N I IM ND
TR
A
IA
PA
M
L
TA
O N D IA L
W O R LD H
L
R
G
EM
ER
E
U
N S TA
OI
N
I
U U GE
N G L E PATRIM
Sekapur Sirih
Salam Lestari…
Dengan sedikit perubahan di layout, Jejak Leuser kembali hadir di hadapan para pembaca.
Tulisan tentang Leuser sebagai salah satu rangkaian Tropical Rainforest Heritage of Sumatra
masih menghiasi JL pada edisi ini. Tulisan-tulisan ini merupakan hasil dua mahasiswa
Universitas Sumatera Utara-Medan, yang berpartisipasi dalam lomba menulis yang
diselenggarakan oleh Balai Besar TNGL dan UNESCO beberapa waktu yang lalu. Fakhrullah
menulis tentang betapa pentingnya Leuser, secara umum; sedangkan Lina menulis lebih spesifik,
yaitu tentang Bukit Lawang dan orangutannya. Tentunya dengan balutan pesan yang sama:
lestarikan Leuser.
Pada edisi ini, pembahasan tentang pisang diulas secara singkat oleh Lulut di rubrik Kehati.
Ternyata banyak sisi lain dari pisang yang selama ini belum kita ketahui, meskipun mungkin
hampir setiap hari kita melihat buah tersebut. Di rubrik Dinamika, Bu Yani, demikian sapaan
akrab Kabag TU Balai Besar TNGL, menulis tentang begitu pentingnya daerah penyangga sebuah
kawasan konservasi yang ironisnya justru sering 'terlupakan. Apa yang diungkapkan oleh Bu
Yani? Jawabannya ada di halaman 16.
Di “Khasanah”, Rina mengemukakan pendapatnya bahwa penginderaan jauh ternyata juga dapat
digunakan untuk meng-estimasi cadangan karbon yang kita punya. Di rubrik ini Rina juga
berbicara tentang pemanasan global, perdagangan emisi, dan lain sebagainya.
Di rubrik Wacana, Yunita mencoba 'curhat di buletin ini. Curahan hatinya tentang para
konservasionis, tentang para pembela hutan, dan tentang hutan itu sendiri. Dan di rubrik ini
juga, Ali mencoba mengemukakan pendapat pribadinya tentang eksistensi Polhut, sebuah jabatan
yang dia emban selama masuk pegawai Balai Besar TNGL.
Akhirnya di 'Wanasastra', Pak Adi mencurahkan kecintaannya kepada mangrove dalam bentuk
puisi indah yang beliau buat 3 tahun lalu.
Selamat membaca...
b u l e t i n
Jejak Leuser
Pelindung : Kepala Balai Besar TNGL | Penanggung jawab : Kepala Bagian Tata Usaha|
Pemimpin Redaksi : Bisro Sya'bani |
Editor : Yunita Aprilia - Yoghi Budhiyanto| Distribusi : Ahtu Trihangga |
Administrasi : Dwiana Fajaria | Umum : Ali Sadikin
Diterbitkan oleh:
Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser
Jl. Suka Cita 12 Kelurahan Suka Maju, Kecamatan Medan Johor,
Medan, Sumatera Utara
Telp (061) 7871521 - Fax. (061) 7879378
Email: jejakleuser@yahoo.co.id
Blog : http://www.jejakleuser.blogspot.com
Redaksi Buletin “Jejak Leuser” menerima sumbangan tulisan yang berkaitan dengan
aspek alam dan konservasi. Tulisan diketik dengan spasi tunggal, maksimal 5
halaman dan minimal 3 halaman A4 dengan font Times New Roman 10. Naskah
dikirim ke email : jejakleuser@yahoo.co.id dengan disertai identitas diri (termasuk foto
penulis), serta foto-foto dan/ atau gambar-gambar yang dapat mendukung tema
tulisan. Naskah yang dikirimkan menjadi hak penuh redaksi Buletin “Jejak Leuser”
untuk dilakukan proses editing seperlunya.
Cover depan : Ini Leuser Bung.... (Ilustrasi Rangkong: Diding/FFI-SECP - Foto: K. Meyers, sxc.hu) |
Cover belakang : Sudut Hutan Tualang Kepang (Foto: Bisro Sya’bani) |
Design‘n Layout : Bisro Sya’bani
Menu Hari Ini
9 27
16 24
5 19
12
LEUSER,
RUMAH KITA SEMUA
Selamatkan Orangutan,
Selamatkan Habitatnya!
Pisang Liar
Sang Sumber Plasma Nutfah
30 Kita Bisa...!
Kita Bisa...!
Nurhadi Utomo
4 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
Tentang Leuser
LEUSER, kita itu. Karena Leuser adalah warisan yang dunia berikan pada
kita dan sepatutnyalah kita berbangga atas kepercayaan ini dan
menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya dengan hati
RUMAH KITA SEMUA yang tulus.
Vol. 4 No. 12 5
Tahun 2008
Tentang Leuser
selama ini sebagai Taman Nasional Gunung
bagian selatan, sepanjang Bukit Barisan, ke arah lembah Sungai Leuser (TNGL) dan sehari sesudahnya
Tripa dan Rawa Pantai Meulaboh, di bagian utara. Kemudian pada berdasarkan SK Dirjen Kehutanan, ditunjuklah
tanggal 6 Februari 1934 dilakukan pertemuan dari wakil pemuka Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam
adat dan Pemerintah Kolonial Belanda di Tapaktuan. Pertemuan Gunung Leuser untuk mengelola TNGL.
itu menghasilkan “Deklarasi Tapaktuan” yang ditandatangani oleh
perwakilan pemuka adat dan perwakilan Gubernur Hindia Belanda Pada tahun 1981, Gunung Leuser mendapatkan
di Aceh pada saat itu yang berlaku sejak 1 Januari 1934. status yang berskala global untuk pertama
kalinya, yaitu sebagai Cagar Biosfer yang
ditetapkan oleh United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) atas usulan pemerintah Indonesia.
....Kami Oeloebalang dari Landschap Gajo Loeos, Poelau Nas, Meuke', Laboehan Cagar Biosfer sendiri didefinisikan sebagai
Hadji, Manggeng, Lho' Pawoh Noord, Blang Pidie, dan Bestuurcommissie dari kawasan ekosistem daratan atau pesisir yang
Landschap Bambel, Onderafdeeling Gajo dan Alas. Menimbang bahwa perloe sekali diakui oleh Program Man and the Biosphere
diadakannja peratoeran jang memperlindoengi segala djenis benda dan segala padang-padang (MAB)-UNESCO untuk mempromosikan
keseimbangan antara manusia dan alam.
jang diasingkan boeat persediaan. Oleh karena itoe, dilarang dalam tanah persediaan ini Menurut LIPI (2004) Cagar Biosfer melayani
mencari hewan jang hidoep, menangkapnja, meloekainja, atau memboenoeh mati, mengganggoe perpaduan tiga fungsi yaitu (1) kontribusi
sarang dari binatang-binatang itoe, mengeloearkan hidoep atau mati atau sebagian dari binatang konservasi lansekap, ekosistem, jenis, dan
plasma nutfah; (2) menyuburkan pembangunan
itoe lantaran itoe memoendoerkan banjaknja binatang....” ekonomi yang berkelanjutan baik secara
ekologi maupun budaya; dan (3) mendukung
Tapaktoean, 6 Februari 1934 logistik untuk penelitian, pemantauan,
pendidikan, dan pelatihan yang terkait dengan
masalah konservasi dan pembangunan
berkelanjutan di tingkat lokal, regional,
Deklarasi Tapaktuan mencerminkan tekad masyarakat Aceh untuk nasional, maupun global. Sampai dengan saat
melestarikan kawasan Leuser untuk selamanya sekaligus juga ini, Indonesia memiliki enam cagar biosfer
mengatur sanksi pidananya (penjara/ denda). Usaha pelestarian yang tersebar di beberapa provinsi. Keenam
Leuser tidak berhenti begitu saja, mulai tahun 1934-1938 banyak cagar biosfer tersebut adalah: Cagar Biosfer
dilahirkan keputusan-keputusan atas dasar kerjasama Pemerintah Cibodas (zona inti meliputi Taman Nasional
Kolonial Belanda dan pemuka-pemuka adat yang ada di sekitar Gunung Gede-Pangrango, ditetapkan sejak
Leuser, seperti: pembentukan Suaka Alam Gunung Leuser seluas tahun 1977), CB Tanjung Puting (zona inti TN.
142.800 hektar pada tanggal 3 Juli 1934, pembentukan kelompok Tanjung Puting, 1977), CB Lore Lindu (zona
hutan Langkat Sekundur di tanggal 8 Agustus 1935, pembentukan inti TN. Lore Lindu, 1977), CB Komodo (zona
Suaka Margasatwa (SM) Kluet seluas 20.000 hektar. Di Sumatera inti TN. Komodo, 1977), CB Pulau Siberut
Utara, terdapat keputusan Sultan Langkat yang menetapkan (zona inti TN. Pulau Siberut (termasuk TN.
kelompok hutan Langkat Sekundur, Langkat Selatan, dan Langkat Siberut), dan , CB Gunung Leuser (zona inti TN
Barat sebagai Suaka Margasatwa Sekundur dengan nama Gunung Leuser, 1981). Sedangkan secara
Wilhelmina Katen dengan total luas 213.985 hektar. global, sampai dengan tahun 2006 di seluruh
dunia telah ditetapkan 507 Cagar Biosfer yang
Demikian usaha masyarakat sekitar kawasan Leuser berusaha tersebar di 102 negara.
