Anda di halaman 1dari 17

SEBA BADUY

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Studi Kebantenan


MAKALAH

Disusun Oleh :

Muhammad Azzakiy
NIM : 5552170126

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS - AKUNTANSI


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Studi Keabntenan
dengan judul “Seba baduy”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
Dosen Studi Kebantenan kami yang telah membimbing dalam menulis makalah
ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Serang, 25 Agustus 2019


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Masyarakat Baduy yang terkenal dengan kekhasan budaya dan
tradisinya telah menarik perhatian masyarakat asing maupun lokal.
Ketertarikan tersebut membuat para wisatawan ingin berkunjung ke
kampung adat Baduy dan meneliti kebudayaan yang dianut oleh
masyarakat Baduy.
Lokasi kampung adat Baduy terletak di Kabupaten Lebak yang
berdomisili di sekitar hutan dan tidak bisa ditempuh dengan jarak waktu
yang singkat. Menurut adat dan kepercayaan, masyarakat Baduy telah ada
sejak zaman kerajaan Pasundan. Kehidupan yang dianut masyarakat
Baduy jauh dari keramaian dan tidak menerima masuknya kebudayaan
dari luar. Dengan kebudayaannya yang masih kental dari warisan nenek
moyang mereka, sudah sepantasnya masyarakat adat Baduy menjadi
kearifan lokal Kabupaten Lebak.
Masyarakat adat Baduy telah memilki pemerintahan sendiri yang
dipimpin oleh seorang ketua adat. Para pemimpin adat yang telah dibagi
dalam wilayahnya masing-masing menjalankan tugas sesuai kewajiban
yang mereka emban. Yaitu mensejahterakan rakyatnya, ataupun untuk
memimpin tradisi-tradisi adat yang selakyaknya dilaksanakan. Terkadang
kompleksitas yang terjadi pada masyarakat adat mereka merasa telah
memliki sistem pemerintahan tersendiri, maka tidak perlu lagi pengakuan
bahwa mereka masih menjadi bagian dari Warga Negara di Indonesia.
Namun berbeda dengan masyarakat adat Baduy, mereka tetap
mempertahankan agar keberadaan mereka tetap diakui oleh pemerintah
sekitar.
Perwujudan masyarakat adat Baduy sebagai warga Negara yang
baik dapat dibuktikan dengan salah satu tradisi mereka yang dikenal
dengan seba. Seba merupakan perwujudan ketaatan masyarakat adat
Baduy terhadap pemerintah, khususnya pemerintah Kabupaten Lebak dan
Provinsi Banten. Tradisi seba terus bertahan hingga sekarang, karena
tradisi seba merupakan sebuah warisan dari leluhur masyarakat Baduy
yang bertujuan untuk menjalin silahturahmi dengan kepala Pemerintahan.
Sesuai dengan pelaksanaan tradisi seba tersebut, terlihat adanya
rasa cinta dan ketaatan masyarakat adat Baduy terhadap pemerintah
setempat.

1.2 Tujuan Makalah


Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui dan
mengkaji tetang tradisi seba pada masyarakat adat Baduy sebagai
perwujudan warga Negara yang baik.
BAB II
KEGIATAN SEBA BADUY 2018

