Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ANTROPOLOGI KESEHATAN

“MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN”

Dosen pembimbing:

Nur Hasanah, SKM, M.Kes

Disusun oleh:

Riska Anindya Novianti (P27820119038)

Tingkat 1 Reguler A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya yang telah
memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Masyarakat Pedesaan
dan Masyarakat Perkotaan”.

Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya agar dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini.
Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca
sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.

Surabaya, 16 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................i

Daftar Isi..........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat..................................................................3

2.2 Masyarakat Setempat....................................................................3

2.2.1 Arti Masyarakat Setempat..................................................3

2.2.2 Tipe-tipe Masyarakat Setempat..........................................5

2.3 Karakteristik Masyarakat Desa dan Kota......................................6

2.3.1 Masyarakat Desa................................................................6

2.3.2 Masyarakat Kota.................................................................8

2.4 Perbedaan Masyarakat Desa dengan Masyarakat Kota.................10

2.5 Hubungan Antara Masyarakat Desa dan Kota.............................11

2.6 Bentuk Deviasi Masyarakat Desa dan Kota.................................12

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................14
3.2 Saran.............................................................................................14
Daftar Pustaka................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Banyak alasan penting membicarakan masyarakat pedesaan dan masyarakat
perkotaan. Selain belum ada kesepakatan umum tentang keberadaan masyarakat
desa sebagai suatu pengertian yang baku, juga kalaupun dikaitkan dengan
pembangunan yang orientasinya banyak dicurahkan kepedesaan, maka pedesaan
memiliki arti tersendiri dalam kajian struktur sosial atau kehidupannya. Dalam
keadaan desa yang “sebenarnya”, desa masih dianggap sebagai standart dan
pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong
menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kesenian, kepribadian dalam
berpakaian, adat-istiadat, kehidupan moral susila, dan lain-lain.
Orang kota membayangkan bahwa desa ini merupakan tempat orang bergaul
dengan rukun, tenang, selaras dan “akur”. Akan tetapi justru dengan berdekatan,
mudah terjadi konflik atau persaingan yang bersumber dari peristiwa kehidupan
sehari-hari, hal tanah, gengsi, perkawinan, perbedaan atara kaum muda dan tua
serta antara pria dan wanita. Bayangan bahwa desa tempat ketentraman pada
konstelasi tertentu ada benarnya, tetapi yang nampak justru bekerja keraslah yang
merupakan syarat pokok dapat hidup di desa. Hal ini erat masalahnya dengan
istilah terbelakang yang selalu tampak di pedesaan, sehingga perbaikan
kehidupannya perlu dikembangkan melalui perangsang seperti kredit, Banpres,
Inpres, Bimas, Inmas dan sebagainya. Demikian pula dalam konteks
pembangunan desa (pertanian), semula orang beranggapan bahwa masyarakat
pertanian mengalami involusi pertanian yang berjalan dalam proses pemiskinan,
dan apapun tehnologi dan kelembagaan modern yang masuk ke pedesaan, akan
sia-sia. Pernyataan-pernyataan sumbang ini justru merangsang para peneliti atau
pendapat ini mungkin lebih tepat bila dihubungkan dengan berbagai gejala sosial
seperti konsep-konsep perubahan sosial atau kebudayaan.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan makalah ini sebagai berikut:

1) Apa pengertian masyarakat itu?


2) Bagaimanakah masyarakat setempat itu?

1
3) Bagaimanakah tipe-tipe masyarakat setempat?
4) Bagaimanakah karakteristik masyarakat desa dan kota?
5) Bagaimanakah perbedaan antara masyarakat desa dan kota?
6) Bagaimanakah hubungan antara masyarakat desan dan kota?
7) Bagaimanakah karakteristik masyarakat yang berasal dari deviasi masyarakat
desa dan kota?
1.3 Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui pengertian masyarakat.
2) Untuk mengetahui tipe-tipe masyarakat setempat.
3) Untuk mengetahui karakteristik masyarakat desa dan kota.
4) Untuk mengetahui perbedaan antara masyarakat desa dan kota.
5) Untuk mengetahui hubungan antara masyarakat desa dan kota.
6) Untuk mengetahui karakteristik masyarakat yang berasal dari deviasi
masyarakat desa dan kota
1.4 Manfaat penulisan
Adapun manfaat dari makalah ini adalah:
1) Dapat menambah wawasan mengenai masyarakat pedesaan dan perkotaan.
2) Dapat memahami bagaimana hubungan masyarakat pedesaan dan perkotaan.
3) Mengetahui berbagai permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat

Menurut kodratnya, manusia adalah makhluk sosial. Manusia selalu hidup


bersama dan berada di antara manusia lainnya. Dalam bentuk kongretnya, manusia
bergaul, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Keadaan ini terjadi
karena dalam diri manusia terdapat dorongan untuk hidup bermasyarakat di samping
dorongan keakuan.

Mengenai arti masyarakat, definisi masyarakat dari para sarjana, seperti:

1. R.Linton: seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap


kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka
ini dapat mengorganisasikan dirinya berfikir tentang dirinya dalam satu kesatuan
sosial dengan batas-batas tertentu.
2. Hasan Shadly M.A. dalam bukunya yang berjudul “sosiologi untuk masyarakat
Indonesia” memberikan pengertian sebagai berikut: golongan besar atau kecil dari
beberapa manusia yang dengan sendirinya bertalian dengan golongan dan mempunyai
pengaruh satu sama lain.
3. Prof. M.M. Djojodigoena S.H: masyarakat mempunyai arti ialah arti sempit dan luas.
Arti smpit masyarakat ialah yang terdiri dari satu golongan saja misal masyarakat
India, Arab, dan China. Arti luas masyarakat ialah kebulatan dari semua perhubungan
yang mungkin dalam masyarakat, jadi meliputi semua golongan, misal masyarakat
Surabaya terdiri dari masyarakat Hindia, Arab, China, dan Plajar.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat ialah pengumpulan
manusia yang banyak yang bersatu dengan cara tertentu oleh karena adanya hasrat-
hasrat kemasyarakatan yang sama atau bersama.

2.2 Masyarakat Setempat (Community)


2.2.1 Arti Masyarakat Setempat
Istilah community dapat diterjemahkan sebagai “masyarakat setempat”, istilah
mana menunjuk pada warga sebuah desa, kota, suku atau bangsa. Apabila anggota-
anggota sesuatu kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil, hidup bersama
sedemikian rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi

3
kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi disebut masyarakat
setempat. Sebagai suatu perumpamaan, kebutuhan seseorang tidak mungkin secara
keseluruhan terpenuhi apabila dia hidup bersama-bersama rekan lainnya yang sesuku.
Dengan demikian, kriteria utama bagi adanya suatu masyarakat setempat adalah
adanya social relationships antara anggota suatu kelompok. Dengan mengambil
pokok-pokok uraian di atas, dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat menunjuk
pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti
geografis) dengan batas-batas tertentu di mana faktor utama yang menjadi dasar
adalah ienteraksi yang lebih besar diantara para anggotanya, dibandingkan dengan
penduduk di luar batas wilayah. Dapat disimpulkan secara tingkat bahwa masyarakat
setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat
hubungan sosial yang tertentu. Dasar-dasar daripada masyarakat setempat adalah
lokalitas dan perasaan masyarakat setempat tersebut.
Suatu masyarakat setempat pasti mempunyai lokalitas atau tempat tinggal
(wilayah) tertentu. Walaupun sekelompok manusia merupakan masyarakat
pengembara akan tetapi pada saat-saat tertentu anggota-anggotanya pasti berkumpul
pada suatu tempat tertentu, misalnya bila mengadakan upacara-upacara tradisional.
Masyarakat-masyarakat setempat yang mempunyai tempat tinggal tetap dan
permanent, biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang kuat sebagai pengaruh
kesatuan tempat tinggalnya. Memang dalam masyarakat modern, karena
perkembangan tekhnologi alat-alat perhubungan, ikatan pada tempat tinggal agak
berkurang, akan tetapi sebaliknya hal itu bahkan memperluas wilayah pengaruh
masyarakat setempat yang bersangkutan. Secara garis besar masyarakat setempat
berfungsi sebagai ukuran untuk menggaris bawahi hubungan antara hubungan-
hubungan sosial dengan suatu wilayah geografis tertentu. Sebagai contoh, betapapun
kuatnya pengaruh luar misalnya dibidang pertanian mengenai soal cara-cara
penanaman yang lebih efisien, penggunaan pupuk dan sebagainya, akan tetapi
masyarakat desa masih tetap mempertahankan tradisi yaitu ada hubungan yang erat
dengan tanah, karena tanah itulah yang memberikan kehidupan kepadanya. Akan
tetapi tempat tinggal tertentu saja, walaupun merupakan suatu dasar pokok, tidak
cukup untuk membentuk masyarakat setempat. Di samping itu harus ada suatu
perasaan diantara anggota bahwa mereka saling memerlukan dan bahwa tanah yang
mereka tinggali memberikan kehidupan kepada semuanya. Perasaan demikian, yang

