Anda di halaman 1dari 27

GERAKAN SOSIAL PETANI

Studi Kasus Gerakan Oprasioal Petani (GOP) Desa Jelegong Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Gerakan Sosial Keagamaan

Disusun oleh :

1. Rudi Hardian 2. Setiyani 3. Sobur Hermawan 4. Sumiyati 5. Tina Astiawati 6. Vensi Gandita Kusuma

(1211105121) (1211105132) (1211105139) (1211105141) (1211105146) (1211105148)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2014/2015

KATA PENGANTAR Bissmillahirahmanirrahiim, Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka saya boleh menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul Gerakan Sosial Petani", yang mmenurut saya dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari Gerakan Sosial . Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang saya buat kurang tepat atau menyinggu perasaan pembaca. Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Bandung, Maret

Penulis,

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................i DAFTAR ISI ...............................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................... 3 C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 3 D. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gerakan Sosial .............................................................. 6 B. Definisi Masyarakat Petani ............................................................. 7 C. Reforma Agraria dan Petani ............................................................ 8 D. Faktor Lahirnya Gerakan Sosial Petani........................................... 10 BAB III STUDI KASUS A. Demografi Desa Jelegong Kec.Rancaekek ..................................... 12 B. Dampak Industrialisasi terhadap Sektor Agraria atau persawahan di desa Jelegong Kec.Rancaekek................................................................. 14

C. Gerakan Oprasional Petani (GOP) Desa Jelegong Kec.Rancaekek........................................................ 16 Tujuan Gerakan Oprasional (GOP) Petani dalam Pembaruan Reforma Agraria Rancaekek ....................................................................................... 18 BAB IV PENUTUP 1.1 Kesimpulan ................................................................................... 21 1.2 Saran ............................................................................................. 22 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan sosial merupakan jawaban spontan maupun terorganisir dari massa rakyat terhadap negara yang mengabaikan hak-hak rakyat, yang ditandai oleh penggunaan cara-cara di luar jalur kelembagaan negara atau bahkan yang bertentangan dengan prosedur hukum dan kelembagaan negara. Gerakan sosial dapat dipahami sebagai upaya bersama massa rakyat yang hendak melakukan pembaruan atas situasi dan kondisi sosial politik yang dipandang tidak berubah dari waktu ke waktu atau juga untuk menghentikan kondisi status quo. Definisi petani seakan memiliki pengertian terbatas dalam orang yang melakukan produksi pertanian menanam komuditas tani menjual ke pasar disisi lain presfektif petani ternyata mengandung pengertian yang berbeda dan tingkah laku baik sosiologi dan ekonomi yang berbeda Menurut Rodjak ( 2002 ) Petani adalah orang yang melakukan kegiatan bercocok tanam hasil bumi atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatannya itu. Petani sebagai pengelola usahatani berarti ia harus mengambil berbagai keputusan di dalam memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk kesejahteraan hidup keluarga. Reforma agraria diharapkan mempersempit ketimpangan penguasaan dan pemilikan lahan yang terjadi sejak masa feodalisme, kolonialisme, hingga kemerdekaan. Reforma agraria menurut Gunawan Wiradi (2005) adalah penataan kembali susunan kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber agraria, untuk kepentingan rakyat kecil, secara menyeluruh dan komprehensif. Karena itu, program reforma agraria harus disertai dengan program- program penunjangnya, seperti penyuluhan dan pendidikan tentang teknologi produksi, program perkreditan, pemasaran, dan sebagainya. Reforma agraria memacu

peningkatkan kesejahteraan petani. Dengan redistribusi lahan yang lebih merata, kedaulatan petani dalam melakukan usaha tani ditumbuhkembangkan. Seperti halnya kata Marx (1850) dalam Peasantry as a Class, bahwa petani tidak dapat memperjuangkan kepentingan kelas mereka atas nama mereka sendiri. Mereka tidak mampu merepresentasikan diri mereka kedalam sebuah kelas, mereka harus diwakilkan. Perwakilan tersebut, pada saat yang bersamaan haruslah bertindak sebagai pemimpin, pembuat peraturan, dan kekuatan institusional yang dapat melindungi mereka dari tekanan kelas lain. Tekanan struktural, kultural, hingga kondisi subsistensi petani yang sudah melampaui batas toleransi, menurut Scott (1976), hal ini sudah cukup untuk menjadi pemicu bagi petani untuk melampiaskan kemarahannya terhadap tatanan sosial yang ada. Gerakan gerakan perlawanan petani, pada bentuk sederhana seringkali berpusat pada mitos tentang suatu tatanan sosial yang lebih adil dan merata ketimbang dengan tatanan sosial yang sekarang bersifat hirarkis. Gerakan Oprasional Petani (GOP) ini datang sejak tahun 2005 tepatnya pada tanggal 03 maret, yang dipicu oleh revolusi industry gerakan ini di buat oleh sekelompok masyarakat petani dan para tokoh masyarakat seperti pak. Nanang, Pak.Idris dll yang langsung mendapatkan antusias yang positive dari sebagian masyarakat terutama kaum petani karena dari struktur fungsionalnya kelembagaan ini berfungsi sebagai pemerdayaan lahan produktivitas agrarian yang menjadi cirri atau karakteristik masyarakat desa jelegong kec.rancaekek, lembaga ini di isi oleh sebagian kalangan usia tua,maupun muda yang berprihatin akan kemunduran atau menurunnya tingat produktivitas atau daya saing beras di masyarakat desa jelegong karena sering gagalnnya panen atau bahkan hilang demi hilangnya petakan sawah akibat pembangunan komplek perumahan dan pencemaran limbah industry yang merusak sawah.

