Anda di halaman 1dari 27

Dari pernyataan diatas memberikan gambaran bahwa secara umum

pemukiman diwilayah Buol tumbuh dan berkembang dari beberapa


wilayah. Serta terjadinya pembauran budaya yang di akibatkan perang
yang dilakukan oleh suku Sigi/Kaili. Sehubungan dengan hal tersebut
dapat dimungkinkan bahwa karakteristik rumah tradisional Buol tidak jauh
berbeda dengan karakteristik rumah tradisional Kaili.

a. Pola Tata Ruang


Data lapangan menjelaskan bahwa jumlah ruang tidur di tiap
rumah bervariasi. Dari data yang bervariasi tersebut, maka jumlah
ruang 0-2 termasuk dalam tingkat sedikit, jumlah 3-5 termasuk
dalam tingkat sedang, dan jumlah diatas 5 termasuk dalam tingkat
banyak.
Tabel 8.
Dari data tabel 8 menunjukkan bahwa, pada perairan darat
ada 57.89% atau sekitar 11 rumah responden yang memiliki ruang
tidur sedangyang merupakan prosentase tertinggi. Untuk perairan
darat dan laut, ada 50% atau sekitar 6 rumah responden yang
memiliki ruang tidur minimal, dan 50% atau sekitar 6 rumah
responden yang memiliki ruang tidur sedang.

Berdasarkan pengamatan lapangan, rumah masyarakat


yang memiliki jumlah ruang tidur sedang atau banyak berkaitan
dengan jumlah penghuni dalam rumah. Semakin banyak anggota
keluarga maka semakin banyak pula kebutuhan ruang tidur.
Disamping itu kesadaran anggota keluarga akan privasi telah
nampak, dilihat dari adanya anggota keluarga yang ingin memiliki
kamar sendiri.
Tabel 9.
Berdasarkan

tabel

9,

pada

dasarnya

rumah-rumah

responden diperairan darat danperairan peraihan darat dan laut


memiliki ruang tamu, ruang tidur, ruang keluarga, ruang makan,
dan dapur. Hanya 68.42% atau sekitar 13 rumah responden pada
perairan darat yang memiliki teras. Sedangkan pada perairan
peralihan darat dan laut hanya 41,67% atau sekitar 5 rumah
responden yang memilikiteas. Bagi masyarakat di desa LemoBajo,
teras merupakan ruang peranginan selain itu terasjuga digunakan
sebagai tempat berkumpulnya anggota keluarga diwaktu senggang
sambil menikmati pemandangan laut.
Berdasarkan tabel 9 hanya 33,33% atau sekitar 4 rumah
responden pada perairan peralihan darat dan laut yang dilengkapi
dengan WC/KM. Sedangkan pada perairan darat,rumah responden
100% memiliki WC/KM. Bagi masyarakat diperairan peralihan darat

danlaut,

kebutuhan

berpendapat

jamban

bahwalaut

kurang

diperhatikan.

Mereka

dapat

dimanfaatkan

sebagai

masih

pembuangan akhir.
b. Fasade Bangunan
Data lapangan menjelaskan bahwa fasade bangunan
padarumah-rumah di desaLemo Najo bervariasi. Berdasarkan data
tersebut, maka fasade bangunan terbagi atas bidang atas (atap),
bidang tangah (badan rumah), danbidang bawah.
Tabel 10.
Berdasarkan data pada tabel 10, baik diperairan darat dan
perairan

peralihan

darat

laut

penggunaan

atap

utama

(pelana/limasan/atap sudut ganda) yang merupakan prosentase


tertinggi.
Menurut beberapa responden, penggunaan atap utama
sebagai bidang atas fasade bangunan adalah mengambil bentuk
atap dari rumah mereka terdahulu. Bagi mereka atap utamasebagai
bidang atas fasade bangunan lebih mudah dan sederhana
Tabel 11.
Data pada tael 11 menunjukkan, prosentase tertinggi pada
bidang tengah fasade bangunan pada perairan darat adalah
dinding bata yang dilapis keramik, menggunakan tiang fasade,

