Anda di halaman 1dari 15

MENTALITAS PEMBANGUNAN DAN MENGEMBANGKAN

MENTALITAS PEMBANGUNAN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah Sosiologi
Antropologi

Dosen Pengampu : Cut Dhien Nourwahida, M.A

Disusun Oleh :

Rivana Dwi Satriani 11170150000025

Elpiana 11170150000027

Arif Darmawan 11170150000029

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Berkat
limpaham karunia nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Mentalitas Pembangunan dan Mengembangkan Mentalitas Pembangunan” dengan lancar.
Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi Tugas Kelompok untuk Mata Kuliah Sosiologi
Antropologi yang diampu oleh Ibu Cut Dhien Nourwahida M. A. selaku dosen. Shalawat dan
salam selalu kita ucapkan dan curahkan untuk untuk junjungan nabi kita, Nabi Muhammad SAW
yang sudah menyampaikan petunjuk Allah SWT untuk kita semua.

Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia bisa menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca. Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Depok, 18 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan Kepenulisan............................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Kepenulisan............................................................................................................. 5
BAB II............................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 6
2.1 Definisi Mentalitas, Pembangunan dan Mentalitas Pembangunan ....................................... 6
2.2 Faktor-faktor yang menghambat Pembangunan Indonesia ................................................... 6
2.3 Kelemahan Mentalitas Bangsa Indonesia dalam Pembangunan ........................................... 6
2.4 Upaya Mengembangkan Mentalitas Bangsa Indonesia Dalam Pembangunan ..................... 9
BAB III ......................................................................................................................................... 14
PENUTUP..................................................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 14
3.2 Saran .................................................................................................................................... 14
Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mentalitas Bangsa Indonesia dalam Pembangunan sejumlah kajian ahli dianggap
memiliki beberapa kelemahan. Hal tersebut dapat dilihat dari pandangan
Koentjaraningrat. Kelemahan tersebut pada intinya memiliki sikap mental yang tidak
mendukung bagi usaha-usaha pembangunan. Padahal pembangunan merupakan tuntutan
agar suatu bangsa dapat mencapai kemajuan di zaman sekarang yang penuh persaingan.
Kondisi sikap mental yang kurang sesuai tersebut harus di ubah menjadi sikap mental
yang sesuai untuk pembangunan.
Pembangunan bagi suatu bangsa tidak hanya terkait dengan aspek fisik tetapi juga
mental dan spiritual. Untuk tercapainya tujuan pembangunan ada persyaratan mental
yang harus dimiliki suatu bangsa. Jika persyaratan mental tersebut tidak dapat dipenuhi
makan tujuan pembangunan sulit dipenuhi. Persyaratan mental yang diperlukan telah
banyak dikemukakan oleh banyak ahli. Sejumlah ahli pada dasarnya menekankan
pentingnya mentalitas dan nilai budaya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Definisi Mentalitas, Pembangunan dan Mentalitas Pembangunan?
2. Apa Saja Faktor-faktor penghambat Pembangunan Indonesia
3. Bagaimanna Kelemahan Mentalitas Bangsa Indonesia dalam Pembangunan?
4. Bagaimana Upaya Mengembangkan Mentalitas Bangsa Indonesia dalam
Pembangunan

1.3 Tujuan Kepenulisan


1. Untuk Mengetahui Definisi Mentaliitas, Pembangunan dan Mentalitas Pembangunan
2. Untuk Mengetahui Faktor-faktor penghambat Pembangunan Indonesia
3. Untuk Mengetahui Kelemahan Mentalitas Bangsa Indonesia dalam Pembangunan
4. Untuk Mengetahui Upaya Mengembangkan Mentalitas Bangsa Indonesia dalam
Pembangunan
1.4 Manfaat Kepenulisan
Penulisan ini dapat digunakan sebagai referensi atau sumber pembelajaran yang
berguna bagi semua pihak. Makalah Mentalitas Pembangunan ini dapat digunakan untuk
mengetahui berbagai aspek-aspek yang ada dikalangan Masyarakat Indonesia yang
nantinya dapat digunakan sebagai acuan bagi semua pihak.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Mentalitas, Pembangunan dan Mentalitas Pembangunan

2.2 Faktor-faktor yang menghambat Pembangunan Indonesia

2.3 Kelemahan Mentalitas Bangsa Indonesia dalam Pembangunan


Kelemahan Mentalitas Bangsa Indonesia dalam Pembangunan dapat dilihat dari konsep
yang tidak bersumber kepada suatu nilai budaya yang berorientasi terhadap hasil karya manusia
itu sendiri, tetapi terhadap karya.

