Anda di halaman 1dari 11

Analisis Kebiasaan Makan Suku Kubu

(Suku Anak Dalam)

Di Susun Oleh :

Elvina Febria Yuliza

Dosen Pengampu :

Anang Wahyudi, S Gz. ,MPH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BENGKULU

JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI

DIPLOMA III GIZI

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
benar, serta tepat pada waktunya.Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai
“Kebiasaan Makan Suku Muyu”. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar padamakalah ini. Oleh
karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikansaran serta kritik yang dapat
membangun penulis. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang membentang dari Sabang


sampai Merauke. Ini yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar dan
berkembang dengan keanekaragaman budaya, suku, adat- istiadat, dan bahasa.
Keanekaragaman ini yang membuat Indonesia begitu dikagumi. Keanekaragaman
yang ada mempunyai keunikannya masing- masing.

Terutama Pulau Papua yang masih begitu kental adat dan kebiasaan turun-temurun
dari nenek moyangnya. Papua adalah pulau yang terletak di bagian paling timur
Indonesia. Sebelumnya Papua disebut Irian Barat atau Irian Jaya. Di sana terdapat
banyak Suku Papua yang beragam. Sekitar ratusan suku ada di sana. Selain terdapat
banyak suku yang mendiami di papua, papua juga terkenal dengan kekayaan alam
yang terpendam di dalamnya. Banyak jutaan mata di dunia yang tertarik dengan pulau
ini. Bukan hanya sumber daya alamnya yang melimpah saja, keindahan alam papua
juga bak surga dunia yang sangat mempesona.

Selama belasan tahun terakhir ini, nama papua telah dikenal orang di dunia.
Beragam keunikan yang dimiliki papua akan membuat anda jatuh hati dengan pulau
ini, khususnya adalah Suku Papua yang banyak dan mempunyai ciri khas sendiri. Ada
banyak sekali Suku Papua. Tidak sedikit dari suku tersebut masih primitif dan
memegang erat adat istiadat nenek moyang sampai sekarang. Seperti Suku Asmat,
Suku Amungme, Suku Asmat mungkin familiar di telinga anda. Bukan hanya itu saja,
masih banyak suku lagi di papua. Contohnya Suku Muyu yang akan penulis
perkenalkan sejarah, kepercayaan dan adat-istiadatnya kepada pembaca.

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana sejarah Suku Muyu?
2) Bagaimana Kebiasaan Makan Suku Muyu?
3) Pantangan atau Tabu apa saja yang ada di Suku Muyu?
4) Apa saja Makanan khas Suku Muyu?
1.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui sejarah Suku Muyu
2) Untuk mengetahui kebiasaan makan Suku Muyu
3) Untuk mengetahui apa saja pantangan makanan yang ada di Suku Muyu
4) Untuk mengetahui makanan khas Suku Muyu
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Kebudayaan Suku Muyu

Istilah Muyu diperkirakan muncul bersamaan dengan masuknya Missi Katholik


yang dibawa oleh pastor Petrus Hoeboer berkebangsaan Belanda, 1933 di kampung
Ninati, daerah Muyu bagian utara, Boven Digoel. Eksplorasi pertama di daerah Muyu
awalnya dimulai dengan sebutan Perkemahan Swallow (Swallow Bivouac). Swallow
adalah sebuah kapal yang saat itu, Februari 1909, berlabuh di sungai Digoel, dekat
muara sungai Kao. Pada Mei tahun yang sama, kapal itu berlayar ke hulu dari Sungai
Digoel. Dari 27 Maret hingga 6 April, ekspedisi itu mengarungi Digoel hingga ke
hulu Sungai Kao, 50 km jauhnya.

Diperkirakan, dalam ekspedisi tersebut, Missi Katholik mengadakan kontak


pertama dengan penduduk setempat. Tepatnya di pinggiran Sungai Kao dengan sub
suku Kamindip yang hidup di wilayah dusun mereka di pinggiran Sungai Mui. Dalam
sub suku ini, terdapat klen bernama Muyan. Klen Muyan yang diperkirakan
mengadakan kontak pertama dengan para ekspedisi. Perkenalan ini kemudian
membawa mereka menyebut seluruh penduduk dari Selatan hingga ke Utara dengan
satu istilah, Muyu. Di versi lain, istilah Muyu muncul karena penduduk setempat
menyebut Sungai Kao di bagian barat dengan Fly di bagian Timur dengan istilah "ok
Mui" atau "Sungai Mui" kepada orang Belanda. Penyebutan itu akhirnya berubah
menjadi Muyu.

Suku Muyu adalah salah satu suku di Papua yang mendiami daerah sekitar Sungai
Muyu yang terletak di sebelah Timur Laut Merauke. Bahasa yang digunakan adalah
bahasa Muyu. Ada dua perkiraan awal munculnya istilah "Muyu". Pertama,
diperkirakan muncul bersamaan dengan masuknya Misi Katolik yang dibawa oleh
pastor Petrus Hoeboer berkebangsaan Belanda, pada tahun 1933. Kedua, diperkirakan
istilah "Muyu" muncul karena penduduk setempat menyebut Sungai Kao di bagian
barat dengan Fly di bagian timur dengan istilah "ok Mui" atau "Sungai Mui" kepada
orang Belanda. Penyebutan itu akhirnya berubah menjadi Muyu.

