Anda di halaman 1dari 27

BANGUNAN YANG MEMILIKI SIMBOL (ORNAMEN)

1. Gedung Sate

Gedung Sate dengan ciri khasnya berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya,
telah lama menjadi penanda atau markah tanah Kota Bandung yang tidak saja dikenal
masyarakat di Jawa Barat, namun juga seluruh Indonesia. Mulai dibangun tahun 1920, gedung
berwarna putih ini masih berdiri kokoh namun anggun dan kini berfungsi sebagai gedung pusat
pemerintahan Jawa Barat.

Gambar 1.1 Tampak depan gedung sate

Gedung Sate yang pada masa Hindia Belanda itu disebut Gouvernements Bedrijven
(GB), peletakan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, puteri sulung Walikota
Bandung, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jenderal di Batavia, J.P. Graaf
van Limburg Stirum pada tanggal 27 Juli 1920, merupakan hasil perencanaan sebuah tim yang
terdiri dari Ir.J.Gerber, arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh.
De Roo dan Ir. G. Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, diketuai Kol. Pur. VL. Slors
dengan melibatkan 2000 pekerja, 150 orang di antaranya pemahat, atau ahli bongpay pengukir
batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan Cina yang berasal dari Konghu atau Kanton,
dibantu tukang batu, kuli aduk dan peladen yang berasal dari penduduk Kampung Sekeloa,
Kampung Coblong Dago, Kampung Gandok dan Kampung Cibarengkok, yang sebelumnya
mereka menggarap Gedong Sirap (Kampus ITB) dan Gedong Papak (Balai Kota Bandung).

1
Selama kurun waktu 4 tahun pada bulan September 1924 berhasil diselesaikan
pembangunan induk bangunan utama Gouverments Bedrijven, termasuk kantor pusat PTT (Pos,
Telepon dan Telegraf) dan Perpustakaan. Arsitektur Gedung Sate merupakan hasil karya arsitek
Ir. J.Gerber dan kelompoknya yang tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda
Dr.Hendrik Petrus Berlage, yang bernuansakan wajah arsitektur tradisional Nusantara.

Banyak kalangan arsitek dan


ahli bangunan menyatakan Gedung
Sate adalah bangunan monumental
yang anggun mempesona dengan
gaya arsitektur unik mengarah
kepada bentuk gaya arsitektur Indo-
Eropa. Beberapa pendapat tentang
megahnya Gedung Sate di antaranya

Cor Pashier dan Jan Wittenberg dua Gambar 1.2 Tampak atas gedung sate
arsitek Belanda, yang mengatakan
"langgam arsitektur Gedung Sate adalah gaya hasil eksperimen sang arsitek yang mengarah pada
bentuk gaya arsitektur Indo-Eropa". D. Ruhl dalam bukunya Bandoeng en haar Hoogvlakte
1952, "Gedung Sate adalah bangunan terindah di Indonesia".

Ir. H.P.Berlage, sewaktu kunjungan ke Gedung Sate April 1923, menyatakan, "Gedung
Sate adalah suatu karya arsitektur besar, yang berhasil memadukan langgam timur dan barat
secara harmonis". Seperti halnya gaya arsitektur Italia pada masa renaiscance terutama pada
bangunan sayap barat. Sedangkan menara bertingkat di tengah bangunan mirip atap meru atau
pagoda.

Kuat dan utuhnya Gedung Sate hingga kini, tidak terlepas dari bahan dan teknis
konstruksi yang dipakai. Dinding Gedung Sate terbuat dari kepingan batu ukuran besar (1 × 1 ×
2 m) yang diambil dari kawasan perbukitan batu di Bandung timur sekitar Arcamanik dan
Gunung Manglayang. Konstruksi bangunan Gedung Sate menggunakan cara konvensional yang
profesional dengan memperhatikan standar teknik.

Gedung Sate berdiri diatas lahan seluas 27.990,859 m², luas bangunan 10.877,734 m²
terdiri dari Basement 3.039,264 m², Lantai I 4.062,553 m², teras lantai I 212,976 m², Lantai II
3.023,796 m², teras lantai II 212.976 m², menara 121 m² dan teras menara 205,169 m².

2
Gerber sendiri memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya. Untuk
jendela, Gerber mengambil tema Moor Spanyol, sedangkan untuk bangunannya dalah
Rennaisance Italia. Khusus untuk menara, Gerber memasukkan aliran Asia, yaitu gaya atap pura
Bali atau pagoda di Thailand. Di puncaknya terdapat "tusuk sate" dengan 6 buah ornamen sate
(versi lain menyebutkan jambu air atau melati), yang melambangkan 6 juta gulden - jumlah
biaya yang digunakan untuk membangun Gedung Sate.

Fasade (tampak depan) Gedung Sate ternyata sangat diperhitungkan. Dengan mengikuti
sumbu poros utara-selatan (yang juga diterapkan di Gedung Pakuan, yang menghadap Gunung
Malabar di selatan), Gedung Sate justru sengaja dibangun menghadap Gunung Tangkuban
perahu menghadap utara.

Gambar 1.3 Tampak belakang gedung sate

Dalam perjalanannya semula diperuntukkan bagi Departemen Lalulintas dan Pekerjaan


Umum, bahkan menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap sudah
tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena perkembangannya, sehingga
digunakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum. Tanggal 3 Desember 1945 terjadi peristiwa yang
memakan korban tujuh orang pemuda yang mempertahankan Gedung Sate dari serangan
pasukan Gurkha. Untuk mengenang ke tujuh pemuda itu, dibuatkan tugu dari batu yang
diletakkan di belakang halaman Gedung Sate. Atas perintah Menteri Pekerjaan Umum pada
tanggal 3 Desember 1970 Tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate.

Gedung Sate sejak tahun 1980 dikenal dengan sebutan Kantor Gubernur karena sebagai
pusat kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang sebelumnya Pemerintahaan Provinsi Jawa
Barat menempati Gedung Kerta Mukti di Jalan Braga Bandung.

Ruang kerja Gubernur terdapat di lantai II bersama dengan ruang kerja Wakil Gubernur,
Sekretaris Daerah, Para Assisten dan Biro. Saat ini Gubernur di bantu oleh tiga Wakil Gubernur

3
yang menangani Bidang Pemerintahan, Bidang Ekonomi dan Pembangunan, serta Bidang
Kesejahteraan Rakyat, seorang Sekretaris Daerah dan Empat Asisten yaitu Asisten
Ketataprajaan, Asisten Administrasi Pembangunan, Asisten Kesejahteraan Sosial dan Asisten
Administrasi. Namun tidak seluruh Asisten menempati Gedung Sate. Asisten Kesejahteraan
Sosial dan Asisten Administrasi bersama staf menempati Gedung Baru.

