Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGANTAR SOSIOLOGI
HUBUNGAN ANTARKELOMPOK

Kelompok 5
Khalidah Hafid (A021181318)
Anugra Hana Sfitra (A031181313)
Risha Aprilia (A031181023)
Rahmat (A021181340)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesempatan dan kesehatan sehingga makalah “Hubungan Antarkelompok” dapat
tersusun hingga selesai.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah “Hubungan Antarkelompok” ini dapat
memberikan manfaat kepada pembaca.

Makassar, September 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun tidak dapt hidup sendiri.
Manusia tranpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya, harus diajari makan,
berjalan, bermain-main dan lain sebagainya, jadi walaupun manusia dilahirkan
seorang diri namun manusia juga berhubungan dengan manusia lain sejak lahir. Lagi
pula, manusia tidak dikarunia Tuhan dengan alat-alat fisik yang cukup atau
sempurna untuk dapat hidup sendiri.
Apabila manusia hidup sendirian, misalnya dalam keadaan terkurung di dalam
sebuah ruangan tertutup sehingga dia tak dapat mendengarkan suara orang lain
atau tak dapat melihat orang lain, maka akan terjadi gangguan dengan
perkembangan jiwanya. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain disebut
(gregariousness) sehingga manusia juga disebut dengan social animal (= hewan
sosial); hewan yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama.
Di dalam hubungan manusia dengan manusia lain yang paling penting adalah
adanya reaksi timbal yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan manusia.
Didalam memberi reaksi tersebut, adanya kecenderungan manusia untuk
memberikan keserasian dengan tindakan-tindakan orang lain. Mengapa? Karena
sejak lahir manusia sudah mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok yaitu:
1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya
2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya
Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan
tersebut diatas, manusia menggunakan pikiran, perasaan dan kehendaknya. Di
dalam menghadapi alam sekelilingnya seperti udara yang dingin, alam yang kejam
serta pemenuhan kebutuhan hidup lainnya maka manusia menciptakan rumah,
pakaian dan lain-lain, dalam hal-hal tersebut akan menimbulkan kelompok –
kelompok sosial atau social-group di dlam kehidupan manusia.
Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan yang hidup
bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal balik yang saling
pengaruh-mempengaruhi dan juga suatu kesdaran untuk saling tolong menolong.
Himpunan dapat dikatakan sebagai kelompok apabila memenuhi persyaratan
yaitu:
1. Adanya kesdaran pada setiap anggota kelompok bahwa dua merupakan
sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
2. Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan aggota yang
lain
3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antara mereka
bertambah erat, yang dapat merupakan nasib yang sama dan lain-lain.
4. Berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku.
5. Bersistem dan berproses.
Kelompok-kelompok yang terbentuk dalam masyarakat sendiri merupakan
bentuk kehiduapan yang nyata, karena perana kelompok dalam masyarakat sangat
penting, individu dapat menghabiskan waktunya dengan bekegiatan, berinteraksi dan
melakukan berbagai hal yang menjadi bagian dalam kelompok. Dalam masyarakat
yang sudah kompleks, individu biasanya menjadi anggota dari kelompok sosial
tertentu sekaligus, misalnya atas dasar pekerjaan, ras, dan sebagainya.
Interaksi sosial antarkelompok-kelompok manusia terjadi antara kelompok
tersebut sebagai satu kesatuan dan biasanya tidak menyangkut pribadi anggota-
anggotanya.
Suatu kelompok cenderung untuk tidak menjadi kelompok yang statis, tetapi
selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan, baik dalam aktivitasnya
maupun bentuknya. Kelompok tadi dapat menambahkan alat-alat perlengkapan
untuk dapat melaksanakan fungsinya, atau suatu kelompok tersebut melakukan
pendekatan terhadap kelompok lain dan saling berinteraksi dan saling memengaruhi
untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Dengan banyaknya sejumlah kelompok yang terbentuk di masyarakat, maka
akan sengat besar kemungkinan untuk terjadinya interaksi kelompok satu dengan
yang lainnya. Banyak hal yang dapat terjadi pada interaksi antarkelompok tersebut,
dapat berupa interaksi yang positif atau negatif.

B. Rumusan Masalah
Permasalahan pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana definisi hubungan antarkelompok?