menjaga ‘rumah’-nya Leuser di masa sebelum kemerdekaan. Ini
menunjukkan bahwa pemikiran orang-orang di zaman dahulu Penetapan Leuser sebagai Cagar Biosfer tidak
lebih berbudaya dan maju untuk menjaga titipan anak cucunya membuat pemerintah Indonesia puas begitu
sehingga kita yang hidup di zaman sekarang ini patut saja, namun pemerintah segera mempersiapkan
berterimakasih dan mengikuti keteladanan orangtua kita tempo segala sesuatu untuk mengelola rumah Leuser
dulu. kita agar menjadi lebih baik. Ini terbukti dengan
terbitnya SK Menteri Pertanian tertanggal 3
Setelah era kemerdekaan, upaya Pemerintah Indonesia untuk Maret 1982 yang menunjuk Hutan Wisata Lawe
menjaga dan melestarikan Leuser terus berlanjut; pada tanggal 10 Gurah, yang berasal dari sebagian Suaka
Desember 1976 berdasarkan SK Menteri Pertanian menunjuk Margasatwa Kappi (7.200 hektar), dan Hutan
Suaka Margasatwa Kappi sebagai bagian kawasan Leuser seluas Lindung Serbolangit (2.000 hektar) sebagai
150.000 hektar, dan pada tanggal 6 Maret 1980 berdasarkan SK bagian TNGL. Lalu pada tahun 1982
Menteri Pertanian No.811/Kpts/Um/II/1980, pemerintah berdasarkan SK Menteri Pertanian menetapkan
mendeklarasikan kawasan suaka margasatwa, suaka alam, dan TNGL di Sumatera Utara seluas 213.985 Ha
kelompok-kelompok hutan di sekitar Leuser yang terbentuk (gabungan dari SM Langkat Selatan, SM
6 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
Tentang Leuser
Langkat Barat, SM dan TW Sekundur) sedangkan di daerah Dunia mangakui Taman Nasional Gunung
Aceh seluas 586.500 Ha (gabungan dari SM Kluet, SM Gn. Leuser besama dengan TN. Kerinci Seblat
Leuser, SM Kappi, dan TW Lawe Gurah). Selanjutnya pada dan TN. Bukit Barisan Selatan sebagai salah
tanggal 12 Mei 1984, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. satu warisan dunia dengan 'gelar' Tropical
096/Kpts-II/1984 membentuk suatu unit pelaksana teknis Rainforest Heritage of Sumatera. Dengan
yang bernama Balai Taman Nasional Gunung Leuser yang demikian, sampai saat ini Indonesia telah
merupakan wujud usaha pemerintah untuk melestarikan dan memiliki 7 situs yang tercantum dalam
menjaga Taman Nasional Gunung Leuser. Pada tahun 1984 Daftar Warisan Dunia, yaitu: Candi
lagi-lagi TNGL memperoleh status yang cukup Borobudur (ditetapkan pada tahun 1991),
membanggakan yakni sebagai ASEAN Park Heritage (Taman Candi Prambanan (1991), situs arkeologis
Warisan ASEAN). Dan akhirnya pada tahun 1997 berdasarkan Sangiran (1996) yang termasuk dalam Situs
SK Menteri Kehutanan No. 276/Kpts-II/1997 menyatakan Warisan Budaya, dan untuk Situs Warisan
bahwa luas keseluruhan Taman Nasional Gunung Leuser Alam adalah: TN. Ujung Kulon (1991), TN.
adalah 1.094.692 Ha. Komodo (1991), TN. Lorentz (1999) dan
Tropical rainforest Heritage of Sumatra
Dengan adanya pengakuan global dan regional, upaya (2004).
pemerintah yang berusaha semakin baik lagi dalam
memanajemen TNGL, dan segala kekayaan alam yang Sekarang mari kita telaah sedikit saja
terkandung di dalamnya, maka Pemerintah Indonesia kekayaan warisan yang ada di dalam
mengusulkan kepada Komite Warisan Dunia (World Heritage kawasan TNGL dan sekitarnya. Berdasarkan
Committee) agar TNGL menjadi bagian dari salah satu laporan yang ditulis oleh MacKinnon &
warisan dunia. Warisan dunia adalah warisan yang (1) terdiri MacKinnon dalam Review on Protected
dari Warisan Alam dan Warisan Budaya; (2) Melestarikan Areas System in the Indo-Malayan Realm
warisan yang tidak dapat digantikan dan warisan yang pada tahun 1986, menyebutkan bahwa
memiliki “Nilai Universal Istimewa”; (3) Perlu melindungi Leuser mendapatkan skor tertinggi untuk
warisan yang tidak dapat dipindahkan, dan (4) Menjadi kontribusi konservasi terhadap kawasan
tanggung jawab kesadaran dan kerjasama kolektif konservasi di seluruh kawasan Indo-Malaya.
Internasional (UNESCO, 2004). Pada sidangnya ke-28 yang Leuser merupakan habitat sebagian besar
berlangsung di Suzhou, Cina pada tanggal 27 Juni- fauna Sumatera, mulai dari mammalia,
07 Juli 2004, akhirnya Komite burung, reptilia, amfibia, ikan dan hewan
Warisan invertebrata. Selama ini tercatat 380 spesies
burung, 350 diantaranya merupakan spesies
yang tinggal di Leuser. Sebanyak 129
spesies (65%) dari 205 spesies mammalia
besar dan kecil di Sumatera ditemukan di
Leuser termasuk orangutan sumatera (Pongo
abelii), harimau sumatera (Panthera tigris
sumatrae), badak sumatera (Dicherorhinus
sumatrensis), gajah sumatera (Elephas
maximus sumateranus) yang merupakan
fauna kunci di TNGL, dan juga ada owa
(Hylobathes lar) serta kedih (Presbytis
thomasii). Selain itu, di TNGL juga
ditemukan lebih dari 4.000 spesies
tumbuhan, termasuk 3 dari 15 spesies
tumbuhan parasit Rafflesia, dan ribuan
spesies tumbuhan obat. Dengan kekayaan
yang sedemikian itu, maka pantaslah TNGL
dinyatakan sebagai laboratorium alam yang
merupakan surga bagi para peneliti baik dari
manca negara maupun Indonesia. Misalnya,
Stasiun Riset Ketambe di Aceh Tenggara
telah menjadi salah satu stasiun riset terbesar
sejak tahun 1971 dan sampai saat ini tetap
menjadi lokasi yang menarik minat bagi
para peneliti.
Vol. 4 No. 12 7
Tahun 2008
Tentang Leuser
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), merupakan kawasan hutan Kita sebagai anak Indonesia yang menjadi
tropis yang kaya keanekaragaman hayati sekaligus rentan. Letak putra-putri generasi penerus bangsa wajib
rentannya adalah saat ini masyarakat banyak menerapkan sistem peduli, menjaga dan melestarikan kekayaan
lahan yang berpedoman pada prinsip ekologi yang saling alam Indonesia termasuk Taman Nasional
ketergantungan dengan tipe batuan, hidroklimatologi, bentuk Gunung Leuser yang merupakan situs warisan
lahan, jenis tanah, dan organisme. Dinyatakan oleh RePPProt dunia kebanggaan bangsa Indonesia. Hal
(1998), bahwa dari 78 sistem lahan di pulau Sumatera, 42 sistem yang dapat kita lakukan antara lain:
lahan dapat ditemukan di Kawasan ekosistem Leuser. Faktor
lainnya adalah iklim, khususnya curah hujan. Di bagian barat Bukit 1. Tidak merusak kawasan hutan, yaitu
Barisan curah hujan mencapai 3.000-4.500 mm/tahun, di bagian dengan tidak ikut menebang hutan dan
timur Bukit Barisan mencapai 2.000-3.000 mm/tahun. Rata-rata membakar kawasan hutan.
curah hujan di TNGL/ KEL sebesar 1.000-2.767 mm/tahun. 2. Tidak memburu, memperdagangkan/
Berbagai faktor alam tersebut merupakan salah satu penyebab memperjualbelikan flora dan fauna yang
rentannya kompleks KEL dari berbagai bentuk eksploitasi. terdapat di dalam TNGL hanya untuk
Kawasan Ekosistem Leuser termasuk TNGL menyuplai air bagi 4 kesenangan perorangan/ kelompok
juta masyarakat yang tinggal di Provinsi Nanggroe Aceh tertentu hanya demi uang.
Darussalam dan 3. Melakukan kegiatan penghijauan,
Sumatera Utara. reboisasi, maupun rehabilitasi hutan
untuk menciptakan kembali
Sebanyak 9 keseimbangan alam bagi manusia dan
kabupaten lingkungan
tergantung pada jasa 4. Ikut serta melaksanakan kegiatan
lingkungan TNGL kampanye, sosialisasi, maupun
dalam bentuk penyebaran informasi tentang
ketersediaan air perlindungan dan pelestarian serta
konsumsi, air penelitian tentang Taman Nasional
pengairan, penjaga Gunung Leuser.
kesuburan tanah, 5. Bilapun kita mengeksplorasi dan
mengendalikan mengeksploitasi sumberdaya alam di
banjir, dan TNGL maka haruslah dikedepankan
sebagainya. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dilindungi oleh pemikiran-pemikiran yang logis dan
TNGL dan KEL sebanyak 5 DAS di wilayah NAD (Jambo aye, bijaksana demi keberlangsungan dan
Tamiang-Langsa, Singkil, Sikulat-Tripa, dan Baru-Kluet), kelestarian TNGL.
sedangkan yang berada di wilayah SUMUT sebanyak 3 DAS
(Besitang, Lepan, dan Wampu-Sei Ular). Studi yang dilakukan Akhirnya bila kita menyadari bahwa TNGL
oleh Beukering et al. (2003) menyebutkan nilai ekonomi total itu adalah harta warisan yang sungguh amat
ekosistem Leuser, termasuk TNGL di dalamnya, dihitung dengan kaya dan kita pun yang hidup zaman sekarang
suku bunga 4% selama 30 tahun adalah USD 7.0 milyar (bila ini bisa menerima dan mengelola harta
terdeforestasi), USD 9,5 milyar (bila dikonversi), dan USD 9,1 warisan tersebut dengan arif maka kita bisa
milyar (bila dimanfaatkan secara lestari). Hal ini menunjukkan menyapa dan memberi salam kepada 25.000
betapa besarnya peran kawasan hutan di Ekosistem Leuser dan anak-cucu kita yang lahir per harinya dengan
TNGL untuk menjaga stabilitas ekosistem dan keberlanjutan penuh kebanggaan dan keteladanan. Sama
pembangunan khususnya di daerah hilir yang sarat dengan halnya ketika kita lahir ke dunia ini dan
penggunaan lahan produktif dan aset-aset pembangunan strategis. menerima harta warisan ini dengan penuh
Hal tersebut diatas juga seharusnya menjadi bukti bahwa kita ini senyuman bangga akan kekayaan harta
telah diberi warisan yang sungguh amat kaya dan bila kita mampu warisan yang kita terima. Ya... Leuser, Rumah
melestarikannya dan menjaganya secara arif maka kita bisa Kita Semua.***
menjadi bangsa yang kaya dan bermartabat.
8 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
Tentang Leuser
Selamatkan Orangutan,
Selamatkan Habitatnya!
