Anda di halaman 1dari 10

SISTEM NILAI DAN RESILIENSI KOMUNITAS DALAM PENGELOLAAN

RAWA LEBAK

Value System and Resilience in the Management of Rawa Lebak

Shinta Mutiara Rezeky*), Nurmala K. Pandjaitan, dan Sofyan Sjaf


Program Studi Sosiologi Pedesaan, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Sekolah Pasca Sarjana IPB

*)
E-mail: shintamutiara65@yahoo.com

ABSTRACT

Rawa lebak is the main source of livelihood for the people living around it. Climate change makes it difficult for communities to
predict the coming of the rainy season. The community also becomes vulnerable to crop failure that can lead to food insecurity
conditions. The purpose of this study is to see the social values, economic values, and political values of rawa lebak, and to see the
resilience of the community to the food insecurity conditions in the rawa lebak area. This research uses qualitative method.
Qualitative data is obtained in three ways, observations, indepth interview, and documentations on an ongoing basis. The resultof
this research is rawa lebak has the social values through various rituals conducted by the community before rice planting season.
The economic values of rawa lebak is its function as the main source of livelihood for the community. The political values of rawa
lebak is the ownership system of rawa lebak. The people of Tapus Village are not resilient of food insecurity conditions because there
are not resource redundancy that can be used in emergency situation, and the community adaptation efforts that are still undertaken
individually.

Keywords : Community, Rawa Lebak, Resilience, Value

ABSTRAK

Rawa lebak merupakan sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Perubahan iklim membuat
masyarakat menjadi sulit untuk memprediksi datangnya musim hujan. Masyarakatnya pun menjadi rentan terhadap gagal panen yang
dapat mengakibatkan kondisi rawan pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai
politik dari rawa lebak, serta untuk melihat resiliensi komunitas terhadap kondisi rawan pangan pada wilayah rawa lebak. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif. Data kualitatif didapatkan dengan tiga cara, yakni observasi, wawancara mendalam, serta
dokumentasi yang dilakukan secara berkesinambungan. Hasil dari penelitian ini adalah nilai sosial pada rawa lebak dilihat dari
berbagai ritual yang dilakukan masyarakat sebelum musim menanam padi. Nilai ekonomi rawa lebak dilihat dari fungsi rawa lebak
sebagai mata pencaharian utama bagi masyarakat. Serta nilai politik rawa lebak dilihat dari cara penguasaan lahan rawa lebak.
Masyarakat Desa Tapus belum resilien terhadap kondisi rawan pangan karena tidak terdapat resource redundancy atau cadangan
sumberdaya lain yang dapat digunakan saat darurat, serta upaya adaptasi masyarakat yang masih dilakukan secara individual.