2. Bagaiman klasifikasi kelompok yang terlibat dalam hubungan antarkelompok?
3. Bagaiman dimensi hubungan antarkelompok?
4. Bagaiman pola hubungan antarkelompok?
C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui definisi hubungan antarkelompok
2. Mengetahui klasifikasi kelompok yang terlibat dalam hubungan
antarkelompok
3. Mengetahui dimensi hubungan antarkelompok
4. Mengetahui pola hubungan antarkelompok
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Hubungan Antarkelompok
Hubungan adalah kesinambungan interaksi antara 2 orang atau lebih yang
memudahkan proses pengenalan satu sama lain. Hubungan terjadi dalam setiap
proses kehidupan manusia. Sedangkan kelompok adalah kumpulan dari 2 orang
atau lebih yang berinteraksi dan saling bergantung dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan tujuan bersama dan saling memengaruhi. Dengan demikian,
hubungan antarkelompok adalah proses sosialisasi antara satu kelompok antara
satu sama lain dalam suatu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan
bersama dengan saling memengaruhi.
Pettigrew (1968:277) mendefinisikan inter group relation sebagai “teh social
interaction between any two or more groups”.
Dalam pembahasan ini kita melihat tipologi kelompok menurut Robert Biertstedt,
yaitu pembagian dalam empat tipe kelompok yaitu statistical group, dan associational
group.
Dalam pembahasan kita mengenai kelompok kita melihat tipologi kelompok
menurut Robert Bierstedt, yaitu pembagian dalam empat tipe kelompok yaitu
statistical group, societal group, social group, dan assocional group. Dalam
pembahasan kita mengenai hubungan antarkelompok, yang dimaksudkan kelompok
mencakup keempat tipe kelompok yang disebutkan oleh Bierstendt tersebut. Dengan
demikian kita menggunakan konsep kelompok dalam arti luas.
B. Klasifikasi Kelompok yang Terlibat dalam Hubungan Antarkelompok
Kata kelompok dalam konsep hubungan antarkelompok mencakup semua
kelompok yang diklasifikan oleh Kinloch (1979) terdiri atas:
1. Kriteria Fisiologi
Pada pengelompokan ini didasarkan pada persamaan jenis kelamin (laki-laki-
perempuan), usia (tua-muda), dan ras (diantaranya warna kulit yaitu hitam-putih).
Banton (1967:55-76) mengemukakan ras merupakan satu tanda peran (Role
sign); perbedaan fisik dijadikan dasar untuk menetapkan peran yang berbeda,
dalam masyarakat ras yang majemuk menghubungkan ras dengan harapan
peran, kedudukan sesoran dalam dimensi kekuasaan, prestise, dan privilase
tergantung pada ciri fisik yang dibawanya sejak lahir.
Adanya keterkaitan antyara pengelompokan sosial dengan ciri fisik nampak
dalam definisi v.d. Berghe (1967:9) yang mengatakan bahwa ras beratri
kelompok yang didefinisikan secara sosial atas dasar kriteria fisik (a group that is
socially defined but on the basic of physical criteria).
Menurut v.d. Berghe sejumlah ilmuan sosial enggan menggunakan istilah ras
dan lebih cenderung menggunakan istilah kata (cast), dengan pertimbangan
bahwa sebenarnya kelompok ras memiliki ciri yang sama dengan kasta di India
yaitu adanya endogami dan status yang tidak dapat berubah. Ia sendiri tidak
keberatan atas penggunaan istilah kasta mengacu pada kelompok ras namun
berusaha membedakan istilah kasta di India dengan sitilah kasta dalam
pengertian kelompok ras dengan jalan menggunakan idtilah kata ras (racial
caste) atau kasta warna kulit.
2. Kriteria Kebudayaan
Menurut kinloch kategori ini mencakup kelompok yang diikat oleh persamaan
kebudayaan, seperti kelompok etnik seperti persamaan bahasa, adat dan
kebiasaan, wilayah, sejarah, sikap, dan sistem ekonomi). Meskipun Kinolch tidak
menyebutkan faktor agama, namun dalam banyak kasus pengelompokan
berdasarkan persamaan agama pun dapat dimasukkan dlam kategori ini.
Mengingat bahwa di Indonesia dikenal konsep suku bangsa, jadi apa
perbedaan kelompos etnik dan suku bangsa?, Koentjadiningrat (1983)
berpendapat bahwa kedua bermakna sama namun mengusulkan agar istilah
kelompok etnik diganti dengan istilah golongan etnik atau suku-bangsa dengan
alasan bahwa suku-bangsa bukan kelompok melainkan golongan. Yang
dimaksudkannya dengan golongan ialah kategori sosial.
3. Kriteria Ekonomi
Atas dasar kriteria ini Kinloch membedakan antara kelompok yang
mempunyai kekuasaan ekonomi dan kelompok yang tidak mempunyainya.