menggunakan pintu kayu dan jendela kaca. Sedangkan diperairan


peralihan darat dan laut adalah dinding papa, tanpa tiang
fasade,menggunakan pintu kayu, dan jendela kaca.
Menurut beberapa responden, penggunaan keramik untuk
melapisdinding adalah lebih mudah dalam hal perawatan. Mereka
tidak perlu mencat dinding dengan tiap tahunnya, cukup dengan
membersihkannya dengan air. Sedangkan penggunaan tiang
fasade, pintu kayu, dan jendela kaca menurut mereka akan
menambah kesan mewah. Disamping itu, adanya ketersediaan
dana untuk memenuhi keinginan mereka dalam mengembangkan
dan memperbaiki kualitas rumah.
Tabel 12.
Data pada tabel 12 menunjukkan peninggian lantai 10-15 cm
pada bidang bawah fasade bangunan merupakan prosentase
tertinggi baik diperairan darat maupun perairan peralihan darat dan
laut. Peninggian lantai ini adalah peninggian lantai dari tanah.
Pada tahun 1980-an, pemerintah menganjurkan penduduk
yang tinggal diperairan peralihan darat dan laut untuk menimbun
tapak rumahnya. Setelah timbunan sudahcukup tinggi dan
mengeras,mereka kemudian mengusahakan membangun diatas
timbunan tersebut sehingga rumah tersebut sejajar dengan tapak
rumah didarat. Selanutnya pada masing-masing tapak rumah

dibuat susunan batu karang agar air laut tidakdapat menembusnya


bila pada saat sedang pasang. Pada beberapa kasus diperairan
peralihan darat dan laut, peninggian lantai sekitar dua meter dari air
hanya terdapat pada ruang makan dan dapur.
c. Konstruksi dan material bangunan
Konstruksi

danmaterial

bangunan

pada

rumah-rumah

dipermukiman nelayan di desa Lemo Bajo ini dapat di identifikasi


dengan menganalisislebih jauh konstruksi dan material yang
digunakan pada atap, plafond, dinding, pintu, jendela, dan lantai.
Tabel 13.
Berdasarkan

tabel 13, konstruksi yang digunakan pada

rumah-rumah diperairan darat dan diperairan peralihan darat dan


laut adalah konstruksi kuda-kuda kayu. Data menunjukkan, material
atap yang digunakan pada rumahdiperairan darat adalah seng,
sedangkan diperairan peralihan darat dan laut, ada 50% atau sekita
6 rumah respondenyang menggunakan material seng sebagai
penutup rumah dan 50% atau sekitar 6 rumah responden yang
menggunakan atap rumbia. Menurut masyarakat didesa Lemo
Bajo, penggunaan atap seng disesuaikan dengan bentuk rumah
mereka. Disamping itu adanya biaya untuk menjadikan rumah
mereka lebih baik dari segi kualitas
Tabel 14.

Data pada tabel 14 menunjukkan, material plafond yang


digunakan pada rumah-rumah diperairan darat adalah tripleks.
Sedangkan diperairan peralihan darat dan laut, ada 50% atau
sekitar 6 rumah responden yang menggunakan tripleks dan 50%
atau sekita 6 rumah responden yang menggunakan kain perca.
Penggunaan

kain

perca

sebagai

material

plafond

dimanfaatkan masyarakat yang tinggal diperairan peralihan darat


dan laut. Menurut mereka, tidak adanya biaya untuk menggunakan
tripleks sebagai plafond. Kain perca hanya digunakan untuk
menahan kotoran dari atap daun rumbia. Seperti yang digunakan
oleh salah satu responden.
Dari pada beli tripleks untuk langit-langit lebih baik uangnya
dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
Tabel15.
Berdasarkan data pada tabel 15, material dinding luar yang
digunakan pada rumah-rumah diperairan darat adalah dinding bata
sedangkan material dinding luar yang digunakan pada rumahrumah diperairan peralihan darat dan laut ada 58,33% atau sekitar
7 rumah responden yang

menggunakan papan untuk dinding

dalam baik rumah diperairan darat dan perairan peralihan daratdan


laut menggunakan tripleks. Menuut masyarakat, penggunaan
tripleks sebagai dinding dalam adalah untukmemudahkan keluarga

pada saat melakukan hajatan. Dimana dinding tersebut dapat


dibongkar pasang.
Tabel 16.
Tabel 16 menunjukkan, rumah masyarakat diperairan darat
dan

perairan

peralihan

darat

dan

laut

pada

umumnya

menggunakan pintu kayu dan jendela kaca. Hal ini berkaitan erat
dengan bentuk rumah mereka, disamping itu adanya biaya untuk
menjadikan kualitas rumah mereka menjadi lebih baik dan lebih
nyaman dipandang.
Tabel 17.
Berdasrkan tabel 17, rumah masyarakat diperairan darat
yang menggunakan keramik dan semen sebagai material lantai
sebanyak 63,15% atau sekitar 12 rumah responden. Sedangkan
diperairan peralihan darat dan laut, menggunakan papan sebanyak
41,67% atau sekitar 5 rumah responden.
Berasarkan

hasil

pengamatan

dilapangan, masyarakat

didesa Lemo Bajo cenderung menggunakan lantai keramik yang


berbeda ditiap ruangan. Bagi mereka penggunaan lantai yang beda
adalah untuk membedakan tiap ruangan dalam rumah mereka.
Sedangkan rumah yang menggunakan lantai papan adalah rumah
dengan bentuk panggung.