Kata Kunci : Komunitas, Rawa lebak, Resiliensi, Nilai

PENDAHULUAN Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB PADI


2017)1, produktifitas padi di lahan rawa lebak hanya berkisar
Luas lahan rawa lebak di Indonesia diperkirakan mencapai
pada 2 sampai 2,5 ton per hektar gabah kering giling (GKG).
13,28 juta hektar yang terdiri atas lebak dangkal 4,17 juta
Jumlah tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan
hektar (31,4%), lebak tengahan 6,08 juta hektar (45,7%) dan
produktifitas pada lahan daratan yang mencapai 5 ton per
lebak dalam 3,04 juta hektar (22,9%), yang tersebar di Pulau
hektar (BB PADI 2014)2. Rendahnya produktifitas padi pada
Sumatera, Papua, dan Kalimantan (Balitbangtan 2007).
lahan rawa lebak dipengaruhi oleh perubahan iklim
Lahan rawa lebak memiliki potensi yang besar untuk
(Hermanto 2013). Selain itu, perubahan air yang fluktuatif
dikembangkan sebagai lahan usahatani dengan potensi daya
serta bencana yang terjadi, baik di musim hujan maupun di
saing yang dapat diusahakan (Waluyo et al. 2012). Sejalan
musim kering yang tidak dapat diprediksi, juga menambah
dengan itu, Noor dan Rahman (2015) menyampaikan bahwa
masalah utama pada pengembangan lahan rawa lebak
biodiversitas tanaman pangan di lahan rawa pasang surut
(Trinugroho dan Mawardi 2017). Bappenas (2012)
(lebak) cukup luas meliputi padi dan non-padi yang dapat
menyatakan bahwa kekeringan pada tanaman padi pada
ditingkatkan baik produktivitas, intensitas pertanaman, dan
periode tahun 1993 sampai 2002 mencapai 220.380 hektar
diversivikasi serta integrasi dengan ternak atau ikan.
dengan lahan yang mengalami gagal panen mencapai 43.434
1
http://bbpadi.balitbang.pertanian.go.id
2
Ibid
hektar. Jumlah tersebut setara dengan kehilangan 190.000 ton 2013). Data kualitatif didapatkan melalui tiga cara, observasi,
gabah kering giling. Sementara itu lahan yang mengalami indepth interview (wawancara mendalam) dan dokumentasi
bencana banjir seluas 158.787 hektar dengan lahan yang yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
mengalami gagal panen mencapai 39.912 hektar atau setara
dengan kehilangan 174.000 ton gabah kering giling. Penelitian ini dilakukan pada komunitas yang tinggal di
sekitar rawa lebak yang berada di Desa Tapus, Kecamatan
Dampak perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan Pampangan, Kabupaten Ogan Komiring Ilir, Provinsi
penurunan tingkat produktivitas padi dan berkurangnya Sumatera Selatan. Desa Tapus merupakan salah satu desa di
pendapatan petani. Selain dampak perubahan iklim bagi Kecamatan Pampangan yang memiliki lahan rawa lebak
produktivitas pertanian pada lahan rawa lebak, dampak lain terluas. Selain itu, lahan rawa lebak di Desa Tapus memiliki
dari perubahan iklim adalah munculnya pengelolaan yang dua fungsi lahan. Pada saat musim surut, lahan rawa
mengubah hak pengelolaan secara pribadi menjadi komunal. dimanfaatkan sebagai lahan pertanian oleh masing-masing
Pengelolaan secara komunal terjadi ketika banjir pada lahan individu di dalam komunitas, sedangkan pada saat musim
rawa tersebut. Selain itu, sistem pengelolaan secara komunal banjir dapat di manfaatkan sebagai lahan perikanan dengan
pada lahan rawa lebak secara langsung di atur oleh pemeritah pengelolaan yang di kembalikan kepada pemerintah.
daerah. Yanti (2015) mengemukakan bahwa sasaran dari
kebijakan pemerintah terhadap pengelolaan rawa lebak Desa Tapus secara geografis berbatasan dengan Desa Kuro di