Selain itu, orientasi yang terlampau banyak terarah ke zaman yang lampau akan
melemahkan kemampuan seseorang untuk melihat ke masa depan. Hal ini sebaliknya akan
melemahkan motivasi untuk menabung dan hidup hemat. Unsur mentalitas seperti ini lah yang
kurang cocok dengan keperluan pembangunan.

Dalam buku kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan Karya kontjaraningrat sifat-sifat


kelemahan mentalitas bangsa Indonesia dalam pembangunan yang bersumber pada kehidupan
penuh keragu-raguan dan kehidupan tanpa pedoman dan tanpa orientasi yang tegas itu adalah :

1 Mentalitas yang Meremehkan Mutu


Kebutuhan akan kualitas dari hasil karya kita, dan rasa peka kita terhadap mutu, sudah
hampir hilang. Hal itu rupa-rupanya adalah akibat otomatis dari kemiskinan menghebat yang
melanda bangsa kita. Demikian kita sampai tak sempat memikirkan mengenai mutu dari
pekerjaan yang dihasilkan dan mutu dari barang dan jasa yang kita konsumsi. Kita sudah
gembira apabila suatu pekerjaan dapat mencapai penyelesaian atau suatu barang dan jasa ada
tersediakan. Mungkin dengan meningkatnya kemakmuran dan lebih banyak tersedianya
barang dan jasa, persyaratan akan meningkatkan pula, dan rasa kepekaan kita terhadap mutu
akan tumbuh kembali.
Erat bersangkut paut dengan itu adalah tak adanya unsur saingan dalam hal menghasilkan
pangan, sandang dan barang ekspor, memberi jasa, dan dalam hasil karya ilmiah. Memang
masih terlampau terbatas kapasitas produksi kita dalam segala lapangan di Negara kita.
Serupa di banyak Negara yang sedang berkembang, disini sebagian besar dari produksi
masih dimonopoli oleh sejumlah orang mampu dan tenaga ahli yang amat terbatas.1
Kembali kepada masalah mentalitas yang meremehkan mutu, perlu disebutkan bahwa
mentalitas itu dalam masyrakat kita juga jelas disebabkan karena proses penyebaran,
pengluasan, pemerataan, dan dari system pendidikan kita yang tak disertai dengan
perlengkapan sewajarnya dari prasarana-prasarana pendidikan.

2 Mentalitas yang suka menerabas


Mentalitas yang bernafsu untuk mencapai tujuannya secepat-cepatnya tanpa banyak
kerelaan berusaha dari permulaan secara langkah demi selangkah, yang untuk mudahnya kita
sebut saja “ mentalitas menerabas “, merupakan akibat dari mentalitas yang meremehkan
mutu tersebut diatas. Dalam masyarakat Indonesia sekarang ini tampak terlampau banyak
usahawan baru yang mau saja mencapai dan memamerkan taraf hidup yang mewah dalam
waktu secepat-cepatnya, dengan cara-cara yang tidak lazim, atau dengan cara “menyikat
keuntungan sebesar-besarnya mumpung ada kesempatan”, tanpa mau untuk juga mengunyah
pahit getirnya masa permulaan berusaha. Sekarang ini tampak pula terlampau banyak
pegawai junior yang ingin segera mencapai fasilitas-fasilitas pangkat-pangkat tinggi dalam
waktu yang secepat-cepatnya dengan cara-cara menerabas, tanpa rela berkorban dan berjuang
melawan kesukaran-kesukaran dalam mencapai suatu keterampilan dan kepandaian ilmu
yang diperlukan.
Ditinjau dari sudut contoh-contoh tersebut, mungkin juga bisa dikatakan bahwa
mentalitas menerabas itu bukan suatu akibat dari sikap tak sadar akan arti kualitas,
sebaliknya, mentalitas tersebut terkahir itu merupakan suatu akibat dari mentalitas
menerabas. Menurut pandangan koentjoronngrat, kedua-duanya saling pengaruh-
mempengaruhi, tetapi yang terang ialah bahwa kedua-duanya juga disebabkan oleh gejala
kris norma-norma terurai diatas.
Sudah tentu suatu mentalitas menerabas itu pada dasarnya juga dapat disamakan dengan
“mentalitas mencari jalan gampang”, dan ditinjau dari sudut mentalitas menerabas itu pada
hakikatnya suatu sikap yang boleh dikata universal, da nada pada hampir semua manusia
dalam segala macam bentuk dan lingkungan kebudayaan di dunia. Walaupun begitu, berbeda

