Anda di halaman 1dari 32

ISSN 1858 - 4268

Vol. 2 No.5 Tahun 2006

b u l e t i n
Jejak Leuser
Menapak Alam Konservasi Bersama TNGL

Reposisi Peran
Lembaga Konservasi
sekapur sirih
Jejak Leuser kembali hadir untuk anda….

Semakin maraknya kehadiran lembaga-lembaga konservasi dewasa ini, baik pemerintah maupun lembaga swadaya
masyarakat, diharapkan menjadi sinar terang dalam upaya memecahkan berbagai permasalahan konservasi yang akhir-
akhir ini semakin serius. Dalam Liputan Utama, Pak Wir mencoba menuangkan catatan pemikirannya mengenai peran
lembaga-lembaga konservasi tersebut, baik yang berada pada level nasional maupun pada tataran akar rumput.

Pada edisi ini, di 'Kehati' Pak Harto kembali menyumbangkan tulisannya tentang Kukang, salah satu primata malam
yang dulu sering beliau jumpai di Stasiun Penelitian Ketambe. Di rubrik Khasanah, Bisro mencoba menulis apa yang
dia tahu tentang sebuah proses pembelajaran untuk alam, Pendidikan Lingkungan. Sebuah program yang sebenarnya
sudah tersentuh di hampir semua lembaga peduli konservasi. Dan pada rubrik Dinamika, salah satu permasalahan
besar yang dihadapi TNGL, yaitu pengungsi, akan dikupas oleh Ujang dari mulai tinjauan sejarah sampai dengan upaya
pemecahan masalahnya.

Di edisi kelima ini Mas Harry - Direktur SIEJ, secara singkat memaparkan sebuah wacana atas dibentuknya Sahabat
Leuser, komunitas yang terdiri atas para pecinta TNGL. Sebuah pemikiran brilian yang sayang untuk dielakkan,
semoga ke depan Sahabat Leuser bisa benar-benar ada dan punya peran besar dalam upaya pelestarian bumi Leuser.
Terima kasih redaksi ucapkan kepada Mr. Koen atas hasil jepretan Gunung Bendahara-nya ketika ber-fly over keliling
TNGL dan juga pada Bang Diding atas cover cantiknya....

Akhirnya, selamat membaca....

b u l e t i n

Jejak Leuser
Pelindung
Diterbitkan oleh:
Balai Taman Nasional Gunung Leuser
Jl. Blangkejeren 37 Tanah Merah Kutacane Aceh Tenggara
PO BOX 16 Kode Pos 24601
Telp. (0629) 21358 Fax. (0629) 21016

Kepala BTNGL Jl. Suka Cita 12 Kel. Suka Maju


Medan Johor, Medan, Sumatera Utara
Pemimpin Umum Telp/ Fax. (061) 7871521
Email: jejakleuser@yahoo.co.id
Sumber dana: DIPA 029 2006 BTNGL

Bisro Sya'bani
Cover depan : “Rebutan Hutan”
Dewan Redaksi (illustrator: Diding M Ichsan)
Cover belakang : Gunung Bendahara
(foto: Koen Meyers)
Desain : Bisro Sya’bani
Illustrator : Diding M Ichsan
Nurhadi Ujang W Barata

Catatan Redaksi
Redaksi Buletin “Jejak Leuser” menerima sumbangan
tulisan yang berkaitan dengan aspek konservasi.
Tulisan diketik dengan spasi tunggal, maksimal 5
R. Hendratmoko Bisro Sya'bani halamam dan minimal 3 halaman kuarto dengan font Times
Administrasi Distribusi New Roman 12. Naskah dikirim ke email :
jejakleuser@yahoo.co.id dengan disertai identitas diri
(termasuk foto penulis), serta foto-foto dan/atau
gambar-gambar yang dapat mendukung tema tulisan.
Naskah yang dikirimkan menjadi hak penuh redaksi
Buletin “Jejak Leuser” untuk dilakukan proses
editing seperlunya.

Agus Rihady Rebowo Wasgito


Vol. 2 No.5 Tahun 2006
4
Menu Hari Ini

Reposisi Peran
K e h a t i Liputan Utama

LEMBAGA-LEMBAGA KONSERVASI KE DEPAN :


beberapa catatan pemikiran 6
KUKANG
Primata dalam Kegelapan 11
Khasanah

Pendidikan Lingkungan,
Pendidikan Lingkungan,
Langkah Bijak untuk Kelestarian Berkelanjutan 13
17
magang
magang tlah tlah
tiba....tiba....
Kilasan

Tiga Pelajaran si Mico....


Dinamika

Pengungsi Asal Aceh di TNGL:


Tinjauan Sejarah dan Upaya Solusinya 21
Sahabat Leuser : 26
Wacana

Mengajak Masyarakat Ikut Melestarikan TNGL

Dari Kepala Balai


4
4
I n t e r m e z z o
20
20
Seputar Kita
28
28
W a n a s a s t r a
31
31
b u l e t i n

Dari Kepala Balai Jejak Leuser

FUKUYA
FUKUYAMA
F ukuyama adalah seorang pakar ekonomi politik yang
sejak 2001 menjadi staf pengajar di John Hopkins
University, Baltimore, dan dikenal luas akan
pemikirannya tentang perubahan sosial dan modal sosial,
yang kemudian menjadi salah satu diskursus global.
rendah di Pulau Sumatera lenyap hanya dalam hitungan 30
tahun (tahun 1970an sampai tahun 2000an). Terbukti
bahwa manusia melalap alam dengan ganasnya, dengan
tingkatan 10 kali lebih cepat, dan dengan dampaknya yang
sudah kita rasakan saat ini: penurunan kualitas lingkungan
Francis Fukuyama membahas bagaimana guncangan besar, hidup (baca: banjir, tanah longsor, erosi tanah dan polusi
the great disruption, yang terjadi ketika sistem kapitalisme air/udara, kebakaran lahan dan hutan, kekeringan, dan
meluas, mengakibatkan erosi pada modal sosial. seterusnya) yang luar biasa dan akhirnya akan berdampak
Kepercayaan, trust, manusia pada manusia lainnya langsung pada kualitas manusianya yang harus hidup
menipis, kecurigaan dan ketidak-jujuran merebak, dalam kondisi lingkungan yang semakin memburuk dan
pelanggaran hukum meningkat; proses kerjasama dalam rusak parah. Ekonomi yang digerakkan oleh pengurasan
masyarakat berubah menjadi proses saling memakan dan sumberdaya alam ini digambarkan oleh Kenneth Boulding
saling merugikan. dalam Korten (2001) sebagai “ekonomi koboi”. Visi
ekonomi koboi adalah dunia yang bisa dilukiskan sebagai

A pa kaitan pemikiran Fukuyama ini dengan


gonjang-ganjing kerusakan lingkungan dunia?
Seakan-akan memang tidak berhubungan atau
berkaitan. Namun apabila kita renungkan, akan semakin
meneguhkan keyakinan kita bahwa perubahan substansial
padang terbuka tanpa batas yang menyediakan sumberdaya
dan jasa pelayanan pembuangan limbah tanpa batas.
Ekonomi koboi diarahkan untuk menggali sumberdaya-
sumberdaya yang paling mudah tersedia dari lingkungan
hidupnya dan mengubahnya menjadi produk apa saja untuk
hubungan antar manusia yang dimaksudkan oleh memenuhi kebutuhannya.
Fukuyama, juga akhirnya berdampak pada lingkungan
hidup manusia secara luas. Sejarah kerusakan lingkungan
hidup dunia tidak dapat dilepaskan dari peranan (baca:
keserakahan) manusia, dalam berbagai bentuknya. Manusia
ingin menguasai alam. Inilah yang dikenal dengan
pandangan yang didasari oleh Etika Antroposentrisme,
P ertanyaan lanjutannya adalah; siapa yang
bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan
hidup ini? Banyak pihak menuding bahwa dalam hal
kerusakan hutan, negara (baca: pemerintah) melalui
berbagai instrumen kebijakannya yang seringkali
etika yang dilatarbelakangi oleh tradisi pemikiran barat kontradiktif adalah pihak yang paling bertanggungjawab.
yang liberal. Dalam etika ini manusia diposisikan sebagai Kebijakan dengan instrumen perijinan pengelolaan (baca:
pusat dari alam semesta, dan hanya manusia yang memiliki eksploitasi) sumberdaya hutan, tambang dan air, telah
nilai, sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi membawa petaka yang berkepanjangan. Kembali
pemuas kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. dipertanyakan, benarkah pemerintah merupakan satu-
Manusia dianggap berada di luar, di atas dan terpisah dari satunya pihak yang paling bertanggungjawab? Satu
alam. Bahkan, manusia difahami sebagai penguasa atas pertanyaan yang menggantung dan menyisakan
alam yang boleh melakukan apa saja. Menurut Keraf ketidakpastian. Akan dapat berubah menjadi sebuah mimpi
(2002), cara pandang inilah yang melahirkan sikap dan buruk apabila terbukti bahwa pemerintah memang telah
perilaku eksploitatif. Perilaku eksploitatif ini dalam hal gagal dalam menjalankan mandat.
sumberdaya hutan adalah menebang kayu dalam skala
besar dan dengan kecepatan yang tidak terbayangkan
dampaknya. Sementara itu, para pakar menyatakan bahwa
nilai kayu hanya kurang dari 5% nilai keseluruhan
sumberdaya hutan itu (nilai total sumberdaya hutan tidak
pernah diperhitungkan dalam kalkulasi ekonomi nasional).
F ukuyama menyatakan bahwa organisasi ke depan
akan lebih bersandarkan pada kemampuan
membangun jaringan, sebagai modal sosial. Dalam
pandangan ini, jaringan ialah hubungan saling percaya
yang berdasarkan moral. Jaringan berbeda dengan hierarki
Gambaran konkrit, hutan tropis dataran rendah di Pulau karena jaringan didasarkan pada norma bersama yang
Jawa habis dalam tempo 100 tahun (abad ke-18 sampai bersifat informal, bukan atas hubungan kekuasaan formal.
abad ke-19), sementara itu hutan hujan tropis dataran Apakah hubungan organisasi yang informal dan lebih

Vol. 2 No 5 Tahun 2006


4
b u l e t i n

Dari Kepala Balai Jejak Leuser

berlandaskan pada moral ini mampu berkontribusi dalam masyarakat juga seharusnya melakukan reposisi perannya,

AMA
penyelamatan lingkungan? Apakah aspek “moral” akan tidak sekedar “menyerang” pemerintah, tetapi juga perlu
mampu menjadi motor penggerak perubahan sosial dan memulai duduk bersama pemerintah dalam mencari ruang-
penyelamatan lingkungan? Sampai saat ini pertanyaan ruang kebersamaan yang saling menguatkan, saling
yang kedua belum ada jawabannya. menguntungkan, dan saling menghargai, sambil beradu
argumentasi dengan data dan informasi yang akurat.

D M
alam konteks pengelolaan lingkungan hidup
diperlukan organisasi atau lembaga yang
berbasiskan pada mekanisme hierarki dan
mekanisme yang berdasarkan jaringan. Pengalaman di
Indonesia membuktikan bahwa pemerintah dengan model
udahkah proses reposisi peran ini dilakukan?
Pengalaman memberikan kita gambaran bahwa
proses ini tidaklah mudah dan sederhana.
Diperlukan kapasitas leadership yang kuat dan konsisten
organisasi modern menurut Max Weber, yang dalam mengawal perubahan paradigmatik dan substansial
menggantikan wewenang informal menjadi wewenang seperti ini. Menurut Ary Ginanjar Agustina, tokoh
yang berlandaskan hukum dan lembaga-lembaga yang pengembang ESQ (Emotional Spiritual Quotient) 165,
transparan, telah terbukti gagal mengemban mandat menyatakan bahwa 7 sifat ESQ sebagai bekal pemimpin
mengelola lingkungan, dalam hal ini antara lain adalah (1) Jujur-Al Mu'min, Adh Dhahir, (2)
sumberdaya hutan, tambang, laut. Kita lupakan bahwa Tanggungjawab-Al Wakiil, (3) Visioner-Al Baari', Al
sumberdaya hutan merupakan sumberdaya yang masuk ke Waasi', (4) Disiplin- Al Mutaqim, (5) Kerjasama-Al Jaami',
dalam kategori common pool resource, suatu sumberdaya (6) Adil-Al 'Adl, dan (7) Peduli-As Saami'. Tujuh
yang akan sangat mahal untuk dikelola secara eksklusif. persyaratan yang sangat langka bisa ditemukan di
Sementara itu, sumberdaya hutan yang dikelola secara Indonesia saat ini, namun bukan tidak mungkin
berjaringan dengan modal sosialnya yang berupa lembaga- membangun satu generasi kepemimpinan yang dilandasi
lembaga adat, di banyak kasus malahan terbukti lebih oleh 7 persyaratan tersebut di masa depan, baik pemimpin
mampu menunjukkan pengelolaan yang bisa lebih di pemerintahan maupun di lembaga swadaya masyarakat.
dipertanggungjawabkan berdasarkan azas-azas kelestarian, Dimulai dengan kejujuran yang dicontohkan oleh para
tentu saja pada skala dimana jumlah penduduk, intervensi pemimpin itu, maka performa organisasi akan berubah
pasar, dan kebijakan pemerintah masih cukup stabil dan dengan subtansial, baik ditataran paradigma maupun pada
kondusif. Satu misal, pengelolaan hutan-hutan adat yang tingkatan teknis di lapangan. Di Yogyakarta, penulis
lestari akan tetap hancur dengan kebijakan eksploitasi menemukan satu buku yang sederhana namun sangat
hutan yang dapat menebang 1.000 Ha per tahun. Atau menarik dan relevan dengan topik tentang kepemimpinan.
kebijakan di awal Era Otonomi Daerah di mana bupati Buku tersebut berjudul “Memimpin Dengan Asma Allah”,
mengeluarkan ijin eksploitasi 100 Ha. karangan dua penulis: Soejitno Irmin dan Abdul Rochim
Pada intinya kerusakan disebabkan oleh tidak adanya (2005). Buku itu mengatakan bahwa dalam konteks
kontrol yang ketat di tingkat lapangan. Peraturan kepemimpinan, nama-nama yang menjadi sifat-Nya itu
perundangan di bidang eksploitasi hutan sudah lebih dari menjadi tolok ukur sejauh mana seseorang dikatakan
lengkap, namun semua peraturan tersebut hanya sekedar menjadi pemimpin yang (selalu berusaha) menuju
menjadi “macan ompong” di tingkat lapangan. Akhirnya sempurna. Semakin banyak seseorang memahami dan
kerusakan sumberdaya hutan terus berlanjut bahkan hingga mengamalkan sifat-sifat Allah tersebut, semakin
saat ini…. sempurnalah kepemimpinannya. Bukankah ke 7 bekal
kepemimpinan yang dikemukakan oleh Ary Ginanjar

P ertanyaan lain yang penting adalah: Bagaimana


kemudian peranan organisasi dan lembaga-lembaga
yang concern pada pengelolaan lingkungan hidup di
Agustina tersebut ternyata juga merupakan sifat-sifat Allah
SWT?