B egitu pula jika kita membayangkan bila Bukit Lawang
tanpa orangutan! Bukit Lawang telah sangat terkenal
akan orangutannya. Tidak hanya peneliti satwa
dalam negeri, peneliti asing pun mengenal
dengan baik kawasan yang dulu
bernama Pusat Rehabilitasi
Orangutan Bahorok ini.
Vol. 4 No. 12 9
Tahun 2008
Tentang Leuser
Selamatkan Habitat Orangutan
mengunjungi Bukit Lawang, seratus persen berkunjung
karena ketertarikannya pada orangutan. Menurutnya, Berdasarkan data revisi Population and Habitat Viability
wisatawan yang paling sering berkunjung berasal dari Assessment (PHVA) (2004), perkiraan jumlah orangutan
Irlandia. Para wisatawan ini mengunjungi Bukit Lawang, 2
di Sumatera adalah 6.667 individu dewasa. Perkiraan ini
semata-mata karena ingin menyaksikan secara langsung dikhawatirkan terus berkurang seiring dengan berbagai
makhluk yang 97% ber-DNA mirip manusia ini, berada aktivitas penebangan liar dan perdagangan satwa, karena
di habitat aslinya. itu harus dilakukan pengelolaan yang benar menyangkut
orangutan.
Harta Warisan di Jantung Dunia
Pengelolaan satwa liar seperti orangutan ternyata menjadi
Keberadaan orangutan sumatera di gugus Taman seni dan ilmu membuat keputusan sekaligus aksi-aksinya
Nasional Gunung Leuser telah menjadi salah satu untuk mensiasati struktur, dinamika dan hubungannya
warisan bagi dunia (world heritage). Mengingat konsep dengan viabilitas populasi, habitat, dan masyarakat.4
harta warisan, tentu saja keberadaan orangutan sumatera Karena itulah, kepunahan orangutan menjadi persoalan
tidak diperhitungkan untuk dimanfaatkan hari ini saja, pelik, yang jika dirunut akan menjadi perjalanan panjang
tetapi juga untuk besok – sebagai warisan bagi anak cucu yang tak putus. Berbagai aktivitas manusia, seperti
negeri dan bumi ini. Karena itulah, pemerintah Indonesia penebangan liar (illegal logging) dan perdagangan satwa
menetapkan orangutan sumatera sebagai satwa dilindungi telah memperkeruh keberadaan orangutan. Primata yang
melalui PP No.7/1999. Tidak sampai disitu saja, secara genetik sangat dekat kekerabatannya dengan
berdasarkan IUCN red list edisi 2002, orangutan manusia ini pun terancama punah.
termasuk dalam kategori “critically endangered” (sangat
kritis terancam punah) secara global, dan berdasarkan Sementara itu, ilmuwan yang pesimistis menyatakan
CITES termasuk dalam Appendiks I.2 bahwa populasi TNGL menjadi satu-satunya taman
nasional yang masih memiliki harapan untuk
Dunia sendiri telah menetapkan TNGL sebagai warisan kelangsungan hidup jangka panjang bagi orangutan.
dunia. Atas usulan Pemerintah Indonesia dan dengan Sementara untuk taman nasional yang cukup terkenal
melalui proses seleksi yang ketat, dengan orangutannya, seperti Taman Nasional Tanjung
pada Sidang ke 28 Komite Warisan Puting, sebagaimana di lain tempat, hilangnya spesies
Dunia yang berlangsung di tanaman pangan, penghancuran sekunder tumbuhan
Suzhou, Cina, pada jalar dan pepohonan kecil, dan berbagai
tanggal 27 Juni - 7 Juli aktivitas yang menghancurkan kawasan
2004, UNESCO (biodiversity)5, telah membuat keberadaan
melalui World orangutan semakin terpuruk di bumi ini.
Heritage Committee
menetapkan Taman Begitulah, bisa kita bayangkan betapa
Nasional Gunung pentingnya menyelamatkan orangutan di gugus
Leuser bersama Taman TNGL, artinya begitu urgent untuk
Nasional Kerinci menyelamatkan orangutan bukan? Hanya satu
Seblat (TNKS) dan Taman jawaban untuk persoalan ini, yaitu konservasi habitat
Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) orangutan!
sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Site),
Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS). Dalam hal ini, konservasi orangutan dilakukan dengan
Dengan begitu kawasan konservasi di propinsi NAD dan jalan membebaskannya dari gangguan dan
Sumut, yang meliputi 9 (sembilan) kabupaten itu telah mengusahakan agar vegetasi alam yang tumbuh di dalam
diakui sebagai jantung dunia. habitat mereka tetap dijaga utuh. Dengan cara demikian,
populasi satwa tidak perlu atau akan sedikit sekali
Menurut UNESCO (2004), pengertian “Warisan Dunia” memerlukan tindakan pengelolaan khusus. Pengelolaan
itu sendiri memuat hal-hal sebagai berikut: (1) Warisan satwa liar di dalam taman nasional, dalam banyak aspek
Dunia dapat terdiri dari Warisan Alam dan Warisan berkaitan dengan pengelolaan vegetasi sebagai unsur
Budaya, (2) Melestarikan warisan yang tidak dapat penunjang utama bagi kelangsungan hidup orangutan.6
digantikan dan warisan yang memiliki "Nilai Universal Hal ini perlu dilakukan karena dalam aktivitas
Istimewa", (3) Perlu melindungi warisan yang tidak dapat kesehariannya, orangutan mempunyai habitat inti (core
dipindahkan, dan (4) Menjadi tanggung jawab kesadaran area). Pada daerah inti, yang paling utama adalah
dan kerja sama kolektif internasional.3 tersedianya pohon tidur (sleeping tree) yang aman dari
predator, biasanya pada pohon di dekat sungai, dan dekat
dengan sumber pakan.
10 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
Tentang Leuser
sebagai sandaran kursi yang artistik dan penghias
interior dan eksterior bangunan pariwisata seperti
hotel, restoran, penginapan, pesanggrahan, dan
bisro
sebagainya. Sedangkan akarnya bisa dibentuk
sy
menjadi meja yang mempunyai nilai artisitik yang
tinggi.
ang
kit Law
Bu Catatan :
di hutan Melalui tulisan ini, penulis merekomendasikan agar
r angutan kegiatan penanaman pohon matoa di bantaran Daerah
go
saran Aliran Sungai (DAS) Bahorok lebih diperhatikan,
satu
Salah baik dari segi penanaman maupun pemeliharaan
setelah kegiatan penanaman, agar habitat orangutan
sumatera bisa dipertahankan keberadaannya. Yah,
bukankah menyelamatkan habitat orang utan di
Matoa, Tanaman Agen Konservasi gugus TNGL, berarti bagian dari menyelamatkan
warisan dunia juga?***
Menyelamatkan orangutan, memang dengan
menyelamatkan habitatnya. Jika habitat orangutan *Lina Naibaho
adalah daerah bantaran sungai dan dekat dengan | Mahasiswa Departemen Kehutanan, Fakultas
sumber pakan, maka melirik pohon matoa (Pometia Pertanian, Universitas Sumatera Utara
spp) menjadi salah satu rekomendasi solusi. | Peserta Lomba Menulis “Arti Penting TNGL
Penanaman pohon matoa di bantaran sungai, selain sebagai Situs Warisan Dunia”
sebagai konservasi bantaran sungai ternyata mampu
menyelamatkan orangutan dari krisis pangan. Referensi penulisan:
1
Ketua Departemen Ilmu Tanah Universitas Sumatera Skripsi Mikha Sri Dewi, tema Profil dan Kajian
Utara (USU) dan peneliti DAS Sumut, Abdul Rauf Wisatawan Asing pada Daerah Wisata Alam Taman
(2008)7 mengatakan pohon matoa sangat baik sebagai Nasional Gunung Leuser. Mahasiswa Program
penguat daerah bantaran sungai. Banjir bandang yang Studi Manajemen Hutan. Departemen Kehutanan
melanda Bahorok pada 2003 silam telah Universitas Sumatera Utara (USU)
2
menghanyutkan bangunan, pepohonan besar seperti Disampaikan dalam seminar "Menyelamatkan
ficus-ficusan, dan bambu - yang selama ini disinyalir orangutan sumatera Indonesia di Sumatera".
sebagai tanaman konservasi bantaran sungai. Disampaikan oleh Direktur Konservasi
Ternyata, jelas Abdul Rauf, saat itu justru pohon Keanekaragaman Hayati pada 3 Juni 2008 di
matoa yang berdiri kokoh di tebing-tebing sungai. Medan.
3
Wiratno (2003), diakses melalui
Matoa atau yang lebih dikenal dengan pohon pakam Leuserhttp://www.harian-
ini, adalah tanaman khas Papua Barat yang termasuk global.com/news.php?item.32310.3 (29 Juni 2008)
4
ke dalam famili Sapindaceae. Pohon matoa dapat Wiratno, dkk (2004). Berkaca di Cermin Retak :
tumbuh tinggi dan memiliki kayu yang cukup keras. Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi
Rasa buahnya adalah campuran rambutan, durian, Pengelolaan Taman Nasional. Edisi Revisi 2004.
dan kelengkeng. Buahnya berbentuk lonjong dan Halaman 118
5
seukuran dengan buah pinang (kelurga palem). Sinar Harapan (2003). IUCN : Orangutan Indonesia
Ketika muda berwarna hijau dan setelah matang terancam punah. Diakses melalui
berwarna hijau kekuningan. 8 Menurut Abdul Rauf http://www.sinarharapan.co.id/berita/0407/08/nas02
(2008), buah pohon matoa ini sangat disukai oleh .html (29 Juni 2008).
6
orangutan, burung, dan satwa lainnya, dan pohon Wiratno, dkk (2004). Berkaca di Cermin Retak :
matoa yang dapat tumbuh tinggi menjadi tempat yang Refleksi KOnservasi dan Implikasi bagi
cocok bagi orangutan untuk membangun sarangnya Pengelolaan Taman Nasional. Edisi Revisi 2004.
(sleeping tree). Halaman 118-119
7
Medan Bisnis (2008). Diakses melalu
Selain mempunyai fungsi konservasi, ternyata matoa http://www.medanbisnisonline.com/rubrik.php?
juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. p=117667&more=1 (29 Juni 2008).
8
Tanaman ini penghasil papan/kayu yang cukup baik, Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia. Diakses
yang telah dimanfaatkan untuk kusen, pintu, dan melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Matoa (29 Juni
kursi. Sementara rantingnya bisa dimanfaatkan 2008).
