Di Susun Oleh :
Dosen Pengampu :
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
benar, serta tepat pada waktunya.Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai
“Kebiasaan Makan Suku Muyu”. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar padamakalah ini. Oleh
karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikansaran serta kritik yang dapat
membangun penulis. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
Terutama Pulau Papua yang masih begitu kental adat dan kebiasaan turun-temurun
dari nenek moyangnya. Papua adalah pulau yang terletak di bagian paling timur
Indonesia. Sebelumnya Papua disebut Irian Barat atau Irian Jaya. Di sana terdapat
banyak Suku Papua yang beragam. Sekitar ratusan suku ada di sana. Selain terdapat
banyak suku yang mendiami di papua, papua juga terkenal dengan kekayaan alam
yang terpendam di dalamnya. Banyak jutaan mata di dunia yang tertarik dengan pulau
ini. Bukan hanya sumber daya alamnya yang melimpah saja, keindahan alam papua
juga bak surga dunia yang sangat mempesona.
Selama belasan tahun terakhir ini, nama papua telah dikenal orang di dunia.
Beragam keunikan yang dimiliki papua akan membuat anda jatuh hati dengan pulau
ini, khususnya adalah Suku Papua yang banyak dan mempunyai ciri khas sendiri. Ada
banyak sekali Suku Papua. Tidak sedikit dari suku tersebut masih primitif dan
memegang erat adat istiadat nenek moyang sampai sekarang. Seperti Suku Asmat,
Suku Amungme, Suku Asmat mungkin familiar di telinga anda. Bukan hanya itu saja,
masih banyak suku lagi di papua. Contohnya Suku Muyu yang akan penulis
perkenalkan sejarah, kepercayaan dan adat-istiadatnya kepada pembaca.
PEMBAHASAN
Suku Muyu adalah salah satu suku di Papua yang mendiami daerah sekitar Sungai
Muyu yang terletak di sebelah Timur Laut Merauke. Bahasa yang digunakan adalah
bahasa Muyu. Ada dua perkiraan awal munculnya istilah "Muyu". Pertama,
diperkirakan muncul bersamaan dengan masuknya Misi Katolik yang dibawa oleh
pastor Petrus Hoeboer berkebangsaan Belanda, pada tahun 1933. Kedua, diperkirakan
istilah "Muyu" muncul karena penduduk setempat menyebut Sungai Kao di bagian
barat dengan Fly di bagian timur dengan istilah "ok Mui" atau "Sungai Mui" kepada
orang Belanda. Penyebutan itu akhirnya berubah menjadi Muyu.
Orang Muyu juga menyebut dirinya dengan istilah "Kati". Artinya, manusia
sesungguhnya. Meskipun mereka tinggal di pedalaman, mereka memiliki alat tukar,
yaitu kulit kerang (ot) dan gigi anjing (mindit). Sistem barter barang-barang dalam
suku Muyu adalah hal unik yang baik, bahkan masih ada sampai sekarang, mereka
menjalin relasi lebih dari sekadar "penjual-pembeli". Relasi sebagai teman inilah yang
sering menjadikan mereka begitu erat satu dengan yang lain.
Suku Muyu memiliki ilmu pengetahuan tentang bilangan dengan bentuk alat bayar
yang namanya Ot. biasanya digunakan sebagai mas kawin dan barang tukar dalam
upacara pesta babi. Pesta babi digelar untuk mencari Ot sebagai hadiah imbalan dari
tamu-tamu yang datang. Barang-barang hasil bumi maupun kapak dan panah
diperjualbelikan dengan Ot. Sistem ekonomi ini cukup maju yang akhirnya
memotivasi tindakan mereka.
Dalam berdagang sistem barter dalam suku Muyu adalah hal yang unik dan efektif
hingga kekinian. Dengan bertukar barang, dua orang individu bertukar rasa percaya,
dan menjalin relasi yang lebih dari sekedar "penjual-pembeli". Relasi sebagai teman
inilah yang sering menjadikan mereka begitu erat satu sama lain. Mereka pun telah
memiliki sistem kebahasaan yang disebut bahasa Muyu. Dalam suku bangsa Muyu
atau Kati terdapat sejumlah sub suku dengan wilayahnya masing-masing.
Jika seorang pria berani mengambil risiko untuk memakan pantangan ini, maka aura
kepemimpinannya dapat memudar, dan jika laki-laki dari Suku Muyu tersebut
melanggar pantangan makananan tersebut, maka kekuatan gaib (Waruk) mereka bisa
berkurang, dan bahkan hilang.
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Dilihat dari aspek sosial budaya, keberadaan makanan sangat penting mengingat
persoalan kecukupan dan ketidakcukupan kebutuhan akan makanan dan gizi masyarakat
bukan hanya menyangkut persoalan tersedianya pangan, melaikan juga termasuk aspek
sosial budaya yang disadari atau tidak sangat mempengaruhi pilihan dalam pemenuhan
kebutuhan tersebut. Secara biologis manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan
hidup, untuk pertumbuhan, dan juga proses pengembangan. Meskipun makanan dan apa
yang dimakan secara universal dilihat dalam pengertian dan kepentingan yang sama yaitu
untuk kelangsungan hidup manusia, namun pada hakikatnya dalam setiap kelompok
masyarakat, betapapun sederhananya memiliki sistem klasifikasi makanan yang
didefinisikan secara budaya.
DAFTAR PUSTAKA