Seperti etnosentrisme, persaingan dan perbedaan kekuasaan
4. Kriteria Perilaku
Pengelompokan ini bedasarkan perilaku seperti seksisme, ageisme, dan
rasisme.
a. Rasisme
Rasisme didefinisikan sebagai suatu ideologi. Ideologi ini didasarkan pada
keyakinan bahwa ciri tertentu yang dibawa sejak lahir menandakan bahwa
pemilik ciri tersebut lebih rendah sehingga mereka dapat didiskriminasi.
b. Seksisme
Para penganut ideologi ini misalnya percaya dalam hal kecerdasan dan
kekuatan fisik laki-laki. Atas dasar ini dilakukanlah deskriminasi terhadap
perempuan; dalam hal pendidikan dan pekerjaan, misalnya, perempuan
sering ditempatkan pada posisi yang kurang memerlukan kecerdasan dan
kekuatan fisik dan lebih menghendaki kecermatan dan emosi. Dalam
masyarakat kita masih menjumpai orang tua yang lebih mengutamakan
pendidikan formal bagi anak laki-laki dari pada anak perempuan mereka
dengan mengemukakan bahwa pendidikan terlalu tinggi bagi bagi anak
perempuan tidak perlu karena akhirnya mereka akan menjadi ibu rumah
tangga.
c. Ageism
Ideologi ageism adalah ideologi bahwa orang pada usia tertentu layak
didiskriminasi karena mereka kurang mampu apabila dibandingkan dengan
orang dalam kelompok usia lain.
Stratfikasi berdasarkan kesehatan mental pun melibatkan perbedaan
kekuasaan, prestise, dan privilese. Orang yang dinilai cacat mental oleh
masyarakat harus tunduk pada kekuasaan orang yang dinilai bermental
sehat. Dibidang prestise dan privilese status mereka rendah pula karena
mereka tidak mampu bertindak mandiri sehingga dalam semua urusan harus
diwakili orang lain.
d. Rasialisme
Rasisme adalah ideologi yang membenarkan diskriminasi terhadap
kelompok lain, dan rasialisme bukan merupakan ideologi melainkan praktik
diskriminasi terhadap kelompok ras lain. Praktik berupa penolakan menjual
atau menyewakan rumah atau kamar kepada kelompok ras atau etnik
tertentu atau penolakan lamaran kerja atau lamaran masuk sekolah yang
diajukan oleh kelompok ras atau ernik tertentu, apabila didasarkan
pertimbangan rasisme, merupakan praktik rasialis.
Suatu bentuk hubungan yang banyak disoroti dalam kajian terhadap hubungan
antarkelompok ialah hubungan mayoritas dan minortas.
1. Kelompok mayoritas
Menurut Kinolch mayoritas adalah suatu kelompok kekuasaan; kelompok
tersebut menganggap dirinya normal. Ditandai dengan adanya kelebihan
kekuasaan; konsep mayoritas tidak dikaitkan dengan jumlah anggota kelompok.
2. Kelompik minoritas
Menurut Kinolch kelompok minoritas adalah kelompok lain dari kelompok
kekuasaan; kelompok tersebut menganggap dirinya normal yang menganggap
dirinya tidak normal serta lebih rendah karena dinilai mempunyai ciri tertentu.
Yang dimaksud disini ialah ciri fisik, ekonomi, budaya dan perilaku.
Mely G. Tan membedakan antara golongan mayoritas-minoritas atas dasar
kelompok kecil masyarakat kota dan kelompok besar masyarakat desa, antara
kelompok kecil kaum terdidik dan masa tak terdidik, antara sejumlah kicil orang kaya
dan sejumlah besar orang miskin, serta klasifikasi yang terkait dengan sifat majemuk
masyarakat Indonesia.
Menurut Burner, ada–tidaknya suatu kebudayaan mayoritas dominan menentu-
kan hubungan antarkelompok dalam suatu wilayah.
C. Dimensi Hubungan Antarkelompok
1. Dimensi sejarah
Dimensi sejarah mengarah pada proses tumbuh dan berkembangnya
hubungan sosial antarkelompok. Dapat dilihat bagaiman kontak pertama terjadi
dan selanjutnya berkembang
2. Dimensi sikap
a. Prasangka
Prasangka merupaka suatu istilah yang mempunyai berbagai makna,
namun dalam kaitannya dengan hubungan antarkelompok, istilah ini
mengacu pada sikap bermusuhan yang ditunjukkan terhadap suatu
kelompok tertentu atas dasar dugaan bahwa kelompok tersebut mempunyai
ciri yang tidak menyenangkan. Sikap ini merupakan prasangka sebab
dugaan orang yang dianut orang yang berprasangka tidak didasrkan pada
pengetahuan, pengalaman atau bukti yang cukup memadai.
b. Stereotip
Stereotip merupakan suatu konsep yang erat kaitannya dengan konsep
prasangka orang yang menganut stereotip menegenai kelompok lain
cenderung berprasangka terhadap kelompok tersebut.