Indonesia? Bagaimana peran pemerintah ke depan dalam


mengelola sumberdaya hutan, tambang, laut? Lebih fokus
lagi, bagaimana pemerintah dalam mengelola taman-taman
nasional dan kawasan konservasi lainnya, yang jumlahnya
lebih dari 20 juta Ha?! Bukti empiris menunjukkan bahwa
R eposisi peran-peran inilah yang menjadi pokok
bahasan sentral dalam terbitan Jejak Leuser kali ini.
Diskursus peran kelembagaan konservasi ini akan
masih terus bergulir dan sudah selayaknya kita
menyambutnya dengan antusias, untuk mendapatkan
ke depan, pemerintah harus melakukan reposisi perannya, pembelajaran dari proses-proses perubahan kelembagaan
agar tidak terjebak ke dalam pola hierarki yang kaku tetapi pemerintah di era otonomi yang sedang gencar-gencarnya
harus pula mengembangkan ruang-ruang di mana jaringan digagas di hampir seluruh pelosok Indonesia. Sekali lagi,
dapat dibangun atas dasar trust. Reposisi peran pemerintah proses-proses ini semoga akan berhasil apabila dibangun
ini sudah tidak bisa ditawar lagi, pemerintah sudah pada dan dikawal oleh para pemimpin yang minimal
tahap point of no return untuk melakukan perubahan menyandang 7 bekal kepemimpinan tersebut.
mendasar, perubahan paradigmatik, dan tidak ada lagi
ruang untuk balik ke paradigma lama. Apakah yang harus
melakukan reposisi hanya pihak pemerintah saja? Saya Email: inung_w2000@yahoo.com
berkeyakinan bahwa berbagai lembaga swadaya

Vol. 2 No. 5 Tahun 2006


5
b u l e t i n

Liputan Utama Jejak Leuser

Reposisi Peran
LEMBAGA-LEMBAGA KONSERVASI KE DEPAN :
beberapa catatan pemikiran
Oleh: Ir. Wiratno,M.Sc*)

M ensikapi perubahan konstelasi geo-politik yang


terjadi di Indonesia sejak reformasi delapan tahun
yang lalu, dan terus berlangsungnya
ketidakpastian situasi tersebut lima-sepuluh tahun ke depan,
serta mensikapi perubahan-perubahan hubungan global
maupun pada tataran akar rumput sebaiknya perlu
mempertimbangkan perubahan-perubahan yang tidak dapat
diprediksi tersebut di atas. Dengan demikian, diharapkan
lembaga-lembaga konservasi tersebut dapat memberikan
kontribusi optimalnya dalam penyelesaian persoalan-
Utara-Selatan, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, persoalan strategis, baik di tingkat kebijakan maupun pada
politik, dan lingkungan; peranan organisasi konservasi baik tataran “akar rumput” di lapangan.
nasional maupun global akan atau
terpaksa berubah hanya dengan Perannya dalam menentukan persoalan-
melakukan evaluasi, refleksi, dan persoalan strategis akan membantu lembaga
kontemplasi diri dengan lebih konservasi dalam melakukan investasi yang
mendalam dan serius. Apabila tidak, cost-effective sekaligus membangun
maka lembaga-lembaga konservasi diskursus baru tentang ideologi konservasi
akan kehilangan fokus, tidak dapat menjelang Abad-21, yang lentur tetapi
mempertanggungjawabkan memiliki prinsip yang jelas dalam
akuntabilitas lembaganya maupun menghadapi perubahan-perubahan politik
kepada publik, dan akhirnya terjebak praktis dan kecepatan kerusakan alam di
hanya sekedar melaksanakan Indonesia.
“proyek” konservasi belaka. Apabila
hal ini terjadi, sudah bisa diduga, Karakteristik Gerakan Konservasi
tidak akan banyak perubahan secara
substansial tentang upaya konsevasi Sebelum masuk ke dalam kancah pemikiran-
di Indonesia. Hutan alam semakin pemikiran serta kristalisasi peran dan
rusak dengan kecepatan yang tanggung jawab lembaga konservasi,
semakin menggila. Kecepatan karakteristik gerakan konservasi alam dan
menaman hutan tanaman tidak juga lingkungan secara global, termasuk apa yang
dapat mengejar melejitnya kerusakan sedang terjadi di Indonesia, secara ideal
hutan alam. Kawasan-kawasan sebaiknya memiliki karakter sebagai
konservasi mengalami penggerogotan sedikit demi sedikit berikut:
baik akibat illegal logging maupun perambahan. Penebangan
haram dan perambahan di banyak tempat dilakukan dengan mKonservasi memerlukan pendekatan yang multidisipliner.
sangat rapi dan menggunakan kendaraan jaringan yang Dengan demikian, efektivitas keberhasilan gerakan
sangat rumit, terstruktur rapi dan yang menjurus pada pola- konservasi sangat ditentukan dengan seberapa besar
pola organized crime yang sangat berbahaya. tingkat sinergitas antar disiplin ilmu baik murni maupun
terapan dalam mendukung upaya konservasi;
Beberapa pemikiran awal dari reposisi “roles and
responsibility” lembaga konservasi, baik itu pemerintah mKeberhasilan upaya konservasi oleh karena itu adalah
maupun lembaga swadaya masyarakat di tingkat nasional keberhasilan kolektif. Sangat jarang terjadi konservasi
Vol. 2 No 5 Tahun 2006
6
b u l e t i n

Liputan Utama Jejak Leuser


merupakan buah dari kerja individu maupun institusi. phobia di tingkat masyarakat yang selama ini hanya
Keberhasilan kolektif hanya dapat dilakukan ketika telah dijadikan obyek proyek-proyek pembangunan dan
mengkristalnya kesadaran kolektif dari para pelaku konservasi;
konservasi;
mSampai dengan saat ini, kita belum menemukan kisah
mKesadaran kolektif konservasi adalah kesadaran akan sukses gerakan konservasi di Indonesia. Beberapa indikasi
"common agenda" yang merupakan agenda bersama keberhasilan dicatat namun terbatas pada skala kecil yang
pelaku konservasi. Tanpa disepakatinya agenda bersama tingkat keberlanjutannya masih dalam pemantauan. Oleh
yang terbuka, maka gerakan kolektif konservasi tidak akan karena itu, diperlukan sikap ksatria para pelaku konservasi
pernah terjadi; Konservasi akan menjadi sekedar buih dan untuk melakukan evaluasi terhadap keberhasilan maupun
tidak akan pernah melahirkan gelombang gerakan yang kegagalan upaya konservasi.
dapat merubah paradigma manusia dalam hubungannya
dengan pengelolaan sumberdaya alam; mKe depan, bagi organisasi pemerintah, akuntabilitas
program/proyek tidak cukup dilakukan hanya dilakukan
mAgenda bersama itu hanya bisa dibangun atas dasar trust di secara vertikal (kepada atasan di Jakarta), tetapi sebaiknya
antara pelaku konservasi. Tanpa adanya trust, maka dimulai akuntabilitas horisontal (bersama mitra kunci)
konservasi tidak akan pernah memiliki fondasi yang dimana organisasi pemerintah tersebut bekerja (sama) atau
mengakar pada tataran grass-root sekaligus menggantung berkolaborasi. Hal ini berlaku pula dengan LSM, dan
pada tataran kebijakan. Trust hanya bisa dibangun melalui pelaku konservasi lainnya. Diperlukan political will dan
proses komunikasi dan kolaborasi yang mencerdaskan dan perubahan paradigma bagi pemerintah dan LSM untuk
membebaskan, yang dibangun secara bertahap dan dapat melakukan perubahan seperti ini.
konsisten;
mKonservasi tidak pernah bisa masuk dalam main stream
mKonservasi mensyaratkan pendekatan yang lintas institusi gerakan politik dan pembangunan di Indonesia, dan hanya
yang multilayer. Oleh karena itu, konservasi perlu mampu menjadi isu-isu pinggiran, yang sekali-kali
bergerak di tataran praktis sampai dengan tataran dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis sesaat.
kebijakan; dari lokal ke nasional dan global. Sebagai Konservasi, oleh karenanya harus mampu menjadi
konsekuensinya, konservasi sebaiknya dilakukan oleh „movement“ dari seluruh lapisan masyarakat. Konservasi
jaringan praktisi-profesional di seluruh layer secara akan bisa menjadi gerakan apabila konservasi mampu
sinergis dan saling menguatkan, pada tataran horisontal; memberikan manfaat jangka pendek-konkrit kepada
masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Manfaat cash
mUntuk membuktikan keberhasilan konservasi, diperlukan ekonomi ini yang selama ini tidak pernah dapat disajikan
waktu yang panjang. Oleh karena itu, investasi di bidang oleh para pelaku konservasi.
konservasi harus dapat menjamin keberlanjutan jangka
panjang, tetapi yang memandirikan. Tantangan gerakan mPeranan pemerintah selama 30 tahun terakhir yang sangat
konservasi adalah konsistensi investasi dalam jangka dominan mengakibatkan dominasi wacana dan praktik
panjang dengan memandirikan kapasitas lokal, dalam konservasi. Peran sentral ini akan semakin berkurang
jangka yang relatif pendek; dengan menguatnya peran lembaga swadaya masyarakat
dengan prioritas isu-isu antara lain: penguatan masyarakat
mKeberhasilan upaya konservasi skala kecil di lapangan sipil, hak-hak adat, land reform, hutan kemasyarakatan,
sebaiknya diangkat dan dikomunikasikan serta diback-up community-based development, pengelolaan multipihak,
pada tataran kebijakan secara bertahap dalam rangka konservasi alam, perlindungan species, animal rights,
menyebarkan lesson-learned dan proses difusi multi-arah intelectual property rights, dan lain sebagainya;
yang mencerahkan dan mencerdaskan. Proses seperti ini
sangat jarang dilakukan, sehingga kita tidak pernah belajar mBaik pemerintah maupun lembaga konservasi dan lembaga
dari pengalaman (baik yang berhasil maupun yang gagal) swadaya masyarakat sering terjebak pada cara berfikir
dari suatu intervensi konservasi. Peran media massa sangat generik, seragam, yang sangat kontra produktif dengan
strategis dalam membangun opini publik tentang kondisi spesifik sumberdaya alam setiap lokasi,
konservasi agar tersebar luas, layak baca dan mudah keragaman sosial-ekonomi-budaya dan aspirasi
dicerna publik; masyarakat, latar belakang keragaman etnis, tingkat
perkembangan budaya, ekonomi, sosial, dan lain-lain;
mUpaya konservasi merupakan proses pembelajaran yang
terus menerus yang bersifat multidisipliner dan dilakukan mBekerja di bidang konservasi alam maupun lingkungan
oleh pelaku konservasi multi-etnik. Kemampuan untuk akan membawa konsekuensi pada pertanggungjawaban
mendengarkan (listening skill) menjadi bagian yang moral dan intelektual, dan oleh karena itu sangat urgen
penting dari proses pembelajaran multipihak tersebut; untuk selalu memberikan yang terbaik dan mampu
mengobarkan spirit konservasi dengan cara menemukan
mSangat urgen untuk membangun entry and exit strategy kembali „roh“ konservasi, sehingga setiap tindakan dan
baik di tataran akar rumput maupun di tataran konsep atau laku konservasi dapat memberikan makna yang dalam bagi
kebijakan pada berbagai institusi baik pemerintah maupun tumbuhnya kesadaran konservasi di seluruh layer
lembaga swadaya masyarakat. Hal ini penting mengingat masyarakat. Dengan demikian diharapkan bisa menjadi
Vol. 2 No. 5 Tahun 2006
7
b u l e t i n

Liputan Utama Jejak Leuser


suatu gerakan di seluruh lapisan masyarakat.
Mitos-mitos Konservasi
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, maka
lembaga-lembaga konservasi baik pemerintah maupun LSM Banyak sekali mitos tentang banyak hal yang kemudian
perlu menemukan kembali ruang yang strategis dalam terbukti tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
menentukan 'niche' yang cocok dalam rangka memberikan Beberapa mitos penting seputar konservasi dan pengelolaan
kontribusi nyata di bidang pembangunan konservasi dan sumberdaya alam, antara lain:
masyarakat di Indonesia.

Mitos: Kenyataan:
Masyarakat difahami sebagai satu entitas yang Masyarakat sangat beragam dan di dalamnya
seragam, lemah, tidak memiliki survival strategy, terdapat berbagai lapisan kepentingan, aspirasi,
sangat tergantung pada bantuan dari luar, dan kebutuhan, dan keinginan yang beragam dan
berbagai romantisme lainnya; dinamis. Kelemahannya seringkali dimanfaatkan
oleh berbagai pihak luar (atau dengan perpanjangan
tangan sebagian kelompok masyarakat) untuk
keuntungan sebesar-besarnya bagi pihak yang
memanfaatkannya.
LSM adalah lembaga yang berpihak pada LSM memiliki dan menghadapi berbagai
masyarakat, dan seringkali menjadi tumpuan keterbatasan baik dalam hal strategi, sumberdaya
harapan dan ketergantungan masyarakat dalam manusia, dukungan pendanaan; LSM seringkali
menyelesaikan berbagai permasalahannya; mengatasnamakan masyarakat untuk kepentingan
pencarian pendanaan yang sebenarnya sebagian
besar untuk kepentingannya sendiri dan dalam
waktu yang bersamaan menciptakan ketergantungan
yang tinggi dari masyarakat binaan;
Pemerintah dipukul rata identik dengan pihak yang Pemerintah juga bukan entitas yang seragam. Akan
tidak bisa berubah, penuh dengan mentalitas KKN, selalu terdapat individu yang masih memiliki
dan pada umumnya tidak mau berdialog, apalagi idealisme yang tinggi dan tidak puas dengan sistim
bekerja sama dengan LSM, mendengarkan aspirasi yang ada di birokrasi.Kelompok minoritas ini selalu
masyarakat, dan sebagainya; ada baik di tingkat pusat sampai di daerah;
Media massa merupakan salah satu pilar demokrasi Media massa merupakan entitas yang sangat
yang bersikap netral dan tidak berpihak; berpengaruh namun memiliki keterbatasan, antara
lain tidak selalu mampu memberikan pencerahan,
bersikap netral, dan menunjukkan fakta dan
kebenaran kepada masyarakat; antara lain karena
seringkali tidak melakukan jurnalisme investigatif
dan atau melakukan crosscheck
Corporate (misalnya: pertambangan), semuanya Kegiatan pertambangan sangat beragam dan
atau sebagian besar merusak sumberdaya alam. memberikan dampak lingkungan yang beragam
pula. Penambangan emas underground berdampak
lingkungan kecil; Demikian pula dengan eksploitasi
panas bumi untuk energi listrik, dengan dampak
yang relatif kecil dan terkendali;
Kerusakan Hutan Indonesia adalah bukti Kerusakan hutan Indonesia disebabkan faktor
ketidakmampuan pemerintah Indonesia, dalam internal (pemerintah) dan faktor eksternal
berbagai aspek termasuk penegakan hukum; (permintaan kayu yang semakin tinggi dari pasar
regional dan global) dan trend-nya telah mengarah
pada organized crime, dengan rantai yang panjang;
Tanggungjawab sebaiknya dipikul bersama, bukan
hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh negara-
negara pengimpor kayu tropis.