Vol. 4 No. 12 11
Tahun 2008
K e h a t I
12 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
K e h a t I
sitata, sedangkan masyarakat Sunda menyebutnya
mulai dari Lembah Alas (Aceh Tenggara) sampai ke dengan cau kole. Jenis ini ditemukan di sepanjang
daerah Papua bagian utara. lereng barat Pegunungan Bukit Barisan Sumatera,
Jenis pisang liar dan daerah penyebarannya di mulai dari Aceh sampai Tapanuli, Sumatera Barat
Indonesia : dan Bengkulu.
Vol. 4 No. 12 13
Tahun 2008
K e h a t I
1. Sumber plasma nutfah
M. acuminata Colla dan M. balbisiana Colla merupakan
nenek moyang dari pisang-pisang budidaya yang ada di
Indonesia. Beberapa jenis pisang budidaya merupakan
hasil persilangan dari kedua jenis pisang tersebut. Jenis-
jenis pisang liar lainnya juga diketahui mempunyai
potensi sebagai induk dalam persilangan untuk
menciptakan kultivar-kultivar yang unggul.
2. Sumber serat
Musa textilis Nee telah diketahui mempunyai kandungan
serat dalam batang semunya yang secara fisik kuat, tahan
lembab dan air asin, sehingga baik untuk digunakan
sebagai bahan baku kertas berkualitas tinggi yang tahan
simpan (seperti uang, kertas dokumen, kertas cek), kertas
filter, pembungkus teh celup, bahan pakaian,
pembungkus kabel dalam laut, serta tali-temali lainnya
Lulut DS
(Triyanto et al. 1982). Saat ini telah banyak penelitian
yang dilakukan dalam rangka perbanyakan dan perbaikan
kualitas serat dari pisang abaka ini.
perkebunan-perkebunan pisang di Taiwan, Kepulauan
3. Tanaman hias Kanari, Afrika Selatan, Australia, Amerika Tengah dan
Di tengah maraknya trend tanaman hias di masyarakat Selatan (Nasution & Yamada, 2001).
Indonesia, beberapa jenis pisang liar dapat dimanfaatkan
sebagai tanaman hias karena secara morfologi, beberapa M. acuminata Colla merupakan salah satu nenek moyang
jenis pisang liar khususnya yang tumbuh di Indonesia pisang budidaya di Indonesia. Jenis ini mendonorkan
mempunyai penampakan morfologi yang menarik, genom ”A”. Pisang budidaya yang merupakan turunan
diantaranya Musa lolodensis Cheesman, Musa ornata dari jenis ini antara lain pisang ambon (AAA), pisang
Roxb., Musa uranoscopos Lour, dan Musa velutina ambon lumut (AAA), pisang mas (AA), dan pisang
Wendl. & Drude. berangan (AAA) (Nasution & Yamada 2001). M.
acuminata var malaccensis, salah satu varietas dari M.
Dari potensi-potensi yang dimiliki oleh pisang tersebut, acuminata Colla yang ditemukan di Jawa Barat dan
potensi yang paling penting adalah potensi sebagai Sumatera, diketahui mempunyai resistensi terhadap
sumber plasma nutfah. Keberadaan plasma nutfah ini jamur layu Ras 1 dan Ras 2, serta Sigatoka. Resistensi
penting untuk meningkatkan kualitas pisang-pisang terhadap sigatoka juga ditunjukkan oleh M. acuminata
budidaya yang ada di Indonesia. Colla var. burmanica (Stover & Simmonds 1987).
Pisang liar sebagai sumber plasma nutfah Pisang liar yang juga merupakan nenek moyang pisang
budidaya di Indonesia adalah M. balbisiana Colla. Jenis
Banyaknya jenis dan varietas dari pisang-pisang liar ini mendonorkan genom ”B”. Beberapa kultivar
menunjukkan banyaknya keanekaragaman genetik yang turunannya antara lain pisang kepok, pisang siem, dan
ada didalam jenis tersebut. Keanekaragaman hayati yang pisang cepatu (ABB). M. balbisiana Colla mampu
ada dapat digunakan sebagai sumber plasma nutfah, tumbuh di daerah kering karena jenis ini agak toleran
kaitannya dengan usaha perakitan varietas unggul. terhadap kekeringan (Nasution & Yamda, 2001).
Keanekaragaman genetik tersebut harus dipertahankan
dan diperluas keberadaannya, sehingga bahan untuk M. schizocarpa Simmonds telah dilaporkan mampu
perakitan varietas unggul selalu tersedia. menyilang dengan M. banksii von Muell di Niugini
(Argent 1976). Shepherd (dalam Argent 1976)
Beberapa pisang liar telah diketahui mempunyai menemukan adanya tanda-tanda asal-usul M. schizocarpa
ketahanan terhadap penyakit layu Fusarium yang Simmonds dalam kultivar-kultivar ”Galan” dari New
disebabkan oleh Fusarium oxysporium f. cubense. Jamur Britain dan New Ireland. Diperkirakan jenis ini telah
ini mampu bertahan lama di dalam tanah sebagai memberikan sumbangan klon yang cukup banyak melalui
klamidospora sehingga sulit untuk dikendalikan. Penyakit persilangan.
layu Fusarium telah merusak perkebunan pisang di Bogor
dan Lampung yang menyebabkan petani pisang harus Jenis pisang liar yang berasal dari Assam, M. velutina
menanggung kerugian yang cukup besar. Tidak hanya di Wendl. & Drude akan menyilang secara timbal balik
Indonesia, penyakit ini juga telah menyerang dengan M. acuminata Colla bila tumbuh bersama-sama.
14 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
K e h a t I
Perkecambahan cukup baik tetapi efek timbal balik
terlihat berbeda. Jenis pisang liar lainnya yaitu M.
ornata Roxb. telah berhasil disilangkan dengan M.
acuminata Colla, M. balbisiana Colla, dan beberapa
jenis lainnya. Persilangan dengan M. acuminata Colla
dan M. balbisiana Colla dilaporkan mudah dilakukan
secara timbal balik, perkecambahan baik tetapi efek
timbal baliknya terlihat berbeda (Simmonds 1962
dalam Nasution & Yamada 2001).
Sumber Pustaka
Vol. 4 No. 12 15
Tahun 2008
DInamIka
Oleh :
Sri Andajani*
P emanfaatan sumberdaya alam hayati oleh masyarakat dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari telah dimulai sejak adanya
catatan kehidupan dan kebudayaan manusia. Budaya tersebut
berimplikasi terjadinya eksplorasi yang berlebihan secara terus menerus
terhadap sumberdaya alam hayati.
16 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
DInamIka
tanah negara bebas maupun yang dibebani sumberdaya alam hayati yang terkandung di dalamnya, dan di
hak, yang diperlukan dan diharapkan pihak lain bahwa pengelolaan daerah penyangga tidak berada
mampu menjaga keutuhan kawasan dalam satu otoritas, maka pengelolaan daerah penyangga harus
konservasi (disarikan dari penjelasan berorientasi sebagai berikut:
Pasal 16 Ayat (2) Undang Undang Nomor
5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
1. Melindungi kawasan konservasi dan sumberdaya alam
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
hayati yang terkandung di dalamnya dari gangguan yang
(KSDAHE) dan Peraturan Pemerintah
berasal dari luar kawasan, khususnya yang diakibatkan oleh
Nomor 68 Tahun 1998 Pasal 56).
kegiatan manusia.
Selanjutnya dijelaskan bahwa
2. Melindungi daerah dan masyarakat di sekitar kawasan
“Pengelolaan atas daerah penyangga tetap
konservasi dari gangguan yang berasal dari dalam kawasan
berada di tangan yang berhak, sedangkan
khususnya yang diakibatkan oleh kegiatan satwa liar.
cara-cara pengelolaan harus mengikuti
3. Menumbuhkan sinergi positif (pada daerah penyangga)
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
sebagai akibat dari interaksi antara kawasan konservasi
dalam peraturan pemerintah”.
beserta sumberdaya alam hayatinya dengan masyarakat dan
pola penggunaan atau pemanfaatan lahan di sekitarnya.
Dari uraian di atas dapat dibaca adanya
potensi konflik tumpang tindih
Orientasi tersebut dapat diwujudkan melalui pemberdayaan
kepentingan (potential conflict of interest)
masyarakat yang berada di dalam daerah penyangga sehingga
di antara kepentingan dari pemilik atau
dapat meminimalisir ketergantungan masyarakat yang
pengelola lahan yang menjadi daerah
melampaui daya dukung kawasan konservasi dan sumberdaya
penyangga dengan kepentingan yang
alam hayati yang terkandung di dalamnya, sekaligus meredam
semata-mata berorientasi konservasi
gangguan khususnya satwa liar dari dalam kawasan konservasi
kawasan. Dalam hal ini, pemilik atau
terhadap masyarakat, lahan pertanian dan perkebunan serta
pengelola lahan yang menjadi daerah
pemukiman penduduk di sekitar kawasan konservasi.
penyangga tidak dapat memanfaatkan
lahannya sesuai dengan keinginannya
Penentuan Daerah Penyangga
yang seringkali dipandang tidak sesuai
dengan kepentingan konservasi kawasan
yang disangga. Oleh karena itu, Mengingat misi pengembangan daerah penyangga yang cukup
koordinasi yang baik diantara pengelola kompleks, maka penentuan dan kegiatan yang dikembangkan
kawasan konservasi dengan pemilik dan perlu memperhatikan aspek konservasi kawasan, pola
pengelola lahan merupakan kunci penting penggunaan lahan serta kondisi sosial ekonomi dan budaya
untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan masyarakat setempat, termasuk sarana dan prasarana yang
kawasan untuk kepentingan yang berbeda. tersedia. Di dalam upaya penentuan dan penetapan daerah
penyangga ini diperlukan adanya partisipasi dan keterlibatan
aktif dari masyarakat setempat serta komitmen dari pihak terkait
Mencermati pengertian dan ketentuan di
lainnya, khususnya pemerintah daerah. Komitmen pemerintah
atas, daerah penyangga secara fisik
daerah ini sangat berpengaruh dalam penentuan rencana tata
merupakan semua bentuk penggunaan
ruang wilayah, baik Tingkat Propinsi (RTRWP) maupun
lahan di luar kawasan konservasi yang
Kabupaten (RTRWK). Dengan demikian lahan yang berbatasan
lokasinya berbatasan langsung dengan
dengan kawasan konservasi dapat ditetapkan sebagai lahan
suatu kawasan konservasi. Namun
budidaya tertentu yang sejalan dengan atau mendukung upaya
demikian, sesungguhnya pengelolaan
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
daerah penyangga bukan sekedar terhadap
kawasan-fisiknya, tetapi lebih kepada
bagaimana pembinaan terhadap Permasalahan dan Upaya Pemecahannya
masyarakat atau pemilik lahan tersebut
dalam rangka mendukung pengelolaan Permasalahan utama dalam pengembangan daerah penyangga
kawasan konservasi dapat dilakukan kawasan konservasi selain pola penggunaan lahan yang sangat
secara sinergis, tanpa ada pihak yang beragam antara lain kawasan yang telah ditetapkan sebagai
merasa dirugikan. kawasan hutan (hutan lindung, hutan porduksi); perkebunan;
pertanian dan pemukiman serta pertambangan, adalah status
kepemilikan dan atau penguasaan lahannya.