adalah untuk mengatur, mengawasi, dan meminimalisir sebelah Utara, Desa Kandis di sebelah Selatan, Desa Ulak
gesekan antara pemilik lahan yang bisa berujung konflik Depati di sebelah Timur, dan Desa Pulau Layang di sebelah
antara masyarakat akibat tumpang tindihnya batasan terhadap Barat. Kondisi jalan di Desa Tapus masih tanah yang berbatu
hak kepemilikan. dan berlumpur sehingga ketika musim hujan, jalan akan
menjadi sangat sulit untuk dilalui.
Pengelolaan rawa lebak oleh pemerintah telah tertuang dalam
Peraturan Bupati Ogan Komering Ilir tahun 2016 tentang Alasan lainnya memilih Desa Tapus karena Desa Tapus
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang Lebak Lebung dan merupakan satu-satunya desa yang mengelola rawa lebak
Sungai. Perda ini membuat pemerintah daerah memiliki dengan cara kerja sama antara pemerintah desa dan
legitimasi untuk menguasai lahan rawa pada musim banjir. masyarakat. Sementara di desa lain, pengelolaan rawa lebak
Hal itu menyebabkan masyarakat memiliki akses yang pada musim banjir akan dilakukan melalui lelang yang boleh
terbatas untuk mengambil manfaat dari lahan rawa pada saat diikuti oleh siapapun. Pemenang lelang akan menjadi
musim banjir. Padahal, rawa lebak merupakan sumber nafkah penguasa tunggal seluruh lahan rawa.
utama bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. HASIL DAN PEMBAHASAN
Rawa lebak memiliki potensi sumberdaya yang besar dalam Dalam bab ini akan dibahas mengenai sistem nilai yang ada
hal pertanian dan perikanan. Potensi tersebut membuat rawa pada rawa lebak dan resiliensi komunitas terhadap kondisi
lebak memiliki nilai-nilai bagi masyarakat yang tinggal di rawan pangan. Rawa lebak bagi komunitas yang tinggal
sekitarnya, seperti nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai disekitarnya merupakan suatu potensi yang menjadikannya
politik. Nilai ekonomi berkaitan dengan fungsi rawa lebak sebagai salah satu penunjang kehidupan komunitas atau mata
sebagai sumber mata pencaharian utama bagi masyarakatnya. pencaharian komunitas. Nilai sosial yang terdapat pada rawa
lebak bagi komunitas adalah media bagi komunitas dalam
Masyarakat yang tinggal di sekitar rawa akan sangat
memperat hubungan sosial dengan berbagai kegiatan atau
bergantung pada rawa lebak untuk memenuhi kebutuhan ritual yang dilakukan oleh komunitas yang tinggal di sekitar
sehari-harinya. Sementara nilai politik mengacu pada sistem rawa lebak. Nilai ekonomi rawa lebak lebih dominan pada
kepemilikan rawa yang berubah setiap musimnya. Perubahan pemanfaatan rawa lebak sebagai sumber mata pencaharian
sistem kepemilikian tersebut jelas merupakan suatu utama bagi komunitas yang tinggal di sekitarnya. Sementara
goncangan yang mengganggu stabilitas masyarakat. nilai politik rawa lebak lebih berada pada kebijakan dalam
Masyarakat menjadi tidak bisa memanfaatkan nilai ekonomi sistem pengelolaannnya. Nilai sosial, nilai ekonomi, dan nilai
politik rawa lebak berbeda tergantung kondisi rawa lebak
rawa lebak dan menjadi rentan akan kondisi rawan pangan.
tersebut.
Berdasarkan pemaparan tersebut penting untuk melihat
sejauh mana nilai ekonomi, sosial dan politik rawa lebak Tabel 1 Nilai yang terdapat pada rawa lebak
serta mengetahui resiliensi komunitas dalam menghadapi Kondisi Rawa Lebak
kondisi rawan pangan di wilayah rawa lebak. Nilai
Pada saat surut Pada saat banjir

