Disusun oleh :
Amrina Lopes Beka (1910030038)
Yuni H. Gultom (1910030059)
Sonia Eunike Lodo (1910030006)
Angriani Putri Yedi Boimau (1910030084)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Mahakuasa krena telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan makala ini. Atas rahmat dan hidayanyalah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Kesatuan Hidup Lokal dan Tradisional” tepat waktu
Makalah berjudul “ Kesatuan Hidup Lokal dan Tradisional” ini dibuat guna memenuhi tugas
pada mata kuliah “Ilmu Antropologi” di “Universitas Nusa Cendana” selain itu juga penulis
juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca mengenai Kesatuan
Hidup Lokal dan Tradisional.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengasuh mata
kuliah pak Dr. Hendrik Toda tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan terkait materi yang dikerjakan oleh penulis.
Penuli juga berterima kasih kepada semua pihakyang sudah membantu proses peyusunan
makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa makalah yang dibuat masih jauh dari kata
sempurna.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................(1)
KATA PENGANTAR.......................................................................................................(2)
DAFTAR ISI......................................................................................................................(3)
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................(4)
A. Latar Belakang..............................................................................................(4)
B. Rumusan Masalah.........................................................................................(4)
C. Tujuan ............................................................................................................(4)
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................(5)
A. Pengertian kesatuan local dan tradisional...................................................(5)
B. Pembatasan konsep........................................................................................(5)
C. Bentuk-bentuk komunitas kecil....................................................................(6)
D. Solidaritas masyarakat..................................................................................(6)
E. Sistem pelapisan sosial...................................................................................(7)
F. Pimpinan masyarakat....................................................................................(8)
G. System-sistem pengendalian masyarakat ...................................................(9)
H. Pengaruh timbal-balik peran kepemimpinan tradisional dan demokratis di
ponape.............................................................................................................(10)
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................(12)
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah merupakan syarat mutlak untuk kesatuan hidup suatu komunitas atau
kumpulan dari berbagai individu untuk membentuk kesatuan hidup. Orang yang tinggal
bersama disuatu wilayah belum tentu merupakan satu kesatuan hidup apabila mereka
tidak merasa terikat oleh rasa bangga dan cinta kepada wilayyahnya. Sebagai suatu
kesatuan manusia komunitas tentu saja memiliki rasa kesatuan seperti yang dimiliki
hamper semua kesatuan manusia lainnya, namun perasaan dalam komunitas biasanya
sangat tinggi sehingga ada rasa kepribadian kelompok, yaitu perasaan bahwa
kelompoknya memiliki cirri-ciri kebudayaan atau cara hidup yang berbeda dari kelompok
lainnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dibahas adalah di dalam kesatuan masyarakat kecil sering kali
terdapat individu yang menganggap bahwa tolong-menolong dalam masyarakat lokal
tradisional atau kelompok masyarakat kecil terdorong karena spontanitas. Adapun sub
masalah yang kami paparkan sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan kesatuan hidup local tradisional ?
2. Apakah pembatasan konsep?
3. Apa saja bentuk komunitas kecil?
4. Bagaimana bentuk solidaritas dalam masyarakat kecil?
5. Bagaimana bentuk pelapisan social?
6. Bagaimana system pimpinan masyarakat dalam masyarakat kecil?
7. Bagaimana system pengendalian social itu?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas diskusi dari mata
kuliah ilmu Antropologi dan untuk mengetahui kesatuan hidup lokal yang ada pada
masyarakat tradisional.
4
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Pengertian Kesatuan Hidup Lokal dan Tradisional
B. Pembatasan Konsep
Sifat dari suatu komunitas adalah adanya wilayah dan cinta pada
wilayah serta kepribadian kelompok itu merupakan dasar dari perasaan patriotism,
nasionalisme, dll. Suatu Negara memang dapat juga merupakan komunitas,
apabila cinta tanah air dan rasa kepribadian bangsa itu besar.
2. Komunitas Kecil
5
a. Para warga masih saling mengenal dan saling bergaul scara intensif
b. Karena kecil, maka setiap bagian dan kelompok khusus ada yang di
dalamnya tidak terlalu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya
c. Para warganya dapat menghayati berbagai lapangan kehidupan mereka
dengan baik.
C. Bentuk-bentuk komunitas kecil
a. Kelompok berburu (band)
Yang bermat pencaharian sebagai pemburu dan peramu Band.