d. Luas Bangunan
Data lapangan menunjukkan, luasan lantai rumah pada
perairan darat antara 96m2

hingga 400m2 dan pada perairan

peralihan darat dan laut berkisarantara 48m 2 hingga 144m2. Luas


bangunan yang digunakan jika <36m 2

termasuk dalam kategori

kecil, luas bangunan 36m2 72m2

termasuk dalam kategori

sedang, dan

>72m2

termasuk dalam kategori besar. Maka

prosentase dari tiap luas bangunan dapat dilihat pada tabel.


Tabel 18.
Data pada tabel 18 menunjukkan, seluruh sampel di perairan
darat termasuk dalam kategori besar. Sedangkan diperairan
peralihan darat dan laut hanya 66.67% atau sekitar 8 rumah
responden yang memiliki luasan >72m 2. Berdasarkan data diatas,
maka luasan >72m2 merupakan prosentase tertinggi baik diperairan
darat maupun diperairan peralihan darat dan laut.
Menurut masyarakat didesa ini, rumah mereka dibangun
dengan luasan yang besar dengan tujuan untuk mengantisipasi
adanya pertambahan anggota keluarga.
e. Bentuk Atap
Bentuk atap rumah didesa Lemo Bajo pada umumnya
bervariasi. Hal ini dapat di identifikasi dengan menganalisis lebih

jauh bentuk atap yang digunakan pada rumah diperairan darat


dandiperairan peralihan darat dan laut.
Tabel 19.
Data pada tabel 19 menunjukkan, bentuk atap segitiga
(pelana) merupakan prosentase tertinggi yang digunakan dari
seluruh sampel. Jika dikaitkan dengan bentuk atap rumah
tradisional suku Bajo yang menggunakan atap pelana, maka
masyrakat didesa ini meski telah mengalami perubahan dari rumah
panggung

kerumah

batu

namun

mereka

tetap

mengambil

bentukatap pelana untuk diterapkan pada bentuk rumah mereka


yang sekarang.
f. Jenis Bangunan
Data lapangan menjelaskan, jenis bangunan di Desa Lemo
Bajo bervariasi. Berdasarkan data tersebut maka bangunan didesa
Lemo Bajodapat dikategorikan permanen (atap asbes/seng, dinding
bata, lantai keramik), semi permanen (atap seng, dinding

/2

tembok, lantai semen), rumah kayu panggung (atap rumbia, dinding


papan, lantai tanah), rumah kayu panggung (atap rumbia, dinding
papan,lantai papan).
Tabel 20.

Data pada tabel 20 menunjukkan, diperairan darat ada


84.21% atau sekitar 16 rumah responden yang termasuk dalam
kategori jenis bangunan permanen, sedangkan diperairan peralihan
darat dan laut, ada 41,67% atau sekitar 5 rumah responden
termasuk dalam kategori rumah permanen, dan 41,67% atau
sekitar 5 rumah responden termasuk dalam kategori rumah kayu
panggung.
Berdasarkan

hasil

pengamatan

lapangan,

rumah

masyarakat di desa Lemo Bajo adalah permanen. Hal ini berkaitan


erat dengan faktor ekonomi, dimana masyarakat yang mempunyai
penghasilan tinggi membangun rumah batu. Sedangkan yang
berpenghasilan rendah cukup membangun rumah kayu panggung
dan tinggal dipesisir pantai.
g. Ragam Hias
Data lapangan menjelaskan bahwa ragam hias yang
digunakan pada rumah-rumah di desa Lemo bajo adalah bentuk
flora. Ragam hias ini terdapat pada kepala tiang fasade,pintu, dan
keramik fasade, dan bubungan atap. Maka prosentase penggunaan
ragam hias dapat dilihat pada tabel.
Tabel 21.
Tabel 21 menjelaskan, rumah masyarakat diperairan darat
yang menggunakan ragam hias sebanyak 57.89% atau sekitar 11