Nilai Sosial Terdapat ritual -


METODE PENELITIAN sebelum tanam padi
di rawa
Penelitian ini dilakukan di Desa Tapus, Kecamatan
Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir pada bulan April Nilai Ekonomi Kegiatan petanian Kegiatan
sampai Juni 2018. Analisis yang digunakan dalam penelitian dengan komoditas perikanan dengan
padi rawa yang komoditas ikan
ini adalah dengan pendekatan metode kualitatif (Creswell
menghasilkan 3 ton dan udang, dengan karakter individu maupun suatu komunitas. Motif dan nilai-
GK/hektar penghasilan 100 nilai yang terkandung dalam komunitas masyarakat Desa
kg/hari Tapus mencerminkan sikap sosial yang terbangun untuk
Nilai Politik Penguasaan lahan Penguasaan lahan memanfaatkan lahan rawa lebak sebagai potensi pangan
rawa secara privat rawa secara komunitas. Hal itu sejalan dengan hasil penelitian Suryani
komunal dan Honorita (2011) yang mengemukakan bahwa kehidupan
sosial pertanian petani yang mengusahakan padi di rawa
lebak terjadi sejak lama, baik berupa pengalaman, perilaku
Nilai Sosial dan pengetahuan terhadap pengelolaan pertanian pada rawa
Nilai sosial dilihat dari culture knowledge, atau cara-cara lebak.
masyarakat rawa lebak dalam memaknai rawa lebak tersebut Nilai Ekonomi
dengan segala aspeknya. Nilai sosial rawa lebak dapat dilihat
saat kondisi rawa lebak sedang surut. Saat rawa lebak surut, Nilai ekonomi merupakan sumberdaya yang bisa
masyarakat memanfaatkan rawa lebak sebagai lahan mengahasilkan sesuatu berupa materi yang dilihat dari uang
pertanian, dengan padi sebagai komoditas utamanya. yang didapatkan dari hasil pertanian dan perikanan. Nilai
Sebelum proses penanaman padi, masyarakat melakukan ekonomi pada rawa lebak dilihat dari pemanfaatannya
ritual adat yang dipercayai sebagai bentuk dari penghormatan sebagai sumber nafkah utama masyarakat Desa Tapus.
terhadap alam. Selain itu ritual adat ini juga dipercayai untuk Menurut data luas potensi sawah lebak Kecamatan
kelancaran selama proses tanam dan mendapatkan hasil yang Pampangan tahun 2016, Desa Tapus memiliki luas lahan
lebih baik dengan jumlah yang banyak. Bahan-bahan yang rawa lebak sebesar 1251 hektar yang terbagi menjadi 337
digunakan dalam ritual antara lain telur ayam yang sudah hektar (26,93%) lebak pematang, 500 hektar (39,96%) lebak
dimasak dalam jumlah ganjil (3, 5, 7, atau 9), serta berbagai tengah dan 414 hektar (33,09%) lebak dalam. Pada saat surut,
jenis makanan seperti serabi, ketupat, klepon, dan ayam rawa lebak dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Bagian
bumbu kuning. Semua bahan tersebut diasapi dengan rawa lebak yang potensial untuk dijadikan lahan persawahan
kemenyan dan dibacakan doa-doa keselamatan. Setelah itu adalah rawa lebak pematang dan rawa lebak tengah (Khairah
makanan tersebut dimakan oleh penggarap sawah dan 2011). Hal itu berarti sebanyak 77% lahan rawa lebak yang
sebagian ditaburkan di sekeliling lahan sembari membaca ada di Desa Tapus merupakan lahan yang potensial sebagai
doa-doa keselamatan. Sebagian besar masyarakat lahan pertanian.
mempercayai bahwa jika tidak melakukan ritual adat ini
Proses penanaman padi di lahan rawa berlangsung selama 6
maka hasil panen padinya menjadi berkurang dan tidak
bulan yang di mulai dari bulan Mei sampai September.
memuaskan.
Tahapan pertama dalam menanam padi di Desa Tapus yakni
Ritual adat yang dilaksanakan di Desa Tapus tidak hanya menyemaikan benih padi. Proses ini dapat di lakukan dengan
dilakukan saat akan menanam padi saja. Ritual adat juga dua cara, bisa di tanah maupun di air sungai. Apabila
dilakukan melalui kegiatan bersama yang dilakukan saat ada dilakukan di tanah, proses nya di mulai dengan menabur
acara-acara tertentu seperti pernikahan, kematian serta benih di tanah yang sudah digemburkan dan diberi air
menyambut berbagai hari-hari besar seperti bulan suci sehingga tanah menjadi agak basah tetapi tidak tergenang air.
ramadhan, isra’ mi’raj dan acara lainnya. Saat ada kematian, Setelah itu benih yang sudah disemaikan tadi ditutup dengan