Vol. 2 No 5 Tahun 2006


8
b u l e t i n

Liputan Utama Jejak Leuser


Peran-peran Strategis Ke

Dok. FFI
Depan:

Mitos-mitos tersebut muncul


antara lain disebabkan oleh
berbagai penyakit intelektual.
Misalnya, cara berfikir generik
(semua pegawai pemerintah corrupt;
semua unsur pemerintah terlibat
KKN; semua hutan Indonesia rusak;
semua taman nasional Indonesia
rusak, dan sebagainya). Penyakit ini
dapat dikurangi apabila kita mau
legowo dengan cara biarkanlah
'ahlinya' yang berbicara, berikanlah
kesempatan mereka yang lebih
mengetahui atau memiliki
pengalaman, yang menyampaikan
fakta. Karena kalau semua pihak
menjadi ahli untuk semua hal, maka
kekacauan dan kerancuan informasi Fauna & Flora International - Medan (sisi sebelah kanan), salah satu NGO Konservasi yang aktif dalam
program pendampingan, baik dalam tataran kebijakan maupun dengan langsung terjun ke lapangan.
yang akan terjadi. Akibatnya,
masyarakat tidak pernah
mendapatkan informasi dan fakta akan berhasil apabila pemerintah melakukan reposisi
yang benar. perannya untuk lebih bersikap 'tut wuri handayani',
mendorong tumbuhnya dialog dan kesepahaman yang
Dengan memperhatikan berbagai mitos tersebut di atas yang sehat dan mencerdaskan.
tidak sepenuhnya benar, peran-peran yang sudah, sedang,
dan sebaiknya akan dilakukan oleh pemerintah maupun èCara melakukan pendampingan sejauh mungkin
LSM, barangkali mencakup beberapa hal sebagai berikut : dilakukan dengan pola partnership multipihak dengan
berpegang pada prinsip-prinsip saling menghormati,
èMenjadi agen pencerahan dan pencerdasan melalui proses saling menghargai, dan saling menguntungkan dalam
fasilitasi bertemunya para pihak baik pemerintah, rangka mencapai tujuan bersama. Agenda kemitraan ini
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, merupakan salah satu hal yang sangat strategis harus
perguruan tinggi, pakar, praktisi, politikus, media massa, dimulai bersama-sama antara pemerintah, lembaga
dan sebagainya. swadaya masyarakat, maupun langsung dengan
masyarakat itu sendiri.
èProses pencerahan tersebut didasarkan pada analisis
scientific-based yang menjadi ciri LSM konservasi, èDalam pendampingan dapat sekaligus dilakukan dengan
sehingga proses fasilitasi maupun pendampingan tersebut cara uji coba proyek-proyek skala kecil atas dasar
dapat dipertanggungjawabkan secara publik dan ilmiah- perencanaan bersama stakeholder. Proses dipantau dan
atas dasar ilmu sekolahan. Hal ini dilakukan dengan tanpa hasilnya dievaluasi secara bersama yang diharapkan akan
meninggalkan sumber-sumber kebenaran yang berasal bermanfaat untuk proses pembelajaran multipihak agar
atau digali dari intelektual organik yang mendapatkan mampu saling menguatkan dan mencerahkan.
ilmunya dari praktik langsung hidup bersama alam secara Keberhasilan skala kecil kemudian perlu didesiminasi
harmonis dan telah berlangsung lama. melalui jaringan kerja multilayer. Pola-pola shared-
learning yang seperti ini yang mulai dikembangkan oleh
èFokus pendampingan dapat dilakukan dalam tataran PILI dan CIFOR beberapa waktu lalu dan mendapatkan
kebijakan, proses pengambilan keputusan-keputusan sambutan yang sangat positif dari banyak pihak.
pembangunan yang mempertimbangkan kepentingan
konservasi di satu sisi, lebih rasional, aspiratif, dan èMengembangkan konsep-konsep baru strategi pendanaan
kepentingan pembangunan kesejahteraan masyarakat di konservasi melalui trust-fund konservasi, baik di skala
sisi yang lain. Bahkan pendampingan juga dapat dilakukan nasional maupun propinsi, atau pengembangan inisiatif-
secara konkrit di tingkat lapangan; dengan contoh-contoh inisiatif baru pendanaan konservasi melalui lobi
upaya konservasi yang nyata dan membumi, bukan hanya internasional untuk menjamin ketersediaan pendanaan
teori saja. konservasi jangka panjang. Ide-ide pengembangan
kabupaten konservasi atau propinsi konservasi sebaiknya
èLevel pendampingan dapat dilakukan multi-layer didasarkan pada pemikiran-pemikiran tersebut di atas.
approach, tergantung pada kondisi dan situasi spesifik Kebijakan nasional harus memberikan suasana yang
setempat; mulai dari tingkat akar rumput, kecamatan, kondusif untuk berkembangnya inisiatif di berbagai
kabupaten, propinsi, nasional, dan global. Pendampingan kabupaten/propinsi yang nyata-nyata mulai ada yang
Vol. 2 No. 5 Tahun 2006
9
b u l e t i n

Liputan Utama Jejak Leuser


berpihak pada

Bisro Sya’bani
konservasi.

èPengembangan sistim
reward and punishment
bagi pelaku konservasi
baik di pemerintah
maupun di LSM
merupakan hal yang
sangat penting untuk
segera dilakukan.
Khususnya bagi
pemerintah, insentif
yang jelas dan
transparan akan
memacu pelaku-pelaku
konservasi di Balai
Ta m a n N a s i o n a l
maupun di Balai
K o n s e r v a s i
Sumberdaya Alam
untuk melakukan yang
terbaik di bidang
tugasnya. Di tingkat
LSM, pola inipun
semestinya juga
dilakukan, sehingga Shared Learning, agenda forum kemitraan yang dikembangkan oleh PILI dan CIFOR
diharapkan akan
mengkristal menjadi
butir-butir „kode etik“ pelaku konservasi yang semoga konservasi yang melibatkan berbagai kepentingan baik
suatu saat dapat diberlakukan di seluruh Indonesia. pemerintah maupun LSM. Pendanaan harusnya dibangun
bukan saja pada tataran nasional maupun global, tetapi
èKhusus bagi pemerintah, investasi pada pengembangan perlu dibangun mekanisme pengumpulan pendanaan yang
sumberdaya manusia konservasi perlu dilakukan dengan mandiri dan bersifat lokal, dan dikelola oleh stakeholder
lebih terstruktur dan terbuka, mulai dari proses setempat. Ketergantungan pada pendanaan nasional dan
recruitment, pembinaan, serta pola karier yang jelas. bahkan pada tataran global seringkali menjadi jebakan
Inisiatif „Magang di Kawasan Konservasi“ bagi 200 calon konservasi, yang membuat masyarakat manja dan
pegawai negeri sipil Departemen Kehutanan pada tahun bergantung pada pendanaan dari luar. Hal yang tidak sehat
2004-2005, merupakan awal yang baik. Setelah magang, dan telah kita buktikan bersama dari kasus-kasus proyek
biasanya mereka mendapatkan pengalaman spiritual dan konservasi yang didanai oleh World Bank dan Asian
teknis betapa rumitnya mengelola hutan-hutan di kawasan Development Bank (ADB) di Indonesia. Large-scale and
konservasi. Ini bekal dan pengalaman penting bagi masa high cost investment di konservasi haruslah sudah
depan mereka. ditinggalkan, karena terbukti tidak berhasil dan
menimbulkan efek ketergantungan sekaligus penolakan
èKonservasi merupakan pertarungan perebutan ruang yang tinggi.***
publik dalam jangka panjang. Tantangan akan selalu
berubah sesuai dengan dinamika perkembangan politik,
sosial, ekonomi, dan lingkungan di berbagai tingkatan. *) Ka Balai Taman Nasional Gunung Leuser
Oleh karena itu, perlu dibangun strategi pendanaan Email: inung_w2000@yahoo.com

Nilai manusia itu ditetapkan dari keberaniannya memikul tanggung jawab,


mencintai hidup dengan kerja, membawanya kepada kegairahan hidup
yang paling tersembunyi

- Kahlil Gibran -

Vol. 2 No 5 Tahun 2006


10
b u l e t i n

K e h a t i Jejak Leuser

KUKANG
Primata dalam Kegelapan
Oleh : Drs Suharto Djojosudharmo

Suatu jenis satwa ataupun tumbuhan adalah pembentuk mata rantai yang panjang dalam sistem kehidupan dimana satu
dengan yang lain saling berkait. Hilangnya suatu jenis kehidupan, baik secara alami atau karena oleh ulah manusia, tidak
akan dapat dikembalikan lagi eksistensinya, betapapun tingginya teknologi manusia.

K ukang yang memiliki nama umum slow-lory dan


nama biologi Nycticebus coucang, sering disebut
juga dengan malu-malu, adalah satu dari 16 jenis
primata yang terdapat di Sumatra. Primata langka ini
penyebarannya luas di pulau Kalimantan, Jawa, Sumatra,
ukurannya, sedangkan pergerakannya lambat. Kukang
memanjat pohon dengan menggunakan ke empat anggota
badannya (quadrupedal). Kukunya yang tajam sangat
membantu mencengkeram ke dahan atau ranting tempatnya
memanjat. Mereka menempati tajuk hutan antara 0 20
Malaysia, dan kawasan Asia Tenggara di bagian barat dari meter.
garis Wallace. Sebagai anggota dari ordo primata, satwa ini
memiliki 5 (lima) jari di Kukang memiliki sepasang mata bulat dan besar. Sebagai
setiap kaki dan tangannya, binatang malam, matanya berfungsi sangat baik sekalipun
dan sepasang puting yang cahaya yang diterima intensitasnya sangat kecil. Indera
terletak di bagian dada. penglihatannya berisi batang-batang sel yang mampu
Kukang memiliki rambut menerima dan menggandakan cahaya dengan intensitas
halus dan lebat yang rendah hingga memungkinkannya dapat melihat obyek
menutupi seluruh walaupun di kegelapan malam. Kukang juga memiliki
tubuhnya, menggoda orang indera pendengaran dan indera penciuman yang sangat
untuk memeliharanya. sensitif. Karena gerakannya lambat, satwa ini termasuk ke
Primata jenis ini termasuk dalam golongan satwa penunggu mangsa, bukan pemburu
dalam jenis binatang mangsa.
malam sejati (true
nocturnal animal ) dan Tarsius bancanus diketahui mampu menangkap,
termasuk ke dalam membunuh dan makan ular berbisa neurotoksin Maticora
keluarga Lorisidae. Berat intestinalis, dan kukang diduga juga mampu melakukan hal
tubuh kukang antara 600 - yang sama. Giginya sangat kuat dan tajam, sehingga sekali
700 gram, dengan rata-rata berat 679 gram pada jantan dan mangsanya berhasil ditangkap, sulit untuk dapat
626 gram pada betina. melepaskan diri.

Klasifikasi : Makanan utama Kukang di alam adalah buah (> 50%),


Ordo : Primata binatang kecil (± 30%) dan pucuk batang. Kukang juga
Subordo : Prosimii mengkonsumsi getah pohon di mana kulit pohon umumnya
Infraordo : Lorisiformes keras. Dengan memiliki struktur gigi seri, taring dan
Famili : Lorisidae geraham yang khusus untuk mengunyah halus, hal ini bukan
Sub famili : Lorisinae hambatan. Getah yang merupakan gula polimer komplek
Jenis : Nycticebus coucang dengan protein dan mineral mungkin digunakan untuk
bertahan hidup karena adanya fluktuasi ketersediaan pohon
Arboreal sejati. buah dan serangga.
Kukang adalah adalah binatang arboreal sejati, hidup dan
aktivitasnya dilakukan di pohon. Mereka lebih suka Perilaku
menggunakan pohon ukuran kecil dan sedang, serta liana, Pada siang hari kukang tidur dan istirahat di ranting atau
untuk aktivitasnya. Ini terjadi karena kukang relatif kecil dahan di pohon, dan ketika itu kukang sering menjadi
Vol. 2 No. 5 Tahun 2006
11
b u l e t i n

K e h a t i Jejak Leuser
mangsa bagi satwa lain: ular piton, elang, orangutan, memegang rambut induk dan menyusu. Berbeda dengan
macan dahan, dan beruang. Untuk istirahat dan tidurnya, Tarsius bancanus yang selalu menggunakan lubang pohon
kukang tidak pernah membuat sarang atau memanfaatkan pada beberapa hari pertama melahirkan, kukang segera
lubang pohon. Salah satu strategi bertahan dari ancaman mencari makan dan membawa serta bayi. Berat bayi pada
mangsa adalah dengan tidur di tempat tinggi dan waktu lahir diperkirakan 190 gram. Interval waktu kelahiran
terlindungi, kadang-kadang dengan cara memutar anak pertama dengan berikutnya sekitar 12 bulan. Masa hamil
kepalanya sampai di bawah dada dan menggelantung, kukang 193 hari dan selalu melahirkan satu anak untuk setiap
bahkan kadang harus menjatuhkan diri ke lantai hutan atau kehamilan. Mereka bisa bertahan hidup sampai 16 tahun.
tanah. Tulang belakang dan leher kukang dilindungi oleh Kukang tidak memiliki musim kawin. Sebagai binatang
scapula komplek, rambut tebal dan panjang, kulit tebal arboreal, kukang melakukan kopulasi di pohon dengan posisi
dan posisi tulang servic yang khusus, membuatnya dorso-ventral, yaitu satwa jantan menaiki satwa betina,
menjadi elastis bila harus jatuh dari ketinggian tertentu. sehingga bagian ventral satwa jantan menghimpit bagian
dorsal satwa betina. Seekor induk kukang mampu memberi 3
Beberapa peneliti orangutan menyaksikan dan mencatat 4 ekor anak sepanjang hidupnya.
bahwa beberapa individu orangutan di Stasion Penelitian
Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser, menangkap ,
membunuh dan makan kukang. Sekali kami menyaksikan Kukang Pandai Menghilang ?
seekor kukang jatuh dari tajuk pohon ketinggian ± 20 Kukang juga termasuk satwa yang pandai membebaskan diri
meter ke tanah. Kukang tersebut luput dari tangkapan dari kerangkeng manusia. Beberapa kali sebuah kebun
orang-utan jantan dewasa. Segera kami periksa, ternyata binatang di Jawa kehilangan kukang dari kandangnya,
tidak mati bahkan lukapun tidak, dan kami yakini tidak padahal jeruji-jeruji kandang cukup rapat dan diperhitungkan
mengalami cidera yang berarti, kemudian kami lepaskan tidak ada kemungkinan bagi kukang untuk lepas, karena
lagi di ranting sebuah pohon. Dalam tempo beberapa lubang di antara jeruji sangat kecil bila dibandingkan dengan
menit kukang tersebut telah naik dan kemudian istirahat ukuran tubuh kukang. Tapi ternyata kukang bisa melepaskan
pada ketinggian 7 meter dari tanah . diri. Ini dapat diketahui melalui percobaan. Mula-mula
kukang mencoba mengeluarkan kepala yang ukurannya jauh
Walaupun kukang termasuk jenis binatang arboreal sejati, lebih besar daripada lubang di antara jeruji. Hampir tidak
ada indikasi mereka pernah ke tanah. Pemeriksaan percaya tetapi realita, kukang berhasil mengeluarkan
laboratorium terhadap faeces kukang dijumpai telur kepalanya. Dalam tempo bilangan detik, tubuh yang
cacing cambuk (Trichuris trichiura.) dan telur cacing ukurannya jauh lebih besar daripada kepala, berhasil keluar
kremi (Enterobius vermicularis) yang untuk hidupnya ke melalui lubang yang relatif amat kecil.
dua jenis parasit ini memerlukan media tanah. Hanya
dengan turun ke tanah peluang mereka terinfeksi cacing Satwa ini sangat mudah stress oleh suara dan cahaya yang
parasit tersebut menjadi terbuka. intensitasnya berlebihan. Itu sebabnya banyak orang gagal
ketika mencoba memelihara satwa liar ini, bukan karena salah
Kukang hidupnya semi soliter, binatang jantan selalu dalam memberi pakan tetapi karena lepas dan mati stess.
mengembara sendiri-sendiri, sedangkan betina kadang- Menjadi satu hal yang sudah lazim di Indonesia, populasi
kadang membawa anak. Tarsius bancanus diketahui kukang semakin menurun oleh karena perusakan hutan
memiliki daerah jelajah (home range) seluas 1 - 2 ha, sebagai habitat mereka, serta penangkapan untuk
dengan selalu menandai wilayahnya (territorial marking). diperdagangkan di pasar gelap. Berapa lama lagi dia bisa
Kukang mungkin memiliki daerah jelajah sama atau lebih bertahan…????
besar. Kukang bersifat poligini. Masa birahi (estrus)
kukang betina *) Staf Balai TNGL di Kantor Perwakilan Medan
ditandai dengan
Suharto Dj

membengkaknya
kemaluan (vulva). References :
Satu betina yang
sedang estrus bisa BRADERS, S.K. 1987. Lories, Bushbabies and Tarsiers :
dikawini oleh Diverse Societies in Solitary Foragers. In Primate
beberapa jantan, Societies (Smuts, B.B et al eds.), University of
bahkan sampai 6 Chicago.
jantan dewasa.
Kopulasi kukang DJOJOSUDHARMO, S. and GIBSON, A.T. 1993. On the
berlangsung dalam study of Entero-parasites in six different primates
beberapa saat, yang species in Gunung Leuser National Park. Papers
pernah tercatat paling presented for Seminar dan Kongres Primata I, Bogor
lama satu jam lebih. (unpub.)