2.1 Tinjauan Umum


2.1.1 Profil Masyarakat Baduy
Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang mengasingkan diri
dari dunia luar, bermukim di areal Tanah Ulayat Hutan Lindung seluas
5.101.85 Ha di Desa Kanakes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak
Provinsi Banten. Masyarakat Baduy tersebut dibagi menjadi 2 bagian yang
terdiri dari Baduy Dalam ( Kapuun Cibeo, Cikeusik dan Cikertawana) dan
Baduy Luar/Baduy Panamping yang hidup dan berkembang diluar wilayah
tersebut.
Menurut catatan dari Naskah Kuno Koropak 630 Sanghyang
Siksakandang Karesian yang dikutip Yosef Iskandar (Sejarah Banten:
2001), Carita Parahiyangan menunjukkan adanya para Wiku nu Ngawakan
Jati Sunda yaitu para Pendeta yang khusus mengamalkan AGAMA
SUNDA dan memelihara Kabuyutan Parahiyang. Ini menerangkan asal
muasal orang Baduy yang terdapat di Desa Kanekes Kecamatan
Leuwidamar Kabupaten Lebak adalah Keturunan para Wiku ( Baduy
Dalam) dan Keuturunan Kaum Sangga (Baduy Luar) yang bertugas
memelihara dan melakukan Tapa di Mandala yang sudah secara turun
temurun jauh sejak masa sebelum Kerajaan Pajajaran berdiri.
Sementara keterangan lain, menyebutkan bahwa:
1. Orang Baduy berasal dari keturunan Kerajaan Pajajaran yang lari ke
Gunung Kendeng setelah Kerajaan tersebut diserang Kerajaan Islam
dari Banten ke Cirebon.
2. Menurut Catatan R. Suriadiredja, “Baduy” diberikan untuk sebutan
nama sungai yang melintasi perkampungan yang diberi nama
“Cibaduy”
3. Djoewisno MS dalam bukunya Potret Kehidupan Masyarakat Baduy
menjelaskan bahwa Masyarakat Baduy merupakan para Senapati dan
Punggawa setia Raja pada masa jayanya Prabu Bramaiya anak dari
Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran yang melarikan diri dari
serangan Pasukan Sunan Gunungjati dalam misinya membawa Ajaran
Agama Islam kedaerah Banten pada abad XIV awal abad XV M.
sehingga muncullah dugaan bahwa orang baduy adalah sisa-sisa para
Prajurit Kerajaan Pajajran yang menghindari serbuan para Tentara
Islam pada.
Namun demikian, hingga kini belum adanya bukti dan kepastian yang
kuat dari mana asal muasal istilah nama dan orang Baduy tersebut