Di bagian timur dan barat terdapat dua ruang besar yang akan mengingatkan pada ruang
dansa (ball room) yang sering terdapat pada bangunan masyarakat Eropa. Ruangan ini lebih
sering dikenal dengan sebutan aula barat dan aula timur, sering digunakan kegiatan resmi. Di
sekeliling kedua aula ini terdapat ruangan-ruangan yang di tempati beberapa Biro dengan
Stafnya. Paling atas terdapat lantai yang disebut Menara Gedung Sate, lantai ini tidak dapat
dilihat dari bawah, untuk menuju ke lantai teratas menggunakan Lift atau dengan menaiki tangga
kayu.

Kesempurnaan megahnya Gedung Sate dilengkapi dengan Gedung Baru yang


mengambil sedikit gaya arsitektur Gedung Sate namun dengan gaya konstektual hasil karya
arsitek Ir.Sudibyo yang dibangun tahun 1977 diperuntukkan bagi para Pimpinan dan Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai Lembaga Legislatif Daerah.

Gambar 1.4 Tampak samping gedung sate

Gedung Sate telah menjadi salah satu tujuan objek wisata di kota Bandung. Khusus
wisatawan manca negara banyak dari mereka yang sengaja berkunjung karena memiliki
keterkaitan emosi maupun history pada Gedung ini. Keterkaitan emosi dan history ini mungkin
akan terasa lebih lengkap bila menaiki anak tangga satu per satu yang tersedia menuju menara
Gedung Sate. Ada 6 tangga yang harus dilalui dengan masing-masing 10 anak tangga yang harus
dinaiki

4
Prinsip-prinsip desain pada gedung sate

A. Keseimbangan

Gambar 1.5 Gedung sate

Pada gedung sate keseimbangannya terlihat jelas pada kedua sisi bangunan, dimana pada
bagian kiri dan kanan bangunan mempunyai bentuk yang sama.

B. Proporsi dan Skala

Perbandingan antara gedung sate dengan manusia cukup jauh berbeda karena gedung
sate yang memiliki dua lantai dan menara yang sampai pada lantai tiga, sedangkan skala
bangunan cukup luas.

C. Bentuk

Gambar 1.6 Fasad gedung sate

Bentuk pada gedung sate sangat menunjukan permainan bentuk dimana dibagian sisi kiri
dan kanan bangunan mencapai dua lantai, sedangkan dibagian tengah bangunannya mencapai
tiga lantai.

5
D. Warna

Warna yang digunakan pada gedung sate adalah warna putih, dimana warna putih
pada bangunan ini memberi kesan kesatuan, kebersihan, dan kesederhanaan

E. Vokal Point

Gambar 1.7 Menara pada gedung sate

Vokal point pada gedung sate adalah menara yang berada pada bagian tengah bangunan,
dimana merupakan bagian yang mempunyai ketinggian lebih tinggi dari bagian lain bangunan

F. Irama

Pada gedung sate dapat dilihat dari adanya perbedaan bentuk, dimana dari lantai bawah
sampai lantai teratas bangunan memiliki irama dari besar ke kecil

G. Kesatuan

Pada gedung sate kesatuannya terlihat pada setiap bagian bangunan yang terhubung satu
dengan yang lain, baik itu sisi kiri dan kanan bangunan dengan menaranya di bagian tengah.

6
2. Gereja Katedral Jakarta

Gambar 2.1 Gereja katedral Jakarta

Gereja Katedral Jakarta atau dengan nama resmi Santa Maria Pelindung Diangkat Ke
Surga, (De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming) adalah sebuah gereja di Jakarta.
Gedung gereja ini diresmikan pada 1901 dan dibangun dengan arsitektur neo-gothik dari Eropa,
yakni arsitektur yang sangat lazim digunakan untuk membangun gedung gereja beberapa abad
yang lalu.
Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan
batu pertamanya dilakukan oleh Pro-vikaris, Carolus Wenneker. Pekerjaan ini kemudian
dilanjutkan oleh Cuypers-Hulswit ketika Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian
diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901 oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, S.J.,
Vikaris Apostolik Jakarta.
Katedral yang kita kenal sekarang sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di tempat itu,
karena Katedral yang asli diresmikan pada Februari 1810, namun pada 27 Juli 1826 gedung
Gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya. Lalu pada tanggal 31
Mei 1890 dalam cuaca yang cerah, Gereja itu pun sempat roboh.

Sejarah gereja katedral

1807-1826

Dengan adanya perubahan politik di Belanda khususnya kenaikan tahta Raja Louis
Napoleon, seorang Katolik, membawa pengaruh yang cukup positif. Kebebasan umat beragama
mulai diakui oleh pemerintah. Pada tanggal 8 Mei 1807 pimpinan gereja Katolik di Roma
mendapat persetujuan Raja Louis Napoleon untuk mendirikan Prefektur Apostolik Hindia
Belanda. Prefektur Apostolik adalah suatu wilayah Gereja Katolik yang bernaung langsung di

7
bawah pimpinan Gereja Katolik di Roma, yang dipimpin bukan oleh seorang Uskup, melainkan
oleh seorang Imam biasa yang ditunjuk oleh Paus, yang disebut Prefek Apostolik.

Setelah sekitar dua abad perayaan ekaristi dilarang di Hindia Belanda, pada tanggal 10
April 1808, untuk pertama kalinya diselenggarakan misa secara terbuka di Batavia di rumah
Dokter F.C.H Assmuss, kepala Dinas Kesehatan waktu ituUpacara Misa berlangsung sederhana
dengan tempat yang kurang memadahi. Kedua Pastor tersebut untuk sementara tinggal di rumah
Dokter Assmuss.

Pada bulan Mei, kedua Pastor itu sempat pindah ke rumah bambu yang dipinjamkan
pemerintah untuk digunakan sebagai pusat sementara kegiatan-kegiatan katolik. Letaknya di
asrama tentara di pojok barat daya Buffelsveld atau Lapangan Banteng (sekarang kira-kira di
antara jalan Perwira dan Jalan Pejambon, di atas tanah yang saat ini di tempati oleh Departemen
Agama). Pada tanggal 15 Mei 1808, perayaan Misa Kudus pertama dirayakan di gereja darurat
(kira-kira tempat parkir Masjid Istiqlal).

Selama tahun 1808, mereka membaptis 14 orang, yaitu seorang dewasa keturunan Eropa
Timur, delapan anak hasil hubungan gelap, di antaranya ada empat yang ibunya masih berstatus
budak, dan hanya lima anak dari pasangan orang-orang tua yang sah status perkawinannya.