1
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1974)h.45
dengan apa yang secara sepintas lalu dapat diobservasi dalam masyarakat Indonesia sekarang
ini, dalam banyak masyarakat lain mentalitas mencari jalan paling gampang itu kurang
tampak menonjol. Disana kegiatan yang terdorong oleh mentalitas serupa itu memang masih
dapat terkendali dan dikekang. Dikendali, karena dalam pandangan umum pada masyarakat-
masyarakat lain tadi masih ada kesadaran akan guna dari garis panjang kemajuan hidup, dan
dikekang karena disana ada norma-norma yang memaksa orang menuruti garis panjang
kemajuan hidup itu secara langkah demi selangkah.2

3 Sifat Tak Percaya pada diri sendiri


Sifat tersebut merupakan akibat dari serangkaian kegagalan, terutama kegagalan dala
bidang pembangunan bangsa Indonesia semenjak pasca revolusi. Sebagai akibat merosotnya
system nilai budaya yang dialami masyarakatnya sejak dulu.
Hal ini kita asumsikan bahwa golongan para pegawai dan priyai, yang terlampai banyak
berorientasi vertical terhadap tokoh-tokoh atasan dan senior. Dalam zaman kolonial nilai-
budaya itu telah menimbulkan rasa kekurangan akan kemampuan sendiri, dibandingkan
dengan si penjajah berkulit putih. Pada masa sekarang ini pun kita masih selalu lebih percaya
dan mendengarkan pendapat orang asing dari pada pendapat para ahli bangsa sendiri.

4 Sifat Tak Berdisiplin Murni


Sifat tak berdisiplin secara murni juga merupakan suatu sifat yang justru dalam zaman
setelah revolusi tampak makin memburuk dan merupakan salh satu pangkal daripada banyak
masalah sosial-budaya yang sekarang ini kita hadapi. Walaupun demikian, sifat itu
sebenarnya dapat dikembalikan kepada nilai budaya mentalitas pegawai dan priyai, yang
terlampau banyak berorientasi vertical tadi. Banyak orang Indonesia, terutama di kota-kota,
hanya berdisiplin karena takut akan pengawasan dari atasan. Pada saat pengawasan itu
kendor atau taka da, maka hilanglah juga hasrat murni dalam jiwanya untuk secara ketat
menaati peraturan-peraturan. Dalam zaman kolonial para pegawai Indonesia rupa-rupanya
terlampau tergantung kepada pengawasan dari atasan untuk sector-sektor hidup yang tidak
ada sangsi-sangsinya, seperti juga disebabkan karena pola pengasuhan dan pendidikan anak-
anak Indonesia secara tradisional anak dibiarkan (dalam bahasa jawa : diumbar) berkeliaran,

