke Buton oleh bangsa Majapahit pada abad

ke-13 dan Islam yang dibawah pada abad 15, masyarakat Buton mengenal dan

memiliki kepercayaan yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang (animisme dan

dinamisme). Masuknya agama Hindu-Islam mendorong masyarakat Buton mulai

menganut agama Hindu-Islam walaupun tidak meninggalkan kepercayaan asli

seperti pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan dewa-dewa alam. Misalnya

masyarakat nelayan Wakatobi khusunya Tomia mengenal adanya Dewa laut Wa

Ode Maryam yang dipercaya dapat menjaga mereka dalam mengarungi lautan

Banda yang terkenal ganas. Disamping itu masyarakat Buton juga mengenal Dewa

yang melindungi keberadaan Hutan yang dikenal dengan nama Wa Kinam****

(tidak boleh disebut namanya/hanya diucapkan dengan cara berbisik).

Masuknya Islam di Buton pada abad ke-15, yang di bawah oleh Ulama dari

Patani juga telah meletakkan dasar-dasar Ilmu Fikih kepada Kesultanan dan

masyarakat Buton. Ilmu Fikih merupakan ilmu Islam yang mempelajari hukum dan

peraturan yang mengatur hak dan kewajiban umat terhadap Allah dan sesama

manusia sehingga masyarakat Buton dapat hidup sesuai dengan kaidah Islam. Dan

Pada Abad ke-16 M, lahir dasar-dasar Ilmu Qalam dan Tasawuf di Buton, yang

dibawah oleh Sufi yang berasal dari Aceh.


6. Mata Uang

Dahulu suku Buton sudah memiliki mata uang. Mata uang kesultanan Buton

tersebut disebut dengan Kampua. Uniknya uang ini berbahan kain tenun dan

merupakan satu-satunya yang pernah beredar di Indonesia. Menurut cerita rakyat,

mata uang ini pertama kali diperkenalkan oleh Bulawambona, yaitu Ratu kerajaan

Buton yang kedua, yang memerintah sekitar abad XIV.

7. Mata pencaharian

Perairan di pulau Buton dan Muna kaya akan ikan tuna dan ikan ekor kuning.

Maka dari itu sebagian besar masyarakat suku Buton hidup pada bidang perairan

menjadi pelaut dan nelayan. Tetapi sejak kesempatan untuk memperoleh

penghasilan yang cukup di daerah terasa sulit, banyak dari mereka yang kemudian

pergi meninggalkan mata pencaharian di sektor perairan. Dan kekinian kegiatan

pertanian menjadi kegiatan utama perekonomian. Mereka menanam padi ladang,

jagung, ubi kayu, ubi jalar, kapas, kelapa, sirih, nanas, pisang dan lain-lain termasuk

beberapa jenis sayuran.

8. Peninggalan sejarah kebudayaan

Orang Buton terkenal pula dengan peradabannya yang tinggi dan hingga saat

ini peninggalannya masih dapat dilihat di wilayah-wilayah Kesultanan Buton,

diantaranya Benteng Keraton Buton yang merupakan benteng terbesar di dunia,

Istana Malige yang merupakan rumah adat tradisional Buton yang berdiri kokoh

setinggi empat tingkat tanpa menggunakan sebatang paku pun, mata uang

Kesultanan Buton yang bernama Kampua, dan banyak lagi.

9. Kehidupan sosial dan adat istiadat

Dalam hubungan kekerabatan masyarakat Suku Buton, seorang laki-laki bertugas

mencari nafkah, sedangkan wanita menyiapkan makan, melakukan pekerjaan

rumah tangga, membuat barang-barang dari tanah liat, menenun dan menyimpan

uang yang telah dikumpulkan oleh kaum laki-laki.

Sejak dulu, orang Buton juga sangat mementingkan pendidikan. Pendidikan yang

baik terhadap anak laki-laki dan perempuan membuat mereka memiliki


kesusasteraan yang maju. Tidak ketinggalan pula dalam hal mempelajari bahasa

asing. Karena itu, saat ini mulai terlihat hasil-hasil kemajuan di bidang sosial.

Perkawinan dalam kebudayaan Buton sudah bersifat monogami. Setelah

menikah, pasangan akan tinggal di rumah keluarga wanita sampai sang suami

anggup mendirikan rumah sendiri. Tanggup jawab membesarkan anak ada di bahu

ayah dan ibu. Rumah tempat tinggal suku Wolio didirikan di atas sebidang tanah

dengan menggunakan papah yang kuat, dengan sedikit jendela dan langit-langit

yang terbuat dari papan yang kecil dan daun kelapa.