B. Rumusan Masalah 1. Apa itu gerakan oprasioal Petani (GOP) ? 2. Bagaimana Terbentuknya Gerakan Sosial GOP diRancaekek tersebut ? 3. Bagaimana tujuan dari Gerakan Sosial GOP dalam Pembaruan Reforma Agraria di Rancaekek ?

C. Tujuan pembahasan 1. Untuk mengetahui gerakan oprasioal Petani (GOP) . 2. Untuyk mengetahui Terbentuknya Gerakan Sosial GOP di Rancaekek. 3. Untuk mengetahui tujuan dari Gerakan Sosial GOP dalam Pembaruan Reforma Agraria di Rancaekek.

D. Kerangka Pemikiran Moore (1966), mencirikan petani sebagai kelompok yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain, dengan melihat posisinya sebagai golongan yang tersubordinasi serta mempunyai budaya yang tersendiri. Sejalan dengan hal tersebut Shanin (1971) dalam tulisan yang

berjudul Peasantry as a Political Factor, mendefinisikan petani sebagai produsen pertanian skala kecil yang menggunakan peralatan yang sederhana dan mengerjakan lahan dengan tenaga kerja keluarga, dimana hasil produksi sebagian besar digunakan untuk konsumsi pribadi dan untuk memenuhi kewajiban mereka kepada pemegang kekuatan politik dan kekuatan ekonomi. Namun seiring perkembanganya hubungan petani dengan pihak yang diatasnya menimbulkan masalah agrarian yang berkepanjangan, mulai dari era feodalisme, kolonialisme, sampai kapitalisme bahkan masih berlangsung sampai sekarang ini. Menurut Moch. Tauchid dalam bukunya Masalah Agraria (1952) Soal agrarian adalah menyangkut soal hidup dan penghidupan manusia ; tanah adalah sumber dan asal makanan bagi manusia. Siapa menguasai tanah, ia menguasai

makanan. Karena nilainya yang sangat berharga, maka konflik tanah selalu hadir di tengah-tengah dinamika sosial di masyarakat. Tanah terbagi-bagi menjadi hak milik akibat adanya stratifikasi sosial, penguasaan produksi, kekuasaan politik dan sebagainya. Dengan adanya kepemilikan tanah, manusia berupaya mempertahankan atau bahkan memperluasnya untuk keberlangsungan hidup. Bagi petani tanah tidak hanya sebagai komoditas ekonomi, tetapi juga bermakna sosial dan keamanan. Secara ekonomi tanah merupakan tempat sumber makanan, tempat mencari penghidupan, sebagai tempat melakukan

aktivitas produktif, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani. Secara sosial tanah berarti eksistensi diri, sebagai tempat untuk menemukan dirinya secara utuh, bahkan tanah merupakan simbol status sosial di dalam masyarakat. Di dalam makna keamanan, tanah akan membawa rasa aman tertentu bagi petanijika sesuatu terjadi pada diri mereka, yang berarti tanah membawa efek psikologis bagi petani. Tanah menempati kedudukan strategis dalam kehidupan petani, karena tanah merupakan modal utama, disanalah tempat atau pangkal dari budaya petani itu sendiri. Ketika kemudian tanah dapat dimiliki dan diwariskan oleh para petani, tanah memiliki nilai yang begitu besar. Didalam beberapa kebudayaan, tanah bahkan dipandang sebagai sikep (istri) kedua (Bahri, 1999). Studi yang dilakukan oleh Scott (1974 dan 1989) dan Popkin (1976), di pedesaan Asia, mengenai maraknya gerakan perlawanan petani pada masa kolonial, memperlihatkan terdapatnya empat faktor utama penyebab kemarahan kaum tani, yaitu perubahan struktur Agraria,

meningkatnya eksploitasi, kemerosotan status sosial, dan desprivasi relatif. Melalui kolonialisme, desa desa di Asia terintegrasi dengan sistem kapitalis dunia. Penduduk desa di Asia pada massa pra-kapitalis merupakan sebuah unit rumah tangga yang bertumpu pada tingkat subsisten. Eksploitasi kolonial ditambah dengan tekanan demografi yang semakin meningkat, mengakibatkan rusaknya pola pola yang sudah ada, serta mengkhianati sendi - sendi moral ekonomi petani yang didasarkan pada etika subsistensi (Scott, 1976).
8

Konsep Dalam Marxisme tradisional perjuangan kelas ditempatkan pada titik sentral dan faktor esensial dalam menentukan suatu perubahan sosial. Masyarakat kapitalis dibagi menjadi dua kelas utama, yaitu kelas proletar (kelas yang dieksploitasi) dan kelas kapitalis (kelas yang mengeksploitasi). Oleh karena itu, dalam perspektif ini, masyarakat terdiri dari dua unsur esensial, yaitu dasar dan superstruktur.1 Unsur dasar adalah faktor ekonomi, dianggap sebagai landasan yang secara esensial menentukan dalam perubahan sosial. Sedangkan superstruktur, adalah faktor pendidikan, budaya, dan ideologi yang berada di tempat kedua, karena faktor tersebut ditentukan oleh kondisi perekonomian. Dengan demikian, menurut pendekatan ini, perubahan sosial terkaji dikarenakan adanya perjuangan kelas, yaitu kelas yang dieksploitasi (buruh) berjuang melawan kelas yang mengeksploitasi (kelas kapitalis).Dengan kata lain, aspek esensial perubahan sosial adalah revolusi kelas buruh, dengan determinisme ekonomi sebagai landasan gerakan sosial. Pendekatan yang digunakan dalam Marxisme tradisional tersebut di atas mendapatkan kritikan dari beberapa tokoh antiesensialisme dan nonreduksionis, termasuk Antonio Gramsci. Mereka menolak pendekatan bahwa kompleksitas yang terjadi di masyarakat hanya direduksi secara sederhana dengan hubungan sebab dan akibat. Setiap sebab itu sendiri merupakan sebuah akibat dan demikian pula sebaliknya. Inti pemikiran Antonio Gramsci adalah konsep hegemoni, yang kaitan dengan studi tentang gerakan sosial dan perubahan sosial.2