4
pada hakikatnya merupakan identifikasi dengan tempat tinggal, dinamakan prasaan
komuniti (community sentiment).
Unsur-unsur perasaan komuniti (community sentiment) antara lain:
a. Perasaan: unsur seperasaan akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan
dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut, sehingga
kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai “kelompok kami”, “perasaan kami”
dan lain sebagainya. Perasaan demikian terutama timbul apabila orang-orang tersebut
mempunyai kepentingan yang sama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Unsur
seperasaan harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan kehidupan dengan “altruism”, yang
lebih menekankan pada perasaan solider dengan orang lain. Pada unsur sepeerasaan
kepentingan si individu diselaraskan dengan kepentingan-kepentingan kelompok,
sehingga dia merasakan keelompoknya sebagai struktur sosial masyarakatnya.
b. Sepenanggungan: setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan
keadaan masyarakat sendiri memungkinkan peranannya dalam kelompok dijalankan,
sehingga dia mempunyai kedudukan yang pasti dalam darah dagingnnya sendiri.
c. Saling memerlukan: individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasakan
dirinya tergantung pada “komuniti” nya yang meliputi kebutuhan fisik maupun
psikologis. Kelompok yang tergabung dalam masyarakat setempat tadi, memenuhi
kebutuhan-kebutuhan fisik seseorang, misalnya atas makanan dan perumahan. Secara
psikologis, individu akan mencari perlindungan pada sekelompoknya apabila dia
berada dalam ketakutan, dan lain sebagainya. Perwujudan yang nyata dari individu
terhadap kelompoknya (masyarakat setempat) adalah berbagai kebiasaan masyarakat,
perilaku-perilaku tertentu yang secara khas merupakan ciri masyarakat itu. Contoh
yang mungkin dapat memberikan penjelasan lebih terang adalah aneka macam logat
bahasa masyarakat setempat.
Melalui logat bahasa yang khas dapat diketahui darimana asal seseorang.
Walaupun perkembangan komunikasi agak mengurangi fungsi ciri tersebut, akan
tetapi setiap masyarakat setempat, baik yang berupa desa maupun kota, pasti memiliki
logat bahasa tersendiri. Kecuali itu, masing-masing masyarakat setempat mempunyai
juga cerita-cerita rakyat dengan variasi sendiri. Demikian pula misalnya cerita nyai
loro kidul, mempunyai bermacam-macam versi sesuai dengan daerah dimana cerita
tadi berkembang.
2.2.2 Tipe-tipe Masyarakat Setempat

5
Dalam mengadakan klasifikasi masyarakat setempat, dapat digunakan 4
kriteria yang paling berpautan, yaitu:
a. Jumlah penduduk
b. Luas, kkeayaan dan kepadatan penduduk daerah pedalaman
c. Fungsi-fungsi khusus masyarakat setempat terhadap seluruh masyarakat
d. Organisasi masyarakat setempat yang bersangkutan.
Kriteria tersebut diatas, dapat digunakan untuk membedakan antara
bermacam-macam jenis masyarakat setempat yang sederhana dan modern, serta antara
masyarakat perdesaan dan perkotaan. Masyarakat yang sederhana apabila
dibandingkan dengan masyarakat yang sudah kompleks, terlihat kecil, organisasinya
sedrhana sedangkan penduduknya tersebar. Kecilnya masyarakat dan belum
berkembangnya masyarakat-masyarakat tadi, disebabkan karena perkembangan
tehnologinya yang lambat. Pengangkutan dan hubungan yang lambat, memperkecil
ruang lingkup hubungan dengan masyarakat lain. Tehnik berburu serta mengerjakan
tanah yang sederhana, memperkecil kemungkinan eksploitasi. Kepadatan penduduk
sangat tipis dan berpindah-pindahnya masyarakat menyebabkan mereka mendiami
wilayah yang relatif sangat luas, walaupun tehnik komunikasi masih bersahaja.
Pengaruh tempat kediaman yang sangat besar, paling banyak seseorang pindah
kemasyarakat setempat yang berlainan melalui ikatan perkawinan. Sosialisasi individu
lebih mudah, karena hubungan yang erat antara warga masyarakat setempat yang
masih sederhana. Kesetiaan dan pengabdian terhadap kelompok sangat kuat, karena
hidupnya tergantung dari kelompok. Bahkan mereka merasa masih ada ikatan
keluarga sehingga seringkali dijumpai larangan untuk kawin dengan anggota-anggota
masyarakat setempat yang sama. Dengan adanya pengaruh-pengaruh yang datang dari
luar, masyarakat setempat yang masih sederhana tadi mulai mengenal hukum, ilmu
pengetahuan, sistem pendidikan modern dan lain-lain. Lembaga-lembaga
kemasyarakatan baru timbul, sehingga lama-kelamaan dikenal pembagian kerja yang
tegas. Semula organisasi lembaga-lembaga kemasyarakatan sangat sederhana dan
tradisioanal, sehingga agak mudah untuk mempelajarinya karena pola-polanya yang
tetap atau paling banyak hanya sedikit mengalami perubahan. Masyarakat yang
sederhana tersebut merupakan suatu unit yang fungsional, dalam batas-batas tertentu
belum mengenal spesialisasi dan kelompok ini diangggap sebagai suatu kelompok
primer.
2.3 Karakteristik Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan

6
2.3.1Masyarakat Desa
Masyarakat desa adalah sekelempok orang yang hidup bersama bekerjasama
dan berhubungan erat secara tahan lama dengan sifat-sifat yang hampir seragam
(homogen). Ditinjau dari gantung dan terikat pada tanah (earth bound), mereka
mendiami wilayah tertentu di mana pertanian menjadi pusat dan dasar utama
kehidupannya. Istilah “masyarakat desa” dan “desa” sering dugunakan secara saling
dipertukarkan, meskipun masing-masing mempunyai penekanan arti yang berbeda.
Menurut Bintaro, desa bisa menunjukkan arti yang berdasarkan sudut pandang
yang dipakai. Berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda ini, maka batasan
“Desa” bisa berbeda-beda. Salah satu batasan yang diberikan adalah hasil perpaduan
kegiatan kelompok manusia dengan lingkungannya berupa suatu ujud atau
kenampakan yang berunsur sosial-ekonomi-politik-fisik yang saling berinteraksi.
Ujud itu pada pokoknya berupa wilayah tempat tinggal, terletak bukan dipusat
perdagangan, dan terutama terdiri dari usaha pertanian dan bangunan yang bertalian
dengannya. Desa dalam arti itu memiliki 3 unsur-unsurnya, yaitu:
a.         Daerah dan Letak: tanah, kesuburan dan luasnya serta penggunaannya, lokasi
dan batas yang merupakan lingkungan geografis.
b.         Penduduk, meliputi jumlah, struktur umur, struktur mata pencaharian, yang
sebagian besar bertani, serta pertumbuhannya.
c.         Tata Kehidupan: meliputi corak atau pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan
warga desa.
Ketiga unsur dari desa tersebut tidaok lepas satu sama lain, melainkan
merupakan satu kesatuan. Terkadang,  “Desa” dipakai untuk lebih menunjukkan unsur
pertama dan ke dua, terkadang pula secara lengkap. Demikian masih ada batasan yang
lain, misalnya dalam artian administratif dan lain-lain.
Untuk lebih mengongkretkan deskripsi tentang “Masyarakat Desa” seperti
tersebut di atas, maka akan dicoba dirumuskan kembali sekaligus dicarikan ciri-ciri
pokok di bidang sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat desa, sebagai berikut:
Ciri-ciri Sosial:
a.       Rasa persatuan yang lebih erat dan hubungan yang lebih akrab di antara warga
satu komunitas daripada hubungan mereka dengan warga masyarakat lain di luar batas
wilayahnya.
b.      Sistem kehidupan berkelompok, atas dasar sistem kekeluargaan, maka ada
keseragaman (homogenitas) penduduk berdasarkan darah keturunan.