Kelompok berburu terdiri dari kurang 80-100 jiwa dan banyak yang bahkan
lebih sedikit jumlah anggotanya. Dalam musim berburu, kelompok-kelompok
kecil seperti itu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk
memburu hewan dan meramu tumbuh-tumbahan liar. Setiap musim berburu,
suatu kelompok berburu biasanya pindah ke lokasi berburu yang berbeda yang
sesuai dengan suatu pola yang agak tetap. Dalam musim berburu, suatu band
biasanya terpecah ke dalam kelompok kecil, yang saling memencar, sehingga
pada saat-saat seperti iu desa-desa induk mereka tampak sunyi dan hamper tak
berpenghuni.
b. Desa yaitu kelompok kecil yang hidup menetap di suatu wilayah, suku-suku
bangsa berpenghuni desa umumnya bermata percaharian bercocok tanam atau
menangkap ikan. Berdasarkan pola perkampungannya, ada beberapa tipe desa,
dalam masyaakat suku-suku bangsa peladang, desa biasanya tidak dihuni
sepanjang masa, karena para peladang umumnya turut pindah bersama dengan
ladangnya, terutama apabia jarak antara desa dan ladang mereka menjadi
terlalu besar.
6
Jenis gotong royong kerja bakti ada dua yaitu :
a. Berkerjasama dalam proyek-proyek para warga komunitas sendiri
b. Bererjasama dalam proyek-proyek yang diperintakan oleh kepala desa
4. Jiwa Gotong Royong
Dasar dari gejala sosial berupa kegiatan tolong menolong dan kerja
bakti dalam masyarakat desa pertanian dan komunitas kecil pada umumnya
adalah pengerahan tenaga yang tidak memerlukan keahlian khusus.
5. Masyarakat dan jiwa masyarakat
6. Perbedaan gotong royong dan tolong menolong
Dalam berbagai hal tentang tolong menolong tradisional seperti
menanam padi disawah, memperbaiki atap rumah dan sebagainya selalu
terlibat kepentingan seseorang individu atau keluarga tertentu. Maka dari
conttoh terungkap melalui pertanyaan “menanam padi di sawah siapa”
jawabannya tentu saja memacu pada individu tertentu. Disini yang terjadi
adalah kerja bersama untuk kepentingan individu, atau dari kita untuk dia.
Sementara itu dalam berbagai kegiatan gotong royong dalam berbagai kerja
bakti seperti membangun jalan, membersihkan desa, memperluas masjid, yang
bertujuan untuk kepentingan bersama untuk kelompok tertentu.
E. Sistem Pelapisan Sosial
Terdapat pembedaan dalam hal kedudukan dan status. Dalam masyarakat
kecil dan sederhana, pembedaan itu biasanya terbatas sifatnya. Karena jumlah
warganya sedikit dan orang-orang dengan kedudukan tinggi juga tidak banyak
jumlahnya. Sebaliknya dengan masyarakat kompleks, pembedaan mengenai
kedudukan dan status juga rumit. Karena jumlah warganya banyak dan individu-
individu dengan berbagai kedudukan yang tinggi pun sangat banyak jumlahnya.
Pembedaan dalam hal kedudukan dan status itulah yangmenjadi dasar dari gejala
lapisan sosial.
1. Istilah
Dalam karangan-karangan antropologi sosial dan sosiologi bahasa
inggris, digunakan istilah social stratum, social class, atau estate. Dalam
bahasa Indonesia, keragu-raguan mengenai paham dan makna konsep
social class dalam arti umum dapat dihindari apabila digunakan istilah
“lapisan sosial tak resmi” untuk estate sebaiknya digunakan istilah
“lapisan sosial resmi” sementara untuk social class digunakan “kelas
sosial”.
2. Sebab-sebab terjadinya sususnan berlapis
a. Kualitas serta keahlian
b. Senioritas
c. Keaslian
d. Hubungan kekerabatan dengan kepala masyarakat
e. Pengaruh dan kekuasaan
f. Pangkat atau jabatan
g. Kekayaan.
3. System kasta
7
System kasta terbentuk apabila suatu system pelapisan sosial
seakan-akan terbeku. Walaupun system kasta umumnya kita hubungkan
dengan agama Hindu, ada pakar-pakar yang cenderung memberi batasan
lebih luas dalam paham kasta, yaitu sebagai system pelapisan social
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Keanggotaan berdasarkan kelahiran
b. Endogamy kasta yang dikuatkan dengan sanksi hukum dan agama
c. Larangan pergaula dengan warga-warga kasta rendah, yang
dikuatkan dengan sanksi hukum dan agama.
4. Sistem Pelapisan Sosial di Bali
Masyarakat bali secara adat terbagi ke dalam 4 lapisan, yaitu
Brahmana, Satria, Vesia dan Sudra. Ketiga lapisan pertama, yang hanya
merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh masyaakat bali, disebut
triwangsa. Sedangkan lapisan yang keempat, yang merupakan bagian
terbesar,disebut jaba. Walaupun jumlah yang tepat tidak ada, secara umum
ada anggapan bahwa jumlah warga triwangsa berjumlah sekitar 10%, dan
sisanya adalah warga jaba.