2.1.2 Seba Baduy


Seba baduy merupakan sebuah tradisi adat yang harus dilakukan
setiap tahunnya bagi Warga Baduy sebagai wujud nyata tanda kesetiaan
dan ketaatan kepada Pemerintah Republik Indonesia yang dilaksanakan
kepada Penguasa Pemerintahan dimulai dari Bupati Lebak dan Gubernur
Banten. Selain itu Seba Baduy merupakan suatu acara adat yang penting
dan memungkinkan menjadi aset wisata budaya bagi pemerintahan daerah
Lebak maupun Provinsi Banten karena pada kenyataannya Seba Baduy
masih cukup diminati berbagai kalangan tentang keberadaan komunitas
adat ini. Karena hal tersebut muncullah berbagai tanggapan mengenai
esensi acara seba.
Demi pelurusan informasi, Jaro Dainah sebagai Jaro Pamarentah
beserta tokoh adat lainnya selalu memberikan penjelasan, laporan bahkan
menyampaikan aspirasi dan harapan pada pemerintah tentang isi dan
esensi seba. Menurut Jaro Dainah sebaadalah kegiatan rutin masyarakat
adat Baduy dan merupakan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun
untuk menghadap pemerintah (Ratu dan Menak) secara resmi dengan
tujuan utama menjalin serta mempererat silaturahmi, melaporkan situasi
dan ondisi Baduy secara khusus dan lingkungan lain secara umum serta
penyampaian aspirasi dan harapan sehingga terjalin kerja sama untuk
saling mendoakan dan saling melindungi.
Seba dapat diartikan sebagai kunjungan resmi (sowan) yang
merupakan peristiwa dalam untaian adat masyarakat Baduy yang
dilakukan seusai KAWALU dengan rangkaian acara secara terperinci serta
persiapan yang matang disamping harus berpedoman pada Peraturan Adat
dan orang yang berperan dalam melakukan Seba adalah kepercayaan Puun
atas nama warganya memberikan laporan kepada Pemerintah sekaligus
menjembatani komunikasi sambung rasa. Misinya membawa amanat
Puun, memberikan laporan selama satu tahun didaerahnya, menyampaikan
harapan dan menyerahkan hasil bumi dari tanaman ladang yang
digarap.Sebasifatnya wajib dilaksanakan setahun sekali pada bulan Safar
awal tahun baru sesuai dengan penganggalan adat Baduy, pelaksanaannya
seminggu setelah acara ngalaksa sekitar tanggal 1 sampai 9 safar dengan
waktu yang baik dari tanggal 1-6 Safar dan tidak boleh melebihi dari
tanggal 10 bulan Safar.
Rombongan yang berangkat tidak ditentukan, tetapi harus Jaro
sebagai orang kedua Puun, Tokoh Adat Kajeroan,Tokoh Adat Panamping,
Juru Bahasa, Tokoh Pemuda dengan maksud agar mengetahui tata caranya
dan bisa menjadi generasi penerus dalam menlanjutkan Tradisi leluhur.
Dalam pelaksanaan Seba, Kelompok Kaum Sepuh berperan sebagai
pengamat jalannya upacara. Sedangkan Kelompok Pemuda mempunyai
kewajiban sebagai pengemban amanat pusaka untuk tidak menyimpang
dari tujuan dan Kelompok Tokoh Adat mengatur cara yang betumpu
kepada pakem, keharusan, larangan dan pantangan sejak berangkat dari
daerahnya sampai ke tempat tujuan.
Secara rinci, tahapan seba dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu
sebagai berikut.
1. Tahapan Pertama:
Seba dari Baduy Dalam ke Dangka dengan alur:
- Kampung Cibeo seba-nya ke Dangka Cihulu/Cipatik
- Kampung Cikartawana seba-nya ke Dangka Panyaweuyan
- Kampung Cikeusik seba-nya ke Dangka
Cibeungkung/Padawaras
2. Tahapan Kedua:
Dari para dangka-dangka melimpahkan ke Jaro Warega
3. Tahapan ketiga:
Setelah beres di Warega baru sebake pemerintahan dengan urutan
ke kecamatan berupa laporan, lalu ke Kabupaten Lebak, dilanjutkan ke
Kabupaten Pandeglang, ke Gubernur dan terkahir ke Kabupaten
Serang (Kab. Tangerang dan Cilegon tidak).
Hal-hal yang biasa dipersiapkan untuk dibawa pada acara ini
adalah mengumpulkan hasil bumi atau panen dari setiap warga berupa
beras, pete, gula, pisang, jaat, trubus, jahe, dan hasil bumi lainnya dan itu
semua dilakukan tanpa paksaan tapu datang dari kesadaran dan
keikhlasan.
Menurut tokoh adat bahwa sebadibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu
seba leutik dan seba gede (ageing). Pelaksanaan antara seba leutik dan
seba ageung dilaksanakan tidak beruturut-turut. Tanda yang mudah
diketahui apakah tahun itu masuk pada seba leutik atau gede dapat dilihat
dari barang dan hasil bumi yang dibawa pada saat itu, untuk seba gede
biasanya selain banyaknya hasil bumi yang dibawa, juga dilengkapi
dengan alat rumah tangga misalnya Aseupan, Nyiru, Ayakan, Dulang,
Hihid, Boboko dan alat lainnya. Adanya seba kecil dan seba besar
dikarenakan masyarakat baduy meyakini adanya pasang-pasangan seperti
halnya ada siang dan malam, begitu juga dengan seba, ada seba kecil dan
seba besar.