Stereotip yang dikemukakan bersifat negatif. Namun stereotip dapat pula
bersifat positif. Contohnya bahwa perempuan antara lain bersifat
menyenangkan, halus, hangat, berhati lembut, dan sopan.
3. Dimensi gerakan sosial
Hubungan antarkelompok baik hubungan yang berbentuk antar ras, etnik,
agama, generasi, jenis kelami, antara penyandang cacat dengan yang sehat
jasmanidan rohani, sering melibatkan gerakan sosial baik yang diprakarsai oleh
pihak yang menginginkan perubahan maupun yang ingin mempertahankan
keadaan yang ada.
4. Dimensi perilaku dan perilaku kolektif
a. Dimensi perilaku
Diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari hubungan antarkelompok
terwujud dalam interaksi dengan anggota kelompok lain. Salah satu bentu
perilaku yang banyak ditampilkan dalam hubungan antarkelompok ialah
diskriminasi.
b. Dimensi perilaku kolektif
Banyak diantara perilaku kolektif terbatas pada gerakan protes
demonstrasi belaka. Namun tidak jarang pula satu gerakan antarkelompok
berkembang menjadi huru hara yang dapat mengakibatkan pengerusakan
harta benda atau bahkan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.dengan
sendirinya perilaku kolektif tidak hanya di jumpai dalam hubungan antar ras,
tetapi juga dalam hubungan antarkelompok lainnya.
5. Dimensi institusi
Dimensi institusi telah mendasari hubungan antarkelompok yang
meliputiinstitusi yang ada dalam masyarakat seperti institusi sosial, politik,
ekonomi, dan lain-lain.
Diskriminasi institusi dijumpai pula terhadap anggota kelompok tertentu,
misalnya kaum perempuan, kaum penyandang cacat, kaum muda, kaum tua,
tunawisma, pekerja seks, waria, dan homoseks. Penyandang cacat fisik sering
mengalami kesukaran dalam memperoleh pendidikan atau pun pekerjaan.
Masalah yang sama juga dialami oleh para waria atau homoseks. Bekas
narapidana sering sukar memperoleh pekerjaan meskipun selama berada dalam
rumah tahanan berkelakukan baik.
D. Pola Hubungan Antarkelompok
Banton, misalnya, mengemukakan bahwa kontak antara dua kelompok ras dapat
diikuti proses sebagai berikut, yaitu:
1. Akulturasi
Terjadi ketika kebudayaan kedua kelompok ras yang bertemu mulai berbaur
dan berpadu. Contohnya hilangnya kebudayaan asli daerah akibat interaksi
paksa dengan pemerintah colonial Belanda.
2. Dominasi
Terjadi suatu kelompok ras menguasai kelompok lain. Dalam kaitannya
dengan dominasi, Kornblum menyatakan bahwa terdapat empat macam
kemungkinan proses yang dapat terjadi dalam suatu hubungan antarkelompok,
yaitu:
a. Genosida, yaitu pembunuhan secara sengaja dan sistematis terhadap
anggota suatu kelompok tertentu.
b. Pengusiran, yaitu proses, cara, perbuatan mengusir: pengusiran yang
disertai dengan ancaman.
c. Perbudakan, suatu kondisi di saat terjadi pengontrolan oleh seseorang
oleh orang lain, perbudakan biasanya terjadi untuk memenuhi keperluan
akan buruh atau kegiatan seksual. Orang yang dikontrol disebut dnegan
budak.
d. Segregasi, adalah pemisahan kelompok ras atau etnis secara paksa.
Segresi merupakan bentuk pelembagaan diskriminasi yang diterapkan
dalam struktur sosial.
e. Aslimilasi, penggabungan antara suatu kelompok dengan kelompoklain
yang menimbulkan suatu kebudayaan baru, juga menghilangkan
kebudayaan masing-masing.
3. Peternalisme
Suatu bentuk dominasi kelompok ras pendatang atas kelompok ras pribumi.