Mencermati adanya kendala bahwa di satu
pihak menetapkan daerah penyangga
Berkaitan dengan hal tersebut, pemilik atau penguasa lahan tidak
berfungsi sebagai penyerap kegiatan di
dapat memanfaatkan lahan dimaksud sesuai dengan
luar kawasan konservasi yang dapat
keinginannya karena dibatasi oleh kepentingan konservasi dari
mengancam keutuhan kawasan dan
Vol. 4 No. 12 17
Tahun 2008
DInamIka
kawasan konservasi yang berbatasan dapat menyebabkan kepunahannya.
langsung. Selain itu pengelolaan lahan
daerah penyangga tidak berada pada satu 3. Manfaat optimum, yaitu keberadaan kawasan konservasi harus
pihak yang memiliki tujuan pengelolaan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, baik secara langsung
sejalan dengan tujuan penetapan kawasan maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pengelolaan kawasan
konservasi. Oleh karena itu daerah konservasi harus diupayakan pada pencapaian dampak positif
penyangga haruslah merupakan perpaduan bagi masyarakat sesuai dengan kondisi bio-fisik kawasan dan
dari kepentingan konservasi sumberdaya sosial ekonomi masyarakat setempat.
alam hayati dan ekosistemnya dengan
berbagai kepentingan masyarakat pemilik/ 4. Subsidi silang, yaitu penambahan masukan (input) pembangunan
penguasa lahan dan penduduk setempat melalui sektor dan bidang lain akibat adanya pembatasan
serta penentu kebijakan. penggunaan lahan daerah penyangga. Subsidi ini
Untuk itu, koordinasi dan harus bersifat mendorong pertumbuhan
kerjasama ekonomi masyarakat melalui “non land
dengan based activities”.
berbagai
pihak dan 5. Pengakuan (recognition), yaitu
masyarakat pengakuan dari masyarakat bahwa
setempat adanya penambahan masukan
merupakan (subsidi) terjadi karena adanya pengelolaan
prioritas utama dalam kawasan konservasi disamping berlangsungnya
pengembangan daerah kegiatan sektor lain juga tergantung pada
penyangga, khususnya dalam kelestarian kawasan konservasi.
pemaduserasian program dan
kegiatan pembangunan kawasan konservasi. 6. Phasing out, yaitu pemberian subsidi dalam berbagai bentuk ,
termasuk kegiatan pembangunan sektor lain harus bersifat
mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dan berkurang
Dalam upaya memecahkan masalah yang secara bertahap sehingga tidak menimbulkan ketergantungan
dihadapi baik yang berkaitan secara langsung baru.
dengan masyarakat setempat maupun pelaku
pembangunan di sektor lain, maka perlu 7. Pengalihan tekanan, yaitu kegiatan yang dikembangkan di
diperhatikan beberapa prinsip pembangunan daerah penyangga dan sekitarnya harus bersifat mengalihkan
yang mencakup : tekanan masyarakat terhadap kawasan serta sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya dalam kawasan konservasi.
1. Komitmen nasional, yaitu konservasi 8. Kemandirian, yaitu kegiatan yang dikembangkan di daerah
sumberdaya alam hayati dan penyangga diarahkan untuk tidak hanya menyediakan
ekosistemnya dalam bentuk kawasan kesempatan kerja dan berusaha tetapi sekaligus mendidik
konservasi (KSA dan KPA) ini masyarakat setempat untuk mengurus dirinya sendiri dan
merupakan komitmen atau kesepakatan lingkungannya, tidak tergantung pada subsidi dan sumberdaya
nasional yang harus didukung oleh kawasan konservasi secara langsung.
semua pihak. Oleh karena itu,
pengertian ini perlu disebarluaskan dan Akhirnya, dengan sedikit tulisan ini diharapkan ada tanggapan
dimengerti oleh semua pihak terkait maupun respon serta perhatian yang 'lebih' terhadap pengembangan
(stakeholders). daerah penyangga Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan
Pelestarian Alam (KPA).***
2. Tak terpulihkan, yaitu perlunya
pengertian semua pihak bahwa *Sri Andajani
keragaman dan keunikan sumberdaya | Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar Taman Nasional Gunung
alam hayati dan ekosistemnya di dalam Leuser
kawasan konservasi ini bersifat rentan
yang berarti kerusakan yang berlebihan
Kita tidak bisa menjadi bijaksana dengan kebijaksanaan orang lain, tapi kita
bisa berpengetahuan dengan pengetahuan orang lain.
- Michel De Montaigne -
18 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
Khasanah
Vol. 4 No. 12 19
Tahun 2008
Khasanah
Selanjutnya, hasil dari konferensi di
tahunnya sama seperti pada tahun 1997. Pada kenyataannya, sejak Kopenhagen tersebut akan diratifikasi oleh
tahun 1997 hingga saat ini jumlah hotspot di Indonesia tidak selalu negara-negara di dunia untuk menggantikan
sama dan cenderung mengalami penurunan. Selain itu, terkait dengan Kyoto Protocol yang akan berakhir pada tahun
penebangan pohon, dalam suatu areal kebakaran diasumsikan bahwa 2012.
tanamannya adalah homogen (umur/ jenisnya sama). Padahal dalam
satu areal hutan, jenis dan umur tanaman tidak selalu sama/bervariasi. CDM vs REDD
Makin tua umur tanaman, kapasitas penyerapan CO2 makin berkurang
sehingga penebangan pohon tua tidak berkaitan lagi dengan fungsi Mekanisme yang ditawarkan dalam rangka
yang diharapkan, yaitu menyerap CO2. penurunan emisi adalah mekanisme CDM
(Clean Development Mechanism ) dan REDD
Namun demikian sebagai negara berkembang sekaligus negara (Reduction Emission from Deforestation and
penghasil emisi karbon yang besar, Indonesia mempunyai kesempatan Forest Degradation) . CDM merupakan salah
besar sebagai negara ”penyerap karbon” dengan mengefektifkan satu mekanisme upaya penurunan emisi Green
sumberdaya hutan yang dimiliki. Berdasarkan Protokol Kyoto telah House Effect dengan tujuan membantu negara
dibangun mekanisme perdagangan emisi, implementasi bersama dan maju menurunkan emisinya. Di lain pihak,
mekanisme pembangunan bersih (CDM = Clean CDM membantu negara berkembang dalam
Development Mechanism) dimana negara melaksanakan pembangunan yang
maju mengurangi emisi Gas Rumah berkelanjutan sekaligus
Kaca (GRK) dengan membangun memberikan kontribusi untuk
proyek penyerap karbon di negara Salah satu mencapai tujuan konvensi
berkembang. Pada Desember pemanfaatan teknologi yaitu menstabilkan
2007 negara-negara dunia yang penginderaan jauh yang belum konsentrasi GRK di
tergabung dalam United Nations banyak dikembangkan saat ini atmosfer sehingga
Climate Change Conference perubahan iklim global
adalah untuk menghitung dapat dicegah. Di
(UNFCCC) dalam sidang PBB
di Bali, telah menghasilkan kemampuan hutan dalam Indonesia, khususnya di
kesepakatan untuk menyerap dan melepaskan bidang kehutanan, CDM
menyelamatkan bumi dari ancaman karbon. merupakan suatu kemitraan
bencana pemanasan global secara antara negara maju dan
bersama. Satu hal penting yang berkembang untuk menurunkan
dihasilkan dari konferensi tersebut adalah GRK. Kegiatan kehutanan yang telah
tercapainya kesepakatan dunia yang disebut Bali disepakati adalah Aforestasi dan
Roadmap. Pada dasarnya, Bali Roadmap ialah langkah-langkah yang Reforestasi.
didalamnya tercakup kesepakatan aksi adaptasi, jalan pengurangan
emisi gas rumah kaca, dan transfer teknologi dan keuangan yang Aforestasi adalah penanaman pohon pada
meliputi adaptasi dan mitigasi. Kesepakatan lain yang penting dalam areal yang 50 tahun sudah tidak berhutan.