Bayi kukang UTAMI, S.S. 1997. Meat- eating by adult female orang utan.
beberapa saat setelah Am.J. Primatol. 43:159-165.
lahir langsung bisa
Vol. 2 No 5 Tahun 2006
4
b u l e t i n

Khasanah Jejak Leuser

Pendidikan Lingkungan,
Pendidikan Lingkungan,
Langkah Bijak untuk Kelestarian Berkelanjutan
Oleh: Bisro Sya’bani,S.Hut*)

Pendidikan Lingkungan. Istilah ini semakin hari semakin akrab di telinga kita, utamanya bagi para pelaku konservasi. Dengan
semakin terdegradasinya kualitas lingkungan dan alam di bumi ini, kebutuhan peningkatan kesadaran dan kepedulian
terhadapnya semakin mendesak. Tidak mudah memang untuk menumbuhkan satu perasaan, rasa cinta lingkungan, kepada
bermilyar manusia di dunia, beratus juta manusia di Indonesia, beribu orang di Kecamatan Kasihan, beratus orang di Kampung
Tegalkenongo, atau bahkan hanya kepada satu dua orang di keluarga Mbah Marto. Perlu kerja keras dan perjuangan untuk
sekedar menciptakan rasa itu…

A pa sih sebenarnya Pendidikan Lingkungan itu?


Sebenarnya ada banyak definisi tentang pendidikan
lingkungan, namun secara internasional pengertian
dari pendidikan lingkungan telah
diformulasikan pada sebuah konferensi
pendidikan lingkungan. Bahkan, menurut Ni Putu Sarilani,
aktifis pendidikan lingkungan, (komunikasi pribadi, 2005),
karakteristik budaya dan kebiasaan suatu daerah juga
termasuk faktor penting yang harus
dipertimbangkan di dalam sebuah praktek
internasional di Tbilisi Georgia pada tahun pendidikan lingkungan. Dilihat dari
1977. Definisi menurut konferensi karakteristik masyarakatnya, cara-cara
tersebut kurang lebih sebagai berikut. penyampaian pendidikan lingkungan di
Pendidikan Lingkungan Hidup Aceh Tenggara hampir dapat dipastikan
(environmental education) adalah suatu berbeda dengan penyampaian pesan peduli
proses untuk membangun populasi lingkungan di Jakarta ataupun di Manado.
manusia di dunia yang sadar dan peduli
terhadap lingkungan total (keseluruhan) Sebuah angin segar datang di tahun 2005
dan segala masalah yang berkaitan lalu, pemerintah semakin (atau mulai?)
dengannya, masyarakat yang memiliki menatapkan matanya (semoga juga
pengetahuan, ketrampilan, sikap dan hatinya…) pada pendidikan lingkungan,
tingkah laku, motivasi serta komitmen better late than never. Kesepakatan bersama
untuk bekerja sama, baik secara individu antara Menteri Negara Lingkungan Hidup
maupun secara kolektif, untuk dapat dengan Menteri Pendidikan Lingkungan
memecahkan berbagai masalah tentang Pembinaan dan Pengembangan
lingkungan saat ini, dan mencegah Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan
timbulnya masalah baru. langkah maju di dunia konservasi
Indonesia. Dalam Surat Kesepakatan
Dari pengertian tadi, sudah jelas ini Bersama ini tertuang banyak sekali agenda
merupakan pekerjaan yang maha berat bagi yang merasa pemerintah melalui kedua kedua institusi yang dibawahi
sudah mempunyai kepedulian lingkungan untuk sekedar oleh kedua menteri tersebut tentang pendidikan lingkungan,
menularkan ilmu, pengetahuan, motivasi dan spirit peduli mulai dari penetapan kebijakan dan pedoman, persiapan
lingkungan kepada orang lain. Perbedaan cara pandang dan substansi, sampai dengan monitoring dan evaluasi secara
cara pikir dari orang seorang, ditambah dengan kebutuhan berkala. Kita hanya bisa berharap, semoga kesepakatan itu
hidup yang seringkali berbenturan dengan asas kelestarian bukan hanya di atas kertas dan bukan hanya angin surga yang
lingkungan, menjadi faktor-faktor penting yang sering kali berlalu begitu saja.
menghambat atau sebaliknya melancarkan proses
Vol. 2 No. 5 Tahun 2006
13
b u l e t i n

Khasanah Jejak Leuser


membutuhkan sebuah proses.

Dok. FFI
Ada beberapa langkah penting
di dalam proses itu, yaitu bahwa
aktivitas pendidikan
lingkungan harus berfokus pada
perasaan, pengetahuan, dan
domain perilaku-ketrampilan.
Penekanan di tahap awal tetap
harus pada perasaan, bagaimana
memunculkan rasa kepedulian,
dan pada tahap selanjutnya baru
bisa dijejalkan pengetahuan dan
ketrampilan. Tahapan-tahapan
ini sepertinya mutlak untuk
dilalui dalam proses pendidikan
lingkungan karena pola perilaku
dan tindakan yang
bertanggungjawab kepada
lingkungan merupakan
merupakan pengejawantahan
dari rasa peduli dan perasaan
sadar untuk lingkungan plus
pengetahuan-pengetahuan
tentang lingkungan.
Siswa langsung terjun ke lapangan, dipercaya akan lebih mengefektiftan proses pembelajaran dalam
proses pendidikan lingkungan Meskipun semuanya
tergantung pada karakter
target, namun secara umum,
Jalan Panjang Pendidikan Lingkungan sangat tidak mudah untuk memulai atau bahkan meng-
eksistensi-kan kegiatan pendidikan lingkungan. Sebuah
Tujuan utama pendidikan lingkungan adalah untuk contoh sederhana, saat ini semakin banyak orang sangat
meningkatkan pemahaman kelompok target terhadap upaya menggantungkan hidup dari hasil rambahan mereka ke
pelestarian, mempengaruhi sikap dan pola pikir, serta kawasan konservasi. Apa yang bisa kita perbuat kalau
mendorong adanya dukungan aksi dari kelompok target dihadapkan dengan masyarakat kelaparan yang sedang
tersebut untuk secara aktif ikut serta melakukan kegiatan memegang 'sepiring nasi' seperti itu? Apakah kita akan
pelestarian. Dan kita semua tahu arah sebenarnya dari dengan sekonyong-konyong merebut nasi itu? Kalau itu
kegiatan ini. Secara sederhana, hasil akhir yang diharapkan benar-benar dilakukan, yakinlah pasti akan ada perlawanan
dan diangankan dari sebuah praktek pendidikan lingkungan hebat. Masalah perut kadang memang bisa membuat orang
adalah terciptanya lingkungan hidup yang jauh dari masalah buta mata dan buta hati. Perlu taktik dan strategi jitu untuk
serta punya manfaat positif bagi umat di planet ini, secara dapat memperoleh nasi itu tanpa tanpa harus 'menyakiti' sang
bekelanjutan. Namun, lagi-lagi semua juga tahu, untuk pemilik sepiring nasi itu. Pendekatan dengan
menuju ke arah itu membutuhkan waktu dan proses yang mengedepankan perasaan adalah satu langkah awal paling
tidak pendek. tepat untuk itu, meskipun memang akan sangat memakan
waktu untuk dapat menyadarkan dan mengarahkan orang-
orang itu untuk 'menyerahkan nasi itu' (dalam kasus ini:
Sangat panjang, lama dan sulit untuk mengubah sikap, pola untuk tidak mengganggu lagi kawasan konservasi). Pada
pikir dan pola perilaku manusia yang notabene sudah kasus seperti di atas atau bahkan dalam praktek pedidikan
terbentuk menjadi seseorang berkarakter lain yang lingkungan secara umum, prinsip alon-alon waton kelakon
mempunyai kepedulian tinggi terhadap lingkungan. Akan (pelan-pelan asal dapat terlaksana) mungkin memang
lebih sederhana apabila dimulai dengan membentuk menjadi mahfum untuk dijalankan. Memang di dunia
karakter, bukan mengubah karakter. Maka dari itu, dengan pendidikan manapun, untuk mendapatkan hasil yang
tanpa mengesampingkan target kepada orang dewasa, optimal,kesabaran ekstra harus selalu dipunyai oleh para
sasaran target pendidikan lingkungan sangat disarankan pendidik.
untuk lebih dioptimalkan di leval anak-anak. Ini semata-mata
untuk membentuk pola perilaku dan karakter sang anak; Pendidikan Lingkungan untuk Siapa?
karakter dan/atau sikap untuk dapat peduli, menghargai, dan
menghormati lingkungan, paling tidak lingkungan di sekitar Pendidikan lingkungan bersifat sangat universal, tentunya
mereka hidup. siapapun berhak mendapatkannya. Memang, dari pemaparan
di atas, terasa lebih mudah dan efektif apabila pembelajaran
Pembentukan karakter pada semua level manusia, utamanya tentang lingkungan ini diterapkan pada anak-anak usia
pada manusia dewasa, selain tidak mudah, juga sekolah. Namun, proses pendidikan lingkungan tetap harus
Vol. 2 No 5 Tahun 2006
14
b u l e t i n

Khasanah Jejak Leuser


mengena kepada orang dewasa pula. Bagaimanapun berorientasi pada masalah atau kebutuhannya. Ada masa-
kelompok target ini merupakan motor penggerak dari mesin masa tertentu bagi orang dewasa untuk siap mempelajari
bernama masyarakat. sesuatu yang baru. Sangat banyak orang dewasa yang
hanya mau belajar kalau dianggap perlu dan kalau mereka
Metode penyampaian pendidikan lingkungan antara anak- pikir hasilnya bisa digunakan.
anak dengan orang dewasa sudah tentu berbeda jauh.
Penyampaian pada anak-anakpun akan sangat berbeda üOrang dewasa dapat belajar. Kemampuan dan cara
antara kelompok target yang satu dengan yang lain, pendekatan pembelajaran masing-masing orang dewasa
tergantung dari karakteristik sang anak. Karakter dan pola berbeda-beda.
pikir anak-anak pada umumnya dibedakan menurut usia.
Ninil RM, Direktur Jaringan Pendidikan Lingkungan, di Mulai Dari Mana dan Pakai Apa?
dalam materinya pada Pelatihan Pendidikan Lingkungan dan
Penyadartahuan Konservasi di Kota Agung, Lampung Juli Kemajuan belajar dimulai dari yang sederhana menuju yang
2005 mengungkapkan bahwa paling tidak ada empat kelas kompleks, dari yang nyata menuju yang abstrak. Begitu juga
umur anak yang membedakan dalam penyampaian materi dalam konteks pendidikan lingkungan, proses pembelajaran
pendidikan (lingkungan); anak usia 3-5 tahun, anak usia 6-8 juga harus pelan-pelan (namun pasti!). Peserta pendidikan
tahun, anak usia 9-13 tahun serta anak usia 14-18 tahun. lingkungan tidak langsung dicekoki dengan hal-hal yang
Penyampaian materi pada anak usia 3-5 tahun yang masih rumit, ruwet serta hanya sebatas bayang-bayang saja, namun
belajar dengan hanya mengandalkan indera sangat berbeda dimulai dari hal-hal yang simpel serta kongkrit, dan apabila
dengan anak usia 6-8 tahun yang sudah mulai menggunakan perlu, dihadapkan langsung dengan persoalan riil di
logika dalam pemecahan masalah, dan seterusnya dan lapangan. Salah satu metode penyampaian Pendidikan
selanjutnya…. Lingkungan yang dianggap efektif adalah metode ”learning
by doing”. Yang dimaksud disini adalah penyampaian materi
Bila kita bicara tentang pendidikan orang dewasa, ibaratnya tentang lingkungan hidup sekaligus dihadapkan langsung
kita mencoba mengisi gelas yang sudah tidak kosong. Orang dengan lapangan sesungguhnya. Hal ini dianggap efektif
dewasa sudah mempunyai pola perilaku dan sifat bawaan karena kelompok target dapat mengetahui langsung situasi
dari lahir anak-anak remaja. Tidak dapat dipungkiri, dan kondisi lapangan sehingga materi yang mereka terima
sebenarnya orang dewasa setiap saat belajar, belajar dari akan lebih mudah terserap.
pengalaman. Namun, banyak juga orang dewasa yang
meskipun sudah banyak belajar dari pengalaman, mereka Utamanya pada anak-anak dan remaja, salah satu cara jitu
tidak mampu untuk memaknainya dan akhirnya hidup yang dianggap akan mampu lebih meningkatkan daya serap
seperti tidak punya arti, berlalu begitu saja. Kita tidak ingin terhadap materi pendidikan lingkungan di lapangan adalah
yang seperti itu... dengan permainan-permainan alam. Saat ini sudah banyak
Memang, belajar dan memaknai pengalaman sangat penting, sekali diciptakan permainan-permainan yang memang
namun belajar secara terorganisir, terencana dan dengan ditujukan sebagai penunjang kegiatan pendidikan
tujuan jelas juga mutlak diperlukan. Keberhasilan lingkungan, misalnya: permainan Piramida Kehidupan,
pembelajaran yang seperti itu dilihat dari peningkatan Burung Hantu dan Burung Gagak, Suara Alam, dan lain-lain.
kemampuan seseorang, dan barometernya adalah perubahan Pertunjukan-pertunjukan yang sifatnya live dan langsung
perilaku ke arah positif. Pendidikan lingkungan kepada berinteraksi dengan target juga sangat dianjurkan demi
orang dewasa melalui pelatihan dan kursus merupakan satu mengenanya sebuah proses pendidikan lingkungan.
contoh dari pembelajaran yang terorganisir itu. Kegiatan seperti ini sudah dilakukan salah satunya oleh tim
awareness WCS-IP Sulawesi, yaitu mengadakan drama
Menurut Ninil, ada beberapa prinsip pendidikan orang panggung boneka interaktif dengan menggunakan tokoh
dewasa yang perlu diperhatikan (yang mungkin bisa utama fauna maskot daerah setempat, dan/atau fauna target
menghambat ataupun malah bisa mendorong proses konservasi di daerah tersebut.
pendidikan kepada mereka), yaitu:
Di lingkup yang terbatas, ada banyak media yang lazim
üOrang dewasa mempunyai konsep diri. Orang dewasa digunakan dalam rangka menyukseskan program
menganggap dirinya mampu hidup mandiri dan menuntut pendidikan lingkungan, antara lain:
untuk dihargai terutama dalam hal menyangkut diri dan
kehidupannya. Oleh karenanya, mereka cenderung ýStiker
menolak diperlakukan seperti anak-anak dan menolak Stiker menjadi suatu yang sekarang banyak digunakan
situasi belajar yang bersifat menggurui. oleh banyak pihak sebagai media komunikasinya. Selain
sebagai peyampai pesan yang sederhana dan murah, stiker
üOrang dewasa telah banyak memiliki pengalaman dan merupakan media komunikasi dengan rentang
pengetahuan. Dalam sepanjang hidupnya, seseorang penyampaian waktu yang relatif lama.
menambah pengalaman dan semakin berbeda juga
pengalamannya dari orang lain. ýKomik
Komik dapat dipilih sebagai salah satu media pendidikan
üOrang dewasa memiliki masa kesiapan belajar yang lingkungan karena selain mempunyai fungsi hiburan,

Vol. 2 No. 5 Tahun 2006


15
b u l e t i n

Khasanah Jejak Leuser


hidup kepada kelompok sasaran.
Penggunaan media ini berpotensi

Ujang WB
besar dalam menarik kelompok
target untuk dapat memperhatikan
pesan yang terkandung di
dalamnya. Selain itu, film yang
berhasil menghadirkan nilai-nilai
positif akan dapat mengundang
pemikiran dan pembahasan
kelompok target, dan pada akhirnya
diharapkan akan berkembang
kepada perubahan perilaku positif
sang target (semoga...).