2
Ibid.,h.46-47
mencari irama hidupnya sendiri tanpa disiplin dan irama pembagian waktu sehari-hari yang
ketat.

5 Sikap Mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab.


Dalam zaman setelah revolusi, sifat ini terutama tampak memburuk dalam kalangan
pegawai dan priyai di kota-kota, dan terutama dalam hal mengenai perjanjian-perjanjian yang
bersifat ekonomis. Sikap tak bertanggung jawab dalam pekerjaan mata pencaharian hidup
sehari-hari mudap dapat kita mengerti sebab-sebabnya. Kesukaran hidup, kemiskinan dan
kekurangan tenaga banyak memaksa orang Indonesia untuk membagi perhatianya kepada
lebih dari satu pekerjaan dan kewajiban. Demikian sikap tak bertanggung jawab ini
sebenarnya merupakan suatu keadaan tak mampu dari orang yang hidup dalam suatu
keadaan serba-kurang yang taka ada taranya.3

2.4 Upaya Mengembangkan Mentalitas Bangsa Indonesia Dalam Pembangunan

Mentalitas yang relevan untuk pembangunan adalah mentalitas yang memiliki ciri
sebagai berikut: menilai tinggi orientasi masa depan, hasrat eksplorasi untuk
mempertinggi kapasitas berinovasi, orientasi ke arah achievement dari karya, berusaha
atas kemampuan sendiri, percaya kepada diri sendiri, dan berani bertanggungjawab
sendiri. Namun ciri mentalitas tersebut belum dimiliki sebagian besar masyarakat
Indonesia. Menurut Koentjaraningrat mentalitas masyarakat Indonesia juga dihinggapi
oleh kelemahan sesudah masa revolusi, brupa: meremehkan mutu; suka menerabas; tak
percaya diri sendiri; tak berdisiplin murni; dan suka mengabaikan tanggung jawab.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengubah mentalitas yang
lemah dan membina suatu mentalitas bangsa Indonesia yang berjiwa pembangunan adalah
sebagai berikut: 4
1) Dengan memberi contoh yang baik
Dalam hal memberi contoh yang baik kita bisa menggunakan suatu nilai budaya
yang terlampau berorientasi vertikal ke arah atasan, sebagai alat untuk merubah beberapa
sifat lemah dalam mentalitas kita. Asumsinya ialah bahwa karena banyak masyarakat