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi), FEUI, Jakarta, 2004. h.117 Kartasapoetra, G dan Kreimers, L.J.B, Sosiologi Umum, Bina Aksara, Jakarta. 1987. h. 98

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gerakan Sosial Gerakan sosial merupakan jawaban spontan maupun terorganisir dari massa rakyat terhadap negara yang mengabaikan hak-hak rakyat, yang ditandai oleh penggunaan cara-cara di luar jalur kelembagaan negara atau bahkan yang bertentangan dengan prosedur hukum dan kelembagaan negara. Gerakan sosial dapat dipahami sebagai upaya bersama massa rakyat yang hendak melakukan pembaruan atas situasi dan kondisi sosial politik yang dipandang tidak berubah dari waktu ke waktu atau juga untuk menghentikan kondisi status quo. Beberapa pengertian gerakan sosial yaitu: menurut Bruce J Cohen (1992) bahwa gerakan sosial (politik) adalah gerakan yang dilakukan sekelompok individu yang terorganisir untuk merubah (properubahan) ataupun mempertahankan (konservatif) unsur tertentu dari

masyarakat yang lebih luas. Sedangkan menurut James W. Vander Zanden (1990) dan Rafael Raga Maran (2001) bahwa gerakan sosial (politik) adalah suatu upaya yang kurang lebih keras dan terorganisir yang dilakukan oleh orangorang yang relative besar jumlahnya, entah untuk menimbulkan perubahan, enath untuk menentangnya (mempertahankan status-quo). Dan terakhir menurut Robert Mirsel (2004) bahwa gerakan kemasyarakatan adalah seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga (noninstitutionalised) yang dilakukan sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan di dalam suatu masyarakat.Tidak terlembaga mengandung arti mereka cenderung tidak diakui sebagai sesuatu yang berlaku umum secara luas dan sah di dalam suatu masyarakat. Definisikan gerakan sosial sebagai : any board social alliance of people who are associated in seeking to effect or to block an aspect of social change within a society artinya, Suatu aliansi sosial sejumlah besar orang yang berserikat untuk

10

mendorong ataupun menghambat suatu segi perubahan sosial dalam suatu masyarakat. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial berkaitan dengan aksi organisasi atau keleompok masyarakat sipil dalam mendukung atau menentang perubahan sosial. Namun yang masih perlu diperjelas adalah gejala sosial diluar gerakan sosial itu apa saja? Sehingga kita dapat mempunyai peta dan mengetahui apakah sesuatu itu dapat dikategorikan sebagai gerakan sosial atau tidak. Hal yang penting adalah padanan gerakan sosial yang seringkali dikaitkan dengan perubahan sosial atau masyarakat sipil. Seperti yang kita ketahui seringkali ada pembagian ranah antara negara (state); perusahaan atau pasar (corporation atau market) dan masyarakat sipil (civil socAiety). 3 B. Definisi Masyarakat Petani Definisi petani seakan memiliki pengertian terbatas dalam orang yang melakukan produksi pertanian menanam komuditas tani menjual ke pasar disisi lain presfektif petani ternyata mengandung pengertian yang berbeda dan tingkah laku baik sosiologi dan ekonomi yang berbeda Menurut Rodjak ( 2002 ) Petani adalah orang yang melakukan kegiatan bercocok tanam hasil bumi atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatannya itu. Petani sebagai pengelola usahatani berarti ia harus mengambil berbagai keputusan di dalam memanfaatkan lahan yang dimiliki untuk kesejahteraan hidup keluarga. Dalam hal ini wolf 1985 membedakan antara petani kecil tradisional ( Peaseant ) dan pengusaha pertanian ( farmers), peaseant dalam hal ini tidak melakukan usaha pertanian dalam artian ekonomi maksudnya ia bukanlah sebuah perusahan petanian melainkan merujuk pada rumah tangga pertanian berbeda dengan

Bruce J Cohen, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rineka Cipta, 1992. h. 201

11

hal farmers ia mengkombinasikan faktor-faktor produksi untuk menuju laba sebagai suatu perusahan pertanian. Wolf (1983) memahami masyarakat petani merupakan fase setelah masyarakat primitif dan masyarakat modern. Pendekatan antropologis yang ia bangun didasarkan bahwa masyarakat petani tidak bisa hanya dipandang sebagai agregat tanpa bentuk. Masyarakat petani memiliki keteraturan dan memiliki bentuk-bentuk organisasi yang khas. Sejalan dengan Wolf (1983), Scott (1981) melihat petani sebagai entitas unik yang hidup secara sub sistem. Penelitian Scott (1981) mengungkapkan bahwa masyarakat petani di Asia Tenggara tidak akan melakukan perlawanan ketika kebutuhan-kebutuhan dasarnya terpenuhi. Dari uraian-uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa pengertian masyarakat petani ialah sekelompok orang yang hidup bersama dalam suatu tempat yang memiliki sikap saling membutuhkan satu dengan yang lain dan bermata pencaharian sebagai petani, atau kesimpulan lain ialah sekelompok orang yang hidup bersama di suatu desa dan masih memelihara budaya nenek moyang (hidup bergotong royong).4 C. Reforma Agraria dan Petani Posisi strategis petani dalam pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri diakui semua pihak. Namun, ironisnya, petani kurang diperhatikan penguasa. Data BPS 2011 menunjukkan, penduduk miskin Indonesia 30,02 juta jiwa atau 12,49% dari total penduduk. Hampir 19 juta penduduk miskin berada di perdesaan dan sebagian besar adalah para petani. Karena itu, reforma agrarian sejatinya memberikan secerah harapan perubahan sosial ekonomi masyarakat, khususnya petani.
4