ýSiaran radio
Radio menjadi salah satu pilihan
sebagai media dalam pendidikan
lingkungan karena selain dapat
menjangkau siaran dengan range
yang cukup luas dengan
penyampaian pesan secara cepat,
secara fisik radio tidak mengikat
kelompok target, sehingga untuk
Penyampaian materi pendidikan lingkungan di dalam ruangan dengan menggunakan berinteraksipun kelompok target
media gambar dapat menikmatinya dengan santai.
Selain itu radio bersifat mobile,
media komunikasi ini juga mampu membangkitkan minat dapat dibawa kemana saja. Siaran
baca pada semua tingkatan umur, terutama pada anak- radio juga bisa mendorong pendengar (kelompok target)
anak. untuk berimajinasi dan mengembangkan pesan-pesan
yang disampaikan di dalamnya.
ýGambar
Gambar menjadi penting di dalam penyampaian Meskipun sudah banyak cara dan media yang dapat
pendidikan lingkungan karena gambar dapat memberikan digunakan dalam pendidikan lingkungan, namun sekali lagi,
pandangan visual yang konkrit tentang sebuah masalah tetap saja kita perlu berjuang lebih keras untuk memajukan
lingkungan yang digambarkan. Orang akan lebih dapat dan menyukseskan kegiatan itu di negeri tercinta ini. Sangat
menangkap ide pada gambar daripada kata-kata atau tepat apabila rumus 3M-nya Aa' Gym diterapkan disini:
bahkan tulisan. Selain itu, gambar juga merupakan media mulai dari kita sendiri, mulai dari hal yang paling kecil, mulai
yang sangat murah dan sangat mudah didapat. dari sekarang. ***

ýPoster
Dengan kandungan pesan-pesan yang jelas dan tegas serta *) Pengendali Ekosistem Hutan di Balai TNGL Kantor
tampilan yang menarik, poster dapat menarik perhatian Perwakilan Medan
kelompok target (atau bahkan masyarakat umum) untuk
dapat lebih mengetahui pesan apa yang terkandung di Email: bisro_s@yahoo.com
dalam media tersebut. Pesan yang terkandung di dalam
poster selain berisi peringatan-peringatan, juga bisa
memuat pembangkit motivasi serta ajakan-ajakan untuk
berbuat sesuatu. Referensi:

ýFilm Miftahuljannah, NR. 2005. Bahan Ajar Pelatihan Pendidikan


Keunggulan media komunikasi ini dibandingkan dengan Konservasi dan Penyadartahuan Lingkungan - WCS
yang lain adalah bahwa media ini mempunyai fungsi Lampung, JPL. Yogyakarta
sebagai penyebar isu dan ide-ide melalui suara dan gambar

Datang bersama adalah permulaan.


Tetaplah bersama adalah kemajuan.
Kerja bersama adalah kesuksesan.
(Henry Ford)

Vol. 2 No 5 Tahun 2006


16
b u l e t i n

Kilasan Jejak Leuser

magang tlah tiba....


magang tlah tiba....

Tiga Pelajaran si Mico....


Program magang bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehutanan RI untuk yang ketiga kalinya diluncurkan per 11
Juli 2006 sampai 2 Oktober 2006. Taman Nasional Gunung Leuser kembali mendapat kepercayaan dari “Pusat” untuk
menjadi salah satu penyelenggara perhelatan selama tiga bulan tersebut untuk kali yang kedua. Tahun ini Balai TNGL
menerima 10 peserta magang dari berbagai daerah, untuk nantinya disebar setidaknya ke 3 (tiga) Seksi Konservasi Wilayah
yang ada di TNGL; SKW I Alas Gayo, SKW III Bukit Lawang, dan SKW IV Besitang. Longgak, Erna, Eko, Feni, Arif, Rafles,
Robert, Noni, Ayu, dan Wen akan melihat dan merasakan 'hutan' yang sebenarnya di Tanah Leuser.
Trijatmiko,S.Si (dengan panggilan keren: Mico), salah satu peserta Magang TNGL tahun 2005, pernah merasakan bagaimana
susah senangnya keluar-masuk hutan TNGL beserta tetekbengek persoalan yang dihadapi pengelolanya dalam mengurus
kawasan. Miko mencoba menuliskan pengalamannya…. (Bani)

P ertama kali yang terlintas di benak saat mengetahui


bahwa semua CPNS Departemen Kehutanan formasi
2004 wajib mengikuti Magang di Balai Taman
Nasional yang ditunjuk adalah hidup ditengah hutan selama
3 bulan, jauh dari keramaian, jauh dari tekhnologi, jauh dari
oleh Dephut, sehingga informasi yang diperoleh masih
minim, dimana belum ada bentuk dan deskripsi yang jelas
tentang program magang itu sendiri. Jawaban yang diterima
kebanyakan…” Ikuti sajalah, hitung-hitung pengalaman
masuk hutan sekalian melihat langsung bagaimana orang-
fasilitas dan kebingungan yang luar biasa. Kebingungan..??? orang Dephut di Balai Taman Nasional mengelola kawasan
Ya. kebingungan! Bingung dengan apa yang bisa dilakukan mereka “
oleh seorang lulusan Sastra yang tidak terlalu
cakap bercerita, menulis puisi atau pun karya
sastra yang lain. Lain cerita kalau punya Tapi kebingungan itu sedikit banyak
kecakapan dalam berkarya secara baik, suasana mulai menemukan arah untuk
hutan yang jauh dari kebisingan justru bisa jadi mendapatkan jawabannya saat
tempat yang strategis untuk mendapatkan ilham berhadapan dengan Kepala Balai
dan ide- ide tulisan. Pengalaman mengelola radio Taman Nasional Gunung Leuser Ir.
siaran swasta selama hampir 5 tahun sebelum Wiratno,M.Sc yang ternyata salah
bergabung di Departemen Kehutanan-pun saat seorang konseptor untuk program
itu rasanya sulit untuk dicarikan celah untuk bisa magang itu sendiri. Ketegangan saat
disandingkan dengan aktivitas mengelola sebuah mendapat penempatan magang di
taman nasional. Balai Taman Nasional Gunung
Leuser (Nama Leuser yang begitu
dekat dengan Aceh dan segala
Ditengah kebingungan itu, dilakukan sejumlah permasalahannya sempat jadi phobia
upaya mencari tahu seperti apa aktivitas magang tersendiri waktu itu..) sedikit demi
di taman nasional. Hasilnyapun tidak sedikit mencair dengan keramahan
sepenuhnya memuaskan keingintahuan, karena Kepala Balai TNGL dan sejumlah
program magang ini baru dua kali dilaksanakan staff yang berada di kantor
Vol. 2 No. 5 Tahun 2006
17
b u l e t i n

Kilasan Jejak Leuser


yang kami sadari kemudian, ternyata dibalik

Trijatmiko
perintah untuk melakukan studi literatur di
tempat-tempat tersebut ada sesuatu yang di
maksudkan oleh Kepala Balai TNGL, yakni
para peserta magang belajar membangun
komunikasi dengan pihak-pihak yang punya
kepedulian terhadap keberadaan TNGL.
Sebuah cara menarik untuk mendorong kami
mencari tahu seperti apa apresiasi masyarakat
terhadap keberadaan hutan di kawasan TNGL
yang ternyata punya arti sangat penting dalam
kelangsungan hidup masyarakat NAD dan
Sumatera Utara. Ini pelajaran kedua buat
saya….

Hasil studi literatur masing-masing dari kami


yang berbentuk proposal kegiatan individu
yang awalnya dianggap secara pribadi sangat
baik dan aplicable, mengalami banyak
perubahan setelah masa orientasi lapangan di
minggu ke-3 program magang. Selama masa
orientasi dilapangan , komunikasi langsung
dengan staff TNGL di lapangan, masyarakat
sekitar TNGL, pihak swasta yang melakukan
sejumlah program untuk kelangsungan hutan,
NGO dan berbagai macam kepentingan yang
ada, membuat kami melihat permasalahan
sesungguhnya dengan tingkat
kompleksitasnya luar biasa. Segala macam
literatur, tulisan, dan statement pihak-pihak
yang merasa berkompeten dengan kawasan
konservasi yang kami dapat selama studi
literatur ternyata tidak sepenuhnya mampu
memberikan gambaran riil permasalahan yang
ada. Pelajaran ketiga...tanpa melihat
langsung permasalahannya, teori sebanyak
Salah satu kegiatan magang kami, invent potensi wisata lain di Bukit Lawang. dan sebaik apapun tidak akan memberikan
perwakilan Medan. Kebingungan tentang apa yang bisa saya gambaran yang utuh dan terbaik.
lakukan di Balai TNGL dijawab oleh Kepala Balai TNGL di
awal perjumpaan kami dengan pertanyaan balik……”
Mulailah kegiatanmu selama magang dengan pertanyaan Setelah menggabungkan hasil orientasi lapangan, studi
singkat, 'apa itu hutan?' Dari satu pertanyaan itu akan ada literatur dan sejumlah kemungkinan-kemungkinan, di
jawaban jawaban yang akan memunculkan pertanyaan baru minggu keempat periode magang, kami sudah memiliki
sampai kamu menemukan celah bahwa semua orang ternyata topik magang individu masing-masing. Saya memilih untuk
punya kesempatan dan celah untuk melakukan sesuatu yang mengulas tentang Konsep Ekowisata berbasis pusat
berkaitan dengan pengelolaan hutan berdasarkan pengamatan orangután di Bukit Lawang TNGL. Alasannya,
kemampuan dan latarbelakangnya masing-masing”. ekowisata merupakan salah satu bentuk pemberdayaan
Pelajaran pertama yang saya ambil: sebuah pertanyaan bisa potensi hutan TNGL yang sangat memungkinkan karena
menjadi awal menyelesaikan permasalahan aktivitas wisata sudah lama berlangsung di TNGL. Aktivitas
wisata bahkan sempat meraih masa kejayaannnya di era 90an
sampai sebelum 2003 dimana banjir bandang Bahorok
Dari presentasi di minggu pertama tentang keberadaan menghancurkan hampir semua fasilitas penunjang aktivitas
TNGL dan segala permasalahannya, kami mendapatkan wisata yang ada. Ekowisata pun sebenarnya bukan “bahasa”
gambaran tentang sejumlah celah di mana masing-masing baru di bumi TNGL khususnya Bukit Lawang Bahorok.
dari kami mungkin bisa melakukan sesuatu. Presentasi dan Hanya saja, ekowisata baru sebatas tagline yang terpampang
diskusi kemudian dilanjutkan dengan tugas selanjutnya di papan 'Selamat Datang' memasuki kawasan ini. Aktivitas
yakni studi literatur. Pencarian informasi dan studi literatur ekowisata juga sangat memungkinkan dilakukan di Bukit
banyak dilakukan di Universitas Sumatera Utara dan Lawang TNGL karena prinsip dasar pengembangan
Yayasan Leuser Indonesia yang dianggap paling ekowisata sudah dipenuhi yakni: Prinsip Konservasi, Prinsip
representatif memberikan informasi tentang TNGL. Satu hal Partisipasi Masyarakat, Prinsip Ekonomi ( Kementrian

Vol. 2 No 5 Tahun 2006


18
b u l e t i n

Kilasan Jejak Leuser


Kebudayaan dan Pariwisata, Ekowisata Prinsip dan Kriteria, yang rindu aspal untuk mencapai Sungai Musam, repotnya
2003 ). Tetapi, ekowisata di Bukit Lawang harus berkejaran dengan orangutan yang merusak tanaman
mempertimbangkan hal yang menjadi aset utama wisata di masyarakat, termasuk berhadapan dengan emosi warga yang
kawasan tersebut selama ini yaitu orangutan. Sebagai tidak terima dengan kerugian yang ditimbulkan orangutan
species langka yang keberadaannya rentan terhadap banyak menjadi beberapa dari banyak pengalaman berharga yang
hal yang bisa menjadi ancaman eksistensinya, aktivitas bisa kami ambil selama di Bukit Lawang. Termasuk juga
wisata harus memiliki konsep yang khusus dalam menjaga mempelajari pola hidup masyarakat sekitar hutan untuk
keberadaan satwa tersebut. bertahan hidup dan indahnya ciptaan Tuhan yang hanya bisa
dinikmati dengan menyaksikan langsung beraneka jenis
tanaman dan mahluk hidup lain yang tumbuh kembang di
Selama ini aktivitas wisata yang dilakukan oleh masyarakat alam, bukan dengan hanya duduk dan membaca literatur dari
disekitar Bukit Lawang cenderung mengeksploitasi kejauhan di Jakarta.
keberadaan orangutan kepada publik dengan tidak
mengindahkan hal-hal yang sebenarnya bisa menjadi sebab
kepunahan orangutan. Secara umum yang harus dipahami Bercerita semalam suntuk mungkin tidak akan menjawab
tentang orangutan sebelum pelibatannya dalam kegiatan pertanyaan seperti apa kesan mengikuti kegiatan magang di
wisata adalah bahwa orangutan adalah makhluk yang mudah TNGL yang sangat luar biasa dan selalu “ngangenin” untuk
terkondisi oleh suatu aktivitas yang terjadi kontinyu, dan didatangi kembali. Tapi dasar pemikiran diadakannya
rentan terhadap penyakit, sementara perkembangbiakan program magang untuk memberi kesempatan kepada
mereka sangat lambat dengan presentase kesuksesan rimbawan pemula (baca: CPNS Dephut) melihat langsung
bertahan hidup sampai dewasa anak orangután sangat “hutan:” dengan segala permasalahan dan pengelolaan,
rendah, yakni 40% (Rijksen dan Griffiths, 1995). Jadi , berinteraksi dengan pelaku-pelaku pengelolaan kawasan
semua tindakan untuk menjaga eksistensi orangután sudah taman nasional yang tangguh dan pimpinan Balai TNGL
menjadi harga mutlak yang harus dipenuhi untuk tetap yang kreatif dan konservasionis abizz, setidaknya telah
membuat aktivitas wisata di Bukit Lawang TNGL menjawab pertanyaan awal yang muncul ketika harus
berlangsung dengan baik. mengikuti magang, 'apa yang bisa kulakukan di hutan?'.
Ternyata siapapun, termasuk yang dengan latar belakang
Seperti apa bentuk otentik konsep usulan ekowisata berbasis lulusan sastra yang tak cakap berkarya, bisa berbuat untuk
pusat pengamatan orangután di Bukit Lawang TNGL bukan hutan walau cuma sekedar membangun kesadaran pribadi
jadi sesuatu yang utama dalam kesan mengikuti magang ini. dan orang-orang didekatnya bahwa setelah melihat langsung
Ada kesan mendalam lain yang kami dapatkan dari bentuk isi potensi dan permasalahan di hutan kita , semuanya
mengikuti magang ini; proses berinteraksi dengan “betul-betul” harus mau membuat hutan tetap ada sebagai
masyarakat sekitar taman nasional, staf lapangan Balai bagian dari kehidupan manusia… ***
TNGL, kejadian-kejadian di lapangan, usaha-usaha mencari
jawaban dan apresiasi dari LSM serta pihak asing tentang ----------
kelangsungan Bukit Lawang dan orangutan-nya, kearifan-
kearifan lokal, budaya setempat dan beragam pernak-pernik Ditulis oleh: Trijatmiko, S.S
pesona kehidupan masyarakat.
Serunya ber-tubing-ria menyusuri Sungai Bahorok untuk Peserta Magang CPNS Departemen Kehutanan RI
mencari tahu potensi olahraga air Bukit Lawang, capeknya Formasi Tahun 2004 di Taman Nasional Gunung Leuser
berjalan selama 5 jam menyusuri 9 track jalur pengamatan Staf Bidang Statistik Kehutanan, BAPLAN Pusat
orangutan, tegangnya mengikuti aktivitas pemberian makan
orangutan; asyiknya ber-offroad sepanjang jalan kampung Email: mico_ts@yahoo.com

Orang yang paling pandai tidaklah selalu yang paling bijak.


Bahkan ada hal yang membahayakan tentang orang yang pandai, yaitu dari banyaknya
pengetahuan yang dimilikinya, seringkali ia justru kehilangan hal yang paling penting dalam
hidupnya.

-Dietrich Bonhoeffer-

Vol. 2 No. 5 Tahun 2006


19
b u l e t i n

Intermezzo Jejak Leuser

I recently paid a visit to a millionaire's house, and ended up not having


anything to drink despite the offer. Bellow is how the offer was made to
me:
Question: “What would you like to have…Fruit juice, Soda, Ice tea or
green tea?”
Answer: “Tea please.”
Question: “Ceylontea, Herbal tea, Bush tea, Honey bush tea, Ice tea or
green tea?”
Answer: “Ceylontea.”
Question: “How would you like it? Black or white?”
Answer: “White.”
Question: “Milk, Whitener, or Condensed milk?”
Answer: “With milk.”
Question: “Goat milk, Camel milk or cow milk?”
Anwer: “With cow milk please.”
Question: “Milk from Freeseland cow or Afrikaner cow?”
Answer: “Uhmm. I will take it back.”
Question: Would you like it with sweetener, sugar or honey?”
Answer: “With sugar.”
Question: “beet sugar or cane sugar?”
Answer: Cane sugar.”
Question: “White, brown or yellow sugar?”
Answer: “Walau! Forget about tea just give me a glass of water instead.”
Question: “Mineral water or still water?”
Answer: “Mineral water.”
Question: “Flavored or non-flavored?”
Answer: : “Gee! I give up, just forget about everything.”