Karena dirasa perlu adanya sebuah rumah ibadah yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan umat, pada 2 Februari 1810, Pastor J. Nelissen, Pr mendapat sumbangan sebuah
kapel dari Gubernur-Jenderal Meester Herman Daendels, yaitu sebuah kapel sederhana yang
terletak di pinggir jalan Kenanga, di daerah Senen, menuju Istana Weltevreden sekarang telah
menjadi RSPAD Gatot Subroto. Kapel ini dibangun oleh Cornelis Chasteleijn (+ 1714) dan
sebelumnya dipakai oleh jemaat Protestan yang berbahasa Melayu dan pada hari biasa dipakai
sebagai sekolah. Kapel inilah yang menjadi Gereja Katolik I di Batavia. Dalam bulan yang sama,
Gereja Katolik pertama di Batavia ini diberkati dan sebagai pelindungnya dipilih Santo
Ludovikus. Gedung itu memang tidak bagus namun dirasa cukup kuat karena terbuat dari batu
dan dapat menampung 200 umat. Di dekat gedung gereja itu dibangun sebuah Pastoran
sederhana yang terbuat dari bambu.

Pada tanggal 27 Juli 1826, terjadi kebakaran di segitiga Senen. Pastoran turut lebur
menjadi abu bersama dengan 180 rumah lainnya, sementara itu gedung gereja selamat namun
gedungnya sudah rapuh juga dan tidak dapat digunakan lagi.

1827 – 1890

Melihat kebutuhan umat yang mendesak akan adanya gereja untuk tempat ibadah,
Ghisignies mengusahakan tempat untuk mendirikan Gereja baru. Ia memberi kesempatan kepada
Dewan Gereja Katedral untuk membeli persil bekas istana Gubernur Jenderal di pojok

8
barat/utara Lapangan Banteng (dulu Waterlooplein) yang waktu itu dipakai sebagai kantor oleh
Departemen Pertahanan. Pada waktu itu, di atas tanah tersebut berdiri bangunan bekas kediaman
panglima tentara Jenderal de Kock. Umat Katolik saat itu diberi kesempatan untuk membeli
rumah besar tersebut dengan harga 20.000 gulden. Pengurus gereja mendapat pengurangan harga
10.000 gulden dan pinjaman dari pemerintah sebesar 8.000 gulden yang harus dilunasi selama 1
tahun tanpa bunga.

Pada tahun 1826 Ghisignies memerintahkan Ir. Tromp untuk menyelesaikan "Gedung
Putih" yang dimulai oleh Daendels (1809) dan kini dipakai Departemen Keuangan di Lapangan
Banteng. Ir. Tromp diminta juga membangun kediaman resmi untuk komandan Angkatan
Bersenjata (1830) dan sekarang dikenal sebagai Gedung Pancasila di Jl. Pejambon. Order ketiga
pada Ir. Tromp adalah merancang Gereja Katolik pertama di Batavia. Tempatnya adalah yang
sekarang dipakai Gereja Katedral.

Atas desakan Komisaris-Jenderal Du Bus De Ghisignies, Ir. Tromp merancang gereja


baru berbentuk salib sepanjang 33 x 17 meter. Ruang altar dibuat setengah lingkaran, sedang
dalam ruang utama yang panjang dipasang 6 tiang. Gaya bangunan ini bercorak barok-gotik-
klasisisme; jendela bercorak neogotik, tampak muka bergaya barok, pilaster dan dua gedung
kanan kiri bercorak klasisistis. Menara tampak agak pendek dan dihiasi dengan kubah kecil di
atasnya. Maka, gaya bangungan itu disebut eklektisistis. Ditambah lagi dua gedung untuk
pastoran yang mengapit gereja di kanan kiri serta deretan kamar-kamar dibelakangnya. Rupanya
rancangan Ir. Tromp ini membutuhkan dana yang cukup besar dan melampaui kemampuan
finansial gereja waktu itu. Maka rancangan ini tidak pernah terlaksana.

Oleh karena itu, gedung yang diperoleh umat Katolik tersebut, atas usul Ir. Tromp
dirombak sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk gereja. Bangunan ini sebenarnya
adalah gedung dengan sebuah ruangan luas di antara dua baris pilar. Di kedua sisi panjangnya
dilengkapi dengan gang. Di tengah atap dibangun sebuah menara kecil enam persegi. Di sebelah
timur sebagian dari rumah asli tetap dipertahankan untuk kediaman pastor dan di sebelah barat
untuk koster. Altar Agungnya merupakan hadiah dari Komisaris Jenderal du Bus Ghisignies.
Gereja yang panjangnya 35 meter dan lebarnya 17 meter ini pada tanggal 6
November 1829 diberkati oleh Monseigneur Prinsen dan diberi nama Santa Maria Diangkat ke
Surga.

Seiring dengan berjalannya waktu, gereja tersebut mengalami banyak kerusakan.


Perbaikan yang dilakukan hanya bersifat tambal sulam saja. Menurut pengamatan seorang ahli
bangunan, menara yang ada di tengah atap merupakan penyebab terjadinya kerusakan dan
kebocoran. Menara tersebut terlalu berat bagi struktur atap gereja, sehingga menekan tembok
dan menimbulkan kebocoran dimana-mana. Oleh karena itu diusulkan untuk membongkar
menara kecil tersebut dan menggantinya dengan sebuah menara baru yang terletak di atas pintu
masuk, di sebelah barat. Akhirnya pada tanggal 31 Mei 1880 gereja ini mulai difungsikan lagi
setelah selesai direnovasi. Hampir sepuluh tahun kemudian, 9 April 1890, ditemukan bagian-
bagian gereja yang mulai rusak, Setumpuk kapur dan pasir berserakan dekat sebuah pilar.

1891 - 1901

Para imam dan umat mulai mengupayakan dibangunnya gereja yang baru. Tanggal 1
November 1890 ditandatangani sebuah kontrak antara Monseigneur Claessens dan pengusaha
Leykam tentang pembelian tiga juta batu bata. Ukurannya harus sesuai dengan contoh yang
9
dilampirkan dan harganya ditetapkan 2,2 dan 2,5 sen sebuah. Mulai tanggal 1 Desember 1890,
setiap bulannya harus diserahkan 70.000 buah batu bata dari perusahaan pembakaran. Jumlah
batu bata yang retak dan pecah tidak boleh melebihi 10%. Dari kondisi ini jelaslah bahwa
pembangunan gereja dilakukan secara lebih professional.