Orang Muyu juga menyebut dirinya dengan istilah "Kati". Artinya, manusia
sesungguhnya. Meskipun mereka tinggal di pedalaman, mereka memiliki alat tukar,
yaitu kulit kerang (ot) dan gigi anjing (mindit). Sistem barter barang-barang dalam
suku Muyu adalah hal unik yang baik, bahkan masih ada sampai sekarang, mereka
menjalin relasi lebih dari sekadar "penjual-pembeli". Relasi sebagai teman inilah yang
sering menjadikan mereka begitu erat satu dengan yang lain.
Suku Muyu memiliki ilmu pengetahuan tentang bilangan dengan bentuk alat bayar
yang namanya Ot. biasanya digunakan sebagai mas kawin dan barang tukar dalam
upacara pesta babi. Pesta babi digelar untuk mencari Ot sebagai hadiah imbalan dari
tamu-tamu yang datang. Barang-barang hasil bumi maupun kapak dan panah
diperjualbelikan dengan Ot. Sistem ekonomi ini cukup maju yang akhirnya
memotivasi tindakan mereka.

Dalam berdagang sistem barter dalam suku Muyu adalah hal yang unik dan efektif
hingga kekinian. Dengan bertukar barang, dua orang individu bertukar rasa percaya,
dan menjalin relasi yang lebih dari sekedar "penjual-pembeli". Relasi sebagai teman
inilah yang sering menjadikan mereka begitu erat satu sama lain. Mereka pun telah
memiliki sistem kebahasaan yang disebut bahasa Muyu. Dalam suku bangsa Muyu
atau Kati terdapat sejumlah sub suku dengan wilayahnya masing-masing.

Mata pencaharian pokok masyarakat adalah berburu, menangkap ikan, memelihara


babi dan anjing, dan memproduksi sagu. Dalam masyarakat Muyu tidak dikenal
seorang pemimpin tertinggi (ketua), baik dalam kehidupan sosial maupun religius.
Ciri suku Muyu adalah mempunyai sifat individualisme -- tidak bergantung kepada
orang lain, suka mengunjungi sanak keluarga, menukar hasil usaha, mengunjungi
kuburan sanak-saudara, menagih hutang, berdagang, dan pergi untuk mendapatkan
sejumlah kekuatan gaib. Penyakit atau kematian selalu dilihat sebagai akibat
perbuatan sihir.
B. Kebiasaan Makan Suku Muyu
Dalam teknologi pengolahan makanan, suku Muyu tertinggal dari suku-suku di
wilayah Indonesia lainnya. Masyarakat Muyu masih terbiasa memasak dengan
menggunakan kulit kayu, daun, dan bambu sebagai media atau alay untuk pengolah
makanan. Suku Muyu memiliki peralatan masak yang unik, yang antara terpisah
antara tungku perempuan dan tungku laki-laki. Tungku perempuan di tempatkan di
dapur keluarga, sedangkan laki-laki di tempatkan di kamar mandi laki-laki, biasanya
di ruang utama.

C. Pantangan atau Tabu makanan dalam Suku Muyu


Suku Muyu memiliki pantangan terhadap beberapa jenis makanan. Hambatan
makanan ini berlaku untuk pria dan wanita, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Makanan bisa di bilang tabu berdasarkn bentuk fisiknya, selain karena kepercayaan
masyarakat Muyu bahwa ada kualitas buruk yang melekat pada bahan makanan
tersebut.
Berikut ini tabu makanan untuk pria paling erat kaitannya dengan praktik ritual
karena menjalani inisiasi sebagai tomkot. Tomkot adalah profil big man Suku Muyu.
Tomkot adalah profil pemimpin yang sempurna bagi suku Muyu. Dia berwibawa, di
hormati karena kepribadiannya. Jenis makanan untuk pria adalah:
a) Ikan sembilang
b) Udang biru
c) Kuskus
d) Ular

Jika seorang pria berani mengambil risiko untuk memakan pantangan ini, maka aura
kepemimpinannya dapat memudar, dan jika laki-laki dari Suku Muyu tersebut
melanggar pantangan makananan tersebut, maka kekuatan gaib (Waruk) mereka bisa
berkurang, dan bahkan hilang.