Vol. 2 No 5 Tahun 2006


20
b u l e t i n

Dinamika Jejak Leuser

Pengungsi Asal Aceh di TNGL:


Tinjauan Sejarah dan Upaya Solusinya

Oleh: Ujang Wisnu Barata, S.Hut*)

T injauan sejarah terhadap banyak persoalan di taman


nasional menjadi sangat penting, mengingat beberapa
hal. Pertama, persoalan di taman nasional, antara lain
perambahan, illegal logging, pendudukan kawasan,
perambahan, dan lain sebagainya telah berlangsung lama,
Berikut merupakan uraian terkini tentang kasus pengungsi
tersebut yang merupakan hasil kajian Tim Balai TN.Gunung
Leuser, dengan sumber pendanaan dari DIPA 2005. Cek
silang dilakukan juga dengan melibatkan para pihak terkait
sehingga sangat penting untuk memetakan secara baik staf senior Balai TNGL, maupun beberapa mitra yang
komprehensif tentang asal-usul persoalan tersebut. Kedua, memiliki kepedulian tentang persoalan pelestarian
dengan memahami persoalan dari aspek kesejarahan, maka TN.Gunung Leuser.
diharapkan dapat dicarikan solusi yang bijaksana dengan
mempertimbangkan keseimbangan antara aspek sosial, PROFIL PENGUNGSI ASAL ACEH DI LIMA LOKASI
budaya, ekonomi, dan lingkungan.
Lokasi Sekoci/C1, Kecamatan Besitang
Salah satu kasus yang terjadi di Seksi Pemukiman di lokasi C1/Sekoci berada
Konservasi Wilayah (SKW) IV Besitang pada lahan seluas ± 50 hektar. Areal tersebut
adalah didudukinya sebagian kawasan oleh dihuni oleh ± 95 KK, dengan 9 KK
pengungsi yang berasal dari wilayah Rantau diantaranya adalah pengungsi asal Aceh,
Selamat, Desa Aramia, Idi Peurelak, Aceh sedangkan sisanya adalah pendatang/
Timur dan Alue Rambe, Aceh Utara, ketika pengolah lahan dari Binjai, Pangkalan
terjadi konflik horisontal GAM pada awal Brandan, dan lain-lain. Lokasi Sekoci/C1
tahun 2000. Persoalan di SKW IV Besitang ini berada di dalam kawasan TNGL, namun
bukan hanya terfokus pada pengungsi saja, diklaim oleh sebagian masyarakat berada di
namun juga terkait dengan kerusakan luar TNGL. Luas pembukaan lahan
kawasan tersebut sejak tahun 1977 ketika pertanian/ perkebunan di sekitar lokasi
masih berstatus Suaka Margasatwa Sekundur, Sekoci/C1 telah mencapai ± 2.500 hektar.
jauh sebelum dideklarasikan sebagai bagian Para pengungsi yang bermukim di lokasi ini
dari TN.Gunung Leuser pada tahun 1980. menggantungkan hidupnya dari pekerjaan
Tinjauan aspek kesejarahan kerusakan sebagai tenaga upahan pengimas lahan,
kawasan ini telah dimuat dalam buletin “Jejak menjadi karyawan perkebunan yang berada
Leuser” Vol. 1 No. 3 Tahun 2005. Memahami di sekitar lokasi, berusaha ternak dan
aspek kesejarahan pengungsi tidak dapat tanaman pertanian lainnya.
dilepaskan dari persoalan kerusakan kawasan
yang telah terjadi 10-15 tahun sebelumnya. Kepemilikan lahan pertanian/perkebunan di
Juga akan membuktikan bahwa manajemen lokasi ini, melalui proses pendaftaran
TN. Gunung Leuser saat ini masih sangat lemah. Ketika sebagai anggota penggarap kepada Ketua Pengurus dan
pengungsi hanya berjumlah 6 KK pada awal tahun 1999, membayar sejumlah dana kompensasi kepemilikan lahan
tidak segera dicarikan solusi konkritnya. Kemudian dalam sebesar Rp. 2.500.000,- per pancang (per 2 hektar). Di lokasi
jangka waktu 6 tahun sampai dengan akhir 2005, jumlah ini banyak spekulan tanah yang coba saling menguasai lahan,
pengungsi telah membengkak pada angka ± 700 KK atau (± sehingga sering terjadi saling tumpang tindih kepemilikan
2.830 jiwa). lahan. Sangat tidak beraturan kepengurusannya dan terlihat
Vol. 2 No. 5 Tahun 2006
21
b u l e t i n

Dinamika Jejak Leuser


tidak saling perduli antara satu dengan yang lainnya, menghidupi mereka sementara lahan perkebunan kelapa
khususnya di antara para pengungsi yang bermukim di lokasi sawit dan karet yang diusahakan baru akan menghasilkan 2
ini. tahun lagi.

Lokasi Tower, Kecamatan Besitang Kondisi spesifik di lokasi Sei Minyak, diketuai oleh
Pemukiman pengungsi asal Aceh di lokasi Tower seluas ± 20 kelompok spekulan tanah besar sehingga terjadi pembatasan-
hektar dihuni oleh ± 50 KK. Para pemukim yang berada di pembatasan terhadap kehidupan para pengungsi yang
lokasi ini adalah para pengungsi yang telah direlokasi dari bermukim di lokasi ini. Seperti halnya untuk tapak
Damar Hitam dan Barak Induk namun kembali lagi ke dalam perumahan dibatasi 1 rante per KK (± 400 m2) dan untuk
kawasan dengan membentuk satu daerah pemukiman baru. lahan pertanian/perkebunan yang dapat diusahai oleh para
pengungsi hanya ± 100 hektar, selebihnya dikuasai atau
Mata pencaharian mereka adalah sebagai petani. Pemukiman dimiliki oleh para spekulan tanah dari luasan lahan ± 9.000
Tower terletak dekat dengan perkampungan (desa) hektar yang telah dibuka dan diusahakan sebagai lahan
masyarakat yang berdampingan dengan kawasan TNGL, perkebunan kelapa sawit. Proses kepemilikan lahan
sehingga proses interaksi ke penduduk lokal terjadi dengan pertanian/perkebunan di lokasi ini, melalui proses
lebih intensif. Proses kepemilikan lahan pendaftaran sebagai anggota penggarap kepada Ketua
pertanian/perkebunan di lokasi ini, sama dengan lokasi Sei Pengurus dan membayar sejumlah dana kompensasi
Minyak, karena kepengurusannya berada di bawah kendali penguasaan/kepemilikan lahan sebesar Rp. 2.500.000,- per
Pengurus di Sei Minyak. Mereka mendaftarkan diri sebagai pancang (per 2 hektar).
anggota penggarap dengan membayar dana kompensasi
kepemilikan lahan sebesar Rp. 2.500.000,- per pancang (per 2 Lokasi Damar Hitam, Kecamatan Sei Lepan
hektar). Diperkirakan pembukaan lahan perkebunan di Lokasi SKW IV Besitang yang pertama kali dijadikan areal
sekitar lokasi ini telah mencapai ± 1.400 hektar, yang pemukiman pengungsi asal Aceh adalah di daerah Damar
dikuasai mayoritas masyarakat lokal. Hitam Kecamatan Sei Lepan, pada awal tahun 2000. Namun
karena permasalahan ini tidak dapat segera diatasi,
Lokasi Sei Minyak, Kecamatan Besitang pemukiman pengungsi meluas ke Barak Induk di Kecamatan
Pemukiman pengungsi asal Aceh di lokasi Sei Minyak seluas Sei Lepan, dan Sei Minyak serta Tower di Kecamatan
± 60 hektar dihuni oleh ± 164 KK. Sebelum ini jumlah KK di Besitang.
wilayah tersebut sebanyak 206 KK, namun sebanyak 42 KK
telah pindah ke wilayah desa PIR ADB, tersebar di 4 (empat) Pada tahun 2000 telah dilaksanakan relokasi pengungsi dari
dusun, yaitu dusun Sei Satu, Sei Dua, Sei Tiga A, dan dusun lokasi Damar Hitam, Kecamatan Sei Lepan ke Dusun II Riau
Sei Tiga B. Keberadaan pengungsi di lokasi Sei Minyak ini, Makmur, Desa Mahato Kecamatan Tembusai Utara,
dimanfaatkan oleh para pelaku penebangan kayu secara Kabupaten Pasir Pangarayan, Propinsi Riau sebanyak 151
ilegal dan para spekulan tanah, sebagai buruh lapangan KK (654 jiwa) dari ± 200 KK (± 800 jiwa). Sedangkan
dengan sistem upah atas
pekerjaan pengepokan dan
Ratna Hendratmoko

pembelahan kayu serta


pengimas lahan. Kondisi
pemukiman di lokasi Sei
Minyak mirip dengan
pemukiman di Barak Induk.
Para pengungsi dapat bertahan
hidup karena adanya kegiatan
illegal logging. Hampir 80 %
warga pengungsi asal Aceh ini
bekerja sebagai tenaga upahan
penebangan kayu secara ilegal
dan pengimasan lahan
kaplingan. Pendapatan yang
diperoleh sebagai tenaga
upahan ini rata - rata berkisar
Rp. 100.000,-/orang/hari atau
berkisar Rp. 3.000.000,-
/orang/bulan. Dan menurut
keterangan dari masyarakat
apabila kegiatan illegal
logging tidak berjalan maka
dengan sendirinya masyarakat
akan keluar secara perlahan
karena tidak ada lagi sumber
mata pencaharian yang mampu Pengungsian Barak Induk
Vol. 2 No 5 Tahun 2006
22
b u l e t i n

Dinamika Jejak Leuser


sisanya sebanyak ± 49 KK (± 146 jiwa) menolak untuk menolak menerima kehadiran para spekulan tanah dan
direlokasi. Program relokasi ini tidak berhasil, dikarenakan pembeli tanah dalam skala besar di wilayahnya. Sdr. Darmo
para pengungsi yang di relokasi, ternyata kembali lagi ke merupakan tokoh yang disegani dan menjadi pemimpin
dalam kawasan. Dampak dari kegagalan relokasi ini, warga kharismatik di lokasi ini. Secara swadaya, di lokasi Barak
pengungsi di lokasi Damar Hitam mengambil sikap antipati Induk juga telah dibangun fasilitas umum seperti masjid
terhadap kedatangan petugas dan menolak kebijakan yang dibangun permanen dan gereja serta sekolah untuk
relokasi selanjutnya. Saat ini, areal pemukiman pengungsi di kepentingan mereka sendiri. Kepengurusan Barak Induk
lokasi Damar Hitam diperkirakan telah mencapai luas ± 60 membawahi beberapa barak pemukiman pengungsi asal
hektar dan dihuni oleh ± 74 KK ( 302 jiwa) pengungsi asal Aceh di sekitarnya, seperti Barak Gajah, Barak Kentongan
Aceh. Sedangkan pembukaan areal untuk usaha dan Barak Petir. Keseluruhan barak-barak ini tunduk dan
pertanian/perkebunan oleh oknum-oknum di luar pengungsi berada di bawah koordinasi Barak Induk.
diperkirakan telah mencapai ± 1.500 hektar.
ASPEK LINGKUNGAN (PELESTARIAN TNGL) DAN
Lokasi Barak Induk, Kecamatan Sei Lepan ASPEK KEMANUSIAAN (PENGUNGSI)
Pemukiman pengungsi asal Aceh di Barak Induk Kecamatan
Sei Lepan merupakan pengembangan areal pemukiman Penyelesaian masalah pemukiman pengungsi asal Aceh di
warga pengungsi yang berasal dari Damar Hitam. SKW IV Besitang tersebut dihadapkan kepada dua aspek
Sebelumnya pernah dilaksanakan relokasi tahap awal ke yang sama-sama penting untuk diselesaikan secara
Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan sebanyak 30 KK proporsional, yaitu aspek lingkungan dan aspek
(126 jiwa) dari ± 300 KK (±1.292 jiwa). Program relokasi ini kemanusiaan. Dari aspek lingkungan, siapapun yang
tidak berhasil, karena para pengungsi yang direlokasi bermukim di dalam kawasan tanpa ijin harus ditindak
ternyata kembali lagi ke dalam kawasan. Dampak dari (dikeluarkan dari kawasan). Namun tindakan ini akan dinilai
kegagalan relokasi ini, warga pengungsi di Damar Hitam melanggar hak hidup pengungsi (terutama kaum wanita dan
bersikap antipati terhadap petugas dan menolak kebijakan anak-anak), mengingat pergerakan mereka ini semata-mata
relokasi selanjutnya. Saat ini, areal pemukiman pengungsi di akibat situasi dan kondisi politik di Propinsi Aceh sedang
Barak Induk diperkirakan telah mencapai luas ± 150 hektar mengalami konflik militer-GAM saat itu. Skenario
dan dihuni oleh ± 470 KK pengungsi. Pembukaan lahan penyelesaian masalah harus didasarkan kepada komitmen
untuk usaha pertanian/perkebunan diperkirakan saat ini telah bersama bahwa kepentingan penyelamatan lingkungan harus
mencapai luas ± 3.000 hektar. ditangani secara seimbang dan adil dengan kepentingan
penyelamatan kemanusiaan.
Di lokasi ini para pengungsi dapat bertahan hidup karena
adanya kegiatan illegal logging. Hampir 80 % warga Perlawanan Massa
pengungsi ini bekerja sebagai tenaga upahan penebangan Adanya pihak-pihak lain yang menjadikan pengungsi
kayu secara ilegal. Pendapatan mereka sebagai tenaga sebagai alat untuk ikut menggarap dan tinggal (berbaur
upahan ini rata - rata berkisar Rp. 100.000,-/orang/hari atau dengan pengungsi) di dalam kawasan TNGL. Upaya untuk
Rp. 3.000.000,-/orang/bulan. Menurut keterangan dari memisahkan antara pengungsi dan bukan pengungsi saat ini
masyarakat apabila kegiatan illegal logging tidak berjalan sulit dilakukan karena adanya perlawanan massa penggarap
maka dengan sendirinya masyarakat akan keluar secara atau pihak-pihak yang menguasai lahan garap.
perlahan, karena tidak ada lagi sumber pendapatan yang
mampu menghidupi mereka sementara lahan perkebunan Keterlibatan penggarap yang bukan pengungsi
kelapa sawit dan karet yang diusahai baru akan Di kalangan pengungsi muncul opini bahwa lahan TNGL
menghasilkan 2-3 tahun lagi. Kepengurusan pemukiman yang digarap merupakan ganti rugi atas harta kekayaan yang
pengungsi membatasi luas kepemilikan lahan mereka tinggalkan di Aceh, bahkan dinilai belum cukup
pertanian/perkebunan sebesar ± 2 hektar/KK, namun bagi untuk mengganti korban jiwa sanak keluarga mereka yang
yang mampu diberi kesempatan untuk memperluas lahan meninggal akibat kerusuhan di Aceh. Sementara itu di
hingga ± 10 hektar/KK. Proses kepemilikan lahan di lokasi kalangan perambah yang bukan pengungsi beranggapan
Barak Induk melalui pendaftaran sebagai anggota (warga) bahwa “ kalau pengungsi bisa merambah lahan TNGL,
melalui Sekretaris dan Ketua Pengurus pemukiman dan mengapa kami masyarakat setempat tidak boleh?“ Maka
membayar sejumlah dana kompensasi tapak perumahan dan tindakan perambah yang bukan pengungsi antara lain :
lahan pertanian/perkebunan seluas ± 2 hektar sebesar Rp. dengan berbagai cara menahan pengungsi agar tidak
2.550.000,- dengan perincian biaya pemancangan sebesar meninggalkan lokasi rambahan, mempengaruhi dan
Rp. 200.000,-, upah tumbang tebas Rp. 1.800.000,-, upah membayar upah kepada pengungsi untuk melakukan
imas lahan sebesar Rp. 500.000,-, dan biaya tapak rumah tindakan pelanggaran (sebagai tenaga upahan penebangan
sebesar Rp. 50.000,-. pohon atau pembuatan arang), dan berpura-pura sebagai
pengungsi dengan cara memperoleh KTP Aceh.
Hal menarik di lokasi Barak Induk adalah bahwa luas lahan
pertanian/perkebunan yang dapat dimiliki dan diusahakan Keberadaan Pengungsi di Kabupaten Langkat
oleh para anggotanya dibatasi seluas 2 s/d 10 hektar saja. Di samping pengungsi yang ada di dalam kawasan TNGL,
Mereka memiliki sistem pemetaan lahan yang tertata dengan saat ini diperkirakan ± 14.000 KK pengungsi asal Aceh
baik, sehingga tidak pernah terjadi tumpang tindih lahan masih berada di Kabupaten Langkat dan sekitarnya (Stabat,
pertanian/perkebunan diantara para anggotanya. Mereka Binjai, Kurandak, Tanjung Morawa, Perbaungan, Medan,
Vol. 2 No. 5 Tahun 2006
23
b u l e t i n

Dinamika Jejak Leuser


menduduki kawasan TNGL.