rumah responden sedangkan diperairan peralihan darat dan laut,


rumah masyarakat yang tidak menggunakan ragam hias sebanyak
66,67% atau sekitar 8 rumah responden.
Bagi masyarakat didesa Lemo Bajo, ragam hias yang
terdapat pada pintu, jendela, tiang fasade, dan dinding rumah
hanya sekedar hiasan sajadan tidak begitu penting. Menurut
mereka, membuat ragamhias/ornamen dipintu, jendela, tiang
fasade membutuhkan biaya khusus. Seperti yang diungkapkan
salah satu responden bahwa
Jika merekamelihat ada tetangga yang menggunakan hiasanhiasan pada rumah, dan menurut mereka bagus dan ada uang,
kenapa tidak!! Hanya saja, masih banyak kebutuhan yang lebih
penting. Membuat seperti itu kan membutuhkan uang banyak
(Wawancara, 20 Februari 2006)
h. Orientasi Bangunan
Data lapangan menjelaskan, rumah masyarakat di desa
Lemo Bajo pada umumnya berorientasi pada jalan utama dan jalan
lingkungan. Orientasi bangunan ini dapat dilihat pada tabel.
Tabel 22.
Berdasarkan datapada tabel 2, rumah masyarakat diperairan
darat yang berorientasi kejalan utama sebanyak 57,89% atau

sekitar 11 rumah responden, yang berorientasi kejalan lingkungan


hanya 42,11% atau sekitar 8 rumah responden. Sedangkan rumah
masyarakat diperairan peralihan darat dan laut yang berorientasi
kejalan utama sebanyak 66,67% atau sekitar 8 rumah responden
dan yang berorientasi kejalan lingkungan hanya 33,33% atau
sekitar 4 rumah responden.
4.

faktor-faktor

non

fisik

yang

mempengaruhi

bentuk

rumah

dipemukiman nelayan di desa Lemo Bajo


Faktor faktor yang mempengaruhi bentuk rumah di
identifikasi melalui data; aktivitas penghuni dalam rumah, tingkat
pendidikan, tingkat penghasilan. Beberapa data yang tidak
ditampilkan namun memilikiketerkaitan dengan data tersebut diatas
akan digunakan pada saat dilakukan interpretasi akan faktor-faktor
yang mempengaruhi bentuk rumah dibagian pembahasan
1. Aktivitas penghuni didalam rumah
Bentuk rumah didesa Lemo Bajo dipengaruhi oleh
aktivitas penghuni dalam rumah. Penghuni adalah seluruh
anggota keluarga yang menempati rumah. Kecenderungan
aktivitas penghuni didalam rumah adalah sebagai berikut.
Tabel 23.

Dari tabel 23 dapat dilihat bahwa aktivitas penghuni


dalam rumah cenderung sama, baik aktivitas yang dilakukan
sendiri

maupun aktivitas yang

anggotakeluarga

lain. Aktivitas

dlakukanbersama

dengan

berkumpul-kumpul

dengan

keluarga lain terjadi jika ada aktivitas anggota keluarga yang


dilakukan bersama-sama, misalnya nonton bersama atau
makan bersama.
2. Tingkat penghasilan
Untuk tingkat penghasilan penghuni, dalam penelitian ini
diambil berdasarkan interval nominal penghasilan terendah
dantertinggi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 24.
Data pada tabel 24 menunjukkan bahwa dari responden
diperairan

darat

ternyata

rata-rata

tingkat

penghasilan

responden >Rp.1 juta. Sedangkan responden di perairan


peralihan darat dan laut yang mempunyai tingkat penghasilan
<Rp.500.000,- hanya sebanyak 41,67% atau sekitar 5 orang.
Hal ini berkaitan erat dengan mata pencaharian dan
pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh masyarakat. Dimana
masyarakat yang awalnya sebagai nelayan mulai berubah
aktivitas

menjadi

pedagang

dan

berkebun.

Sedangkan

masyarakat yang bekerja sebagai nelayan murnimempunyai


tingkat pendapatan <Rp.500.000,- perbulan
3. Tingkat pendidikan
Untuk

data

tingkat

pendidikan

responden,

dalam

penelitian ini diambil berdasarkan interval dan pendidikan


terendah dan tertinggi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 25.
Data pada tabel 25 menunjukkan, bahwa responden
diperairan darat dan di perairan peralihan darat danlaut yang
menempuh

pendidikan

SD-SMP

merupakan

prosentase

tertinggi. Alasan mereka hanya sekolah sampai SD-SMP pada


masa lalu karena jauhnya fasilitas pendidikan daridesa dan
banyaknya pekerjaan yang dibebankan oleh orang tua mereka
sehingga

minat

mereka

untukbersekolah

kurang

serius.