Wolf Erik.1983. Petani suatu Tinjauan Antropologi.CV Rajawali Jakarta

12

Reforma agraria diharapkan mempersempit ketimpangan penguasaan dan pemilikan lahan yang terjadi sejak masa feodalisme, kolonialisme, hingga kemerdekaan. Reforma agraria menurut Gunawan Wiradi (2005) adalah penataan kembali susunan kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber agraria, untuk kepentingan rakyat kecil, secara menyeluruh dan komprehensif. Karena itu, program reforma agraria harus disertai dengan program- program penunjangnya, seperti penyuluhan dan pendidikan tentang teknologi produksi, program perkreditan, pemasaran, dan sebagainya. Reforma agraria memacu peningkatkan kesejahteraan petani. Dengan redistribusi lahan yang lebih merata, kedaulatan petani dalam melakukan usaha tani ditumbuhkembangkan. Peluang keuntungan usaha pun semakin terbuka. Kemampuan petani mengelola tanah juga akan meningkat. Karena itulah program pengentasan kemiskinan perdesaan mutlak diintegrasikan dengan program reforma agraria. Peningkatan kesejahteraan petani mestinya seiring dengan kemandirian pangan nasional. Tanpa hal ini, kemandirian pangan akan rapuh dan tidak berakar kuat. Reforma agraria juga berperan meningkatkan produktivitas tanah. Selama ini banyak lahan telantar dan tidak produktif karena dikuasai swasta atau institusi negara. Dengan reforma agraria yang terarah, hal itu akan menjamin status tanah. Reforma agraria mestinya menyentuh hal fundamnetal berupa pengakuan tanah milik pribadi, negara, dan tanah milik umum yang secara pemanfaatan hasilnya dikembalikan untuk memenuhi kepentingan masyarakat. fungsi strategis tanah harus kembali dikembalikan untuk dikelola dan diproduktifkan. Tidak boleh ada tanah yang telantar dan dikuasai pihak tertentu, sementara petani tidak punya akses tanah. Di sanalah terkandung tujuan pelaksanaan reforma agraria, yakni meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat,

13

khususnya petani kecil secara adil dan merata, sehingga terbuka kesempatan untuk mengembangkan diri mencapai kemakmuran.5 D. Faktor Lahirnya Gerakan Sosial Petani. Kemerosotan ekonomi secara mengejutkan, dimana hal tersebut dibarengi dengan peningkatan eksploitasi yang dilakukan oleh negara atau tuan tanah. Ekploitasi yang dilakukan secara berkelanjutan dengan kualitas yang terus meningkat, menimpa banyak petani, dan hampir terjadi diseluruh wilayah, serta dapat mengancam jaring pengaman sosial mereka atas sumber sumber subsistensial, maka besar sekali kemungkinan eksploitasi tersebut mencetuskan sebuah aksi perlawanan. Perlawanan petani lahir karena adanya pengorganisasian yang di alkuakan oleh satu atau beberapa orang tokoh karismatik. Seperti halnya kata Marx (1850) dalam Peasantry as a Class, bahwa petani tidak dapat memperjuangkan kepentingan kelas mereka atas nama mereka sendiri. Mereka tidak mampu merepresentasikan diri mereka kedalam sebuah kelas, mereka harus diwakilkan. Perwakilan tersebut, pada saat yang bersamaan haruslah bertindak sebagai pemimpin, pembuat peraturan, dan kekuatan institusional yang dapat melindungi mereka dari tekanan kelas lain. Tekanan struktural, kultural, hingga kondisi subsistensi petani yang sudah melampaui batas toleransi, menurut Scott (1976), hal ini sudah cukup untuk menjadi pemicu bagi petani untuk melampiaskan kemarahannya terhadap tatanan sosial yang ada. Gerakan gerakan perlawanan petani, pada bentuk sederhana seringkali berpusat pada mitos tentang suatu tatanan sosial yang lebih adil dan merata ketimbang dengan tatanan sosial yang sekarang bersifat hirarkis. Lahirnya suatu mitos bersama tentang keadilan yang transedental sering dapat menggerakan kaum tani untuk melakukan gerakan sosial. Mitos mitos seperti
5

Rukmana, Rahmat . Usaha Tani Kapri. 2004. Jakarta: Kanisius. h.79

14

ini mempersatuakan kaum tani hingga mampu membentuk koalisi koalisi petani, meskipun tidak stabil, sangat rentan, dan hanya dipersatukan untuk sementara waktu oleh suatu impian milenial (Wolf, 1966). Berdasarkan penjelasan di atas secara umum ada beberapa factor yang memicu lahirnya gerakan social petani seperti sebagai berikut; Pertama Radikalisasi terhadap Petani. Radikalisasi terhadap petani tersebut menjadi hal yang mendasar yang memicu lahirnya gerakan social dari petani pada masa colonial. Pada umumnya, kondisi tersebut berasal dari luar masyarakat petani, seperti penindasan, pungutan pajak, pengekangan hak, pembatasan kerja, dsb. Radikalisme terhadap petani ini jugalah yang menyebabkan gerakan resistensi petani yang dipimpin oleh dua orang tokoh, Entong Tolo dan Entong Gendut dikenal sebagai pemimpin bandit sosial yang bercampur motivasi politik di salah satu distrik Jatinegara. Mereka dikenal sebagai Robin Hood Batavia yang anti tuan tanah. Yang ke dua Pengorganisiran Petani Proses mobilisisasi petani, baik berupa sumberdaya yang bersifat terbatas seperti uang dan makanan ataupun individu petani itu sendiri, guna mencapai suatu tujuan tertentu, pengorganisiran dapat bersifat formal atau informal.Pengorganisasian petani ini biasanya di lakukan oleh seorang tokoh karismatik dalam rangka menanamkan dokrinitas untuk melawan segala bentuk penindasan terhadap politik colonial, dan kapitalismeYang ke tiga Makna Tanah Bagi Petani. intepretasi yang timbul dari ikatan ikatan yang ada antara petani dengan tanah, dapat bersifat ekonomi, sakral, ataupun kultural. Hal ini kemudin terjadi sebuah perubahan oleh system yang di berlakukan oleh pemerintahan hindia belanda.Dimana semulanya tanah merupakan hal yang sakral bagi petani namun politik colonial mengambil alih itu semua.6

Rodjak.2006.Manajeman Usaha Tani.Pustaka Gitaguna Bandung. h.205

15

BAB III STUDI KASUS

A. Demografi Desa Jelegong

Jelegong adalah sebuah desa di kecamatan Rancaekek, Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Desa jelegong mempunyai lahan seluas 437.423 Ha dan jumlah penduduknya sebanyak 18.759 jiwa .Desa Jelegong dilalui Sungai Cikijing yang berhulu di daerah Sumedang, sebagai anak Sungai Citarik yang bermuara ke Sungai Citarum. terletak pada ketianggian rata-rata 688 m dpl.7 Dapat dilihat dari aspek geografis dan potensi SDA yang ada di Desa Jelegong ini, Masyarakat Desa jelegong Kec.Rancakek Kab.Bandung pada umumnya lebih cendrung mempropesikan dirinya sebagai petani sawah karena dalam perjalanan historis desa jelegong Kec.Rancaekek ini adalah salah satu wilayah di Kabupaten Bandung yang terkenal dengan sistem agraris yang sebagian wilayahnya terdominasi oleh petakan sawah yang luas. Era agraria itu tidak bertahan lama ketika arus modernisasi dan perubahan social menghampiri masyarakat Desa jelegong yang berdampak keankaragaman dalam system mata pencaharian baik mata pencaharian
7

Dinas Pemerintahan Kab. Bandung. Daftar isian Data profil Desa Jelgong dan Kelurahan.

Lampiran tahun 2010.

16

yang berkualitaskan Negeri maupun swasta, factor yang paling signifikan mengubah mata pencaharian masyarakat desa jelegong ini adalah sejak muculnya pengoprasian per industrian yang beroprasi disekitar kawasan ini pada tahun 1990 yang mengubah paradigma masyarakat desa jelegong Kec.Rancaekek ini pada system mata pencaharian yang asalnya mereka melestarikan atau menurunkan system agrarian sampai anak turunan kini masyarakat desa Jelegong lebih memobilitaskan mata pencahariannya pada sisten industrial dengan menjadi pegawai swasta pabrib-pabrik yang beroprasikan di wilayah Desa Jelegong Kec.Rancaekek Kab.Bandung. Potensi alam pun yang ada di Desa Jelegong saat ini sungguh memprihatinkan akibat limbah industri sehingga merusak tatanan sumber daya alam yang ada Akibat rusaknya alam terutama lahan pertanian yang pada awalnya menjadi unggulan dari Desa jelegong, pada saat ini sudah banyak yang beralih fungsi menjadi pemukiman disamping itu sumber - sumber air yang ada sudah tidak layak dipergunakan akibat limbah perindustrian. Hal ini sudah berlangsung sejak kurang lebih 20 tahun yang lalu dan hingga saat ini masih belum menemukan solusi penyelesain atas masalah ini.8

Dinas Pemerintahan Kab.Bandung. Daftar isian Data Tingkat Perkembangan. .Desa dan

Kelurahan. Lampiran tahun 2010.

17

B. Dampak Industrialisasi terhadap Sektor Agraria atau persawahan di desa Jelegong Kec.Rancaekek

Pertama-tama yang akan penulis rinkas dan kaji adalah dampak perubahan sosial dalam peranan industrialisasi yang pada tahun 2013 ini terpusat di Desa Jelegong RW.06 Dusun V Kecamatan Rancaekek yang pada mulanya wilayah ini adalah sebagai wilayah yang berpotensi dalam pengelolaan SDA, hal ini terlihat dari wilayah persawahan yang sangat luas dan berada di sekitar daerah industri. dan mayoritas warga masyrakat disana merupakan seorang pekerja (buruh) baik pekerja di dalam industri maupun di luar industri, yang merupakan fokus dari penelitian dampak Industrialisasi ini. Namun berdasarkan data di lapangan wilayah RW.06 Dusun V Desa Jelegong Kecamatan Rancaekek merupakan kawasan pertanian, hampir sebagian besar warga masayrakat berprofesi sebagai petani, lahan-lahan tersebut ada yang milik sendiri serta ada pula yang bekerja sebgai penggarap sawah. Selain lahan persawahan disana juga terdapat kolam-kolam ikan, karena hampir seluruh warga masyrakat berprofesi sebagai petani dan peternak, seperti petrnak ikan, ayam, bebek. Namun sekarang ini semua kondisi wilayah RW.06 Dusun V Desa Jelegong Kecamatan Rancaekek, sumber sumber lingkungan tersebut sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi oleh masayrkaat sebagai mata pencaharian masayarakat. Karena kondisi lingkungan hidup RW.06 Dusun V Desa Jelegong Kecamatan Rancaekek sudah menjadi masalah utama. terutama sulitnya mendaptkan air bersih yang bisa

18

digunakan masyarakat untuk di konsumsi. Dari data di lapangan, pencemaran lingkungan hidup terjadi karena limbah cair yang kemudian mencemari air di wilayah RW.06 Dusun V Desa Jelegong, kecamatan rancaekek. Limbah cair itu berasal dari pabrik yang berada dekat dengan lingkungnan masayrakat. Serta sumber air yang biasanya di pergunakan oleh masyarakat yang berasal dari sungai yang mengalir dari sungai yang berada di desa cikeruh, di bendung oleh pabrik untuk masuk ke pabrik. Kemudian air yang mengalir melalui pemukiman warga masayrakat merupakan limbah cair yang di buang oleh pabrik ke sungai citarum. Dalam penanggulangannya masyrakat sudah melalukan berbagai upayaupaya, seperti masyarakat pernah demo ke pabrik karena limbahnya namun tidak di tanggapi, kemudian masyrakat ke gedung sate mengadukan pabrik karena limbahnya, namun semua itu hingga saat ini tidak ada realisasinya baik dari pemerintah, maupun pabrik. Adapun kompensasi yang masayrakat terima dari kerugian masayrakat tersebut, pabrik membuat kebijakan pengecualian untuk masyrakat asli. Masyaraakt boleh bekerja minimal lulusan SMP. berdasarkan data di lapangan, warga masyrakat Desa Jelegong, khususnya RW.06 Dusun V, limbah cair yang mengalir melewati pemukian warga banyak menuai kerugian. Mulai dari kondisi ekonomi penduduk, dulunya masyarakat Desa Jelegong, khususnya RW.06 Dusun V mayoritas adalah petani, dan mereka semua hampir memiliki lahan persawan pribadi, tapi semenjak pabrik-pabrik berdiri, sedikit-sedikit sawah mulai tidak bisa di tananmi. Sawah yang sudah tidak bisa di tanami sekarang ini hanya menjadi rawa-rawa, hal itu disebabkan karena komoditas utama air bersih masayrakat telah tercemar oleh limbah pabrik. Bermula dari situ masayrakat selalu mendapat kerugian dalam bidang pertanian, karena jika masyrakat memaksakan untuk tetap bertani, masyrakat hanya bisa bertani pada saat musim hujan, dan keberhasilan dari bertani tersebut hanya berkisa 50% dari hasil panen yang seharusnya. Oleh karena itu, sedikit-demi sedikit lahan pertaninan yang semua milik warga, sekarang ini warga menjual lahan mereka tersebut kepada orang kota. Karena sudah tidak adanya lahan pertanian yang berfungsi secara optimal di wilayah RW.06 Dusun V, Desa Jelegong, Kecamatan Rancaekek tersebut,
19

mayoritas masyarakat beralih profesi menjadi buruh serabutan, karena keterbatasan pendidikan. Bukan hanya kesehatan masayrakat juga terganggu karena limbah tersebut, pencemaran udara turut ambil peran dalam pencemaran lingkungan tersebut, dari bau limbah pabrik yang kurang sedap. Oleh karena itu, mayoritas masayrakat Desa Jelegong Dusun V, khususnya RW.06 banyak yang mengidap penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA). C. Gerakan Oprasional Petani (GOP) Desa Jelegong Kec.Rancaekek

Gerakan Oprasional Petani (GOP) adalah suatu gerakan social masyarakat desa Jelegong kec.rancaekek yang memiliki fungsi dan tujuan sebagai pemberdayaan pertanian dikawasan Rancaekek gerakan ini datang sejak tahun 2005 tepatnya pada tanggal 03 maret, yang dipicu oleh revolusi industry gerakan ini di buat oleh sekelompok masyarakat petani dan para tokoh masyarakat seperti pak. Nanang, Pak.Idris dll yang langsung mendapatkan antusias yang positive dari sebagian masyarakat terutama kaum petani karena dari struktur fungsionalnya kelembagaan ini berfungsi sebagai pemerdayaan lahan produktivitas agrarian yang menjadi cirri atau karakteristik masyarakat desa jelegong kec.rancaekek, lembaga ini di isi oleh sebagian kalangan usia tua,maupun muda yang berprihatin akan kemunduran atau menurunnya tingat produktivitas atau daya saing beras di masyarakat desa jelegong