Bisro Sya’bani
Inventarisasi dan Identifikasi ke Lapangan
Inventarisasi dan identifikasi ke lapangan
dilakukan oleh petugas Balai TNGL bersama-sama
dengan LSM/KSM lokal, dengan hasil sebagai
berikut :

Pengungsi pada umumnya berasal dari Rantau


Selamat Desa Aramia, Idi Peurlak, Aceh Timur
dan Alue Rambe, Aceh Utara berjumlah ± 700
KK. Untuk perambah (non pengungsi) yang
ikut berbaur dengan pengungsi berasal dari
beberapa daerah di Sumatera Utara (Langkat,
Medan, Karo, Deli Serdang, dan Dairi).
Luas lahan TNGL di Kabupaten Langkat yang
mengalami kerusakan telah mencapai ± 21.000
Ha, dengan faktor penyebab kerusakan lahan
Calon gedung sekolah yang dibangun pengungsi Sei Minyak TNGL yang paling besar diakibatkan karena
Karo, dan Dairi). Sangat berbahaya apabila pengungsi yang aktivitas perambahan yang dilakukan oleh non
ada di dalam TNGL dibiarkan atau dilegalkan keberadaannya pengungsi daripada masyarakat pengungsi.
karena akan mengundang puluhan ribu pengungsi dan Terjadi jual beli lahan TNGL oleh kelompok-kelompok
penduduk Kabupaten Langkat yang tidak memiliki lahan tertentu yang kemudian ditanami dengan kelapa sawit di
berbondong-bondong merambah kawasan TNGL. Kawasan Besitang, Kabupaten Langkat.
Berdasarkan kebijakan pemerintah, para pengungsi telah
diberikan dana terminasi (semacam dana kompensasi bagi Koordinasi dengan Berbagai Pihak
pengungsi). Namun menurut informasi di lapangan, tidak
semua pengungsi menerima dana terminasi sehingga secara K o o r d i n a s i d e n g a n a p a r a t K e a m a n a n
umum status pengungsi tidak dapat dihilangkan terhadap
(Ka.Poldasu/Ka.Polres Langkat, Pangdam I BB/Dandim
mereka.
Langkat) yang intinya meminta dukungan untuk
pengosongan pengungsi dan perambah lain dari kawasan
Dukungan Anggaran
TNGL.
Bagi instansi yang berwenang terhadap masalah sosial,
seperti Dinas Sosial, Kimpraswil, dan Pemda setempat Rapat Koordinasi dengan Muspida dan instansi terkait
terbentur kepada tidak tersedianya anggaran dan belum Kab. Langkat, Pemda Tk. I Sumut dan jajaran Polda
tersedianya lahan untuk penampungan sementara atau Sumatera Utara yang intinya dukungan agar TNGL bebas
relokasi. dari perambahan.
Dengar pendapat dengan DPRD Tk. II Langkat, DPRD
Masalah Nasional Sumatera Utara, yang intinya bahwa dewan mendukung
Mengingat masalah pengungsi Aceh di Kabupaten Langkat rencana pengosongan pengungsi dan perambah lain dari
disebabkan oleh situasi politik seperti juga terjadi di daerah kawasan TNGL.
lain, dan Taman Nasional Gunung Leuser merupakan asset Kunjungan DPR-RI dan Mabes Polri meninjau lokasi dan
nasional, maka Pemerintah Kabupaten Langkat menilai meminta agar permasalahan ini segera diselesaikan.
bahwa hal tersebut merupakan persoalan negara secara
menyeluruh sehingga permasalahan pengungsi ini menjadi Penanganan Pengungsi asal Aceh
masalah nasional.
Bersama dengan Muspida Langkat dan Muspida Aceh
UPAYA-UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN Timur melakukan upaya penjemputan pengungsi ke lokasi
Damar Hitam, namun upaya ini gagal karena para
Berbagai upaya telah dilakukan dalam penyelesaian pengungsi menolak semua alternatif yang ditawarkan
permasalahan pemukiman pengungsi asal Aceh yang di Bupati Aceh Timur. Pada dasarnya para pengungsi siap
dalam kawasan TNGL di Besitang, Kabupaten Langkat, meninggalkan lahan rambahan asalkan tidak ke wilayah DI
namun sampai saat ini belum dapat tertuntaskan sebagaimana Aceh.
yang diharapkan. Meskipun relokasi telah dilakukan, tetap
saja tidak dapat menyelesaikan masalah karena relokasi yang Merelokasi sebanyak 151 KK (654 jiwa) dari ± 200 KK (±
dilaksanakan diduga sarat dengan kepentingan berbagai 800 jiwa) pengungsi dari lokasi Damar Hitam ke lokasi
pihak dan tidak terkoordinasinya pelaksanaan kegiatan paska baru di Dusun II Riau Makmur, Desa Mahato, Kecamatan
relokasi dilaksanakan sehingga para pengungsi asal Aceh Tembusai Utara, Kabupaten Pasir Pangarayan, Riau.
yang direlokasi merasa ditelantarkan dan kembali Merelokasi sebanyak 30 KK pengungsi dari lokasi Barak

Vol. 2 No 5 Tahun 2006


24
b u l e t i n

Dinamika Jejak Leuser


Induk menuju lokasi baru di daerah Batang Toru, International Catholic Migration Commission (ICMC) di
Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara. Medan dan pendekatan informal kepada pengungsi dengan
Bekerjasama dengan berbagai LSM, Muspika Sei Lepan berkunjung langsung ke lokasi. Pendekatan semacam ini
dan Besitang, melakukan upaya penjagaan, pencegahan dirasa sangat efektif, terbukti upaya perlawanan /
dan pengawasan arus masuk perambah baru (pengungsi penolakan terhadap petugas sudah tidak terjadi lagi.
maupun bukan pengungsi). Upaya ini kurang efektif Penangkapan 11 perambah termasuk satu orang aktor
mengingat akses menuju lokasi garapan sangat terbuka intelektual pada tanggal 20 dan 21 Desember 2005 di blok
dan arus pendatang baru cukup banyak. hutan Alur Gusta, wilayah Resort Sekoci, Balai TNGL.
Pengaduan permasalahan perambahan kawasan TNGL Kasus ini telah divonis oleh Pengadilan Negeri Stabat
kepada Polres Langkat, terutama permintaan agar dengan rata-rata hukuman 2,5 tahun penjara.
dilakukan pemeriksaan kepada orang-orang yang diduga Pengembangan dari kasus ini adalah tertangkapnya salah
sebagai penghalang atau provokator perambahan lahan satu dari tiga aktor intelektual perambah (inisial SP) yang
TNGL. sampai dengan tulisan ini disusun masih dalam tahap
persidangan terakhir sebelum pembacaan tuntutan oleh
Sosialisasi dan Himbauan Pengadilan Negeri Stabat. Dua orang lainnya (inisial MB
dan BP) sudah ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang
Melakukan Sosialisasi kepada masyarakat luas melalui (DPO) oleh pihak Polda Sumatera Utara.
penggandaan edaran, pembuatan dan pemasangan papan- Pembakaran gubuk perambah dan penangkapan 3 orang
papan informasi, dan kunjungan tim sosialisasi ke lokasi. perambah di wilayah hutan desa Trenggulun, Resort Sei
Melakukan pers release ke berbagai media cetak dan Betung. Ketiga orang yang tertangkap saat ini sedang
elektronik dan juga membuat liputan-liputan untuk dalam proses peradilan.
televisi. Rembug desa dalam acara “Local Community Workshop“
pada tanggal 8 Juli 2006 di Pangkalan Brandan, dengan
KONDISI AKTUAL S/D AGUSTUS 2006 menghadirkan semua kepala desa di sekitar kawasan,
jajaran muspika, dan pemuka masyarakat. Forum ini
Ratusan KK/jiwa (diperkirakan ± 700 KK/2.830 jiwa) dilaksanakan secara maraton, dengan dilanjutkan diskusi
pengungsi (dimana sebagian besar diduga bukan pengungsi) terbatas dengan perwakilan pengungsi pada malam
masih bersikeras bertahan di dalam TNGL. Di lokasi Sei harinya. Selanjutnya hasil dari forum ini menjadi bahan
Minyak, keberadaan pengungsi dimanfaatkan oleh oknum untuk dibawa ke forum yang lebih tinggi, yang dihadiri
pengusaha kayu dan para spekulan tanah sebagai tenaga oleh instansi/stakeholder penentu kebijakan tingkat
upahan penebangan kayu, pembuatan arang dan pengimasan propinsi dan pemerintah pusat.
lahan yang diperjualbelikan. Belum berhasilnya Workshop Nasional yang difasilitasi oleh Pusat
penyelesaian masalah pengungsi dari Aceh mengakibatkan Pengendalian Pembangunan Kehutanan (Pusdalbanghut)
perkembangan aspirasi di kalangan masyarakat setempat, Regional I Sumatera dengan menghadirkan instansi terkait
yaitu apabila pengungsi dibiarkan (dilegalkan) menggarap / stakeholder kunci pengambil kebijakan untuk
kawasan, maka masyarakat setempat berbondong-bondong menentukan upaya konkrit dan membuat kelompok kerja
ikut melakukan penggarapan TNGL. dalam rangka berbagi tanggung jawab dalam upaya
penyelesaian. Kegiatan ini berlangsung selama 2 hari,
Penyelesaian masalah ini, memang tidak sederhana karena pada tanggal 2 dan 3 Agustus 2006 di Medan.***
akan menyentuh masalah politik, penyelamatan lingkungan
(pelestarian TNGL), dan kemanusiaan (pengungsi). Karena *) PEH di Seksi Konservasi Wilayah IV Besitang

Bisro Sya’bani
itu dalam penyelesaiannya perlu ditangani secara lintas Email: wisnoe_bharata@yahoo.com
sektoral serta melibatkan LSM dan Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Independen. Didasarkan kepada bobot
permasalahan, tuntutan waktu yang mendesak, dukungan
anggaran yang diperlukan cukup besar, dan kemungkinan
melibatkan beberapa pemerintahan kabupaten dan propinsi
(bahkan lintas pemerintahan di daerah), maka permasalahan
ini perlu ditangani secara terpusat. Persoalan menjadi
kompleks mengingat adanya pihak-pihak lain yang
menjadikan pengungsi sebagai alat untuk ikut merambah dan
tinggal (berbaur dengan pengungsi) di dalam kawasan TNGL
kawasan Besitang. Upaya untuk memisahkan antara
pengungsi dan bukan pengungsi saat ini sulit dilakukan
karena adanya perlawanan massa perambah.

PERKEMBANGAN KONKRIT SEJAK JANUARI 2005

Diskusi dengan NGO kemanusiaan yang melakukan


pendampingan dengan masyarakat pengungsi, yaitu
Vol. 2 No. 5 Tahun 2006
25
b u l e t i n

Wacana Jejak Leuser

Sahabat Leuser :
Mengajak Masyarakat Ikut Melestarikan TNGL
Oleh; Harry Suryadi*)

D urban Action Plan, salah satu hasil dari World Park


Congress ke-5 tahun 2005 di Durban,
mengidentifikasi di banyak negara, bahwa kawasan
lindung tidak mendapatkan dukungan publik yang luas dan
manajemennya tidak berdasarkan nilai-nilai, prinsip-prinsip,
Gunung Leuser (Friends of the Gunung Leuser National
Park) atau disingkat Sahabat Leuser, belajar dari Friends of
the National Parks at Gettysburg (yang mereka singkat The
Friends), di Amerika Serikat. The Friends dimulai tahun
1989 oleh sekelompok warga masyarakat peduli yang ingin
dan tujuan yang secara luas diakui bersama. Indikasi Durban menolong melestarikan taman nasional di Gettysburg.
Action Plan nyata di Indonesia. Salah satu Sekarang anggota dan pendukung The
contoh, berapa persen warga Medan dan Friends mencapai 25.000 dari seluruh dunia,
sekitarnya yang tahu mengenai Taman bukan hanya Amerika Serikat. The Friends
Nasional Gunung Leuser? Mungkin 100%, mampu menarik dukungan dana sebesar
tapi itu setelah terjadi bencana banjir US$6 juta untuk program-program
bandang di Bohorok tahun 2003. Berapa pelestarian Gettysburg National Military
persen warga Medan dan sekitarnya atau Park.
warga sekitar TNGL yang peduli akan Anggota dan pendukung The Friends adalah
kelestarian TNGL, bahkan setelah bencana aset. Para anggota dan pendukung menerima
Bohorok 2003? Mungkin hanya segelintir terbitan berkala, mendapat kesempatan
aktivis LSM atau beberapa warga yang pertama mengikuti tur eksklusif hanya untuk
hidupnya tergantung pada TNGL, kecuali anggota/pendukung ke taman nasional.
para pencuri kayu.
Di Indonesia tahun 1997 terbentuk Friends
Sudah waktunya manajemen TNGL of the National Parks Foundation (FNPF),
memiliki program “melibatkan” organisasi yang awalnya bertujuan
masyarakat dalam pengolaan TNGL. mendukung program pelestarian orangutan
Sudah saatnya masyarakat berbagi di Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP).
tanggung jawab dalam melestarikan hutan dan Dalam perjalanannya FNPF juga membantu reforestasi,
keanekaragaman hayati dengan TNGL. Manajemen TNGL kegiatan pengembangan masyarakat, kegiatan pendidikan
terus-menerus harus mengkomunikasikan semua informasi konservasi, merehabilitasi dan melepaskan kembali satwa
terkait dengan TNGL, termasuk kasus-kasus penebangan liar lainnya. FNPF berhasil menggalang d Sahabat Leuser
ilegal. adalah hutan dan keanekaragaman di dalam TNGL yang
lestari sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat,
Salah satu program efektif menggalang keterlibatan negara, dan dunia melewati batas-batas areal TNGL. Misi
masyarakat adalah program Sahabat Taman Nasional Sahabat Leuser adalah menjadi wadah keikutsertaan bagi
Vol. 2 No 5 Tahun 2006
26
b u l e t i n

Wacana Jejak Leuser


siapa saja yang peduli pada pelestarian hutan dan manfaat TNGL; meningkatkan taraf hidup komunitas
keanekaragaman hayati umumnya dan TNGL khususnya. seputar TNGL.
Misi Sahabat Leuser memperkenalkan TNGL kepada
masyarakat.
Tujuan Sahabat Leuser adalah meningkatkan partisipasi *) Direktur Eksekutif Society of Indonesian Environmental
masyarakat dalam melestarikan hutan dan keanekaragaman Journalists
hayati TNGL; meningkatkan kesadaran masyarakat akan

Nama : Sahabat Leuser


Bentuk organisasi : perkumpulan yang independen (bebas dari kepentingan politik dan ekonomi)
Anggota : pribadi dan lembaga (termasuk perusahaan swasta, LSM, lembaga penelitian, dan lembaga lainnya)

Kewajiban anggota:
 membayar iuran anggota tahunan (tergantung kategorinya)
 mendukung manajemen TNGL
 ikut mempromosikan pelestarian hutan dan keanekaragaman hayati, khususnya kawasan Gunung Leuser
 ikut memantau pengelolaan TNGL

Hak Anggota:
 dilibatkan dalam kegiatan TNGL yang terbuka untuk umum
 mendapat kesempatan eksklusif berkunjung ke TNGL
 mendapatkan informasi eksklusif mengenai perkembangan TNGL

Kegiatan:
 menggalang dana untuk kegiatan Sahabat Leuser bersama TNGL
 meningkatkan taraf hidup komunitas seputar TNGL
 mempromosikan TNGL
 membuat dan menjalankan program pendidikan lingkungan hidup umumnya, dan mengenai keanekaragaman hayati khususnya
 menyelenggarakan ekowisata ke dalam TNGL sebagai bagian dari mempromosikan TNGL
 dan lainnya.