Disamping itu, orientasi masa depan akan manfaat pendidikan


belum dihayati sama sekali oleh mereka.
4. Jumlah penghuni
Jumlah

penghuni

dalam

satu

rumah

dinyatakan

berdasarkan denganrange data jumlah terkecil dan terbanyak


dalam

satu

rumah.

Untuk

jumlah

penghuni

<5

orang

dikategorikan berpenghuni minimal 5-10 orang jumlah penghuni


sedang, dan >10 orang adalah jumlah penghuni maksimal.
Tabel 26.
Data pada tabel menunjukkan bahwa rumah diperairan
darat dan perairan peralihan darat dan lautyang mempunyai
jumlah penghuni 5-10 merupakan prosentasi tertinggi.
5. Mata pencaharian
Untukdata

mata

pencaharian

responden,

dalam

penelitian ini diambil berdasarkan pekerjaan yang dilakukan


oleh responden yang merupakan sumber pendapatan. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 27.
Berdasarkan tabel27, responden diperairan darat dan di
perairan peralihan darat dan laut yang mempunyai pekerjaan
pedagang dan berkebun merupakan prosentasi tertinggi. Data
pengamatan lapangan, masyarakat didesa Lemo Bajo ini sedikit
demi sedikit mulai meninggalkan mata pencaharian sebagai
nelayan. Bagi mereka, pedagang pakainan jadi dan berkebun
dapat meningkatkan penghasilan mereka dibandingkan dengan
hasil yang didapatkan dari melaut. Dengan pendapatan yang

tinggi

mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, serta

meningkatkan kualitas rumah mereka.

B.

karakteristik rumah di permukiman nelayan di Desa lemo bajo


Perubahan rumah di desa lemo bajo berlangsung dalam waktu

yang relatif cepat, dimana perubahan tersebut terjadi pada sebagian besar
rumah masyarakat. Perubahan tersebut menyangkut;pola tataruang,
fasade bangunan, luas bangunan, bentuk atap, orientasi bangunan,
penggunaan ragam hias, penggunaan konstruksi dan material bangunan.
Bentuk rumah di desa lemo bajo nampaknya sejalan dengan
konsep dikemukakan oleh Ramadhan (2004), bahwa bentuk rumah
sebagai produk arsitektur merupakan kesatuan sistem yang terdiri atas
sistem spasial, sistem fisik, dan sistem model (gaya) adalah kesatuan
yang mewujudkan bentuk, sepertifasade, atap, dinding, kolom, bukaan,
dan ragam hias. Keterkaitan konsep yang dikemukakan oleh Ramadhan
(2004) dengan tata empirik dapat diskemakan sebagai berikut:
Gambar 19.
1. Pola tata ruang
Bentuk rumah tempat tinggal orang bajo secara tradisional
adalah berbentuk segi empat dan rumah panggung dengan entuk
seperti rumah-rumah orang bugis. Pola segi empat setiap rumah

melambangkan empat arah mata angin yaitu, utara, timur, selatan,


dan barat. Bentuk rumah di tata secara bertingkat, rumah
tradiisional orang bajo mempunyai ciri khas, yaitu dibuat dalam
bentuk panggung, dalam hal ini rumah dibangun diatas tiang yang
sebagian masih tergenang air bila sedang pasang, terutama
rumah-rumah yang dekat dari pantai.
Model rumah-rumah panggung tersebut masih dijumpai
diwilayah permukiman di desa lemo bajo, yaitu perairan peralihan
darat dan laut. Namun modelrumah panggung tidak lagi dijumpai di
perairan darat. Rumah masyarakat di wilayah ini dibangun secara
permanen dan semi permanen. Rumah permanen tersebut tidak
lagi didirikan diatas tiang-tiang kayu, akan tetapi tetap
mempertahankan bentuk segi empat.
Pada bentuk rumah tradisional orang bajo, pola tata ruang
dalam rumah terbagi atas beberapa bagian. Pada bagian badan
rumah terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang tamu dan ruang
tidur. Kedua ruang tersebut umumnya disekat dengan
menggunakan papan/tripleks. Sedangkan pada bagian belakang
terdapat ruang dapur yang juga berfungsi sebagai ruang makan.
Disisi lain, pada ruang bagian bawah rumah (kolong) digunakan
sebagai tempat menambatkan perahu dan bagian atas terdapat
ruang untuk menyimpan alat penangkapan ikan.

Berdasarkan hasil pengamatan, pola tata ruang pada rumah


diperairan darat terbentuk dari teras, ruang tamu, kamar tidur,
ruang keluarga, ruang makan, dapur, WC/KM. Kamar tidur berada
disisi kanan/kiri dari ruang tamu dan ruang keluarga, WC/KM dan
dapur berada dibelakang. Sedangkan pola tata ruang pada rumah
nelayan diperairan peralihan darat dan laut terbentuk dari ruang
tamu, kamar tidur, ruang keluarga, ruang makan, dan dapur. Kamar
tidur berada disisi kanan/kiri. Fungsi ruang-ruang tersebut dibagi
dengn menggunakan sekat dan tripleks. Bagi masyarakat di desa
lemo bajo, membagi ruang dengan sekat dari tripleks untuk
memudahkan keluarga pada saat melaksanakan hajatan. Dinding
sekat tersebut dapat dibongkar agar lebih luas, kemudian pada
saat hajatan telah selesai, dinding sekat dapat di pasang kembali.
Hal ini sejalan dengan konsep yang diugkapkan Utami (1994),
bahwa perubahan itu ditandai dengan adanya penambahan,
pengurangan, dan perpindahan elemen. Dimana perubahan dalam
rumah diindikasikan adanya perubahan fungsi karena adanya
pemindahan atau penambahan elemenyang dapat menunjukkan
adanya fungsi ruang tertentu.
Sepertiyang diungkapkan oleh Rapoport (1969), bahwa
salah satu aspek yang mempengaruhi bentuk rumah tinggal yaitu
posisi wanita dalam rumah. Bagi masyarakat didesa lemo bajo,
posisi wanita hampir sama dengan posisi pria didalam rumah.

Hanya saja wanita tidak wajib menerima tamu seperti halnya pria.
Wanita lebih menghabiskan waktunya didapur.
Berdasarkan pengamatan lapangan, masyarakat di desa
lemo bajo sangat menjaga daerah privasi dalam rumah.
Contohnya: seorang tamu tidak di ijinkan untuk menginjakkan
kakinya didapur. Hal ini sangat tabu bagi penghuni rumah.
Untukmenjaga kemungkinan masuknya tamu kedarea dapur,
mereka membuat sekat khusus dengantripleks atau kain, sehingga
aktifitas didapur tidak nampak oleh tamu.
Mengenai sanitasi berupa jamban (WC/KM), sesuai hasil
pengamatan di perairan darat, rumah-rumah masyaratakat telah
dilengkapi dengan WC/KM yang ditempatkan dalam rumahdengan
memanfaatkan sebagian ruangan dibagian belakang. Meski dalam
jumlah yang minim, kebutuhan tempat pembuangan akhir tersebut
cukup bagi mereka. Seperti yang diungkapkan beberapa
responden diperairan peralihan darat dan laut, WC/KM tidak begitu
penting bagi mereka karena laut dapat dimanfaatkan sebagai
temapt pembuangan akhir.
Fungsi ruang pada rumah masyarakat didesa lemo bajo
yaitu ruang tamu sebagai ruang ruang bertemunya pemilik rumah
dengan anggota masyarakat lain, ruang keluarga sebagai ruang
untuk aktifitas harian keluarga dengan kerabat dekat, kamar tidur

sebagai tempat istirahat, ruang makan sebagai tempat aktifitas


makan, dapur sebagai ruang untuk memasak, serta WC/KM. Bagi
masyarakat dengan mata pencaharian sampingan berdagang dan
bertani, barang dagangan dan hasilpanen mereka letakkan diruang
makan karena tidakadanya ruang khususuntuk menyimpan
dagangan dan hasil panen.
Pola ruang yang terbentuk terkait denganlokasi keberadaan
rumah-rumah tersebut yaitu lokasiperairan daratdanperairan
peralihan daratdan laut.
Gambar 20.
Gambar 21.

2. Fasade Bangunan
Pada masa-masa dahulu, rumah masyarakat didesa lemo
bajo berada diatas air, sehingga bila dipandang dari kejauhan maka
rumah-rumah tersebut seolah-olah terapung diatas air. Akan tetapi
dewasa ini, rumah-rumah panggung tersebut sudah mulai
berkurang, mereka cenderung membangun rumah batu.
Fasade rumah orang bajosecara tradisional adalah
panggung, pada bagian atasfasade, atap yang digunakan adalah
atap pelana. Pada bagian tengah, dinding fasade adalah papan