Masyarakat Muyu sering kali memaksudkan pantangan makanan bagi perempuan


yang sedang hamil dan menyusui. Pantangan bagi ibu hamil suku Muyu sering di
kaitkan dengan janin dalam kandungan. Sebagai pantangan makanan bagi ibu hamil
dan menyusui adalah sebagai berikut :
a) Ikan Sembilang
Ikan ini di larang keras di konsumsi oleh ibu hamil karena orang Muyu khawatir
bayi yang di kandungnya akan memiliki penampilan fisik seperti ikan sembilang.
Kononnya bayi tersebut akan lahir dengan kepala lebih besar dari tubuhnya.
b) Ikan tonkorom ( Ikan perut kuning)
Menurut kepercayaan Suku Muyu, jika mengkonsumsi ikan ini maka akan
menyebabkan keluarnya darah dari hidung bayi atau anak.
Pada makanan tumbuhan ada beberapa juga pantangan makanan pada perempuan
yaitu :
a) Kacang Panjang
Kepercayaan suku Muyu adalah jika perempuan memakan kacang panjang maka
dapat menyebabkan ASI menjadi kering, sehingga tidak dapat menyusui bayinya.
b) Pandan Kuning atau Pandan Hijau
Kononnya dapat menyebabkan anak yang lahir atau di susui mengalami gangguan
bicara.

D. Makanan Suku Muyu yang Berkaitan dengan Kesehatan


Masyarakat suku Muyu mengenal beberapa jenis makanan sebagai obat, atau jenis
makanan yang berfungsi untuk meningkatkan kesehatan. Diantaranya adalah
sebagai berikut :
1) Sayur Gedi
Dalam keyakinan masyarakat suku Muyu sayur ini merupakan jenis masakan
yang bisa di pergunakan untuk membersihkan saluran pencernaan. Menurut
informasi TK21,54 tahun, sayuran jenis ini bila di konsumsi terlalu banyak
akan menyebabkan diare.
2) Sayur Gomopo ( Paku Hijau)
Sayur jenis ini di yakini bisa di pergunakan untuk menurunkan suhu tubuh di
saat terserang demam, untuk obat batuk, dan berfungsi untuk meningkatkan
nafsu makan.
3) Umbi-umbian (Tumbi)
Diyakini masyarakat suku Muyu bisa menyembuhkan semua jenis penyakit.
E. Adat-adat Suku Muyu
1. Pesta Babi
Menurut orang Muyu, motif utama untuk pesta seperti itu ialah pembayaran
tunai untuk daging yang dijual, karena tujuan inilah mereka mau bersusah payah.
Pendapat yang beredar di Yibi ialah bahwa kepada tuan rumah yang telah
berusaha begitu keras adalah sangat wajar ia mendapat pembayaran secara tunai.
Akan tetapi, belum ada penjelasan tentang motif para tamu. Hanya kewajiban
kepada tuan rumahlah yang menyebabkan mereka menerima undangannya.
Meskipun transaksi barter itu sebagian besar bersifat komersial, seperti begitu
banyak hubungan orang Muyu lainnya, transaksi itu pun memuat prinsip
resiprositas (timbal balik). Sebab kebanyakan pembeli terbukti sebelumnya sudah
menjual sesuatu kepada tuan rumah, yang memberi mereka kewajiban untuk
membantunya dengan cara membeli daging yang ia jual.
Pesta babi secara fungsional berada dalam jaringan hubungan tukar-menukar
yang ada. Dapat dikatakan bahwa dengan sekali pukul tuan rumah menerima uang
untuk tagihan-tagihannya dengan menjual daging babi, dan juga berhasil
menerima pembayaran utang-utangnya. Jadi, dengan mengadakan pesta ini ia
mengumpulkan banyak ot, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk ikut lagi
dalam pesta babi yang digelar orang lain.
2. Upacara Kematian Suku Muyu
Bila keluarga dekat meninggal, perempuan wajib melakukan tinggimini, yakni
memotong dua ruas jari telunjuk dan jari tengahnya dari tangan sebelah kanan
sebagai tanda dukacita yang mendalam. Ini dianggap sebagai tindakan mengikat
arwah si mati. Roh arwah itu akan memberitahunya bila ada bahaya mengancam
atau pencurian.
Untuk kerabat yang lebih jauh, itu semua kadang-kadang tidak lebih dari
sekadar suatu formalitas. Atau suatu pernyataan ikut berduka cita untuk
menghindari tuduhan telah menyebabkan kematiannya.
BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Dilihat dari aspek sosial budaya, keberadaan makanan sangat penting mengingat
persoalan kecukupan dan ketidakcukupan kebutuhan akan makanan dan gizi masyarakat
bukan hanya menyangkut persoalan tersedianya pangan, melaikan juga termasuk aspek
sosial budaya yang disadari atau tidak sangat mempengaruhi pilihan dalam pemenuhan
kebutuhan tersebut. Secara biologis manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan
hidup, untuk pertumbuhan, dan juga proses pengembangan. Meskipun makanan dan apa
yang dimakan secara universal dilihat dalam pengertian dan kepentingan yang sama yaitu
untuk kelangsungan hidup manusia, namun pada hakikatnya dalam setiap kelompok
masyarakat, betapapun sederhananya memiliki sistem klasifikasi makanan yang
didefinisikan secara budaya.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai