1. Asal-Usul
Kampung tradisional Takpala adalah sebuah permukiman adat yang berlokasi di Desa
Lembur Barat, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur
(NTT). Masyarakat Alor pada awalnya dibentuk berdasarkan keluarga inti yang terdiri
dari bapak, ibu, dan anak. Keluarga inti ini secara tradisional memilih tempat menetap
yang berpisah-pisah. Namun, sering juga didapati beberapa keluarga yang hidup bersama-
sama dan membentuk klan yang tidak lain merupakan perluasan dari keluarga inti.
Klan adalah kesatuan geneologis yang menetap di satu tempat tinggal dan menunjukkan
adanya integrasi sosial serta merupakan kelompok kekerabatan yang besar. Kelompok
kekerabatan dalam suatu klan biasanya terdiri dari semua keturunan seorang nenek
moyang yang diperhitungkan dari garis keturunan laki-laki atau bisa juga wanita. Dalam
tradisi masyarakat Alor, pembentukan klan didasarkan dari garis keturunan ayah dan
masing-masing menetap di dalam satu rumah adat
Penduduk yang mendiami kampung Takpala di Kabupaten Alor adalah Suku Abui.
Menurut kepercayaan warga lokal, Suku Abui adalah suku pendiri kerajaan tertua di Alor
yang dibangun di pedalaman pegunungan Alor, yaitu Kerajaan Abui. Meski pada
akhirnya riwayat Kerajaan Abui berakhir, namun Suku Abui masih tetap eksis. Besar
kemungkinan, orang-orang Suku Abui yang mendiami wilayah Takpala sekarang adalah
keturunan dari penduduk Kerajaan Abui.
Masyarakat Suku Abui dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Suku Kapitang atau suku
perang, Suku Aweni yang terdiri dari kaum raja/bangsawan, dan Suku Marang atau suku
perantara. Setiap suku memiliki kewenangan sesuai kedudukannya masing-masing.
Biasanya, ketiga kelompok suku ini saling berinteraksi saat menjalankan suatu pekerjaan.
Sebagai kalangan bangsawan, misalnya, Suku Marang memberi perintah kepada Suku
Aweni untuk disampaikan kepada Suku Kapitang agar pergi berperang.
Di kampung adat Suku Abui di Takpala masih banyak terdapat rumah tradisional yang
digunakan sebagai tempat tinggal dan kini menjadi komoditas wisata andalan Kabupaten
Alor. Masyarakat Takpala yang masih memegang teguh adat dan tradisi akan menyajikan
atraksi budayanya yang khas ketika menyambut para tamu yang datang. Keramahan dan
kehangatan dari penduduk lokal inilah yang membuat Takpala sering dikunjungi para
pelancong, petualang, serta peneliti dari dalam dan luar negeri.
Salah satu keunikan yang menjadi daya tarik kampung Takpala adalah rumah adat Suku
Abui. Rumah adat ini berupa rumah panggung dan berbentuk seperti piramida. Secara
umum, rumah adat di Takpala terdiri dari tiga macam, yakni rumah adat Kolwat,
Kanuarwat, dan rumah gudang atau Fala. Ketiga bangunan tradisional ini memiliki fungsi
dan peran masing-masing dalam kehidupan keseharian maupun untuk kebutuhan ritual
masyarakat Suku Abui. Saat ini, di kampung tradisional Takpala terdapat 12 hingga 15
rumah adat yang masing-masing dihuni oleh sekitar 13 kepala keluarga.
Tata letak bangunan tradisional Takpala cukup unik dan menarik. Rumah-rumah adat itu
didirikan dan disusun dengan pola menyebar di mana bangunan-bangunan itu dibangun
mengelilingi topografi tanahnya. Pola pengaturan bangunan yang seperti ini dikenal
dengan pola linear. Rumah-rumah adat Suku Abui di Takpala didirikan dalam posisi
menghadap ruang bersama yang disebut Mesang sebagai tempat berkumpul seluruh
warga Suku Abui.
Sentral dari susunan penataan rumah-rumah adat Takpala adalah Mesbah, yakni tiga batu
bersusun yang disucikan oleh warga Suku Abui. Rumah-rumah adat Suku Abui dibangun
dengan posisi menghadap Mesbah yang terletak di tengah-tengah Mesang. Selain itu,
posisi rumah adat juga simetris terhadap peletakan bangunan lainnya, yakni didirikan di
sisi kiri sisi kanan Mesang Keberadaan rumah adat Suku Abui di Takpala tidak berdiri
sendiri. Rumah adat Suku Abui menjadi bagian dari rangkaian pola permukiman adat
sebagai salah satu unsur penting dari sejumlah benda atau bangunan lainnya.
5. Ragam Hias
Ragam hias yang paling mencolok dalam susunan rumah adat Suku Abui di Takpala
terutama yang terdapat pada rumah adat Kanuarwat di mana ragam hias pada bangunan
tradisional ini dapat ditemukan pada tiang-tiang penunjang, balok, dan bingkai daun pintu
bagian luar. Ragam hias juga terdapat pada lik, yakni podium atau panggung, yang pada
umumnya berbentuk geometris seperti belah ketupat, segi tiga, lingkaran, dan elips,
dengan pilihan warna tertentu. Warna dasar yang paling umum digunakan adalah hitam,
putih, merah hati, dan kuning. Warna-warna yang diambil dari jenis tanah tertentu ini
hampir selalu merupakan satu rangkaian dalam satu ragam hias dan ditempatkan secara
berselang-seling.
Komposisi gelap dan terang dalam pemberian warna juga cukup diperhatikan sehingga
seringkali ditemukan penekanan warna pada bagian-bagian tertentu. Penekanan itu
misalnya seperti yang terlihat pada pintu yang warnanya terlihat lebih menonjol atau
lebih terang daripada bagian rumah lainnya. Bahkan untuk lebih menegaskan kesan
terang, pada sisi kiri dan kanan pintu dipasang masing-masing dua papan berwarna putih
mencolok.
Ragam hias utama yang mencolok adalah bentuk dasar dari rumah adat itu sendiri, yakni
berwujud rumah panggung yang terbuat dari bahan dasar bambu dengan bentuk rumah
menjulang ke atas seperti piramida dan beratapkan ilalang. Di bagian atas rumah terdapat
ornamen berbentuk tangan terbuka. Ornamen ini dimaknai sebagai simbol permohonan
berkah kepada Yang Maha Kuasa.
6. Nilai-Nilai
Cukup banyak nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam susunan pola permukiman ,
termasuk rumah adat, masyarakat Suku Abui di Takpala, Kabupaten Alor, NTT. Salah
satu unsur yang paling berpengaruh dalam pembangunan rumah adat di Takpala adalah
Tari Lego-Lego yang wajib ditarikan beberapa kali dalam waktu-waktu tertentu selama
pembangunan rumah. Tari ini merupakan lambang kekuatan persatuan dan persaudaraan
Suku Abui. Oleh karena itu, tarian ini harus dilakukan secara massal yang melibatkan
seluruh warga. Orang-orang Suku Abui menarikan Lego-Lego dalam formasi melingkar
dan saling bergandengan tangan. Aksi utama tarian bermula dari gerakan mengelilingi
Mesbah yang sudah dipenuhi tumpukan batu dengan pohon beringin di tengahnya. Dalam
satu pertunjukan, Tari Lego-Lego yang dilakukan dengan mengelilingi Mesbah ini bisa
berlangsung sepanjang malam. Tak jarang para pelakunya menari dalam
keadaan trance atau kerasukan arwah leluhur alias roh halus.
Mesbah sendiri memiliki nilai-nilai yang tidak kalah penting bagi segenap warga Suku
Abui. Selain sebagai benda yang paling dianggap suci dan sebagai sentral kehidupan adat
Suku Abui, Mesbah yang berupa tiga batu bersusun juga menjadi simbol kekuatan tiga
sub Suku Abui yang ada di Takpala, yakni Suku Kapitang, Suku Aweni, dan Suku
Marang yang memiliki peran dan wewenang masing-masing dalam kehidupan keseharian
di lingkungan perkampungan Takpala. Selain itu, antara Mesbah dan ruang publik
(Mesang) terdapat hubungan yang sangat erat dalam tradisi Suku Abui. Dua perangkat
budaya ini menjadi simbol persekutuan serta pusat pembentukan mental dan spiritualitas
yang beradab.
Nilai-nilai filosofis pun terkandung pula dalam rumah adat Suku Abui. Misalnya dari segi
bentuk, di mana ketiga jenis rumah adat Suku Abui (rumah adat Korwat, Kanurwat, dan
Fala) berupa rumah panggung dengan beberapa tingkat, serta fisik bangunannya
menjulang ke atas seperti piramida dengan ornamen berbentuk tangan terbuka yang
terdapat di bagian paling atas atau di puncak rumah. Bentuk tangan mengadah seperti
sikap orang yang sedang meminta tersebut mengandung arti bahwa Suku Abui senantiasa
memohon perlindungan dan kesejahteraan kepada para dewa.
Tingkat-tingkat rumah panggung Suku Abui juga mengandung pemaknaan filosofis
khusus. Tingkat-tingkat tersebut, biasanya berjumlah 3 hingga 4 tingkat, melambangkan
tiga zona kehidupan yang terdapat dalam kepercayaan masyarakat Suku Abui. Seperti
yang berlaku untuk Fala atau rumah gudang, ruangan di bagian paling bawah rumah
panggung atau lantai dasar merupakan bagian kehidupan untuk hewan-hewan ternak.
Sementara satu atau dua lantai di atas lantai dasar diperuntukkan bagi manusia sebagai
ruang aktivitas keluarga. Sedangkan lantai paling atas merupakan tempat yang
dipersembahkan untuk dewa-dewa atau roh leluhur. Hal itu ditandai dengan penggunaan
lantai atas sebagai ruang untuk menyimpan benda-benda pusaka yang hanya dikeluarkan
ketika diadakan upacara-upacara adat.
Upacara Adat Suku Abui
7. Penutup
Kedudukan rumah adat Suku Abui yang berada di perkampungan tradisional Takpala,
Kabupaten Alor, NTT, sangat berkaitan erat dengan pola permukiman di lingkungan
kampung itu sendiri. Terdapat beberapa elemen penting yang menyusun pola
permukiman dan mempengaruhi kehidupan adat di Takpala. Elemen-elemen itu antara
lain Mesang, Mesbah, serta tiga jenis rumah adat Suku Abui, yaitu rumah adat Kolwat,
Kanurwat, dan Fala. Selain itu, tarian adat Lego-Lego dan sejumlah perangkat yang
digunakan untuk ritual adat, juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pola
permukiman dan gaya hidup masyarakat adat Suku Abui.