dengan ukuranjendela dipersempit agar angin masuk secara


terbatas. Dalam hal peninggian lantai rumah, tinggi lantai rumah
dari air atau dari tanah sekitar dua meter dihitung menurut tinggi
tubuh manusia dimana orang dapat melakukan berbagai macam
pekerjaan.
Jika diperhatikan pada fasade rumah masyarakat didesa
lemo bajo, meski tidak lagi menunjukkan bentuk rumah panggung
akan tetapi tetap mepertahankan bentuk atap sebagimana halnya
rumah panggung. Namun diantara rumah masyarakat sudah ada
yang mengalami perkembangan menurut selera dan kemampuan
pemiliknya, seperti adanya teras dengan tambahan atap untuk
teras yang disokong beberapa tiang yang terbuat dari beton dan
kayu. Pada dinding fasade, rumah masyarakat dengan bentuk
rumah batu cenderung menggunakan keramik yang berwarna dan
bermotif, bukaan jendela yang cukup besar, ventilasi yang kecil
serta bentuk jendela yang beraneka ragam. Menurut masyarakat
didesa ini, kecenderungan menggunakan keramik pada dinding
fasade depan untuk memudahkan perawatan. Namun jika dikaitkan
dengan teori yang diungkapkan Lang (1987), bentuk rumah
penghuni berpenghasilan tinggi lebih mencolok karena adanya
keinginan atau hasrat untuk menunjukkan identitas dirinya.
Penggunaan keramik yang semarak jelas menunjukkan bahwa
masyarakat didesa ini ingin menampilkan identitas diri.

Penggunaan jendela yang sempit pada rumah tradisional


juga diterapkan pada rumahmasyarakat di desaini yaitu pada sisi
kanan/kiri bangunan. Menurut masyarakat didesa lemo bajo,
bentuk jendela yang kecil adalah untuk meminimalkan hawa dingin
yang masuk kedalam rumah pada malam hari. Namun untuk
mengatasi hawa panas pada siang hari mereka mengantisipasinya
dengan kipas angin atau istirahat di bale-bale depan rumah.
Pada rumah-rumah masyarakat di desa lemo bajo terdapat
peninggian lantai yang berkisar antara 5-20 cm. Kecuali pada
beberapa kasus di perairan peralihan darat dan laut, terjadi
peninggian lantai kurang lebih 2 meter dari atas air yaitu ada ruang
makan dan dapur. Hal ini disebabkan karena pemerintah
menganjurkan penduduk yang tinggal diperairan peralihan darat
dan laut untuk menimbun tapak rumahnya. Setelah timbunan sudah
cukup tinggi dan mengeras, mereka kemudian mengusahakan
membangun di atas timbunan tersebut sehinga rumah tersebut
sejajar dengan tapak rumah didarat. Selanjtnya pada masingmasing tapak rumah dibuat susunan batu karang agar air laut tidak
dapat menembusnya bila pada saat sedang pasang.
Gambar 22
Gambar 23
3. Konstruksi dan material bangunan

Pada rumah di daerah daratan konstruksi yang digunakan


merupakan gabungan konstruksi antara dinding bata dengan
konstruksi kayu. Pada dinding luar menggunakan dinding bata,
sedangkan pembagian ruang berdasarkan fungsinya menggunakan
tripleks. Hal ini disebabkan karena menurut adat masyarakat di
desa lemo bajo. Ruangan dengan dinding tripleks dapat dibongkar
pasang apabila pemilik rumah melaksanakan suatu hajatan.
Pemilihan material bangunan pada rumah didesa lemo bajo
berbeda-beda dan mengalami perubahan-perubahan. Secara garis
besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian menurut
perwujudannya yaitu: 1) rumah yang terbuat dari bahan tradisional,
2) rumah yang terbuat dari bahan modern, dalam hal ini
kebanyakan tembok, 3) rumah yang menggunakan bahan
campuran antara bahan tradisional dan modern.
Tabel 28.
Dari hasil analisis pada tabel 28 menunjukkan masyarakat
di desa lemo bajo pada masa sekarang telah menggunakan
berbagai jenis materi bangunan, hasil produksi modern. Namun
disamping itu masih ada yang menggunakan bahan tradisional.
Gambar 24
Gambar 25

Gambar 26
Kenyataan seperti diatas menunjukkan bahwa sebagian
masyarakat didesa lemo bajo, dewasa ini telah mengalami masa
transisi dimana material rumah tradisional masih digunakan
sedangkan bahan modern sudah mulai diterapkan. Hal ini sudah
dapat dikatakan sebagai suatu kemajuan, dalam arti bahwa tingkat
kemampuan ekonomi sebagian dari mereka sudah mapan.
4. Luas bangunan
Pada umumnya rumah masyarakat didesa lemo bajo
mempunyai luasan yang cukup besar. Luasan rumah pada perairan
darat berkisar antara 96 m2 hingga 400 m2. Sedangkan diperairan
peralihan darat dan laut, luasan rumah berkisar antara 48 m 2
hingga 144 m2. Menurut kepala desa lemo bajo, rumah-rumah
didesa lemo bajo pada umumnya luas disebabkan adanya
antisipasi atas menambahkan anggota keluarga dikemudian hari
selain itu jika ada suatu hajatan maka rumah tersebut dapat
menampung sanak saudara dan tetangga.
Disamping itu adanya tradisi dikalangan masyarakat didesa
lemo bajo, dimana seorang telah menikah namun belum
mempunyai pekerjaan tetap dapat membangun rumah untuk
keluarganya sendiri dengan menyambung rumah utama. Sehingga
didesa ini dijumpai beberapa rumah dengan sistem gandeng.