7
c.       Dari sudut permasalahannya, hubungan antara penguasa dengan rakyatnya
berlangsung secara informal, atas dasar musyawarah. Seorang pemimpin sering
mempunyai beberapa kedudukan dan peranan macam-macam yang tumpang tindih,
tidak ada pembagian bidang yang jelas.
d.      Kontrol atau pengendalian sosial atas perilaku warga sangat ketat sehingga relatif
sulit terjadi perubahan-perubahan. Dengan demikian terjadi homogenitas dalam
perilaku dan cara-cara berpikir.
e.       Mobilitas sosial horizontal maupun vertikal masih jarang.
Ciri-ciri Ekonomi:
a.         Keseragaman (homogenitas) dalam mata pencaharian pokok untuk sebagian
besar anggota komunitas, yaitu dibidang pertanian yang masih sederhana
teknologinya. Maka biasanya pertanian semata-mata ditujukan untuk mencukupi
kebutuhan keluarga sendiri (subsistance farming). Pekerjaan lain non-agraris sekedar
sebagai sambilan, atau menampung sebagian kecil warga masyarakat. Dengan
perkataan lain, belum berkembang diferensiasi ekonomi, yaitu pembagian kerja
berdasarkan keahlian. Pembagian kerja yang ada biasanya didasarkan atas usia,
kemampuan fisik, dan jenis kelamin, tapi masih dalam batas-batas pekerjaan pertanian
dan rumah tangga. 
b.         Kesadaran akan uang masih sedikit, sistem perkreditan masih kurang dipahami.
Tukar-menukar masih bersifat barter.
c.         Struktur ekonomi desa terisolasi dari lingkungan ekonomi di sekitarnya karena
kurangnya prasarana transportasi dan komunikasi, sehingga    merupakan kehidupan
swasembada yang sempit dan miskin.
Ciri-ciri Budaya
a.       Adanya semangat gotong royong, yang berintikan kesadaran bahwa hidup
seseorang tergantung pada orang lain, maka perlu selalu bersedia untuk membantu,
dan penting menjaga hubungan baik dengan sesama dengan cara penyesuaian diri dan
seragam (conform).[10] Semangat yang akhirnya melembaga ini timbul karena hidup
komunitas sangat terikat pada tanah, yang digarap secara ektensif dengan tehnologi
sederhana yang padat tenaga, sehingga sangat tergantung pada tolong-menolong
dengan warga yang lain.
b.      Keterikatan pada adat kebiasaan relatif ketat karena peran golongan orang-orang
tua/ sesepuh setempat yang menonjol. Dan biasanya golongan orang-orang tua ini

8
justru mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi. Dengan demikian lalu
terjadi keseragaman dalam bidang kebudayaan.
2.3.2 Masyarakat Kota
Masyarakat kota adalah sekelompok orang yang hidup bersama pada suatu
wilayah tertentu yang biasanya menjadi pusat politik atau pemerintahan dan atau
industri, perdagangan, kebudayaan, dengan memperlihatkan sifat atau ciri-ciri corak
pergaulan dan tata kehidupan yang berbeda dengan masyarakat desa. Adapun ciri-ciri
tersebut adalah:
Ciri-ciri Sosial:
a.       Hubungan yang relative lebih bersifat impersonal, karena jaringan sosial yang kian
kompleks.
b.      Penduduk lebih bersifat heterogen dilihat dari segi daerah keturunan dan latar
belakang sosial budayanya.
c.       Hubungan antara penguasa dengan rakyatnya lebih bersifat formal, ada pembagian
tugas dan wewenang.
d.      Kontrol atau pengendalian sosial atas perilaku warga masyarakat relatif longgar,
orang kian bebas dalam menentukan cara hidupnya.
e.       Mobilitas sosial, gerak perubahan, baik horizontal, misalnya pindah tempat dan
pekerjaan, maupun vertikal, yaitu menjadi lebih baik posisi sosial ekonomi, lebih
sering dan gampang terjadi.
Ciri-ciri Ekonomi:
a.    Heterogenitas dalam mata pencaharian, yang berarti telah berkembang" diferensi,
diversifikasi,  dan spesialisasi. Pembagian kerja itu berdasarkan keahlian.
b.    Tukar-menukar dengan uang, pusat perdagangan, dan pusat pasar uang.
c.    Kesadaran akan nilai uang kian tumbuh. Orang menjadi lebih rasional dalam
mempertimbangkan hasil dan korban, termasuk waktu.
Ciri-ciri Budaya:
a.    Orang harus bisa mandiri, tanpa sangat tergantung pada orang lain. Individualitas
lalu berkembang.
b.  Cara berpikir yang lebih rasional, menyebabkan bahwa interaksi yang terjadi lebih
didasarkan pada faktor kepentingan, dan bukan faktor pribadi.
c.   Perkembangan dan perubahan sosial lebih sering terjadi, karena orang kota pada
umumnya lebih terbuka terhadap pemikiran-pemikiran baru, termasuk dari luar
masyarakat.

9
Pengertian tentang “Kota” juga bermacam-macam seperti halnya tentang
“Desa” tergantung dari sudut pandang yang dipakai. Dipandang dari sudut fungsi dan
watak, maka kota adalah pusat perekonomian, konsumen dan produsen, sebagai pusat
pemerintahan/ politik dan sebagainya.
Ditinjau dari sudut ekonomi, maka kota adalah tempat tinggal penduduk yang
terutama hidup dari industri dan perdagangan, bukan dari pertanian.
Pengarang lain merumuskan definisi kota sebagai pemukiman yang relatif
besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang kedudukan sosialnya
heterogen.
Seperti halnya dengan istilah “Masyarakat Desa” dan “Desa”, demikian pula
istilah “Masyarakat Kota” dengan “Kota” sering dipakai secara campur aduk,
meskipun sebetulnya bisa mempunyai konotasi berbeda menurut aspek mana yang
ditekankan, yaitu apakah wilayah dan letaknya, penduduk ataukah kehidupan dan tata
pergaulannya.
2.4 Perbedaan Masyarakat Desa dengan Masyarakat Kota
Pada mulanya masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan
pada akhirnya masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan,
dan melupakan kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya. Perbedaan masyarakat
pedesaan dan masyarakat kota adalah bagaimana cara mereka mengambil sikap dan
kebiasaan dalam memecahkan suata permasalahan.

Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu


memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku
keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat
dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya
perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik
tersebut sudah tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang
terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
1.         Sederhana
2.         Mudah curiga
3.         Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
4.         Mempunyai sifat kekeluargaan
5.         Lugas atau berbicara apa adanya
6.         Tertutup dalam hal keuangan mereka

10
7.         Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
8.         Menghargai orang lain
9.         Demokratis dan religius
10.     Jika berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan cara beadaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung
tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling
menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan.
Berbeda dengan karakteristik masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan
lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding kenyamanan pribadi atau
individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban community.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di
desa. Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di
rumah peribadatan seperti di masjid, gereja, dan lainnya.
2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung
pada orang lain
3. Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan
politik dan agama dan sebagainya.
4. Jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
5. Interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi
daripada kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan antara karakteristik masyarakat perkotaan
dan pedesaan, oleh karena itu, banyak orang-orang dari perkotaan yang pindah ke
pedesaan untuk mencari ketenangan, sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan
pergi dari desa untuk ke kota mencari kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk
kesejahteraan mereka.
2.5 Hubungan Antara Masyarakat Desa dan Kota
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah
sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di antara keduanya
terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling
membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya
akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-mayur, daging dan ikan.Desa juga
merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya
saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau

11
perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah
pekerja-pekerja musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah.
Bila pekerjaan di bidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen
mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh orang
desa seperti bahan-bahan pakaian, alat dan obat-obatan pembasmi hama pertanian,
minyak tanah, obat-obatan untuk memelihara kesehatan dan alat transportasi. Kota
juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang¬bidang jasa yang dibutuhkan
oleh orang desa tetapi tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya saja tenaga-tenaga
di bidang medis atau kesehatan, montir¬montir, elektronika dan alat transportasi serta
tenaga yang mampu memberikan bimbingan dalam upaya peningkatan hasil budi daya
pertanian, peternakan ataupun perikanan darat.
Dalam kenyataannya hal ideal tersebut kadang-kadang tidak terwujud karena
adanya beberapa pembatas. Jumlah penduduk semakin meningkat, tidak terkecuali di
pedesaan. Padahal, luas lahan pertanian sulit bertambah, terutama di daerah yang
sudah lama berkembang seperti pulau Jawa. Peningkatan hasil pertanian hanya dapat
diusahakan melalui intensifikasi budi daya di bidang ini. Akan tetapi, pertambahan
hasil pangan yang diperoleh melalui upaya intensifikasi ini, tidak sebanding dengan
pertambahan jumlah penduduk, sehingga pada suatu saat hasil pertanian suatu daerah
pedesaan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya saja, tidak kelebihan
yang dapat dijual lagi. Dalam keadaan semacam ini, kotaterpaksa memenuhi
kebutuhan pangannya dari daerah lain, bahkan kadang-kadang terpaksa mengimpor
dari luar negeri. Peningkatan jumlah penduduk tanpa diimbangi dengan perluasan
kesempatan kerja ini pada akhirnya berakibat bahwa di pedesaan terdapat banyak
orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap. Mereka ini merupakan
kelompok pengangguran, baik sebagai pengangguran penuh maupun setengah
pengangguran.
2.6 Bentuk Deviasi Masyarakat Desa dan Kota
Dalam kehidupan masyarakat muncul dan berkembang suatu karakteristik,
nilai dan norma yang diyakini dan dianut oleh masyarakat tersbut yang mengatur dan
membatasi perilaku individu. Namun tidak jarang dalam kehidupan masyarakat
tersebut terjadilah penyimpangan dan perbedaan dalam berperilaku.
Kartini Kartono (2007:11) mengartikan deviasi atau penyimpangan merupakan
tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-

12
rata dari rakyat kebanyakan/populasi. Dalam Kamus Besar Indonesia, perilaku
menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang
terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di
dalam masyarakat.
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan
sosial hakikatnya merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-
nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama)
secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk
sosial. Sejalan dengan pendapat diatas Hendropuspito (1989) mengartikan deviasi
ialah Suatu tindakan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok diluar, melawan
kaidah sosial yang berlaku di masyarakat.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa deviasi atau perilaku
menyimpang adalah perilaku yang dilakukan individu yang
bertentangan/menyimpang dari ciri karakteristik masyarakat kebanyakan dan
norma/nilai yang berkembang dalam masyarakat tersebut.
1.      Perilaku Penyimpangan di Desa
a.    Masih statisnya pemikiran mereka untuk berkembang.
b.   Perkawinan dibawah umur.
c.    Masih kentalnya kepercayaan terhadap mitos-mitos yang berkembang.
d.   Penyelesaian masalah yang lebih cenderung diselesaikan dengan cara kekerasan.
2.      Perilaku Penyimpangan di Kota
a.    Banyaknya kriminalitas yang sudah dimulai dari masyarakat dengan tingkat
sosial yang masih rendah sampai pada tingkat sosial yang  tinggi.
b.   Banyaknya pemberontakan remaja.
c.    Deviasi-deviasi seksual pra-nikah dan homo seksual.
d.   Kenakalan remaja di kota.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas sedikit banyak kita dapat memperoleh gambaran tentang
kompleksitas daripada masyarakat pedesaan di lain pihak. Walaupun sebenarnya
tidaklah perlu membedakan kondisi geografis maupun fisik, antara perkotaan dengan
pedesaan tetapi kiranya sangat perlu untuk mengetahui ciri-ciri karakteristik antara ke
duanya sebab dengan mengetahui ciri-ciri antara masyarakat kota dengan masyarakat
desa, kita dapat mengetahui masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat
perkotaan maupun masyarakat pedesaan. Demikian selanjutnya kita dapat memberi
masukan untuk membantu memecahkan masalah sosial baik untuk masyarakat
perkotaan maupun masyarakat pedesaan.
Di satu pihak kota merupakan pusat jaringan kegiatan sosial politik, ekonomi,
pendidikan, kebudayaan dan komunikasi, sehingga kota menjadi semakin
berkembang, semakin besar, dan semakin ramai. Tetapi di lain pihak pada masyarakat
kota terdapat setumpuk masalah sosial yang harus dipikirkan pemecahannya.
Misalnya: masalah perumahan, pengangguran, kebersihan lingkungan, narkotika,
korupsi dan manipulasi, gelandangan dan lain sebagainya.
Sedangkan pada masyarakat pedesaan di satu pihak mempunyai kelebihan
yaitu hidup yang penuh gotong royong antara satu dengan yang lain, namun di lain
pihak banyak masalah sosial yang harus dipikirkan pemecahannya. Masalah yang
dimaksud misalnya: terbatasnya sarana hiburan, pendidikan, transportasi dan
komunikasi, hidup monoton karena tidak mempunyai keterampilan lain, terbatasnya
area tanah pertanian, dan pengangguran.
3.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, masyarakat pedesaan merupakan wilayah yang
masih agraris dan lingkungannya yang masih alamiyah, oleh karena itu sebaiknya
kealamian lingkungan tersebut harus tetap terjaga sebab lingkungan yang masih alami
memiliki udara yang sejuk. Selain itu, masyarakat desa juga memiliki rasa
persaudaraan yang erat. Sebaiknya penduduk desa selalu menjaga kerukunan bersama.

14
Masyarakat kota yang modern dengan berbagai alat tekhnologi yang canggih,
alangkah baiknya jika memanfaatkan alat-alat tersebut dengan baik tanpa ada
penyalahgunaan. Seperti penyalahgunaan pada internet, sehingga banyak terjadi suatu
kejadian yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Bintaro, Interaksi Desa-Kota,  Ghalia Indonesia, Jakarta, cetakan I, 1983, hlm. 11-12.


Bintaro, op.cit., hlm. 15.
Bruce J. Cohen, Sosiologi (terjemahan: Lahat Simamora), PT. Bina Aksara, Jakarta,
cetakan I, 1983, hlm. 315-316; 328-329.

Cf. Misalnya, Astrid S. Susanto, Sosiologi dan Perubahan Sosial, penerbit Bina


Cipta,
Jakarta, cetakan V, 1985, hlm. 47. Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 146-147.

Kingsley Davis, op. Cit., halaman 313.

Koentjaraningrat, Rintangan-rintangan Mental dalam Pembangunan Ekonomi di


Indonesia. Penerbit Bhratara, Jakarta, 1969, hlm. 35.

Mawardi, Noer Hidayati, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar

(IAD-ISD-IBD), (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2009) hlm 217.

Max Waber, The City, The Free Press, New York, 1958, hlm.65-69.

R.M. Mac Iver dan Charles H. Page, op. Cit., halaman 9 dan seterusnya.

Selo Soemarjan: Sosial Changes in Yogyakarta,  cetakan pertama, 1962, Cornel


University Press, Ithaca, Newyork, halaman XX.

Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 146-150.

Wirth Louis, On Cities and Social Llife, Chicago.


Tersedia: http://kamusbahasaindonesia.org/masyarakat%20desa/mirip

Tersedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat

15

Anda mungkin juga menyukai