Orang yang ditunjuk dan dipercaya untuk menjadi perencana dan arsitek pembangunan
gereja ini adalah Pastor Antonius Dijkmans, SJ seorang ahli bangunan yang pernah mengikuti
kursus arsitektur gerejani di Violet-le-Duc di Paris, Perancis serta Cuypers di Belanda. Pastor
Antonius Dijkmans SJ yang sudah tiba di Jakarta dua tahun sebelum gereja runtuh, sebelumnya
sudah membangun dua gereja di Belanda. Ia juga merancang dan membangun kapel Susteran Jl.
Pos 2, pada tahun 1891.

Pada pertengahan tahun 1891 mulai dilakukan peletakan batu pertama untuk memulai
pembangunan gereja tersebut. Setelah kurang lebih setahun berjalan pembangunan terpaksa
dihentikan karena kurangnya biaya. Selain itu, pada tahun 1894 Pastor Antonius Dijkmans, SJ
harus pulang ke Belanda karena sakit dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 1922. Pekerjaan
pembangunan macet dan misa tetap dilaksanakan di garasi Pastoran.

Uskup baru, Mgr E.S. Luypen SJ (1898-1923) mengumpulkan dana di Belanda dan
Insinyur M.J. Hulswit memulai pembangunan lagi. Batu "pertama" diletakkan dan diberkati pada
tanggal 16 Januari 1899, sebagai tanda dimulainya lagi pembangunan gereja ini. Pada bulan
November balok-balok atap di pasang..

Selain arsitek baru, ada juga seorang kontraktor bernama van Schaik. Sedangkan Ir. van
Es mewakili Badan Pengurus Gereja sebagai bouwheer. Konstruksi besi kedua menara digambar
dan dikerjakan oleh Ir. van Es sendiri.

11 tahun sesudah keputusan Badan Pengurus Gereja, 10 tahun sesudah peletakan batu
pertama, gereja selesai. Perlu diingat bahwa selama 7 tahun pembangunan gereja terhenti karena
kehabisan dana, sehingga pembangunan sebenarnya hanya berlangsung 3 tahun.

"De Kerk van Onze Lieve Vrowe ten Hemelopneming - Gereja Santa Maria Diangkat Ke Surga"
diresmikan dan diberkati oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, seorang Vikaris Apostolik
Jakarta pada tanggal 21 April 1901. Dalam upacara peresmian tersebut banyak dihadiri para
pejabat dan umat. Mgr Luypen berdoa sejenak di hadapan patung Maria yang terdapat di antara
dua pintu utama.

1901 – sekarang

Kardinal Agaginian, seorang Armenia, mengunjungi Jakarta pada tahun 1959 dan
diterima dengan meriah oleh Gereja dan pimpinan Negara RI. Pembicaraannya dengan para
waligereja dan pembesar ordo yang berkarya di seluruh Indonesia penting bagi masa depan.
Hasilnya diumumkan pada tahun 1961 : Gereja di Indonesia bukan daerah misi lagi, melainkan
Gereja Bagian yang berdiri sendiri. Vikaris Apostolik Jakarta, Mgr. Adrianus Djajasepoetra,
yang ditahbiskan di Katedral Jakarta oleh Duta Besar Vatikan pada tanggal 23 April1953,
sepuluh tahun tahun kemudian diangkat menjadi Uskup Agung. Pada saat itu ,1962, Keuskupan
Agung Jakarta mencakup 14 Paroki dengan jumlah umat 32.599 orang. Provinsi Gerejani Jakarta
mencakup juga keuskupan lain yaitu Keuskupan Bogor dan Keuskupan Bandung.

10
Pada tahun 1963/1965 para Uskup Indonesia ikut serta dalam konsili Vatikan II, yang
membawa banyak perubahan dalam pastoral dan liturgi Gereja. Waktu para Uskup masih berada
di Roma, di Jakarta pecah G30S PKI, sehingga Katedral perlu dijaga oleh para Pemuda
Katolik dan tentara.

Peristiwa lainnya yang menggembirakan bagi umat Jakarta adalah kunjungan Paus
Paulus VI (1970) dan Paus Yohanes Paulus II (1989) ke Indonesia yang disambut oleh MgrLeo
Soekoto. Ibadat dirayakan dengan meriah oleh Paus Paulus VI bersama banyak Uskup di
Katedral. Pada waktu kunjungan Paus Yohanes Paulus II di Keuskupan Agung Jakarta sedang
berlangsung Sinode Pertama.

Seiring dengan masa 100 tahun ini, pada tahun 1988 dilakukan pemugaran untuk
memperbaiki kerusakan-kerusakan dan membersihkan lumut serta pengecatan ulang. Disamping
itu juga dibangun gedung Pastoran dan gedung pertemuan yang baru di bagian belakang gereja.
Pada 13 Agustus 1988, purnakarya pemugaran gereja Katedral diresmikan oleh Bapak Soepardjo
Roestam yang pada saat itu dia menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat R.I, hadir mewakili Presiden Soeharto. sekarang - 100 tahun sesudahnya - gereja Katolik
utama di Jakarta tetap berdiri tegak.

Eksterior gereja katedral

 Arsitektur gereja dibuat dengan gaya neo gothik. Denah dengan bangunan berbentuk
salib dengan panjang 60 meter dan lebar 20 meter. Pada kedua belah terdapat balkon
selebar 5 meter dengan ketinggian 7 meter. Konstruksi bangunan ini dikerjakan oleh
seorang tukang batu dari Kwongfu, China. konstruksi bangunan ini terdiri dari batu bata
tebal yang diberi plester dan berpola seperti susunan batu alam. Dinding batu bata ini
menunjang kuda-kuda kayu jati yang terbentang selebar bangunan.
 Ada 3 menara di Gereja Katedral, yaitu: Menara Benteng Daud, Menara Gading dan
Menara Angelus Dei. Menara ini dibuat dari besi. Bagian bawah didatangkan dari
Nederland dan bagian atas dibuat di bengkel Willhelmina, Batavia.
 Di menara gading terdapat jam yang pada mesinnya tertulis Van Arcken & Co.
 Lonceng: Pada menara Benteng Daud terdapat lonceng yang dihadiahkan oleh Clemens
George Marie van Arcken. Pada menara Gading terdapat lonceng yang lebih kecil dan
disumbankan oleh Tuan Chasse. Lonceng yang terbesar bernama Wilhelmus yang
merupakan hadiah dari Tuan J.H. de Wit.
 Patung Kristus Raja: berada di halaman depan gereja.
 Goa Maria: Bentuk fisiknya mirip dengan Goa Maria di Lourdes Perancis. Goa ini
terdapat di halaman samping gereja.
 Pintu Masuk Utama: terdapat patung Maria dan ada tulisan Beatam Me Dicentes
Omnes' yang berarti "Semua keturunan menyebut aku bahagia".

11
 Rozeta: merupakan jendela bercorak Rosa Mystica sebagai lambang dari Bunda Maria.
Benda ini terletak di atas gerbang utama.

Gambar 2.2. Eksterior gereja katedral

Interior gereja katedral

 Serambi Gereja:
Pada pintu utama terdapat sebuah batu pualam yang isinya hendak memberitahu bahwa
gereja ini didirikan oleh Arsitek Marius Hulswit1899-1901. Pada tembok sebelah selatan
terdapat pualam putih yang menjelaskan bahwa gedung ini digambarkan oleh Antonius
Dijkmans. Pada sisi kiri terdapat monumen "Du Bus" yang dibuat di Belgia dan
dipersembahkan kepada umat katolik.[1]
 Ruang Umat:
- Pieta: replika dari karya Michaelangelo yang menggambarkan Maria yang memangku
jasad Yesus setelah diturunkan dari salib.
- Lukisan Jalan Salib: dilukis di atas ubin yang dibuat oleh Theo Malkenboet.
- Mimbar pengetahuan: hadiah dari Imamat Mgr Luypen yang didirikan oleh Pastor
Wenneker".
- Pipe Orgel: dibuat di Belgia pada tahun 1988.
- Lukisan foto Uskup: Wajah para uskup dan lambang serta motto yang bisa dinikmati
melalui lukisan yang tergantung di dinding dekat pintu samping kiri-kanan gereja.
 Panti Imam:
- Patung Ignatius de Loyola: terdapat pada pilar sebelah kiri di depan Altar Utama.
- Patung Franciscus Xaverius: terdapat di sebelah kanan. Seorang misionaris terkenal.
- Katedra: Tempat duduk uskup sewaktu memimpin misa.
- Bejana Pemandian: Terbuat dari marmer
- Altar: Altar utama (berhiaskan relief dan patung ke-12 murid Yesus serta Ignatius de
Loyola dan Franciscus Xaverius); Relekui pada ketiga altarnya; altar Maria (berhiaskan
relief kehidupan Bunda Maria); dan Altar Yoseph (berhiaskan relief kehidupan Santo
Yosep)
12
Gambar 2.3. Interior gereja katedral

Prinsip-prinsip desain pada gereja katedral

A. KESEIMBANGAN
Dilihat dari segi keseimbangan bangunan ini nilai keseimbangan yang cukup baik. Bagian
kira dan kanan depan di wakili menara yang jika di lihat pada denah akan berbentuk seperti
tangan salib

B. PROPORSI DAN SKALA


Proporsi dan skala pada banguana ini sangat bagus diamana bangunan ini memiliki 2
menara di bagian depan dan 1 menara di tengah gereja yang menjulang tinngi ke atas. Oleh
karna itu banguan ini sangat proporsi karena desainnya tidak monoton. Untuk ukuran geraja
ini, memiliki panjang 60 meter dan lebar 20 meter dan balkon pada kedua belah bangunan
yang memiliki lebar 5 meter dan tinggi 7 meter

C. BENTUK
Pada banguan ini cukup unik dengan DENAH yang berbentuk salib selain itu susunan batu
pada dinding juga memiliki ciri khas dimana batu bata yang di plester dengan pola seperti
sususnan batu Alam

D. WARNA
Bangunan ini memiliki warna yang mencirikan arsitektur eropa (neo-clasik dan warna
arsitektur Gothik) diantaranya warna kuning merang, cokelate, tan, merah-merahan, silver,
cream dan lain-lain.

E. VOCAL POINT
Vocal point pada bangunan ini terlihat dari 2 menara di bagian depan yang menjulang tinggi
ke langit

13
Gambar 2.4. Menara pada gereja katedral

F. IRAMA
Irama yang di tunjukan pada banguan ini cukup baik, bisa di lihat dari segi interiornya,
banguan ini memiliki kesan tersendiri pada interiornya. Dimana tata lekat penyusunan
prabot pada banguan ini cukup rapi di tambah di dalam banguan ini banyak di nominasi
dengan bentuk garis-garis vertikal pada dinding dalam gedung tersebut.

Gambar 2.5. Interior gereja katedral

G. KESATUAN
Nilai kesatuan pada bangunan ini yaitu di lihat dari konsep penerapan diseain pada
bangunan tersebut. Contohnya dari segi kontruksi dan bentuk, dimana banguan ini terdiri
dari batu bata tebal yang diberi plesteran dan di beri pola seperti susunan batu alam. Dinding
batu bata ini menunjang kuda-kuda kayu jati yang terbentang. Disini sudah bisa di lihat dari
segi kotruksi dan bentuk sangat memiliki kesatuan yang baik karena memiliki keterikatan
antara 1 sama lain.

14
3. Hotel Savoy Homann

Gambar 3.1. Interior gereja katedral

Hotel Savoy Homann yaitu hotel bintang empat yang ada di Jl. Asia-Afrika (dulu Jalan
Raya Pos) No. 112, Cikawao, Lengkong, Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Hotel ini di kenal
bakal arsitektur serta tamu-tamunya.

Pendahulu hotel ini yaitu Hotel Homann, punya keluarga Homann, yang di kenal bakal
sajian rijsttafel buatan Ibu Homann yang lezat. Pada th. 1939, bangunan yang saat ini dirancang
dengan design gelombang samudera bergaya art deco karya Albert Aalbers. Untuk menyatakan
kebesarannya, kata " Savoy " ditambahkan, yang ditambahkan pada th. 1940 serta terus sekian
sampai th. 1980-an.

Lalu dikerjakan modifikasi kecil-kecilan (pintu masuk diperbesar, pembuatan toilet di


jalan masuk, menambahkan AC di depan). Hotel Savoy Homann ini mempunyai pekarangan
dalam (jauh dari jalan raya), serta tamu bisa nikmati sarapan di hawa terbuka. Sesudah
Kemerdekaan Indonesia, hotel ini di ambil alih oleh oleh group hotel Bidakara, hingga namanya
jadi tambah jadi Savoy Homann Bidakara Hotel.

Gambar 3.2. Savoy Homann Hotel

15
Hotel Savoy Homann awalannya bernama Hotel Homann. Bangunan hotel ini dirancang
oleh arsitek Belanda bernama Albert F. Aalbers serta dipunyai keluarga Homann pada akhir
1800-an. Homann yaitu seseorang imigran Jerman yang tiba di Bandung pada th. 1870. Saat
pembangunannya usai, gedung ini bertukar nama jadi Hotel Savoy pada th. 1939.
Bangunan Hotel Savoy Homann juga mulai sejak waktu itu jadi satu diantara bangunan
lambang kota Bandung lantaran arsitektur art deco-nya yang menarik untuk dilihat para
wisatawan.

Gambar 3.3. Savoy Homann Hotel

Hotel Homann atau mungkin Savoy atau mungkin Hotel Savoy Homann pernah
disinggahi oleh beberapa orang populer seperti Raja serta Ratu Thailand (akhir th. 1890), Charlie
Chaplin serta Mary Pickford (th. 1927), Perdana menteri India PJ Nehru serta Presiden Mesir
Gamal Abdul Naseer (th. 1955), Istri bangsawan dari Westminster, Inggris dsb. Charlie Chaplin
bahkan juga terdaftar pernah bertandang kian lebih satu kali.

G
Gambar 3.4. Struktur Beton Komposit

16
Kajian Estetika

Konsep Bangunan Hotel Savoy Homan

Konsep yang ada pada bangunan ini sebelumnya adalah “ Arsitektur Art Deco“. Yang
sejarahnya adalah diilhami dari satu pameran Exposition Internationale des Arts Decoratifs
Industriale et Modernes yang diadakan di Paris pada tahun 1925. Art Deco menunjukkan
suatu istilah langgam decoratif yang terbentuk di antara tahun 1920-1930.

Untuk pengertian Art Deco sendiri adalah Suatu aliran atau paham dalam membuat
bangunan yang terdiri dari Unsur –unsur dekoratif berupa garis-garis dan Bidang geometris,
seperti penggunaan lampu dari kaca patri berwarna-warni, dan kusen dari besi. Art Deco
pada bangunan Hotel Savoy Homann ini berupa garis – garis Horizontal, vertikal dengan
irama komposisi tersusun sehingga terlihat adanya keselarasan, keseimbangan dan
keharmonisan.

Art Deco sendiri tidaklah terwujud dengan sendirinya, melainkan dipengaruhi aliran
kubisme dan Fauvisme serta juga gaya primitive Afrika, Mesir dan Indian Aztec, Maya di
Amerika Selatan. Jeff Hoffman, Frank Lioyd, Adolf Loos yang merupakan pedisain
Modernisme awal banyak diserap kedalam Art Deco. Tersebar di dipenjuru Eropa, Perancis
sebagai pusat Art Deco telah memiliki sekolah seni dokaratif yaituh The Martine School
yang berdiri sejak 1911. Gaya geometris Bauhaus dari Jerman dibangunkan dengan bentuk-
bentuk yang ekspresif banyak dimanfaatkan oleh para desainer.

Art Deco sendiri tumbuh karena jenuhnya orang pada bentuk lengkungan dan motif-
motif tumbuhan dari Art Nouveau, yang banyak dipakai pada Desain Arsitektur pada awal
abad ke-20. Art Deco tetap bertahan dengan kecondongan Art Nouveau dalam abstraksi dan
pengulangan bentuk tapi tidak dengan bentuk-bentuk dan motif-motif dari gaya lama.

Art Deco dikarakterkan dengan penggunaan bahan-bahan seperti aluminum, stainless


steel, pernis, inlaid wood (kayu hias) , kulit hiu, dan kulit zebra. Penggunaan yang tegas dari
bentuk bertingkat, sapuan kurva (tidak berliku-liku seperti Art Nouveau), pola-pola chevron ,
dan motif pancaran matahari.

Istilah Art Deco berkembang sepanjang kemunculannya pada tahun 1925 tetapi tidak
dipakai lebih luas sampai tahun 1960. Gaya art deco diangap sebagai gaya yang berwawasan
luas tentang pandangan dekorasi modern yang dipengaruhi oleh berbagai macam sumber,

17
Konsep diatas sangat mempengaruhi detail2 bangunan yang ada pada Hotel Savoy Homan.
Diantaranya:

A. Ornamen Garis horizontal pada fasade bangunan

Ornamen berupa garis


horizontal

Gambar 3.5. Ornamen garis horizontal

B. Garis vertikal pada fasade bangunan

Kolom sebagai elemen


garis vertikal

Gambar 3.6. Garis vertikal pada fasade bangunan

Kolom pembagi kusen


sebagai elemen garis
vertikal

Gambar 3.7. Kolom pembagi kusen sebagai elemen garis vertikal

18
Pengulangan bidang pada
fasade bangunan

Gambar 3.8. Pengulangan bentuk pada fasade bangunan

Prinsip-prinsip desain pada hotel savoy homann

A. BENTUK
Bentukan pada bangunan hotel savoy homann yaitu bentuk gelombang dengan
lekukanpada tampak fasad yang dirancang dengan desain gelombang samudera
bergayaartdecokarya Albert Aalbers

Gambar 3.9. Bentuk lekukan pada hotel savoy homann


B. WARNA
Penggunaan warna pada bangunan sesuai dengan penggunaan material pada bangunan
yang membuat bangunan tampak sederhana tapi cenderung megah dan mewah yang
ditambahkan dengan unsur vegetasi sebagai unsur estetika.
C. VOKAL POINT
Yang menjadi vokal point dari hotel savoy homann yaitu lekukan pada bangunan yang
dirancang berdasarkan desain gelombang samudera bergaya art deco karya Albert
Aalbers
D. IRAMA
Permainan bentukan pada hotel savoy homann cenderung simetris tersusun sehingga
terlihat adanya keselarasan, keseimbangan dan keharmonisan.

19
E. KESATUAN
Satu kesatuan dari hotel savoy homann cenderung sama yang selaras dan seimbang dari
bawah sampai atas.
F. KESEIMBANGAN
Keseimbangan pada Hotel Savoy Homann cenderung sama besar dari bagian bawah
sampai bagian atas pada bangunantidak hanya dalam bentuk tetapi juga dalam pola
bukaan jendela juga.
G. PROPORSI DAN SKALA
Perbandingan antara Hotel Savoy Homann dan elemen lainnya seperti manusia dan
vegetasi pada bangunan cenderung sangat berbeda dikarenakan bangunan bertingkat dan
menpunyai skala besar dikarenakan tapak yang juga luas.

4. Villa Isola

Gambar 4.1. Vila Isola


Villa Isola adalah bangunan villa yang terletak di kawasan pinggiran utara Kota
Bandung. Berlokasi pada tanah tinggi, di sisi kiri jalan menuju Lembang (Jln. Setiabudhi),
gedung ini dipakai oleh IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Bandung, yang sekarang
menjadi Universitas Pendidikan Indonesia-UPI). Villa Isola adalah salah satu bangunan bergaya
arsitektur Art Deco yang banyak dijumpai di Bandung. Villa Isola dibangun pada tahun 1933,
milik seorang hartawan Belanda bernama Dominique Willem Berretty. Kemudian bangunan
mewah yang dijadikan rumah tinggal ini dijual dan menjadi bagian dari Hotel Savoy Homann.
Perkembangan selanjutnya, ia dijadikan Gedung IKIP (sekarang UPI) dan digunakan sebagai
kantor rektorat.

Suatu publikasi khusus pada masa Hindia Belanda untuk villa ini ditulis oleh Ir. W.
Leimei, seorang arsitek Belanda. Dalam publikasi ini, Leimei mengatakan bahwa di Batavia
ketika urbanisasi mulai terjadi, banyak orang mendirikan villa di pinggiran kota dengan gaya
arsitektur klasik tetapi selalu beradaptasi baik dengan alam dan ventilasi, jendela dan gang-gang
20
yang berfungsi sebagai isolasi panas matahari. Hal ini juga dianut oleh Villa Isola di Bandung.
Pada masa pendudukan Jepang, Gedung ini sempat digunakan sebagai kediaman sementara
Jendral Hitoshi Imamura saat menjelang Perjanjian Kalijati dengan Pemerintah terakhir Hindia
Belanda di Kalijati, Subang, Maret 1942. Gedung ini dibangun atas rancangan arsitek Belanda
yang bekerja di Hindia Belanda Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker.

Gedung ini berarsitektur modern dengan memasukkan konsep tradisional dengan filsafat
arsitektur Jawa bersumbu kosmik utara-selatan seperti halnya Gedung Utama ITB dan Gedung
Sate. Orientasi kosmik ini diperkuat dengan taman memanjang di depan gedung ini yang tegak
lurus dengan sumbu melintang bangunan kearang Gunung Tangkuban Perahu. Bangunan
berlantai tiga, dengan lantai terbawah lebih rendah dari permukaan jalan raya, disebabkan karena
topografinya tidak rata. Ranah sekeliling luas terbuka, dibuat taman yang berteras-teras
melengkung mengikuti permukaan tanahnya. Sudut bangunan melengkung-lengkung
membentuk seperempat lingkaran. Secara keseluruhan bangunan dan taman bagaikan air
bergelombang yang timbul karena benda jatuh dari atasnya, sehingga gedung ini merupakan
penyesuaian arsitektural antara bangunan terhadap lingkungan.

Bagian villa yang menghadap utara dan selatan digunakan untuk ruang tidur, ruang
keluarga, dan ruang makan; masing-masing dilengkapi jendela dan pintu berkaca lebar, sehingga
penghuni dapat menikmati pemandangan indah di sekitarnya. Pemandangan indah ini juga dapat
diamati dari teras yang memanfaatkan atap datar dari beton bertulang di atas lantai tiga. Pada
taman belakang terdapat kolam dengan pergola untuk bunga anggrek, mawar dan dilengkapi
dengan lapangan tenis. Di depan sebelah utara jauh terpisah dari bangunan utama ditempatkan
unit pelayanan terdiri dari garasi untuk beberapa mobil, rumah sopir, pelayan, gudang dan lain-
lain.

Pintu gerbang masuk ke komplek villa ini terbuat dari batu yang dikombinasikan dengan
besi membentuk bidang horisontal dan vertikal. Setelah melalui gapura dan jalan aspal yang
cukup lebar, terdapat pintu masuk utama yang dilindungi dari panas dan hujan dengan portal
datar dari beton bertulang. Mengikuti lengkungan-lengkungan pada dinding, denah portal juga
melengkung berupa bagian dari lingkaran pada sisi kanannya. Ujung perpotongan kedua
lengkungan disangga oleh kolom tunggal yang mirip dengan bagian rumah Toraja (tongkonan).
Setelah melalui pintu utama terdapat vestibulae sebagaimana rumah-rumah di Eropa umumnya.
Ruang penerima ini terdapat di balik pintu masuk utama selain berfungsi untuk tempat mantel,
payung tongkat dan lain lain juga sebagai ruang peralihan antara ruang luar dengan ruang di
dalam. Dari vestibula ke kiri dan ke kanan terdapat tangga yang melingkar mengikuti bentuk
gedung secara keseluruhan. Tangga ini terus-menerus sampai ke atap.
21
Ruang-ruang seperti diekspresikan pada wajah gedung bagian utara (depan) maupun
selatan (belakang) juga simetris. Ruang-ruang yang terletak di sudut, dindingnya berbentuk 1/4
lingkaran. Lantai paling bawah digunakan untuk rekreasi, bermain anak-anak dilengkapi dengan
mini bar langsung menghadap ke teras taman belakang. Selain itu pada bagian ini, terdapat juga
ruang untuk kantor, dapur, kamar mandi dan toilet.

Di atasnya adalah lantai satu yang langsung dicapai dari pintu masuk utama. Pada lantai
ini, di belakang vestibule terdapat hall cukup besar, permukaannya sedikit lebih rendah, karena
itu dibuat tangga menurun. Kemudian setelah tangga langsung ke salon atau ruang keluarga yang
sangat luas. Antara hall dan salon dipisahkan oleh pintu dorong sehingga bila diperlukan, kedua
ruangan ini dapat dijadikan satu ruang yang cukup luas. Jendela pada ruangan ini juga mengikuti
dinding yang berbentuk lingkaran sehingga dapat leluasa memandang kota Bandung. Ruang
makan terletak di sebelah kiri (barat) salon. Di sebelah kanan (timur) ruang makan terdapat
ruang kerja lengkap dengan perpustakaan dan ruang ketik di belakangannya (utara). Semua
ruang berjendela lebar kecuali untuk menikmati pemandangan luar, juga sebagai ventilasi dan
saluran sinar matahari. Pembukaan jendela, pintu yang lebar merupakan penerapan konsepsi
tradisional yang menyatu dengan alam.

Semua ruang tidur ditempatkan pada lantai dua berjejer dan berhadapan satu dengan
lainnya yang masing masing dihubungkan dengan gang di tengah. Pembagian ruang tidur
dilakukan secara simetris. Di sebelah selatan terdapat ruang tidur utama, tengah utara untuk
ruang keluarga dan di sebelah barat dan timur terdapat lagi kamar tidur. Masing-masing kamar
mempunyai teras atau balkon. Kamar tidur utama sangat luas dengan ruang pakaian dan toilet di
kiri kanannya. Antara ruang tidur utama dan teras terdapat pintu dorong selebar dinding
sehingga apabila dibuka teras menyatu dengan kamar tidur, menghadap ke arah kota Bandung.
Untuk melindungi teras dan ruang tidur dari air hujan, dibuat tritisan dari kaca disangga dengan
rangka baja.

Bentuk ruang keluarga identik dengan ruang tidur utama, dengan latar belakang ke arah
utara, sehingga Gunung Tangkubanparahu menjadi vistanya. Di atas ruang-rung tidur terdapat
lantai tiga yang terdiri atas sebuah ruang cukup luas untuk pertemuan atau pesta, kamar tidur
untuk tamu, sebuah bar, dan kamar mandi serta toilet tersendiri. Sama dengan ruang lainnya.
ruang ini memiliki teras, jendela dan pintu dorong lebar. Di atas lantai tiga berupa atap datar
yang digunakan untuk teras. Semua perabotan dan kaca tritisan diimpor dari Paris, Perancis.

Bangunan ini ada tendensi horisontal dan vertikal yang ada pada arsitektur India yang
banyak berpengaruh pada candi-candi di Jawa. Dikatakannya dalam arsitektur candi maupun

22
bangunan tradisional, keindahan ornamen berupa garis garis molding akan lebih terlihat dengan
adanya efek bayangan matahari yang merupakan kecerdikan arsitek masa lampau dalam
mengeksploitasi sinar matahari tropis. Schoemaker banyak memadukan falsafah arsitektur
tradisional dengan modern dalam bangunan ini. Secara konsisten, ia menerapkannya mulai dari
kesatuan dengan lingkungan, orientasi kosmik utara selatan, bentuk dan pemanfaatan sinar
matahari untuk mendapat efek bayangan yang memperindah bangunan.

Prinsip-prinsip desain Villa Isola

A. Keseimbangan

Gambar 4.2. Denah Vila Isola

Villa Isola sangat seimbang karena bangunan ini sangat simetri, bagian kiri bangunan sama
besar dan sama bentuknya dengan bagian kanan bangunan, bisa dilihat dari denah villa isola
pada gambar diatas. Jika ditarik garis tengah pada bangunan, bagian kiri sama dengan
bagian kanan.
B. Proporsi dan Skala

Gambar 4.3. Tampak depan Vila Isola

Perbandingan (Proporsi) antara Villa Isola dan elemen lainnya seperti manusia dan
tumbuhan sangat berbeda jauh, dikarenakan bangunan ini adalah bangunan bertingkat dan
tinggi. Villa isola juga berskala besar, bukan hanya karena tinggi, tapi juga luas.

23
C. Bentuk

Gambar 4.4. Tampak samping vila isola

Bentuk dari Villa Isola sangat tidak monoton, banyak permainan bentuk, seperti bulat,
setengah lingkaran, dan kotak. Permainan dari berbagai bentuk ini, membuat villa isola
mempunyai ciri khas sendiri dan membuatnya berbeda dari bangunan lain. Bentuk yang
unik membuat Villa Isola mempunyai daya tarik tersendiri. Atap datar yang digunakan
pada villa isola memberikan kesan mewah.

D. Warna
Warna Villa Isola dominan berwarna putih, yang membuat bangunan ini terlihat megah
dan mewah. Warna putih tidak membuat Villa Isola terlihat mati, namun terlihat lebih
hidup, ditambah dengan tumbuhan disekitar bangunan yang berwarna hijau yang
membuat Villa Isola bertambah megah.

E. Vocal Point
Vocal Point dari Villa Isola adalah bagian depan bangunan yang berbentuk setengah
lingkaran dan menjolok kedepan. Bagian depan villa isola memberi kesan “BESAR”
pada bangunan.

F. Irama

Gambar 4.5. Tampak depan Vila Isola


Villa Isola sangat berirama, bagian bawah yang besar dan mengecil keatas.

24
G. Kesatuan
Satu kesatuan dari Villa Isola sangat terlihat dari penggabungan bentuk-bentuk yang
terdapat pada bangunan. Bentuk bulat dan bentuk lainnya tidak terlihat menempel, tapi
menyatu

5. Bangunan BALI
Pura Puseh lan Desa
A. Kori Agung
Kori Agung merupakan pintu masuk utama yang terdapat pada Pura. Makna dari
Kori Agung adalah untuk menyucikan diri bagi siapa saja yang masuk melalui pintu
masuk Kori Agung tersebut.

Gambar 5.1 Kori Agung Pura Puseh lan Desa, Padangsambian

Pada Kori Agung yang kami amati, terdapat beberapa ornamen-ornamen yang
cukup menarik, seperti karang guak, karang boma, karang gajah, dll. Semua ornamen
yang terdapat pada Kori Agung ini tidak dibuat secara detail. Misalnya karang boma
yang hanya dibuat bongkahan saja, tidak diukir secara detail seperti yang ada pada Kori
Agung lainnya. Hal ini menimbulkan kesan yang sederhana pada Kori Agung tersebut.
Jika dilihat dari gaya atau style bangunan, Kori Agung yang terdapat pada Pura Puseh lan
Desa Padangsambian menyerupai bentuk Kori Agung yang terdapat pada Puri Satrya
Denpasar.

25
Gambar 5.2.Kori Agung Puri Satrya

Terdapat persamaan pada telinga Kori Agung, ornamen dan bahan yang
digunakan.Hanya saja ornament yang terdapat pada Kori Agung Pura Puseh lan Desa
Padangsambian lebih sederhana.

B. Bale Pelik Sari


Bale Pelik biasanya terdapat pada Sanggah Pemerajan atau di Pura. Bale ini berfungsi
sebagai stana Ida Bhatara saat diadakan piodalan.Disebutkan dalam lontar-lontar
Gong Besi dan Sang Hyang aji Swamandala, banten disajikan di depan Bale Pelik
tersebut. Pada daerah Buleleng jarang terdapat Bale Pelik karena masyarakat disana
lebih senang menggunakan piasan yang luas sehingga mudah mengatur banten.

Gambar 5.3 Bale Pelik Pura Puseh lan Desa Padangsambian

Bale Pelik yang terdapat pada Pura Puseh lan Desa Padangsambian berukuran 2,5 x
2,5 m. Terdapat 2 buah Bale Pelik yang terletak berdampingan. Hal ini dikarenakan
dalam 1 wilayah ini terdapat 2 Pura yaitu Pura Puseh dan Pura Desa. Pada Bale tersebut
terdapat ornamen-ornamen seperti Karang Asti, Karang Bunga, Karang Simbar, sendi
berupa patung singa, dll. Terdapat tangga berundag 5 di depan Bale.

26
27

Anda mungkin juga menyukai