Banton membedakan tiga macam masyarakat sebagai berikut:
a. Masyarakat meropolitan (di daerah asal pendatang)
b. Masyarakat klonial yang terdiri atas para pendatang dan sebagian
masyarakat pribumi.
c. Masyarakat pribumi yang dijajah.
4. Integrasi
Integrasi yang dimaksud Bonton adalah ialah pola hubungan yang mengakui
adanya perbedaan ras dalam masyarakat tetapi tidak memberi makna penting
pada perbedaan ras tersebut. Hak dan kewajiban yang terkait degan ras
seseorang hanya terbatas pada bidang tertentu saja dan tidak ada sangkut-
pautnya dengan bidang pekerjaan atau status yang diraih dengan usaha.
5. Pluralisme
Menurut Bonton, plularisme merupakan suatu pola hubungan yang
didalamnya mengenai pengakuan persamaan hak politik dan hak perdata semua
warga masyarakat, namun memberikan arti penting lebih besar pada kemajuan
kelompok ras daripada dalam pola integrasi. Dalam pola ini solidaritas dalam
masing-masing kelompok ras lebih besar.
Bonton berpendapat bahwa suatu pola mempunyai kecendrungan untuk lebih
berkembang ke satu arah tertetu daripada ke arah lain. Dikumukakannya antara lain,
bahwa pola dominasi cenderung mengarah ke pola plularisem, sedangkan pola
akulturasi dan pola paternalisme cenderung mengarak ke pola integrasi
Ahli lain yakni Liberson, mengkasifikasikan pola hubugan antarkelompok menjadi
dua pola, berikut:
1. Pola dominasi kelompok pendatang atas pribumi (migrant superordination).
Contohnya adalah kedatangan bangsa Eropa ke Asia, Afrika, dan Amerika.
2. Pola dominasi kelompok pribumi terhadap kelompok pendatang (indigenous
superordination). Contohnya adalah dominasi kelompok kulit putih Prancis
atas kelompok pendatang Aljazair, Cina, ataupun Turki.
Menurut Liberson perbedaan pola hubugan superordinasi-subordinasi antara
migran-penduduk asli menentukan pula hubungan antara dua kelompok.
Dikemukakannya antara lain, bahwa pengendalian politik dan ekonomi oleh migran
menghasilkan perubahan besar pada institusi politik dan ekonomiserta demografi
penduduk setempat dan suatu wilayah cenderung memancing reaksi keras dari
mereka. Perbedaan lain yang dilihat Liberson adalah terletak di bidang konflik dan
asimilasi. Liberson melihat bahwa di situasi dominasi migran sering terjadi perang
antara migran dan penduduk setempat, dan bahwa di kalangan penduduk setempat
sering berkembang nasionalisme yang kuat, dalam situasi dominasi penduduk
setempat, dipihak lain, kelompok migran cenderung mengasimilasikan diri dengan
penduduk detempat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan antarkelompok terjadi karena adanya ikatan dan keterkaitan saling
memerlukan. Karena, tidak ada suatu kelompok manusia yang bisa menjalani hidup
dengan baik tanpa adanya hubungan dengan kelompok lain.
Hubungan tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, baik kebutuhan
moril maupun kebutuhan materil. Jadi, hubungan antarkelompok itu adalah
hubungan yang sangat penting dan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Di indonesia dikenal berbagai kebijaksanaan yang mengatur hubungan
antarkelompok. Hubungan antarkelompok sering melibatkan gerakan sosial baik
yang diprakarsai oelh pihak yang menginginkan perubahan maupun oleh mereka
yang ingin mempertaruhkan keadaan yang ada.
Hubungan antarkelompok pun sering berwujud perilaku kolektif. Tidak jarang
suatu gerakan antarkelompok berkembang menjadi huru hara yang dapat
mengakibatkan pengerusakan harta, benda atau bahkan mengakibtnkan jatuhnya
korban jiwa. Hubungan antarkelompok pun sering melibatkan gerakan sosial baik
yang diprakarsai oelh pihak yang menginginkan oerubahan maupun yang ingin
mempertahankan keadaan yang ada.
B. Saran
1. Manfaatkanlah hubungan antarkelompok untuk hal-hal yang positif.
2. Terapkan hal-hal positif dari hubungan antarkelompok ke dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Bersikap toleranlah kepada kelompok lain.
4. Hidari etnosentrise, rasisme, dan hal-hal yang mengacu pada perpecahan
diantara kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Zulfa, Iladiena. 2014. Hubungan Sosiologi Antarkelompok. Makalah ilmiah [internet].
Diunduh 23 September 2018.

Anda mungkin juga menyukai