Dok. FFI

Vol. 2 No. 5 Tahun 2006


27
b u l e t i n

Seputar Kita Jejak Leuser

“Local Community Workshop” Besitang


“ secara aktif dalam pengelolaan kawasan secara
partisipatif dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti :
ekowisata, pengamanan, dan reboisasi kawasan, (5)
Penegakan hukum terhadap pelaku perusakan hutan

Ratna Hendratmoko
(perambah dan penebang liar) secara serius dan tegas, dan
(6) Tetap mengembangkan prinsip-prinsip penyelesaian
masalah secara komprehensif dengan peran aktif
multipihak. (UWB)

*****

MoU TNGL-Unsyah

Ujang WB
P ada tanggal 8 Juli 2006 lalu, Balai TNGL dengan
dukungan penuh UNESCO menyelenggarakan
kegiatan “Local Community Workshop”. Kegiatan
yang diadakan di Pangkalan Brandan ini bertujuan untuk
menampung aspirasi dan penyatuan visi pihak-pihak
lokal dalam mendukung upaya penyelesaian
permasalahan TNGL wilayah Langkat. Seperti diketahui,
wilayah Langkat, terutama di Seksi Konservasi Wilayah
IV Besitang memiliki tingkat kerusakan yang paling
parah, yang diakibatkan oleh kompleksitas permasalahan
yang ada. Aktivitas ilegal seperti perambahan,
pembalakan liar, dan pendudukan kawasan oleh
pengungsi telah mengakibatkan kerusakan seluas 21.000
Ha. Menurut ketua pelaksana kegiatan, Ujang Wisnu
Barata, S.Hut, Balai TNGL masih terus mencari upaya
penyelesaian konkrit, salah satunya dengan mengadakan
K awasan TNGL dengan segala keanekaragaman
hayati dan ekosistemnya serta kompleksitas
permasalahan yang tidak hanya menyangkut
aspek biologi-ekologi namun juga berbagai aspek lain,
yaitu : ekonomi-sosial-budaya, telah lama menarik minat
pertemuan yang dinilai strategis ini. para peneliti untuk mendalaminya. “Laboratorium alam”.
Demikian orang biasa menyebut untuk kawasan yang
Pihak lokal yang hadir pada pertemuan ini adalah Kepala kaya sumber ilmu pengetahuan ini.
Desa di wilayah yang berbatasan dengan kawasan (9
(sembilan) desa), jajaran Muspika, pemuka masyarakat Pada tanggal 18 Juli 2006 lalu, Balai TNGL telah
(Kedatukan Besitang, Kedatukan Sei Lepan, dan memulai babak baru paska perdamaian GAM-RI di
Kedatukan Trenggulun), wakil kelompok tani, dan bidang penelitian, khususnya untuk wilayah NAD. Hal
perwakilan pengungsi. Workshop ini terbagi menjadi 2 tersebut terimplementasi dengan ditandatanganinya
(dua) sesi, yaitu sesi I adalah diskusi dengan aparat desa Momerandum of Understanding (MoU) dengan
dan stakeholder lokal dan sesi II adalah diskusi terbatas Universitas Syiah Kuala (Unsyah), Banda Aceh. Penanda
dengan perwakilan pengungsi. Pertimbangan pembagian tanganan MoU ini dilakukan di ruang sidang gedung
sesi ini adalah sensitivitas permasalahan yang menjadi Rektorat Unsyah, dihadiri oleh rektor beserta para
pembahasan serta efektifitas hasil. pembantu rektor, para dekan fakultas, dan para ketua
jurusan.
Setelah secara maraton (dari pagi hingga tengah malam)
melakukan diskusi, poin-poin penting yang dihasilkan Konsep “Integrated Lab” yang dikembangkan para
adalah : (1) Persoalan pengungsi diselesaikan melalui akademisi di Unsyah, membutuhkan bank data yang tak
kegiatan relokasi. Untuk itu diperlukan kejujuran dari terbatas. Prinsip dasar integrated lab adalah sebagai
pihak pengungsi untuk memberikan data, terkait dengan laboratorium bersama lintas disiplin ilmu sekaligus
pembagian dana terminasi, (2) Batas TNGL sebagai pusat “lisensi” untuk semua penelitian baik oleh
direkonstruksi dengan melibatkan masyarakat sehingga peneliti dalam negeri maupun manca negara. Dalam
disepakati dan diketahui secara luas, (3) Perkebunan pengantarnya, Kepala Balai TNGL, Ir. Wiratno, M.Sc
sawit di dalam kawasan yang telah terbukti melanggar mengharapkan agar dengan adanya MoU ini data-data
hukum harus dimusnahkan, (4) Pelibatan masyarakat dan hasil penelitian yang berhubungan dengan TNGL

Vol. 2 No 5 Tahun 2006


28
b u l e t i n

Seputar Kita Jejak Leuser


dapat diakses dengan mudah seraya mengingatkan agar peserta mendapat pembekalan dari Kepala Balai TNGL,
kejadian tersebarnya hasil-hasil penelitian ke luar negeri melakukan studi literatur untuk menentukan topik
tanpa ada yang tertinggal di Indonesia, dapat ditiadakan. masing-masing, dan melakukan presentasi proposal. (2)
Contoh kasus adalah data-data tentang penelitian tahap pelaksanaan, yaitu penempatan peserta magang
Orangutan di Ketambe yang justru berada di Utrecht, pada wilayah kerja yang telah ditentukan sesuai dengan
Belanda, sementara di Indonesia tidak bisa dijumpai. topik masing-masing para CPNS magang, observasi
lapangan dan pengumpulan data yang terkait, melakukan
Pengembangan dan pengaktifan kembali 2 stasiun revisi proposal disesuaikan dengan hasil observasi,
penelitian TNGL di wilayah NAD, yaitu Stasiun melakukan presentasi topik pilihan yang sudah direvisi,
Penelitian Ketambe di Aceh Tenggara dan Stasiun dan melaksanakan magang ; (3) tahap pelaporan,
Penelitian Suaq Belimbing di Aceh Selatan menjadi salah meliputi penyusunan laporan topik dan kegiatan magang,
satu agenda prioritas. Dengan difasilitasi oleh Badan melaksanakan presentasi akhir dan perbaikan laporan.
Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh, diharapkan Disamping program magang yang telah tersusun
agenda tersebut daapat terealisasi secara optimal. (UWB) dilakukan juga program-program lainnya yang dapat
membuka wawasan peserta magang seperti tugas baca
buku yang harus dipresentasikan oleh para peserta
***** magang.

Secara umum topik yang diambil para CPNS magang ini


sangat beragam meliputi masalah inventarisasi
Magang CPNS Dephut tumbuhan, investigasi jalan illegal logging, ekowisata,
pendidikan lingkungan, peranan Unit Patroli Gajah di
Formasi 2005 di TNGL Aras Napal, dan identifikasi perubahan kawasan
konsevasi. Inventarisasi tumbuhan dilakukan di stasiun
penelitian di Ketambe (SKW I), Investigasi jalan illegal
Bisro Sya’bani

logging dilakukan di Kutacane (SKW I), program


dengan topik ekowisata dilakukan di Bukit Lawang
(SKW III) dan Lawe Gurah (SKW I), 3 (tiga) topik
terakhir dilakukan di SKW IV Besitang.
(Eko-Feni-Wen)

*****

Rakor Pengelolaan
Bukit Lawang

B alai Taman Nasional Gunung Leuser kembali


menjadi tempat menimba ilmu dan menggali
pengalaman lapangan bagi para CPNS Dephut
formasi tahun 2005. Dasar pelaksanaan program magang
ini adalah memberikan gambaran mengenai pola kerja
terutama pada lingkup departemen kehutanan.
Pelaksanaan magang ini dilaksanakan pada tanggal 11
Juli 2006 hingga 2 Oktober 2006. Peserta magang
sebanyak 10 orang, dengan latar belakang bidang ilmu
yang berbeda-beda, yaitu Longgak A. Tampubolon,
S.Hut., Noni Eko Rahayu, S.Hut., Erna Eka Rahayu,
S.Hut.,Robert P. Silalahi, S.Hut., Siti Ayu A. S.Hut., Arif
Budimansyah, S.Hut., Julius Rafles,S.H., Eko Wasiaji,
S.Si., Isra Imran, S.Hut., dan Feni Fadila, A.Md. Dalam
kegiatan magang ini peserta ditugaskan ke beberapa
seksi lingkup Balai TNGL. Lima orang pertama bertugas
P uncak kunjungan ke Bukit Lawang terjadi pada
tahun 1995, dimana sebanyak 21.577 orang
wisatawan asing datang dan menikmati hutan dan
orangutan di kawasan itu. Namun setelah itu, tingkat 4
kunjungan wisatawan terus menurun dan klimaksnya
di SKW I Kutacane, 2 (dua) orang berikutnya bertugas di terjadi saat banjir banding Sungai Bohorok menerjang
SKW III Bahorok, dan 3 (tiga) orang terakhir bertugas di kawasan wisata dan Ex. Rehabilitasi Orangutan Bukit
SKW IV Besitang. Lawang pada November 2003. Perjalanan Bukit Lawang
benar-benar dimulai dari nol lagi. Disaat mulai beranjak
dari keterpurukan, berbagai permasalahan yang
Tahapan magang meliputi (1) tahap persiapan, dimana
Vol. 2 No. 5 Tahun 2006
29
b u l e t i n

Seputar Kita Jejak Leuser


sebenarnya sudah ada dari dulu muncul kembali dan sangat penyelamatan Orangutan Sumatera.
berpotensi menghambat pembangunan ekowisata di Bukit
Lawang; kurang simpatiknya 'aksi' oknum-oknum guide, Dan dari pertemuan yang intensif antar para pihak tersebut,
konflik satwa dengan pemilik ladang dan pengelola tercetus beberapa rekomendasi untuk bisa menjawab
penginapan, pengalihan kunjungan wisatawan,dan pertanyaan-pertanyaan di atas, antara lain:
sebagainya.
1. Optimalisasi peran Visitor Centre Bukit Lawang.
Dengan kenyataan tersebut di atas, Balai TNGL SKW III Vsitor Centre akan menjadi sentral untuk kegiatan
Bukit Lawang benisiatif mengadakan pertemuan para ekowisata dan pendidikan lingkungan di Bukit
pihak yang mempunyai kepentingan di Bukit Lawang; Lawang.
Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Cabang Langkat, 2. Untuk menjaga eksistensi feeding site, sebelum
Pengelola Penginapan, Polsek Bohorok, LSM Balai TNGL melakukan aktifitas wisata yang lain, wisatawan
dan perwakilan masyarakat. Ada 2 pertanyaan penting diarahkan untuk mengunjungi feeding site dengan
yang diharapkan dapat dicarikan jawabannya dari didampingi guide/petugas yang sudah mempunyai
pertemuan tersebut, yaitu: kapasitas dan pengetahuan yang memadai.
3. Pemberian sanksi dan penindakan tegas terhadap
1. bagaimana meningkatkan kenyamanan dan kesan baik oknum guide nakal oleh HPI dan aparat keamanan.
kepada pengunjung sehingga citra daerah wisata 4. Ke depan, diperlukan kegiatan pendidikan,
ekologis yang pernah ada kembali harum. penyuluhan, pembinaan dan penyegaran terhadap para
2. bagaimana menawarkan kegiatan pariwisata yang guide di Bukit Lawang.
berkualitas dengan melibatkan orangutan sebagai salah 5. Pertemuan para pihak di Bukit Lawang secara
satu pendekatan dalam upaya perlindungan dan kontinyu dan terprogram. (BSb)
pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana
sebagai sebuah elemen penting dalam upaya *****
Bisro Sya’bani

Penandatanganan MoU TNGL-LPT (Tangkahan, 22 Juli 2006) - Penandatangan Nota


Kesepahaman antara Balai TNGL dngen Lembaga Pariwisata Tangkahan di dalam
pengelolaan Kawasan Tangkahan di laksanakan di depan para pihak, a.l: Kepala KSDA
Sumut I, Kepala Dinas Kehutanan Langkat, Dinas Pariwisata, perwakilan LSM (FFI,
Indecon), tokoh adat setempat, serta masyarakat. Isi MoU sebenarnya merupakan hasil
penyempurnaan dari isi MoU yang telah ada dan ditandatangani kedua belah pihak pada
tahun 1999.
Acara ini dilaksanakan berbarengan dengan pelantikan Kepengurusan LPT tahun 2006 -
2009, pelantikan Ranger Tangkahan serta peresmian bangunan terpadu (Visitor Centre
Tangkahan dan kantor Resort Tangkahan) oleh Kepala Balai TNGL,
Ir.Wiratno,M.Sc.*** (BSb)

(Gambar: Kepala Balai TNGL berjabat tangan dengan Ketua LPT, M Tanden Bangun)
Feni Fadila

Operasi Gajah (Alur Gusta, 29 Juli 2006) - Pemusnahan barang bukti kasus
perambahan setelah turun vonis di Pengadilan Negeri Stabat. Operasi ini merupakan
hasil kerja bareng Balai TNGL dan Yayasan Leuser Internasional (YLI) yang
menurunkan Tim UPG Aras Napal, dan disaksikan oleh tim dari Polsek
Besitang.***(UWB)
Bisro Sya’bani

Workshop Pengelolaan Kawasan Konservasi (Medan, 1-3 Agustus 2006) - Acara yang
dibuka oleh Dirjen PHKA ini diselenggarakan oleh Pusdal Regional I Sumatera.
Kegiatan yang juga dihadiri oleh seluruh Kepala Balai Taman Nasional dan Balai KSDA
se-Sumatera, NGO Konservasi, dan Perwakilan masyarakat ini selain membahas
persoalan kawasan konservasi di Sumatera secara umum, juga membahas permasalahan
TNGL, khususnya SKW IV Besitang. Di akhir acara, 3 pokja yang dibentuk (pengungsi,
rehabilitasi, dan perambahan), memberikan beberapa rumusan sebagai rekomendasi
kepada Pengelola TN dalam upaya pemecahan masalah.***(BSb)

Vol. 2 No 5 Tahun 2006


30
b u l e t i n

Wanasastra Jejak Leuser

Sang Manusia Gajah


Aku bertanya dengan mataku
Makhluk-makhluk apakah itu?
Mereka besar dan rakus

Lihat jejak kakinya


Lihat apa yang dimakannya

Ibu bilang mereka datang dari seberang


Dari balik gunung
Dari pinggir sungai
Dari tempat dimana daun tidak sampai pucuknya

Aku berbisik dengan telingaku


Suara apakah itu?
Mereka meraung tak henti
Menumbangkan pancang
Merobohkan tiang
Menghabiskan satu per satu yang ada di depan

Rupanya makhluk-makhluk itu tak pernah kenyang…

Aku terdiam dengan hatiku


Kenapa mereka merusak rumahku?
Karena kekurangan makanan, mereka bilang
Karena kami mengambil lahan, mereka bilang
Benarkah?

Yang kutahu kami sudah ada di sini sejak dulu


Yang kutahu merekalah yang datang padaku
Dari balik gunung
Dari balik pinggir sungai
Dari tempat dimana daun telah gugur sebelum waktunya

Tapi entahlah…
Aku hanya seekor gajah kecil yang bersembunyi dalam semak
Menatap pada makhluk-makhluk itu
Sedang membinasakan ibuku…

– Noni Eko Rahayu,S.Hut –

Vol. 2 No. 5 Tahun 2006


5
Gunung Bendahara, Aceh Tenggara (3.012 mdpl)

Anda mungkin juga menyukai