20

karena sering gagalnnya panen atau bahkan hilang demi hilangnya petakan sawah akibat pembangunan komplek perumahan dan pencemaran limbah industry yang merusak sawah. Sebelum masa pembentukan kelembagaan ini atau sebelum tahun 2005 revolusi industry menyebabkan dampak positif maupun negative bagi masyarakat luas terutama masyarakat dikecamatan rancaekek ini, industry telah mengubah hampeir 80 % karakteristik masyarakat ini, seperti contoh GOP atau gerakan oprasional Petani ini muncul akibat reaksi yang ditimbulkan oleh industry terhadap sector pertanian. Sebelum tahun 2005 atau pembentukan GOP oleh para tokoh masyarakat seperti dan kaum petani wilayah rancaekek gerakan ini telah melalui tiga tahap dalam pembentukannya, seperti tahap pertama atau yang disebut oleh Rex hopper dengan tahap Reaksi Massa, dalam tahap ini suatu gerakan akan dimulai dengan kesenjangan social seperti yang terjadi dalam gerakan ini tahap reaksi massa muncul pada tahun 2003 ketika terjadi kesadaran para kaum petani dengan dampak industry yang mengekploitasi lahan mereka, dalam tahap Reaksi massa para kaum petani ini belum terorganisir melainkan mereka melakukan negosiasi terhadap para petani lain dan untuk membuat suatu aliansi kekecewaan dan permintaan pertanggung jawaban terhadap desa dan kecamatan setempat tetapi masih kurang ditanggapi. Setelah melewati tahap Reaksi massa, petani di wilayah rancaekek ini kembali mengalami kesenjangan pada tahun 2004 kembali para petani merasakan gagal panen atau melihat rusaknya lahan produksi mereka akibat limbah pabrik, para petani rancaekek pun sudah merasa tidak tahan akan masalah ini, dan setelah itu pada tahun 2004 tepatnya pada bulan Januari para petani melakukan tahap kedua setelah reaksi massa, yaitu tahap Tindakan massa, dimana pada tahap ini para masyarakat petani langsung terjun kelapangan seperi aksi demo ke salah satu pabrik di Rancaekek, Pemerintahan Setempat sampai ke gedung sate dengan di aktori oleh beberapa tokoh intelektual yang simpati dengan masalah mereka dan kembali mereka tidak mendapatkan tanggapan langsung dari pihak-pihak tersebut.
21

Dan pada tahun 2005 para petani di kawasan desa jelegong kecamatan rancaekek ini melakukan tahap akhir gerakan social yaitu tahap Pembentukan, dimana pada tahun 2005 sampai dengan sekarang ini para petani sudah memiliki badan atau wadah aspirasi mereka dan sudah bertrasformatif menuju gerakan social yang terstruktur. D. Tujuan Gerakan Oprasional (GOP) Petani dalam Pembaruan Reforma Agraria Rancaekek

Tujuan Masyarakat tani rancaekek atau (GOP) dalam memperjuangkan Reforma Agraria adalah jelas yaitu, mengambil kembali hak-hak petani atas tanah. Bicara tentang tanah adalah bicara tentang hidup dan penghidupan. Bagaimana petani mau mempertahankan hidup dan penghidupannya jika tanah-tanah yang seharusnya mereka garap dan mereka miliki, malah dikuasai tangan-tangan penguasa dan pengusaha tanpa ada kontribusi yang jelas kepada pemerintah. Reforma Argaria itu sendiri terdiri atas dua aspek yakni aspek landreform dan aspek non-landreform , Landreform merupakan penataan ulang dan penguasaan lahan terhadap petani, sedangkan aspek non landreform berupa berbagai hal untuk mendukungnya misalnya dukungan prasarana, kredit, teknologi serta pendampingan dan pengembangan organisasi petani. Penataan kembali hubungan sewa dan atau bagi hasil yang dapat memberikan kepastian penguasaan garapan bagi penggarapnya juga termasuk dalam cakupan pengertian Reforma Agraria.

22

Aspek landreform dapat dimaknai sebagai penataan ulang penguasaan dan pemilikan tanah, dimana faktor pembentuknya adalah masalah hukum (negara dan adat), tekanan demografis, serta struktur ekonomi setempat misalnya ketersediaan lapangan kerja non-pertanian. Masalah yang dihadapi pada aspek ini adalah konflik penguasaan/pemilikan secara vertikal dan horizontal, inkosistensi hukum (misalnya antara UUPA dan turunannya), ketimpangan penguasaan dan pemilikan, penguasaan yang sempit oleh petani sehingga tidak ekonomis, serta ketidaklengkapan dan inkosistensi data. Aktifitas reforma agraria yang relevan pada aspek landreform ini misalnya adalah penetapan objek tanah landreform, penetapan petani penerima, penetapan harga tanah dan cara pembayaran, pendistribusian tanah kepada penerima, perbaikan penguasaan (misalnya perbaikan sistem penyakapan), serta penertiban tanah guntay (absentee). Dalam Pasal 2 Tap MPR IX/2001, Pembaruan Reforma Agraria didefnisikan sebagai Suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfatan sumber daya agraria . Terlihat bahwa, dari empat point tersebut, pembaruan agraria terdiri atas dua sisi saja, yaitu: (1) sisi penguasaan dan pemilikan, dan (2) sisi penggunaan dan pemanfaatan. Kedua sisi ini jelas berbeda. Yang pertama berbicara tentang hubungan hukum antara manusia dengan tanah, sedangkan yang kedua tentang bagaimana tanah dimanfaatkan secara fisik. Dengan kata lain, reforma agraria terdiri dari dua pokok permasalahan yaitu penguasaan dan pemilikan di satu sisi, dan penggunaan dan pemanfaatan di sisi lainnya. Kedua sisi tersebut ibarat dua sisi mata uang yang harus dilakukan secara seiring. Namun sayangnya, sebagian besar pihak hanya tertarik kepada satu sisi saja yaitu tentang penguasaan dan pemilikan. Dalam perjuangan nya, para kaum petani di wilayah rancaekek sendiri bertujuan agar Agraria kembali lagi kepada arti yang sesunggunya yaitu, penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfatan sumber daya agraria.

23

Karena selama ini tentang penataan penguasaan dan kepemilikan tanah tidak sesuai dengan tujuan pembaharuan Reforma Agraria dan UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yaitu bumi, air, udara dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang dikuasai oleh pemerintah, sebesar-besarnya untuk kemakmuaran rakyat. Ini sudah jelas bahwa tanah untuk rakyat. Tapi ironi nya petani hanya menjadi buruh dinegri yang kaya ini. Tanah-tanah yang seharusnya untuk rakyat malah biberikan dan dikuasai oleh kaum-kaum kapitalis. Oleh sebab itu masyarakat Petani Rancaekek diperjuangkan oleh GOP untuk mendukung terciptanya reforma agraria yang sejati khususnya di wilayah rancaekek dengan mendorong pemerintah untuk segera melihat, mencatat dan menata kembali sumber-suber agraria yang selama ini dikuasai oleh kaum pemodal dan penguasa.

24

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Posisi strategis petani dalam pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri diakui semua pihak. Namun, ironisnya, petani kurang diperhatikan penguasa. Data BPS 2011 menunjukkan, penduduk miskin Indonesia 30,02 juta jiwa atau 12,49% dari total penduduk. Hampir 19 juta penduduk miskin berada di perdesaan dan sebagian besar adalah para petani. Karena itu, reforma agrarian sejatinya memberikan secerah harapan perubahan sosial ekonomi masyarakat, khususnya petani. Tanah menempati kedudukan strategis dalam kehidupan petani, karena tanah merupakan modal utama, disanalah tempat atau pangkal dari budaya petani itu sendiri. Ketika kemudian tanah dapat dimiliki dan diwariskan oleh para petani, tanah memiliki nilai yang begitu besar. Didalam beberapa kebudayaan, tanah bahkan dipandang sebagai sikep (istri) kedua (Bahri, 1999). Studi yang dilakukan oleh Scott (1974 dan 1989) dan Popkin (1976), di pedesaan Asia, mengenai maraknya gerakan perlawanan petani pada masa kolonial, memperlihatkan terdapatnya empat faktor utama penyebab kemarahan kaum tani, yaitu perubahan struktur Agraria,

meningkatnya eksploitasi, kemerosotan status sosial, dan desprivasi relatif. Tekanan struktural, kultural, hingga kondisi subsistensi petani yang sudah melampaui batas toleransi, menurut Scott (1976), hal ini sudah cukup untuk menjadi pemicu bagi petani untuk melampiaskan kemarahannya terhadap tatanan sosial yang ada. Gerakan gerakan perlawanan petani, pada bentuk sederhana seringkali berpusat pada mitos tentang suatu tatanan sosial yang lebih adil dan merata ketimbang dengan tatanan sosial yang sekarang bersifat hirarkis. Gerakan Oprasional Petani (GOP) adalah suatu gerakan social masyarakat desa Jelegong kec.rancaekek yang memiliki fungsi dan tujuan sebagai pemberdayaan pertanian dikawasan Rancaekek gerakan ini datang sejak tahun 2005 tepatnya pada
25

tanggal 03 maret, yang dipicu oleh revolusi industry gerakan ini di buat oleh sekelompok masyarakat petani dan para tokoh masyarakat seperti pak. Nanang, Pak.Idris dll yang langsung mendapatkan antusias yang positive dari sebagian masyarakat terutama kaum petani karena dari struktur fungsionalnya kelembagaan ini berfungsi sebagai pemerdayaan lahan produktivitas agrarian yang menjadi cirri atau karakteristik masyarakat desa jelegong kec.rancaekek, lembaga ini di isi oleh sebagian kalangan usia tua,maupun muda yang berprihatin akan kemunduran atau menurunnya tingat produktivitas atau daya saing beras di masyarakat desa jelegong karena sering gagalnnya panen atau bahkan hilang demi hilangnya petakan sawah akibat pembangunan komplek perumahan dan pencemaran limbah industry yang merusak sawah. B. Saran Melihat kenyataan diatas, tidak dapat dipungkiri bahwa segala fenomena social itu pasti mempunyai dampak baik positive maupun negative, sebagai contoh fenomena social gerakan social masyarakat dating akibat kesenjangan atau akibat reaksi dari suatu perubahan social yang dialami masyarakat, seperti fenomena GOP terlahir akibat kesenjangan social kaum petani di kawsan rancaekek akibat ekploitasi pabrik industry yang hampir menghabiskan lahan produktivitas masyarakat setempat dan mengakibatkan ketidakadilan di negri ini. Maka dari itu penulis menyarankan supaya setiap warga atau masyarakat desa jelegong Kecamatan Rancaekek ini bisa melihat setiap gejala atau fenomenafenomena yang ada dalam lingkungan masyarakat desa jelegong tersebut, dan kepada pemerintahan setemapat maupun Negara agar bisa kembali konsisten akan UUD yang sudah di Dekralasikan.

26

Daftar Pustaka

Bruce J Cohen, Sosiologi Suatu Pengantar, 1992 Rineka Cipta : Jakarta Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi). , 2004 FEUI: Jakarta Kartasapoetra, G dan Kreimers, L.J.B, Sosiologi Umum,1987 Bina Aksara : Jakarta.
Rodjak.Manajeman Usaha Tani.2006 ,Pustaka Gitaguna: Bandung Rukmana, Rahmat . Usaha Tani Kapri. 2004. Kanisius: Jakarta Wolf Erik.. Petani suatu Tinjauan Antropologi. 1983 CV Rajawali: Jakarta Sumber Lain : Dinas Pemerintahan Kab. Bandung. Daftar isian Data profil Desa Jelgong dan Kelurahan. Lampiran tahun 2010. Dinas Pemerintahan Kab.Bandung. Daftar isian Data Tingkat Perkembangan. . Desa dan Kelurahan. Lampiran tahun 2010. .

27

Anda mungkin juga menyukai