2.2 Siapakah Sebenarnya Baduy Itu? Satu Sudut Pandang


Suku Baduy adalah salah satu etnis yang tidak terpisahkan dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan osisi georgasif dan administratif
berada di sekitar Pegunungan Kendeng di Desa Kanakes, Kecamatan
Leuwidamar, kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Suku Baduy bukanlah
suku terasing, tetapi suku yang sengaja “mengasingkan dirinya” dari
kehidupan dunia luar, menetap dan menutup dirinya dari pengaruh kultur
luar yang dianggap negatif dengan satu tujuan menunaikan amanat leluhur
dan pusaka karuhun yang mewasiatkan untuk selalu memelihara
keseimbangan dan keharmonisan alam semesta. Perilaku kesehariannya
lebih mengarah pada hidup sederhana apa adanya, membatasi hal-hal yang
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan yang berlebihan, hidup dengan
berpedoman pada pikukuh dan kaidah-kaidah yang sarat nasihat dan penuh
makna.
Kesederhanaan kehidupan suku Baduy tercermin dalam berbagai aspek
kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini terlihat dari rumah tinggal mereka
yang seragam arah dan bentuknya, yaitu menghadap Utara-Selatan; bentuk
dan warna pakaian yang khas, yaitu hanya dua warna, putih dan hitam;
keseragaman dalam bercocok tanam, yaitu hanya berladang; dan yang tak
kalah pentingnya tentang kepatuhan dan ketaatan mereka pada satu
keyakinan, yaitu yakin pada agama Slam Sunda Wiwitan, dan keyakinan
itu tidak untuk disebarluaskan kepada masyarakat luar Baduy.
Suku Baduy terdiri dari dua komunitas generasi penerus kesukuan
mereka. Walaupun dalam kedua suku tersebut terdapat aturan hukum adat
yang syarat dan ciri khasnya berbeda, namun mampu mengikat menjadi
satu kesatuan yang utuh. Pertama, komunitas yang menamakan dirinya
Suku Baduy Dalam (Tangtu) atau disebut sebagai Baduy asli, di mana pola
kehidupan kesehariannya benar-benar sangat kuat memegang hukum adat
serta kukuh dalam melaksanakan amanat leluhurnya. Baduy Dalam lebih
menunjukkan pada replika Baduy masa lalu. Kedua, komunitas yang
menamakan dirinya Suku Baduy Luar yang pada kehidupan kesehariannya
diberikan kebijakan atau kelonggaran dalam melaksanakan ketentuan-
ketentuan hukum adat, tetapi ada batas-batas tertentu yang tetap mengikat
mereka sebagai suatu komunitas khas Suku Baduy.
Masyarakat Suku Baduy merupakan satu kelompok masyarakat yang
unik. Walaupun mereka tertutup dan mengasingkan diri dari dunia
modern, tetapi mereka sangat menghargai program-program pemerintah
dan bekerja sama dengan baik, tetapi dengan catatan harus disesuaikan
dengan tatanan hukum adat. Hubungan dan kerja sama dengan
masyarakat sekitar luar Baduy pun berjalan dengan sangat harmonis dan
masyarakat Baduy sangat menghormati para pengunjung (wisatawan).
Layaknya etnis-etnis lain, masyarakat Baduy pun tidak bisa
menghindari adanya teori evolusi. Suku Baduy sekarang sedang menjalani
proses evolusi kebudayaan walau mereka tak menyadarinya. Pola hidup
yang dulunya relatif baku dan kaku, sederhana, watak dan tabiat sosialnya
yang selama berabad-abad tetap konsisten sekarang sudah menunjukkan
kurva menurun. Mereka tidak lagi risi memiliki dan menggunakan telepon
seluler, belajar dan memiliki kendaraan. Secara perlahan di setiap
kampung sudah mulai bermunculan warung-warung yang menyediakan
berbagai kebutuhan hidup, sudah bermunculan pengusaha-pengusaha
kecil, menengah, dengan jaringan yang cukup luas. Mereka sudah sangat
memahami peran dan fungsi uang, terlebih setelah Kawasan Kampung
Ciboleger dibangun dan dijadikan terminal sebagai alternatif kawasan
tempat transit menuju ke tanah ulayat Suku Baduy.
2.3 Komunitas Suku Baduy
Pada awalnya istilah Baduy Dalam dan Baduy Luar diperkenalkan
oleh para peneliti. Mereka memperkenalkan istilah dikotomis “Baduy
Dalam” untuk menyebut “Baduy Tangtu” dan “Baduy Luar” untuk
“Baduy Panamping”. Isitlah tersebut kemudian umum digunakan hingga
saat ini. Sadar atau tidak, penyebutan istilah tersebut menyebabkan
pemisahan yang cukup tegas dan tajam dalam keseharian masyarakat
antara Baduy Tangtu dan Baduy Panamping. Isitlah yang sejatinya
hanyalah penyebutan secara adat, kini menjadi luas untuk pengertian fisik,
administratif dan bahkan politik. Namun saat ini, penyebutan Baduy
Dalam digunakan untuk daerah Kapuunan Cibeo, Cikeusik dan
Cikertawana. Sedangkan Baduy Luar meliputi daerah Baduy yang hidup
dan berkembang di luar wilayah tersebut.

2.4 Pola Kehidupan Masyarakat Baduy


2.4.1 Kepercayaan
Seperti halnya berbagai sukubangsa tradisional di
Indonesia, pada dasarnya kepercayaan masyarakat Baduy adalah
penghormatan pada roh nenek moyang. Pusat pemujaan mereka
berada di puncak gunung yang disebut Sasaka Domas atau Sasaka
Puasaka Buana. Objek Pemujaan ini pada dasarnya merupakan sisa
kompleks peninggalan megalitik berupa bangunan berundak
dengan sejumlah menhir dan arca di atasnya. Inilah yang dianggap
oleh masyarakat Baduy sebagai tempat berkumpulnya roh karuhun
(nenek moyang).
Keyakinan mereka sering disebut dengan Sunda Wiwitan.
Menurut ajaran agama ini, kekuasaan tertinggi berada pada Nu
Ngersakeun( Yang Menghendaki), Sang Hiyang Keresa (Yang
Maha Kuasa), atau Batara Tunggal (Yang Maha Esa). Orientasi,
konsep-konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan ditujukan kepada
pikukuh (ketentuan adat mutlak) agar orang hidup menurut alur itu
dan menyejahterakan kehidupan Baduy dan dunia secara
keseluruhan.
Konsep penting lainnya dari kepercayaan masyarakat
Baduy adalah karuhun dan pikukuh. Karuhun adalah generasi
pendahulu yang sudah meninggal. Sedangkan pikukuh merupakan
aturan adat dalam Sunda Wiwitan yang tidak terlepas dari
ketentuan untuk melakukan tapa terhadap inti jagat dan dunia,
menghormati dengan menjodohkan Dewi Padi dengan bumi dan
mengekalkan pikukuh dengan melaksanakan semua ketentuan
yang ada.
2.4.2 Sistem Pemerintahan
Berdasarkan hukum adat, sistem pemerintahannya dibagi menjadi
dua bagian, yaitu:
1. Baduy Jero (Dalam), meliputi Kp. Cibeo, Cikeusik dan
Cikertawana masing-masing dimpimpin oleh seorang Puun
2. Baduy Luar, yaitu Penduduk Baduy yang berada di luar ketiga
kampung tersebut dipimpin oleh Jaro Dangka.

BAGAN STRUKTUR PEMERINTAHAN ADAT


MASYARAKAT BADUY

PUUN

GIRANG
TANGTU

JARO TANGTU

JARO DUA
TANGKESAN JARO TUJUH BARESAN
BELAS

2.4.3 Mata Pencaharian


Mata pencaharian masyarakat Baduy berfokus pada
berladang dengan menanam padi. Menanam padi diyakini
merupakan tindakan ibadah, karena tidak terpisahkan dari
kepercayaan mereka kepada Dewi Padi.

2.4.4 Perkampungan Baduy


Sejumlah rumah yang terdapat dalam suatu wilayah tertentu
dapat membentuk sebuah kampung. Cikal-bakal kampung terdiri
dari 4-5 rumah yang disebut dengan babakan yang kemudian akan
diikuti dengan nama kampung, di mana nama kampung diambil
dari nama sungai yang mengalir atau nama bukit/gunung yang
berada didekatnya.
Kampung-kampung Baduy umumnya berada di kaki suatu
bukit atau lereng, sedikit lebih tinggi daripada aliran sungai atau
anak sungai yang mengalir di dekatnya. Antara satu kampung dan
kampung lainnya biasanya dibatasi oleh sungai atau anak sungai,
atau bukit. Biasanya suatu kampung Baduy terdiri atas sejumlah
rumah, bangunan balai kampung, bangunan tempat menumbuk
padi dan bangunan tempat menyimpan padi.
2.4.5 Sosial Budaya
Masyarakat Baduy lebih mengutamakan kepentingan
umum untuk menunjang kelangsungan hidup generasinya daripada
kepentingan pribadi dengan prinsip pola hidup sederhana dan kerja
keras melawan kersnya alam dan ganasnya lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan memanfaatkan
sumber daya alam yang tersedia namun tidak untuk diperjual
belikan secara bebas, karena semua bahan baku tidak didatangkan
dari luar tapi diusahakan dan didapatkan dari alam lingkungan
yang terdapat disekitarnya.
a. Pakaian
1. Baduy Dalam
Bagi Baduy Dalam untuk laki-laki hanya menggunakan
pakaian serba putih atau hitam hasil tenunan dari kapas
murni yang potongannya tidak dijahit dengan mesin, tidak
memakai saku dan kancing, dengan tangan panjang tanpa
menggunakan leher baju, bercelana sebatas dengkul yang
dilipatkan seperti sarung, dan diikat dengan ban kain
2. Baduy Luar
Bagi Baduy Luar memakai pakaian warna hitam atau biru
tua dengan model dan potongannya hampir sama tetapi
terdapat saku dan kancing pada bajunya dengan bahan
dasar tidak diharuskan dari benang kapas murni, berikat
kepala warna biru tua bermotifkan batik lengkap dengan
kain selendang dan tas kulit kayu teureup (benang) dan
sebilah golok terselip dipinggangnya

3. Pakaian Kedinasan
Jaro Tanggungan dalam berpakaian resmi memakai baju
warna putih dibagian dalam dan warna hitam dibagian luar,
berlengan Panjang dengan ikat kepala warna hitam batik,
berkain sarung sebatas dengkul yang menutupi celana ¾
berikat pinggang kain selendang dilengkapi tas kulit kayu
dikalungkan dilehernya dan sebilah golok terselip di
pinggangnya.
b. Hubungan antar Masyarakat
Dalam menjalankan pekerjaan yang dianggap berat,
dilaksanakan dengan cara gotong royong, misalnya pembuatan
rumah, perkawinan, kelahiran, khitanan, maupun kematian.
c. Seni Tradisi
Salah satu kesenian masyarakat Baduy adalah Seni
Angklung yang berbau magis dan memiliki unsur sakral yang
hanya ditampilkan pada waktu tertentu dan biasanya dilakukan
pada menjelang musim tanam padi di Huma Serang atau ketika
akan memulai (mipit) padi.
d. Upacara Adat
Masyarakat Baduy seiap tahunnya menyelenggarakan beberapa
macam upacara adat yang tidak boleh diintip, ditonton atau
diikuti masyarakat luar. Upacara tersebut antaralain:
1. Kawalu
Merupakan upacara adat yang paling sakral dan dianggap
sebagai acara yang sangat penitng sebagai peristiwa besar
dalam mengakhiri tutup tahun dengan melaksanakan puasa
selama 3 (tiga) bulan dan seluruh Kawasan dinyatakan ditutup
bagi tamu yang mau masuk
2. Ngalaksa
yaitu upacara yang dilaksanakan seusai Kawalu Tutug sebagai
wujud kegembiraan setelah berpuasa
3. Seren Tahun
Merupakan upacara siding evaluasi hasil pertanian setahun
yang lalu dan rencana pertanian setahun mendatang yang
biasanya dilaksanakan di Huma atau di Pusat Pemerintahan
Hukum Adat.
4. Seba
Merupakan kunjungan resmi yang merupakan peristiwa untaian
adat masyarakat Baduy yang dilakukan seusai Kawalu dengan
rangkaian acara secara terperinci serta persiapan yang matang
disamping berpedoman pada peraturan adat dan orang yang
berperan dalam seba adalah kepercayaan puun atas nama
warganya memberikan laporan kepada pemerintah sekaligus
menjembatani komunikasi sambung rasa
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari data yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa seba
merupakan tradisi turun menurun yang dilakukan masyarakat Baduy tiap
tahunnya sebagai wujud nyata kesetiaan dan ketaatan mereka kepada
pemerintah Republik Indonesia. Masyarakat Baduy memiliki 2 sistem
pemerintahan, yaitu Baduy jero (dalam) dan Baduy luar. Masyarakat
Baduy juga memiliki tata pemerintahan sendiri dengan kepala suku
sebagai pemimpinnya yang disebut puun. Pelaksanaan pemerintah
dilaksanakan oleh Jaro yang diagi dalam 4 jabatan yang setiap jaro
memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Informasi, Komunikasi, Seni Budaya dan Pariwisata Kabupaten Lebak,


2004. Membuka Tabir Kehidupan Tradisi Budaya Masyarakat Baduy dan
Cisungsang serta Peninggalan Sejarah Situs Lebak Sibedug.
R. Cecep Eka Permana. Keraifan Lokal Masyarakat Baduy dalam Mitigasi
Bencana
http://smknuvo.blogspot.com/2012/01/contoh-format-laporan-kunjungan.html

Anda mungkin juga menyukai