5. Bentuk atap
Bentuk atap rumah tinggal suku bajo secara tradisional
adalah atap pelana. Bagi masyarakat di desa lemo bajo, meski
rumah mereka tidak lagi berbentuk panggung namun bentuk atap
tetap dipertahankan yaitu bentuk pelana (segitiga) dengan sudut
300. Pada atap tersebut terdapat ragam hias dengan bentuk U.
Gambar 27
6. Jenis Bangunan (permanen/semi permanen)
Jenis rumah tempat tinggal suku bajo secara tradisional
adalah rumah panggung sederhana yang dibangun diatas tiang.
Namun rumah masyarakat didesa lemo bajo telah mengalami
perkembangan yang cukup pesat dimana rumah-rumah didesa ini
sebagian besar adalah permanen. Perkembangan iniberdasarkan
selera dan kemampuan pemiliknya.
Seperti yang diungkapkan oleh Ramadhan bahwa tingkat
penghasilan akan berpengaruh terhadap perbedaan prioritas
pemenuhan kebutuhan terhadap perumahan. Bagi masyarakat
berpenghasilan rendah kebutuhan oppotunity dan security akan
lebih diutamakandaripada kebutuhan identity, sedangkan bagi
masyarakat menengah keatas kebutuhan identity lebih diutamakan.
Hal ini sejalan dengan pemilik rumah didesa lemo bajo. Bagi
masyarakat yang memiliki penghasilan lebih besar keinginan untuk

menonjolkan identitas dengan cara membuat rumah batu dengan


ukuran yang lebih luas. Sedangkan masyarakat yang
berpenghasilan rendah berpendapat bahwa keinginan untuk
menonjolkan identitas tidak begitu penting, bagi mereka adanya
tempat tinggal dan aman dari gangguan binatang dan kondisi alam
sudah cukup.
7. Ragam hias
Ragam hias yang digunakanpada rumah-rumah didesa lemo
bajo adalah motif flora dikombinasikan dengan bentuk-bentuk
geometris. Ragam hias ini banyak dijumpai pada tiang fasade
bangunan yaitu pada kepala tiang terdapat motif flora. Keramik
yang digunakan pada dinding fasade bermotif flora. Begitu pula
pada pintu rumah depan pada beberapa kasus yang dikaji terdapat
motif flora. Ragam hias juga dijumpai pada bubungan atap yang
berbentuk U.
Menurut beberapa responden yang menggunakan ragam
hias pada rumah mereka, bentuk flora/tanaman merupakan bentuk
dengan nilai estetika yang cukup tinggi. Penggunaan ragam hias
dikalangan masyarakat didesa lemo bajo tidak mempunyai arti
khusus, bagi mereka jika hiasan tersebut indah dilihat dandapat
menambah nilai estetika tidak menutup kemungkinan hiasan
tersebut digunakan pada rumah mereka.

Gambar 28
Gambar 29
Gambar 30
Gambar 31
8. Orientasi Bangunan
Berdasarkan hasil pengamatan, rumah-rumah didesa lemo
bajo kebanyakan menghadap kearah laut. Hal ini bagi mereka
merupakan suatu keharusan dan menjadi pantangan besar untuk
mendirikan rumah membelakangi laut, karena dalam falsafah
mereka laut adalah sumber rejeki. Dengan adanya jalan utama dan
lingkungan didesa lemo bajo, sudah banyak rumah penduduk
diarahkan kearah daratan, sehingga rumah-rumah mereka
membelakangi laut. Namun demikian, rumah-rumah tersebut
mempunyai pintu dan jendela khusus yang langsung terbuka
kearah laut, sehingga kesan membelakangilaut tidak nampak.
Tata letak rumah adalah mengikuti pola memanjang. Pola ini
tetap dipertahankan masyarakat didesa lemo bajo, yaitu
meletakkan unit-unit rumah secara memanjang atau berjejer
mengikuti garis pantai.

Anda mungkin juga menyukai