Sebagai kebiasaan dan kesadaran kolektif, masyarakat Suku Buton memilik

tradisi yang bisa memperlancar pertumbuhan pribadi masyarakat. Hal ini erat

hubungannya dengan keberadaan tradisi sebagai wadah penyimpanan norma sosial

kemasyarakatan.

B. Peninggalan Kerajaan Buton

Berbicara tentang suku buton, kita tidak dapat lepas dari pembicaraan tentang kerajaan

buton. Kerajaan buton beserta peninggalannya yang autentik sampai hari ini,

merupakan bukti dari eksistensi masyarakat suku buton hari ini. Peninggalan-

peninggalan kerajaan buton sangat banyak diantaranya:

1. Jangkar raksasa

Di dalam keraton terdapat sebuah jangkar, menurut informan kami yang

bernama wawan erwiansyah, bahwa jangkar itu merupakan peninggalan pasukan

Belanda, terletak disebelah utara Masjid Agung Keraton. Jangkar ini diperkirakan

berasal dari kapal VOC yang karam di sekitar Pulau Muna. Berbeda dengan bentuk

fisik jangkar pada umumnya, jangkar ini terbuat dari besi baja tua dengan ukuran

tinggi kurang lebih 3,5 meter dan lebar kurang lebih 2 meter dengan posisi jangkar

dipajang tegak diatas lingkaran berbahan dasar pasir, semen, dan air. Disekeliling

jangkar ini pula terdapat lingkaran fondasi. Disekitar jangkar terdapat 3 buah meriam

dan monumen daftar raja dan Sultan Buton.


2. Tiang bendera

Kita ketahui bersama bahwa Indonesia memang memiliki banyak sekali bentuk

tiang bendera . Dan kali ini tiang bendera peninggalan jaman kerajaan Benteng

sangat unik yang memiliki tinggi sekitar 21 meter. Sebenarnya tiang ini tidak ada

yang terlalu berbeda dengan tiang bendera pada umumnya, namun keunikan dari

tiang bendera ini adalah usianya Dan tingginya. Itu dapat dilihat pada gambar di atas,

yang di ambil pada saat penelitian.

Tiang bendera ini ternyata sudah berdiri selama 289 tahun lamanya dan hingga

saat ini masih berdiri kokoh tanpa ada kerusakan yang berarti. Tiang bendera ini

memang sama sekali belum pernah dipugar, sehingga benar-benar masih asli ketika

pertama kali di dirikan oleh kerajaan pada jaman dulu.

Tiang bendera Benteng Keraton Buton ini sudah berdiri sejak abad ke 13 dan

memiliki bahan dasar dari kayu yang biasa digunakan untuk menaikan bendera

longa-longa milik kesultanan Buton yang diketahui memiliki gambar ular laut. Tiang

bendera berusia ratusan tahun ini memiliki nama Kasulana Tombi dimana dalam

bahasa adat setempat berarti tiang bendera.

3. Mesjid Agung Keraton

Masjid Agung Keraton Buton atau yang juga dikenal dengan sebutan Masjid

Agung Wolio adalah sebuah peninggalan Kerajaan Islam Buton. Masjid ini terletak

di Sulawesi Tenggara tepatnya di kota Bau-bau, Pulau Buton. Jika dilihat, masjid ini

terlihat biasa aja seperti masjid pada umumnya, namun masjid yang merupakan

masjid tertua di Sulawesi Tenggara ini menyimpan banyak sejarah dan kisah yang

menarik tentunya.

Masjid Keraton Buton ini dibangun sekitar abad 18 Masehi atau dua abad

setelah masa kesultanan di Buton berdiri. Dibangun pada masa pemerintahan Sultan

Sakiuddin Durul Alam dengan arsitektur yang sederhana namun mampu

menampung jamaah hingga 500 orang. Sejak berdiri, masjid ini sudah mengalami

beberapa kali pemugaran seperti penambahan pintu menjadi berjumlah 12 di


keempat sisi dinding masjid. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan jumlah

pintu di benteng Wolio, benteng terkenal di Pulau Buton.

Masjid yang terlihat biasa saja ini ternyata menyimpan kisah menarik di

dalamnya. Masyarakat di sekitaran masjid percaya bahwa masjid yang telah berusia

300 tahun ini dibangun di atas pusat bumi atau lebih dikenal dengan sebutan pusena

tanah. Pusena tanah itu berupa sebuah gua bawah tanah yang terletak di belakang

mihrab. Konon ceritanya, dari gua tersebut dapat terdengar suara azan yang

dipercaya berasal dari Mekkah.

Banyak cerita atau mitos-mitos yang beredar terkait dengan gua yang terdapat

di dalam masjid tersebut. Beberapa orang percaya bahwa gua tersebut dapat menjadi

jalan menuju Mekkah. Selain itu, ada juga cerita yang mengatakan jika kita melihat

ke dalam gua tersebut, kita dapat melihat kerabat atau sanak suara yang telah

mendahului kita. Percaya atau tidak, itulah beberapa kisah yang beredar di

masyarakat sekitaran Masjid Keraton Buton. Namun saat ini lobang yang berada di

mesjid tersebut sudah ditutup atau di perkecil

4. Pintu Gerbang atau dalam bahasa wolio Lawa

Dalam bahasa Wolio berarti pintu gerbang. Lawa berfungsi sebagai

penghubung keraton dengan kampung-kampung yang berada di sekeliling benteng

keraton. Terdapat 12 lawa pada benteng keraton. Angka 12 menurut keyakinan

masyarakat mewakili jumlah lubang pada tubuh manusia, sehingga benteng keraton

diibaratkan sebagai tubuh manusia. Namun sampai saat ini saya selalu menghitung

lubang yang berada di tubuh manusia dan tidak selalu cukup, mungkin itu semua

hanya dapat dibuktikan oleh orang-orang dulu yang tinggal di keratin buton. Dan

Ke-12 lawa memiliki masing-masing nama sesuai dengan gelar orang yang

mengawasinya, penyebutan lawa dirangkai dengan namanya. Kata lawa diimbuhi

akhiran 'na' menjadi 'lawana'. Akhiran 'na' dalam bahasa Buton berfungsi sebagai

pengganti kata milik "nya". Setiap lawa memiliki bentuk yang berbeda-beda tapi

secara umum dapat dibedakan baik bentuk, lebar maupun konstruksinya ada yang

terbuat dari batu dan juga dipadukan dengan kayu, semacam gazebo di atasnya yang
berfungsi sebagai menara pengamat. 12 Nama lawa di antaranya : lawana rakia,

lawana lanto, lawana labunta, lawana kampebuni, lawana waborobo, lawana dete,

lawana kalau, lawana wajo/bariya, lawana burukene/tanailandu, lawana melai/baau,

lawana lantongau dan lawana gundu-gundu

5. Meriam

Di dalam keraton buton terdapat 100 buah meriam yang digunakan pada saat

dulu untuk menembak lawan yang coba masuk di perairan buton, yang dimana

meriam ini hampir ada di seluruh keraton buton, dan meriam tersebut terbuat dari

besi tua yang berukuran 2 sampai 3 depa (meter). Meriam ini bekas persenjataan

Kesultanan Buton peninggalan Portugis dan Belanda .


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebudayan Buton adalah kebudayaan yang tertua dan terkaya di Jazirah

Tenggata Pulau Sulawesi. Kekayaan dan keontentikan kebudayaan ini masih dapat di

lihat dari banyaknya peninggalan budaya dari masa lampau yang masih utuh dan tetap

terpelihara baik dalam bentuk bangunan, adat istiadat dalam perilaku masyarakat

maupun dalam bentuk karya seni.

Berbicara tentang suku buton, kita tidak dapat lepas dari pembicaraan tentang

kerajaan buton. Kerajaan buton beserta peninggalannya yang autentik sampai hari ini,

merupakan bukti dari eksistensi masyarakat suku buton hari ini.

B. Saran

Adapun saran yang mampu penulis berikan adalah perlu adanya pemahaman yang

mendalam tentang suatu suku di Indonesia. Hal tersebut menjadi penting, sebab

penguatan identitas kesukuan adalah wujud kebhinekaan yang sesungguhnya. Penulis

juga menyarankan kepada pemerintah terkait untuk lebih memaksimalkan informasi

tentang suku asli dalam lingkup pemerintahannya. Hal ini bertujuan untuk

memudahkan masyarakat memahami dan menginternalisasi nilai nilai positif dari

budaya kedalam dirinya.


DAFTAR PUSTAKA

http://suku-dunia.blogspot.com/2015/09/kebudayaan-suku-buton.html Diakses tanggal 7

Januari 2020

https://dunia-kesenian.blogspot.com/2015/05/sejarah-dan-kebudayaan-suku-buton.html

Diakses tanggal 7 Januari 2020

https://burangasitamaymo.wordpress.com/2015/06/25/makalah-adat-dan-budaya-buton

Diakses tanggal 7 Januari 2020

Anda mungkin juga menyukai