F. Pimpinan Masyarakat
1. Unsur-unsur Kepemimpinan
Pimpinan dalam suatu masyarkat dapar berupa kedudukan sosial, tetapi
juga proses sosial, kedudukansosial seseorang pemimpin membawa sejumlah hak
dan kewajiban. Seorang pemimpin harus dapat membangkitkan masyarakat atau
kesatuan-kesatuan sosial khusus dalam masyarakat untuk melakukan berbagai
kegiatan sosial.
8
c. Kepemimpinan Mencakup
Pemimpin-pemimpin yang wewenangnya tidak terbatas pada
bebrapa lapangan saja, tetapi mencakup hampir seluruh lapangan
kehidupan masyarakat.
d. Kepemimpinan pucuk
Pemimpin mencakup dengan kekuasaan yang lebih luas, yaitu
meliputi suatu wilayah yang terdiri dari sejumlah kelompook dan desa.
G. Sistem-Sistem Pengendalian Sosial
1. Arti Paham
Ketiga proses sosial yaitu :
a. Ketegangan sosial antara adat-istiadat dan kebutuhan-kebutuhan
individu
b. Ketegangan sosial yang muncul karena adanya pesaingan
antargolong
c. Ketegangan sosial yang disebabkan karena para deviants sengaja
menentang norma-norma, adat-istiadat dan peraturan-peraturan
yang berlaku dalam masyarakatnya.
2. Cara Pengendalian Sosial
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengendalikan ketegangan-
ketegangan sosial, yaitu :
a. Mempertebal keyakinan akan kebaikan dan manfaat dari adat-istiadat
b. Memberi ganjaran kepada warga masyarakat yang taat kepada adat-
istiadat
c. Mengembangkan rasa takut untuk menyeleweng karena adanya
ancaman.
d. Mengembangkan rasa malu untuk menyeleweng dari adat-istiadat
9
c) Cirri yang disebut attribute of intention of universal application,
yaitu yang menentukan bawa keputusan pihak yang berkuasa hharus
dimaksudkan sebagai keputusan yang berjangka waktu panjang, dan
harus dianggap berlaku terhadap peristiwa-peristiwa serupa dimasa
yang akan dating.
d) Ciri yang disebut attribute of obligation menentukan keputusan
bahwa pemegang kuasa harus mengandung perumusan dari
kewajiban pihak pertama terhadap pihak kedua tetapi juga
sebaliknya.
e) Ciri yang disebut attribute of sanction, menentukan bahwa
keputusan-keputusan pihak yang bekuasa harus dikuatkan dengan
sanksi berdasarkan kekuasaan masyarakat yang nyata. Sanksi itu
dapat berupa sanksi jasmani, atau berupa penyitaan hak milik
H. Pengaruh Timbal-Balik Peran Kepemimpinan Tradisional dan
Demokrasi di Ponape.
Dengan munculnya sebuah desa global masyarakat di serang hebat dengan
suatu unsur baru kebudayaan. Suatu daerah perubahaan berada didaam system-
sistem politik. Hughes menekatkan peran-peran kepemimpinan, satu aspek dari
system politik dia mencatat bagaimana peran kepemimpinan baru tampil untuk
diterima dan berfungsi lebih efektif apabila peran itu di bedakan dari peran
tradisional. Peran dengan mitra imbangan tradisional akan mendofikasi karena
peran berfungsi di dalam konteks masyarakat, terutama di masyarakat yang
demokratis.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Didalam masyarakat pedesaan atau lebih khususnya di dalam masyarakat
komunitas kecil tolong menolong merupakan suatu hal yang sangat menonjol, akan
tetapi system tolong menolong atau gotong royong ini sering disalah pahami karena
sebagian orang sering menganggap bahwa tolong menolong hanya karena mereka
terdorong oleh keinginan spontan untuk berbakti kepada sesame warga, akan tetapi
menurut para ahli antropologi social dan sosiologi menunjukan bahwa saling tolong
menolong itu didasari rasa saling membutuhkan.
B. Saran
Agar kesatuan local tradisional dalam masyarakat tetap terjalin, masyarakat
harus tetap melestarikan aspek-aspek yang merupakan menjadi ciri-ciri dari kesatuan
hidup local tradisional tersebut. Misalnya gotong-royong dalam melakukan sesuat.
Tetapi dalam hal ini sebaiknya masyarakat tidak menutup diri untuk berinteraksi
dengan masyarakat yang berada diluar daerah tersebut agar masyarakat yang hidup
dalam kesatuan hidup local tradisional tidak ketinggalan dalam perubahan sosial.
11
DAFTAR PUSTAKA
Nabillah.2016.”makalah kesatuan hidup local dan tradisional”.
(online).tersedia : https://nananabila812.blogspot.com. Yang direkam pada 14 april,
2016. (2 november 2020)
12