3
Ibid.,h.50-52
4
Ibid, h. 74
Indonesia mempunyai suatu mentalitas yang terlampau berorientasi ke atasan, pembesar-
pembesar, maka asalkan saja orang-orang pembesar itu memberi contoh yang benar
makna banyak orang bawahan akan mencontoh dan mengikuti. Contoh misalkan dari
atasan pengawasan yang lebih ketat di atas, dapat dikembangkan kembali misalnya sikap
berdisiplin, dan keberanian untuk bertanggung jawan sendiri.
2) Dengan memberi perangsang-perangsang yang cocok
Untuk mencapai suatu pengertian motivasi yang bisa bisa menggerakan beraneka
ragam orang Indonesia itu supaya bersikap begini atau berbuat begitu. maka dibutuhkan
suatu hal yang bisa memicunya. Misalkan suatu hal yang bisa mendorong orang menjadi
lebih baik berhasrat untuk menabung uang nya di bank, adalah tentunya dengan
bunganya yang menarik. Namun hal ini tidak cukup disana saja, dibalik hal ini semua
yang terpenting adalah pelayanan yang baik, agar masyarakat tidak merasa sungkan dan
membenci untuk menabung di bank.
3) Dengan persuasi dan penerangan
Merupakan jalan lain yang sebenarnya harus diitensifkan oleh para ahli
penerangan dan ahli media massa. Artinya bahwa media massa mempunyai peranan
untuk mengajak masyarakat dan menyampaikan kebijakan pemerintah mengenai
pembangunan. Hal ini tidak hanya termasuk sebagai iklan layanan masyarakat semata,
namun hal ini harus diprioritaskan demi membentuk karakteristik mental masyarakat
untuk membangun bersama.
4) Dengan pembinaan terhadap generasi baru sejak kecil
Perlu ditanamkan suatu mentalitas pembangunan yang baru. Dengan sadar dan
sengaja, agar kedepannya lagi mereka bangga akan usaha dan kemampuannya sendiri,
yang mempunyai suatu achievement orientation yang tinggi, yang mempunyai suatu rasa
disiplin yang murni, yang berani bertanggung jawab sendiri, dan yang mempunyai suatu
perasaan peka terhadap mutu. Dengan menyukseskan pembinaan terhadap generasi muda
sekarang ini, dibutuhkan orang-orang pendidik, namun hal ini juga tidak terlepas dari
peran orang tua juga dalam membina anaknya ketika dilingkungan keluarga
Dalam Praktik Pembangunan diharuskan untuk mengedepankan Martabat
Manusia. Setiap usaha pengelolaan pembangunan masyarakat itu paling tidak
mensyaratkan empat hal berikut.
1) Usaha itu mengharuskan pengenalan karakter yang khas secara seksama sehingga
pendekatan yang digunakan dapat sejalan dengan sifat-sifat dari masyarakat. Banyak
kasus kegagalan pembangunan yang bersumber dari pengabaian karakter
setempat sehingga pembangunan men¡adi suatu proses intervensi dari luar yang kerap
kali menimbulkan resistensi.
2) Usaha pengelolaan pembangunan masyarakat itu mensyaratkan adanya partisipasi
dari masyarakat yang bersangkutan karena masyarakat memiliki preferensi-
preferensi dalam berbagai bentuknya.
3) Upaya pengelolaan pembangunan masyarakat mensyaratkan adanya suatu
pembelaan terhadap status marginal, khususnya atas dominasi pusat dan negara
dalam berbagai bentuk yang kurang menguntungkan komunitas. Kelompok atau
masyarakat yang dibangun pada hakikatnya merupakan pihak yang memiliki kekurangan,
tergantung dan bahkan tidak memiliki posisi tawar-menawar yang sebanding.
4) Pengembangan masyarakat mensyaratkan pemanfaatkan sumber daya dan kekuatan
dari dalam untuk proses perubahan. Selain untuk menjamin partisipasi lokal yang
sebesar- besarnya dalam proses pembangunan, pemanfaatan sumber daya dan
kekuatan dari dalam akan menjamin keberlanjutan dari suatu proses pembangunan5

Dari uraian diatas tampak bahwa sesungguhnya pembangunan itu lebih merupakan
suatu proses “partisipasi” bukan suatu “mobilisasi” seperti yang sering kali menjadi
praktik yang umum dalam berbagai bentuk. Manusia dalam hal ini bukan hanya sebagai
objek pembangunan, melainkan subjek pelaku pembangunan. Manusia sebagai subjek atau
aktor yang terlibat dalam pembangunan dimulai sejak tahap identifikasi masalah,
perumusan program, pengelolaan dan pelaksanaan program, evaluasi, hingga hasil akhir
program. Dengan partisipasi akan timbul rasa memiliki (sense of belonging) terhadap apa
yang telah dibangun. Kunci keberhasilan masyarakat terletak pada kesadaran
masyarakat untuk siapa pembangunan itu dilakukan dan terletak pada keterlibatan
masyarakat di dalam mendukung berbagai proses pembangunan yang berlangsung.
Partisipasi di sini bermakna aktif, baik dalam merencanakan program dan

5
Irwan Abdullah, “Dari rakyat atau untuk rakyat? Peminggiran suara orang kecil dalam wacana pembangunan”,
Wasana, 1999. h.13.
mengimplementasikannya sehingga menjadi sesuatu yang jauh lebih berguna bagi
kepentingan umum.

Pembangunan yang humanis mengakui keberadaan manusia sebagai makhluk yang aktif
dan kreatif. Oleh karena itu, manusia mampu menentukan nasibnya sendiri (menentukan
kebutuhan, menentukan apa yang harus dilakukan, menentukan langkah yang sudah
diputuskan). Pandangan ini untuk mencegah intervensi pembangunan yang merugikan dan
memaksa; menumbuhkan sikap otonom, dan menghindarkan sikap ketergantungan.
Pembangunan dalam hal ini harus mengandalkan human sapital, yang mencakup intelestual
sapital, sebagai kekuatan pembangunan yang mandiri yang memungkinkan suatu rumah
tangga untuk menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.6

Pendekatan ini kemudian menunjukkan yang terpenting di sini adalah manusia yang
menggerakkan “proses pembangunan”, bukan material yang men¡adi landasan bagi proses
pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian, pembangunan harus terkait dengan
usaha-usaha memberdayakan dan memperhatikan martabat manusia yang juga menunjukkan
bagaimana kapasitas intelektual manusia ¡uga mendapat pengakuan. Pembangunan manusia,
karenanya, berorientasi proses dan cenderung melibatkan banyak orang walaupun berisiko
pada perbedaan pendapat dan kepentingan yang lebih banyak pula dan memakan waktu yang
pan¡ang pula. Namun demikian, dalam prosesnya pelaksanaan pembangunan seperti ini
mempunyai pola hubungan manusia yang bersifat horizontal intra dan antarmasyarakat.
Proses pengambilan keputusan melibatkan semua yang ada sehingga pembangunan ini
menjalin proses internal yang men¡adi siklus hubungan sinergis antarmanusia di dalamnya.

Pembangunan yang menekankan proses dapat menghindari kecenderungan perencanaan


program pembangunan yang seragam yang dirancang di tingkat pusat dan diterapkan di
tingkat lokal tanpa memandang keragaman karakteristik masyarakat di dalamnya.
Pembangunan yang seragam dikendalikan dengan alasan integrasi nasional. Oleh karena itu,
masyarakat telah banyak mencatat sisi negatif dari pembangunan yang bersifat seragam.

6
Deepa Narayana. Voises of the Poor: Can Everyone Hear Us?. New York: Oxford University Press.
2002. h.53
Program pembangunan terpusat mempunyai kerendahan relevansi pada skala prioritas
kebutuhan lokal. Yang terjadi kemudian adalah kesenjangan antara program-program
pembangunan dengan permasalahan dan kebutuhan riil yang ada dalam masyarakat
sehingga kontrol pelaksanaan pembangunan tidak berada pada tingkat lokal. Masyarakat
lokal tinggal menerima dalam bentuk jadi dan tidak terlibat dalam perumusan dan identifikasi
masalah pembangunan. Kecenderungan ini tentu saja mengandung risiko sehingga pelibatan
masyarakat harus menjadi suatu komitmen dalam proses pembangunan karena ini yang akan
menjamin keberlanjutan pembangunan tersebut.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bangsa Indonesia terdiri atas beraneka ragam kebuudayaan, suku bangsa, adat istiadat,
kepercayaan dan lain-lain. Banyak kelemahan-kelemahan mentalitas bangsa Indonesia dalam hal
pembangunan. Oleh karena itu akan sangat sulit untuk menyatukan pikiran dalam membangun
Indonesia.sehingga perlu adanya pembelajaran tentang sikap mental apa yang cocok dengan
pembangunan Indonesia. Penanam sikap mentalitas yang cocok untuk pembangunan Indonesia
harus segera ditanamkan sejak dini sehingga akan menghasilkan manusia-manusia yang
memiliki mentalitas yang baik untuk melakukan pembangunan

3.2 Saran
Penulisan makalah ini menunjukkan hal yang berkaitan dengan apa-apa saja mengenai
Mentalitas Pembangunan , faktor-faktor penghambat pembangunan Indonesia, Kelememahan
Mentalitas Bangsa Indonesia dalam pembangunan, yang terkait tentang mengembangkan
mentalitas bangsa Indonesia dalam pembangunan sehingga dapat mendorong munculnya
penulisan makalah yang sejenis dalam pemberi informasi yang lebih baik lagi tentang hal-hal
yang berkaitan dengan Mentalitas Pembangunan.
Daftar Pustaka

Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Abdullah, Irwan. 1999. “Dari rakyat atau untuk rakyat? Peminggiran suara orang kecil dalam wacana

pembangunan”, Wasana, 1(1): 22-35

Narayana, Deepa. 2002. Voises of the Poor: Can Everyone Hear Us?. New York: Oxford University

Press.

Anda mungkin juga menyukai