Bali Roadmap adalah adanya target waktu, yaitu pada 2009 akan Sementara Reforestasi adalah penanaman
diselenggarakan lagi konferensi lanjutan tentang perubahan iklim pohon pada areal yang sejak 31 Desember
global yang akan diselenggarakan di Kopenhagen, Denmark. 1989 bukan merupakan hutan. Areal yang
1. Pendekatan Non-spasial yaitu dari data 1. Memakai data yang diberikan oleh IPCC
statistik negara (misal FAO )-memberikan (data default values) pada skala benua
gambaran umum perubahan luas hutan
2. Berdasarkan peta, hasil survey dan data 2. Data spesifik dari negara bersangkutan
statistik nasional untuk beberapa jenis hutan yang
dominan atau yang utama
3. Data spasial dari interpretasi penginderaan 3. Data cadangan karbon dari Inventarisasi
jauh dengan resolusi yang tinggi Nasional, yang diukur secara berkala
atau dengan modelling
20 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
Khasanah
berpotensi untuk dilaksanakan bahwa dengan dilaksanakannya REDD maka terjadi penurunan emisi.
mekanisme CDM diantaranya adalah IPCC menentukan sebuah metodologi dengan tiga pendekatan dan
lahan kosong, padang rumput, lahan tingkat kerincian (tier) yang sudah direview oleh ratusan pakar dan
pertanian, lahan basah, permukiman pemerintah berbagai negara. Semakin tinggi tingkat ketelitian
(kebun, ladang). Jenis kegiatan yang pendekatan penentuan perubahan luas hutan dan tingkat kerincian
dilakukan untuk CDM diantaranya perubahan cadangan karbon, akan menentukan kompensasi yang
kegiatan agroforestri, silvofisheri, diterima dari kegiatan REDD.
monokultur dan campuran,
perkebunan karet, dan perkebunan Mekanisme REDD penting bagi Indonesia karena akan memberikan
buah-buahan. Pada dasarnya, dengan hasil yang signifikan dalam mendukung kegiatan pengelolaan hutan
proyek CDM ini dapat dibuktikan yang lebih berkelanjutan. Luas hutan yang dimiliki Indonesia
bahwa lahan yang dulunya tidak bisa berpotensi menyerap karbon secara global. Ke depannya potensi
menyerap karbon akhirnya mampu tersebut akan sangat ditentukan oleh kesiapan Indonesia sendiri dalam
menjadi hutan dan dapat menyerap memonitor luas hutan yang dimiliki, seberapa besar perubahan
karbon. Sebenarnya proyek CDM penutup hutan yang terjadi dan berapa besar potensi karbon yang
hampir sama dengan kegiatan dimiliki. Selain itu implementasi REDD juga harus didukung kesiapan
rehabilitasi lahan. Akan tetapi CDM perangkat peraturan dan kelembagaan yang berkaitan.
mempunyai nilai plus karena selain
lahan kembali menjadi hutan juga Memanfaatkan Teknologi Penginderaan Jauh untuk Monitoring
mendapat keuntungan dari hasil Bencana Pemanasan Global
penjualan karbon yang diperoleh dari
proyek (tentu saja setelah dikurangi Metode penentuan besar cadangan karbon telah banyak
ongkos kegiatan CDM). diperbincangkan di dunia secara global. Berbagai teknik konvensional
telah diujicobakan. Namun mencari metode yang cepat, tepat, efektif
REDD (Reduction Emission from dan efisien menjadi tuntutan mengingat posisi Indonesia sebagai
Deforestation and Forest negara pengemisi dan penyerap karbon yang akan meminta
Degradation) merupakan upaya kompensasi dunia internasional. Salah satu teknik mutakhir yang
penurunan emisi GRK (saat ini hanya berpotensi diterapkan adalah dengan menggunakan teknologi
terbatas CO2) yang terjadi dari penginderaan jauh.
berhasilnya pencegahan tindakan
konversi dan kerusakan hutan. Teknologi Penginderaan Jauh merupakan teknologi pengumpulan
Mekanisme REDD lebih ditujukan informasi tanpa kontak langsung dengan obyek dengan menggunakan
pada proses lepasnya cadangan alat scanner dan kamera yang diletakkan pada wahana bergerak
karbon hutan ke atmosfer dalam seperti pesawat udara, pesawat luar angkasa atau satelit dan
bentuk emisi GRK akibat konversi menganalisis informasi yang diterima dengan teknik interpretasi foto,
pengelolaan hutan yang tidak citra dan pengolahan citra. Salah satu pemanfaatan teknologi
berkelanjutan. penginderaan jauh yang belum banyak dikembangkan saat ini adalah
untuk menghitung kemampuan hutan dalam menyerap dan
Berbeda dengan CDM, mekanisme melepaskan karbon. Kelebihan pemanfaatan teknologi penginderaan
REDD bukan
kegiatan menanam
pohon. Yang
dimonitor dalam
REDD adalah besar
emisi dari laju
perubahan
penutupan hutan
akibat deforestasi
dan degradasi hutan
sehingga diketahui
perubahan cadangan
karbon yang terjadi.
Dalam implementasi
REDD dilakukan
sebuah pemantauan
untuk memastikan
dan membuktikan
Vol. 4 No. 12 21
Tahun 2008
Khasanah
jauh adalah lebih murah dan efektif daripada teknologi konvensional Sensing (CEReS) telah mengusulkan
yang ada sekarang. dibangunnya Global Land Cover Ground Truth
Database. Ground truth merupakan sampel
Dasar penggunaan teknologi ini adalah dengan mengkolaborasikan data lapangan yang dikumpulkan pada saat
hasil pencitraan data seperti citra MODIS, Landsat, SPOT atau citra melakukan klasifikasi landcover dengan citra
beresolusi tinggi lainnya hingga menghasilkan data cakupan vegetasi satelit secara otomatis. Sampel-sampel data
yang ada di muka bumi. Hasil tersebut kemudian diturunkan dengan lapangan ini akan menjadi sebuah basis data
seberapa besar kemampuan vegetasi dalam menyerap dan yang dikumpulkan dari seluruh studi landcover
melepaskan karbon. Dengan demikian akan diketahui besar potensi global yang ada di dunia. Dengan basis data ini
karbon pada setiap kawasan hutan. proses validasi data global akan mudah
dilakukan. Data satelit dengan spesifikasi
Dengan menggunakan data satelit resolusi rendah, menengah dan resolusi spasial lebih tinggi juga akan
tinggi dapat dilakukan observasi secara global hingga detil di lokasi membantu proses validasi. Seperti halnya data
yang dikehendaki. Observasi secara global dapat menggunakan data Quckbird yang mempunyai resolusi spasial
MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectro-radiometer). 2,44 hingga 0,61 meter dengan periode ulang
MODIS merupakan salah satu produk NASA dengan satelit Terra 3,5 hari sekali tentunya akan lebih membantu
dan Aqua. Citra MODIS mempunyai tiga resolusi spasial yaitu 250, proses validasi menjadi efektif dan efisien.
500, dan 1.000 meter. Resolusi spasial ini sangat cocok untuk
melakukan observasi secara global. Selain itu Observasi paling detil untuk menghitung
data MODIS mempunyai kelebihan pada potensi cadangan karbon adalah dengan
pantulan panjang gelombang menggunakan metode pengukuran
elektromagnetik yang diterima Ketersediaan data langsung di lapangan atau dikenal
sensor yaitu sebanyak 36 band cadangan karbon di kawasan dengan plot data. Saat ini metode
mulai dari 0,405 sampai yang paling sering digunakan
14,385 mikrometer.
konservasi terutama di taman nasional untuk pengukuran cadangan
Sementara itu, MODIS dapat akan mendukung pelaksanaan dan karbon secara langsung adalah
mengamati tempat yang pemantauan kegiatan REDD metode Alometrik. Pada
sama di permukaan bumi sehingga pengelolaan kawasan dasarnya, persamaan alometrik
setiap hari, untuk kawasan di hutan yang berkelanjutan adalah menggunakan variabel
atas lintang 30 dan setiap 2 hari diameter, tinggi, berat jenis kayu
untuk kawasan di bawah lintang dapat terwujud. tiap pohon dan faktor koreksi dalam
30 (termasuk Indonesia). Jadi pada perhitungannya. Penggunaan
dasarnya data MODIS mempunyai persamaan Alometrik ini lebih sederhana,
kelebihan, diantaranya adalah pada lebih murah, cukup akurat, dan mudah diaplikasikan.
banyaknya spektral panjang gelombang (resolusi radiometrik) dan Berikut beberapa contoh persamaan alometrik :
lebih detilnya cakupan lahan (resolusi spasial) serta lebih rapatnya
frekuensi pengamatan (resolusi temporal).
Ketterings et al. (2001) :
Data Landsat dan SPOT bisa digunakan untuk observasi secara B = 0,11 . ñ . D2+c
regional/ nasional. Kelebihan data Landsat dan SPOT dibandingkan
dengan MODIS adalah pada lebih telitinya cakupan lahan (resolusi B = biomass pohon (kg/phn),
spasial). Landsat Thematic Mapper (TM) bekerja pada resolusi D =diameter setinggi dada (cm)
spasial 30 meter. Bahkan pada Landsat ETM+ bisa mencapai resolusi ñ = berat jenis kayu (g/cm3)
15 meter pada band 8. Landsat mengamati 7 spektral, mulai interval c = parameter tempat tumbuh
biru (0,45 - 0,52 mikrometer) sampai thermal inframerah (10,4 - 12,5
mikrometer). Resolusi temporal untuk Landsat adalah 16 hari.
Sementara itu data SPOT (Satellite pour l'Observation de la Terre)
yang merupakan produk Perancis mempunyai resolusi spasial dari
10, 5 hingga 2,5 meter (SPOT 5). Memiliki 6 band dengan resolusi
temporal 26 hari. Brown (1995):
B = 0,049 . ñ . D2H
Ketepatan estimasi pengukuran cadangan karbon menggunakan data
satelit tentunya membutuhkan sebuah pendekatan yang lebih real. B = biomass pohon (kg/phn),
Dari sinilah dibutuhkan validasi data. Klasifikasi tutupan lahan D =diameter setinggi dada (cm)
dengan citra satelit divalidasi dengan kenyataan di lapangan. Untuk ñ = berat jenis kayu (g/cm3)
observasi global, validasi data merupakan agenda besar yang tidak H = Tinggi pohon (m)
mudah dilakukan. Diperlukan kerjasama studi lingkungan secara
internasional. Sebagai contoh di Center for Environmental Remote
22 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
Khasanah
2002/2003) kawasan TNGL dengan luas 1 juta hektar lebih
tersebut mempunyai luasan Hutan Lahan Kering Primer
Vademicum Kehutanan (1976) : sebesar 231.204 Ha, dan Hutan Lahan Kering Sekunder sebesar
B= 4/3 V ñ 747.776 Ha. Proses deforestasi yang terjadi di TNGL dari tahun
V= ¶ (D/2)2 Hä 1990 s/d 2000 telah mencapai 18.655 Ha (analisis citra Landsat
ETM+ tahun 1990-2000, WCS 2007). Sementara hutan yang
B = biomass pohon (kg/phn) berpotensi terdegradasi mencapai 142.857 Ha (analisis Lab.
V = volume kayu (m3) GIS TNGL, 2007).
¶ = 3,14
D =diameter setinggi dada (cm) Berdasarkan kenyataan diatas, TNGL sebagai kawasan
ñ = berat jenis kayu (g/cm3) ekosistem bagi semua makhluk hidup di dalamnya yang juga
H = Tinggi pohon (m) berfungsi sebagai penyerap karbon bagi penduduk di sekitarnya
ä = Faktor koreksi menjadi terancam. Yang lebih penting adalah TNGL juga
mempunyai posisi strategis sebagai salah satu Hutan Hujan
Tropis Warisan Dunia sejak tahun 2004. Apabila tidak dijaga
dan dilestarikan dengan baik, maka masyarakat dunia akan
marah karena kehilangan sebagian dari paru-parunya. Ancaman
bencana pemanasan global menjadi hal yang dekat di mata.
Yang perlu diperhatikan bahwa perhitungan Masyarakat dunia akan ikut mengawasi setiap jengkal
potensi cadangan karbon tidak hanya perubahan penutupan hutan. Oleh karena itu ketersediaan data
dilakukan pada pohon saja. Secara secara real time menjadi sangat penting. Terutama fluktuasi
keseluruhan potensi cadangan karbon ketersediaan stok karbon yang bisa diserap oleh hutan TNGL
dihitung dari akumulasi biomass (Ct) yaitu secara time series. Apabila kerusakan hutan dapat dicegah,
above ground biomass (bt) , soil (St), otomatis masyarakat dunia juga akan memberikan imbalan
underground biomass (Ut), dan necromass yang pantas bagi pihak taman nasional.***
(Nt).
*Rina Purwaningsih
Total C stock : | Junior Project Assistant, UNESCO
Ct = 0,5 bt + CSt + CUt + Cnt
Vol. 4 No. 12 23
Tahun 2008
W a c a n a
Benteng terakhir, dua kata yang aku garis bawahi saat ini,
singkat tapi 'dalam'. Kalau aku boleh berkomentar, dalam
pertempuran pun, benteng adalah suatu yang teramat penting.
Inilah pertahanan terakhir, penentu hajat hidup orang banyak
bahkan masa depan ummat manusia sedunia atau kalau mau
yang 'lebih' lagi maknanya, inilah pertempuran untuk
mati syahid atau hidup mulia mempertahankan
kekayaan alam yang telah Allah Yang Maha Kaya
berikan kepada kita.
24 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
W a c a n a
menutup pertemuan di majelis,
terhenti. Masih ada yang peduli, masih ada yang malu rasa di diri, menghadirkan orang-orang yang
masih ada yang tergerak hati, masih ada barisan yang berkehendak kami sayangi bersama dalam jalan
dan berusaha menyelamatkan Leuser...sengaja atau tidak pada ini.
mulanya.
Sesungguhnya Engkau Tahu
Dan sekarang aku berada disini. Di salah satu barisan itu. Barisan bahwa hati ini tlah berpadu
konservasi, meski aku bukan lulusan dari jurusan konservasi waktu berhimpun dalam naungan cintaMU
menuntut ilmu tempo hari. Balai Besar Taman Nasional Gunung bertemu dalam ketaatan
Leuser yang menurut Permenhut No P.03/Menhut-II/2007 punya bersatu dalam perjuangan
tugas pokok untuk melakukan penyelenggaraan, konservasi menegakkan syariat dalam
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan kawasan kehidupan
taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ...
berlaku. Semoga. barisan pejuang konservasi
itu berdiri tegap, erat, kuat dan
Bangga? Iya. Berat? Pasti. Sungguh amanah luar biasa yang harus aku amanah. Tegap menghadapi badai
jalani. Seperti teringat kata Imam Ghazali ketika bertanya pada yang menggoyahkan langkah dan
murid-muridnyanya di suatu hari, ”Apakah yang paling berat di dunia pertahanan diri. Erat menggenggam
ini?”. Jawabannya adalah ”amanah”. Ya, amanah itu yang sedang aku segala asa dan tujuan yang akan kita
hadapi, aku isi dan aku hiasi. Tentunya dengan pilihan demi pilihan, jelang. Kuat menghadapi rintangan
keputusan demi keputusan dan resiko demi resiko. Sulit, tapi aku demi rintangan dari berbagai arah
yakin bisa. Tentunya berbekal semangat yang membara, ikhtiar dan jurusan. Amanah dalam
yang optimal dan doa yang tak menunaikan apapun yang menjadi
berhenti terlantun. Yang jelas harapan kewajiban.
itu masih ada. Harapan untuk bisa
menjalankan amanah ini dengan baik, Aa Gym punya 3M untuk
harapan untuk melihat hijau kemilau mengubah bangsa ini, kita bisa
hutanku, harapan untuk bersama juga mengadaptasi rumus
menuju keadilan dan kesejahteraan, tersebut untuk menguatkan
harapan untuk senantiasa lebih baik, pribadi-pribadi yang berada di
harapan dan harapan, kenyataan dan kenyataan. benteng terakhir kehutanan
Indonesia (1) Mulai dari diri sendiri,
Tapi jujur, aku ga bisa sendiri dan aku ga mau sendiri. Rasanya sepi, (2) Mulai dari hal yang kecil dan (3)
tak ada temen untuk berbagi, tak ada sahabat yang memotivasi, tak Mulai saat ini juga!.
ada yang menasihati. Jangankan untuk bekerja, sholat berjamaah aja
akan lebih baik kan. Kerja dalam rangka ibadah pun tentu akan lebih Yuuuk..kita coba. Semampu kita,
bermakna jika dilakukan bersama, berjamaah, bareng-bareng, apapun itu, sekecil apapun, seringan
bermitra atau apapun bahasanya itu. Yang penting tidak sendiri, meski apapun. Tapi tak lupa niat, niat dan
sesekali kesendirian itu perlu untuk mengukur dan merenungi segala niat. Niat ketika bangun pagi, niat
kekurangan diri di hadapan-Nya. Kebersamaan dalam doa juga punya ketika bersiap ke kantor, niat di
arti. Doa yang terlantun dari mulut (apalagi dari hati) orang lain, perjalanan, niat ketika di lapangan,
boleh jadi itu yang menjadikan kebaikan kita pada hari ini. Atau niat ketika di kantor, niat ketika
bahkan kesulitan buat kita? Bisa jadi, bila ternyata kita tak membuat menyalakan laptop atau komputer,
orang lain nyaman dan aman berada di dekat kita. Satu lagi, beramal niat ketika membuat SPT, niat ketika
bersama-sama itu ternyata lebih asyik, lebih cantik dan lebih seru. Tak menerima perintah pimpinan, niat
hanya tangan yang bergandengan, tak pula kaki yang sejalan ketika pulang dari kantor, niat dan
melangkah, tetapi jiwa yang menyatu dalam kebersamaan. Indah kan? niat, ketika dan ketika...
Bukankah seberat-berat pekerjaan
jika dilakukan dengan hati yang
Mungkin ada yang masih ingat petikan lirik lagu 'Sahabat lapang akan terasa ringan dan
Perjalanan'? seringan-ringan pekerjaan jika
.... dilakukan dengan hati yang dongkol
Disini kita telah bersatu akan terasa berat?
Bicara tentang pohon-pohon yang hilang
Pada siapa terucap ungkapan jiwa Setelah niat, kita kembali pada
Abadikan indahnya alam kami ajakan Pak Sekditjen untuk jadi
.... pejuang yang akan dikenang. Kata
atau do'a Rabithah yang sering terlantun saat saudara-saudariku beliau, ”Bukan penjahat, bukan
Vol. 4 No. 12 25
Tahun 2008
W a c a n a
pengkhianat, bukan yang aman-aman saja dan bukan yang tak dikenal Keep fighting' til the end!!
sama sekali”. Naah kalo tentang ini aku teringat 5 (lima) tipe karyawan Berjuang di tanah Leuser tak
atau pejabat di kantor menurut seorang guru di Daarut Tauhiid dulu yang terbayang bagi seorang akhwat yang
selalu mengingatkan tentang Manajemen Qalbu. Katanya ini adalah cara lahir, besar dan tinggal di seberang
praktis untuk menilai dan mengukur diri sendiri apakah kita termasuk pulau seperti aku. Namun dunia
pejabat wajib, sunnah, mubah, makruh atau haram? kehutanan mungkin ladang terbaik
Pejabat wajib yaitu tipe pejabat yang keberadaannya sangat disukai, yang telah Dia peruntukkan untuk aku
dibutuhkan, harus ada sehingga ketiadaannya sangat dirasakan hadapi dan nikmati. Mungkin iya,
kehilangan. Pribadinya sangat mengesankan, tutur katanya yang sopan tak senior-seniorku, pimpinan-pimpinanku
pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya di kantor lebih dulu terjun ke dunia ini,
sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi lebih banyak ilmu dan pengalaman
yang tersesat, perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa yang tak ternilai harganya, lebih
terhormat dan bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan. banyak suka-duka tawa-air mata yang
dia sangat menghargai hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan tertoreh di lembar demi lembar buku
merasa aman dan nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya. histori nya, lebih banyak cerita
perjuangan yang menambah ghirah
atau semangat kebanggaan pada
Disebut sebagai pejabat sunnah apabila kehadiran dan keberadaannya dirinya. Dan itulah yang bisa dibagi
memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak terasa kehilangan. Andai antar generasi. Agar perjuangan tak
saja kelompok kedua ini lebih berilmu dan bertekad mempersembahkan berhenti di sini. Agar benteng terakhir
yang terbaik dari kehidupannya dengan tulus dan sungguh-sungguh, itu tetap berdiri kokoh.
niscaya dia akan naik peringkatnya ke golongan yang lebih utama.
Bangkitlah Negeriku
Pejabat mubah ada dan tiadanya sama saja. Datar-datar saja. Andaikata Harapan itu masih ada
bisa dimotivasi dengan kursus, pelatihan, rotasi kerja, mudah-mudahan Berjuanglah bangsaku
bisa meningkat semangatnya. Pejabat makruh adanya menimbulkan Jalan itu masih terbentang
masalah, tiadanya tidak menjadi masalah. Bila dia ada di kantor …
menimbulkan ketidaknyamanan dan menganggu kinerja orang lain. Yang (Bangkitlah Negeriku_Shoutul
serem adalah pejabat haram. Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit Harokah)
kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka
membual, tidak amanah, serakah, tamak, pekerjaannya tidak pernah jelas Sebuah muhasabah, terutama teruntuk
ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi diriku sendiri.***
pembuat masalah. Pendek kata dia adalah "trouble maker".
*Yunita Aprilia
Hmmmmh...kita termasuk tipe yang mana? Atau mungkin kita perpaduan
dari kelima tipe tersebut? Dirindukan kehadirannya atau dirindukan | Penata Bina Cinta Alamdan Kader
ketiadaannya? Konservasi Balai Besar Taman
Nasional Gunung Leuser
Semoga masih ada waktu untuk terus menata hati dan membina diri
menjadi pribadi yang lebih baik. Menjadi pejuang yang menghijaukan
perjalanan konservasi sampai titik penghabisan. Tak peduli staf ahli atau
ahli staf-kah kita. Tak peduli diamanahi jabatan apa kita di barisan ini.
- Stuart B. Jhonson -
26 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
W a c a n a
S ecara kuantitas, eksistensi Polisi Kehutanan (Polhut) saat ini semakin menurun.
Hal ini disebabkan selain karena semakin banyaknya Polhut memasuki masa
pensiun, juga akibat adanya kebijakan Pemerintah yang membentuk SPORC
(Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat). Anggota SPORC adalah para “alumni” Polhut
yang kemudian dibekali pendidikan lanjutan selama lebih kurang 2 bulan. Setiap
tahunnya anggota Polhut berkurang sekitar 300 orang karena berubah status menjadi
anggota SPORC.
Secara historis, SPORC muncul awal tahun 2005. Menurut siaran pers-nya yang
bernomor S.680/II/PIK-1/2005, Departemen Kehutanan membentuk Satuan Polhut
Reaksi Cepat (SPORC) sebagai jawaban atas semakin meningkatnya intensitas
gangguan dan tekanan terhadap sumberdaya hutan di Indonesia berupa pencurian dan
pemungutan hasil hutan secara liar, peredaran dan perdagangan hasil hutan ilegal
termasuk penyelundupan ke luar negeri serta perambahan/penggunaan/ penguasaan
lahan kawasan hutan secara melanggar hukum.
Namun di lain pihak, dengan adanya perekrutan anggota SPORC dari personil
Polhut yang sudah ada, apabila tidak ada peremajaan secepatnya di tubuh Polhut,
maka kita tinggal menghitung waktu habisnya jumlah Polhut yang kita miliki. Secara
tidak langsung, mungkin orang awam akan mengatakan bahwa pemerintah terkesan
tidak lagi membutuhkan Polhut karena dianggap kurang mampu dalam menangani
permasalahan kehutanan di lapangan, sehingga harus ada tenaga baru yang handal
dalam menangani semua permasalahan kehutanan di lapangan yaitu SPORC. Semoga
kesan itu dapat hilang dengan eksistensi dan komitmen kuat para Polhut di lapangan,
serta semakin diperkuatnya koordinasi dan komunikasi yang intensif antara Polhut
dengan SPORC.
Pada dasarnya operasi perlindungan dan pengamanan hutan dilakukan dalam rangka
menjamin terselenggaranya kelestarian hutan, dan Polhut adalah pejabat yang punya
kewenangan dalam melaksanakan tugas tersebut. Wewenang Polhut yang dimaksud
meliputi kegiatan dan tindakan kepolisian khusus di bidang kehutanan yang bersifat
preventif dan tindakan administratif operasi represif. Wewenang tersebut antara lain:
Vol. 4 No. 12 27
Tahun 2008
W a c a n a
•Mengadakan patroli/perondaan di dalam akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk dapat
kawasan hutan atau wilayah hukumnya. mengatur pengisian pos-pos petugas di lapangan yang personelnya
semakin 'menipis'. Ini dikarenakan SPORC tidak standby langsung
•Memeriksa surat-surat atau dokumen di pos-pos penjagaan di lapangan, tetapi di kantor brigade yang
yang berkaitan dengan pengangkutan sudah ditetapkan (berada di ibukota propinsi) yang notabene jauh
hasil hutan di dalam kawasan hutan atau dari kawasan hutan sebenarnya. Pemilihan lokasi markas SPORC
wilayah hukumnya. ini saya yakin juga melalui banyak pertimbangan, misalnya ke-
strategis-an lokasi; menyangkut daya jangkau ke seluruh wilayah
•Menerima laporan tentang telah
propinsi, ketersediaan sarana dan prasarana, serta efektifitas
terjadinya tindakan pidana menyangkut
komunikasi dari semua lini.
hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan.
Namun, kembali ke pertanyaan awal... Jumlah Polhut semakin
•Mencari keterangan dan barang bukti menipis, siapa lagi petugas yang ada di lapangan? Semoga
terjadinya tindak pidana yang pemerintah akan mendapatkan solusi terbaik untuk problem ini.
menyangkut hutan, kawasan hutan dan
hasil hutan.
Sedikit kita menoleh kepada kebijakan di masa lalu, M. Prakosa
•Membuat laporan dan menandatangani selaku Menteri Kehutanan pada saat itu membentuk suatu tim yang
laporan tentang terjadinya tindak pidana dianggap jitu dalam menangani permasalahan kehutanan di
yang menyangkut hutan, kawasan hutan lapangan yaitu Tim P2LHHI (Pemberantas Penebangan Liar dan
dan hasil hutan. Peredaran Hasil Hutan Illegal). Tim ini dimaksudkan dapat
mengurangi illegal logging. Tim yang dianggap sebagai rumus
yang paling efektif dan efesien dalam menangani masalah illegal
Dari uraian di atas, tugas dan fungsi pokok
logging. Namun yang terjadi adalah bahwa akhirnya Tim ini tidak
(tupoksi) pejabat Polhut sebagai teknisi di
bertahan lama. Apakah karena dianggap tidak berhasil atau hanya
lapangan jelas sudah. Namun mengingat
karena pergantian kepemimpinan yang mengakibatkan pergantian
penurunan kuantitas Polhut, apakah mungkin
kebijakan? Entahlah....
semua tupoksi itu bisa dilaksanakan secara
optimal oleh Polhut? Jika kita lihat sekilas,
dari segi tupoksi-nya, tidak ada suatu Apakah SPORC nantinya akan bernasib sama dengan Tim
perbedaan yang mendasar antara Polhut P2LHHI? Kita mengharapkan, semoga tidak. Awalnya Tim
dengan SPORC. Namun dari segi organisasi P2LHHI juga dianggap sebagai program andalan pemerintah dalam
tentu berbeda, SPORC sudah memiliki menangani masalah penebangan liar, dan sekarang SPORC menjadi
brigade tersendiri sedangkan Polhut reguler ujung tombak dalam menangani permasalahan tersebut. Dan yang
berada di bawah UPT pusat dan/ atau daerah. menjadi pertanyaan, setelah tahun 2009 apakah program ini akan
Kerjasama cantik dan saling mendukung antar terus berlanjut atau muncul lagi program baru yang lebih baik?
2 organisasi itu, seperti yang sudah berjalan di Tentunya pemerintah-lah yang menentukan semua ini.
Provinsi Sumut ini, diharapkan akan mampu
meredam dikotomi-dikotomi yang mungkin
bisa terjadi. Sekedar usulan, sebaiknya pemerintah membuka kesempatan
menjadi anggota SPORC dari kalangan umum bukan direkrut dari
yang sudah ada sehingga tidak terjadi ‘dwifungsi’ dalam
Dalam kurun waktu 5 tahun (mulai tahun pelaksanaan tugas di lapangan, serta tidak ada yang merasa
2005 sampai tahun 2009) kekuatan SPORC dirugikan dengan sebuah ‘kebijakan’. Dan yang utama, semoga
akan berjumlah 1.500 personil. Tentunya tidak ada lagi penyusutan jumlah Polisi Kehutanan dan eksistensi
secara otomatis jumlah personil Polhut Polhut sebagai “pengawal” paru-paru dunia tetap terjaga.***
reguler juga berkurang sejumlah tersebut.
Pembentukan SPORC ini diyakini oleh
Pemerintah akan menjawab kekurangan *Ali Sadikin
jumlah aparat pengamanan hutan yang saat
Polhut pada Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser
ini berjumlah 8.800 dengan 3.100 personil
ditempatkan di ‘pusat’ dan 5.700 personil di
daerah. Bahan bacaan:
1
Siaran Pers No: S.680/II/PIK-1/2005. Diakses melalui
Seperti yang sering terjadi di banyak hal, teori http://www.dephut.go.id/informsi/humas/2005/680_05.htm (11
selalu berbeda dengan praktek. Itulah juga September 2008)
yang tergambar pada pembahasan ini. Sekali 2
Werdaningsih. 2008. Perlindungan dan Pengamanan Hutan. Balai
lagi, dari segi kuantitas, jumlah Polhut akan Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan Pematang Siantar. Pematang
terus merosot dan di lain pihak jumlah Siantar.
personil SPORC terus bertambah. Hal ini
28 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
Seputar Kita
Indonesia Menanam (pun dengan Medan)
28 November 2008
1 2
Vol. 4 No. 12 29
Tahun 2008
Intermezzo
30 Vol. 4 No. 12
Tahun 2008
Wanasastra
poem for mangrove
Mangrove……
ibarat lelaki
Dia adalah kumis….
Walau sedikit, dia membuat manis
Dan…… dengan kumis membuat wanita meringis
Mangrove ….
ibarat wanita
Dia cantik nan rupawan, bak putri ratu kecantikan
Semua…….mendekat, meminta perhatian
Bukan hanya manusia, bahkan hewan….
Jasat renik…Nyamuk…Lebah…Cacing…Ikan …Kepiting…Burung….
Biawak…Ular…Kadal…Komodo…Kelelawar…Kambing...Kerbau...Sapi
Monyet…
Bahkan… buaya nan seraaaaam
Semua…. ada di sana
Semua…. butuh dia
Dia meliuk ditiup angin pantai, membuai makhluk menjadi damai
Dan bergoyang ketika ombak menerpa, bak penari legong nan menawan
Tiada bosan aku memandang
Mangrove…..
Ibarat kala
Dia adalah sunrise dan sunset
Walau sebentar, tetapi sangat indah nan menakjubkan
Disana….
Kenangan susah terlupakan
Mangrove…
Ibarat makanan
Dia adalah soup yang sedaap
Karena manis, asam dan asin berpadu didalam
Hingga…berbagai makhluk betah berdiam
Mangrove…
Ibarat bangunan ……
Dia adalah landasan
Akarnya kokoh nan mencengkeram
Menopang seluruh struktur kehidupan
Struktur kehidupan insan…..semesta alam
Tanpa mangrove abrasi akan menghantam
Tanpa mangrove intrusi akan menyerang
Tanpa mangrove polusi tidak tertahan
Tanpa mangrove bencana tsunami banyak menelan korban
Tanpa mangrove kan terperas….. produktifitas perairan
Tanpa mangrove …..kan terputus…. mata rantai makanan
Tanpa mangrove akan padam ….kehidupan
Vol. 4 No. 12 31
Tahun 2008
Sumber dana: DIPA Balai Besar TNGL Tahun 2008