masyarakat Desa Tapus akan mengadakan semacam bentuk terpal selama satu minggu. Jika sudah satu minggu, barulah
tahlilan atau doa bersama. Semua masyarakat Desa Tapus terpal dibuka dan tanaman dibiarakan tumbuh selama 21 hari.
akan diundang dan hadir pada malam hari dan disuguhi Proses ini disebut oleh masyarakat Desa Tapus sebagai
berbagai jenis makanan. Untuk menyediakan makanan ini, proses ngerencem.
biasanya mayarakat Desa Tapus akan saling bantu-membantu
Proses selanjutnya adalah menyiapkan lahan untuk proses
dalam penyajiannya. Ibu-ibu di Desa Tapus sejak pagi hari
penyemaian kedua. Proses penyiapan tanah ini disebut
sudah berbondong-bondong datang ke rumah orang yang
sebagai proses ngelun. Benih padi yang berasal dari proses
melakukan tahlilan untuk membantuk memasak dan lain
ngerencem dipisahkan dan kembali ditanam pada lahan yang
sebagainya. Pada saat acara pernikahan, warga bersama-sama
sudah disiapkan tadi selama 20-21 hari. Proses pemisahan
menyumbang sembako kepada rumah tangga yang
benih padi ini disebut oleh masyarakat Desa Tapus sebagai
melakukan pernikahan. Sembako yang diberikan dapat
proses nanjarke atau ngerancang. Proses yang ketiga adalah
berupa beras, gula, kopi, dan teh. Gotong royong seperti ini
menanam padi pada lahan rawa lebak. Satu musim tanam
sudah menjadi tradisi dari masyarakat Desa Tapus.
berlangsung sekitar tiga sampai enam bulan.
Ritual adat dan berbagai kebiasaan yang dilaksanakan oleh
Masyarakat Desa Tapus sangat bergantung pada hasil dari
masyarakat Desa Tapus merupakan nilai sosial yang sudah
tanaman padi ini. Sebagian masyarakat Desa Tapus akan
terbangun sejak lama dan dilestarikan oleh masyarakat.
menjual seluruh hasil panennya dan hasil penjualannya
Faktor lingkungan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku
digunakan untuk membeli kebutuhan pangan, sandang, dan
papan serta kebutuhan pendidikan dan kesehatan untuk lebak dikuasai secara privat dengan batasan lahan yang sudah
keluarga. Sementara itu sebagian masyarakat ada juga yang ditentukan. Akan tetapi, saat banjir, sistem penguasaan lahan
membagi dua hasil panennya, sebagian disimpan dalam rawa lebak berubah menjadi sistem penguasaan komunal
lumbung untuk dijadikan cadangan makanan, sementara yang dikuasai oleh pemerintah daerah. Pengelolaan rawa
sebagian lagi akan dijual untuk memenuhi kebutuhan rumah lebak pada saat banjir diatur dalam Peraturan Bupati Ogan
tangga. Bagi masyarakat yang tidak memiliki lahan atau Komering Ilir tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis
sedikit sekali kepemilikan lahannya, mereka akan menyewa Pelaksanaan Lelang Lebak Lebung dan Sungai. Pada saat
lahan kepada orang yang memiliki lahan luas untuk menanam banjir itulah masyarakat tidak bisa berbuat apapun dan
padi. Harga yang ditetapkan untuk biaya sewa lahan di Desa menjadi kehilangan sumber pendapatannya. Masyarakat tidak
Tapus adalah Rp 3.000.000 per hektar. diperbolehkan mengambil ikan di rawa lebak sekalipun tanah
tersebut merupakan tanah milik mereka. Masyarakat (tuan
Setiap hektar lahan rawa lebak bisa menghasilkan 3000 tanah) yang ingin mengambil ikan di rawa lebak hanya bisa
kaleng gabah kering atau setara dengan 3000 kg gabah mengambilnya pada saat musim kering atau musim tanam
kering. Satu kilogram gabah kering dihargai sebesar Rp 5500. dengan membuat lebung (kolam) di tanah mereka. Tujuan
Jadi setiap 1 hektar lahan rawa lebak lebung akan membuat lebung ini agar ketika kering ikan-ikan yang ada
mendapatkan hasil kotor sekitar Rp 16.500.000 per tahun. pada saat banjir bisa masuk ke dalam lebung, dan dapat
Jika hasil tersebut dikurangi dengan biaya sewa tanah, upah diambil oleh sang pemilik tanah.
buruh harian, makan, irigasi, upah pemanen, maka hasil
bersih yang bisa diraup oleh petani gabah rawa lebak bekisar Sistem L3 (lelang, lebak lebung) mengatur mengenai teknis
Rp 11.000.000 per tahun. Kondisi tersebut bisa diperoleh dalam pengambilan ikan, tata cara pengelolaan lahan, serta
petani dalam kondisi lahan pertanian yang aman dari hama, sistem bagi hasil. Sistem L3 beserta aturannya di keluarkan
gulma, paceklik, kekeringan, banjir dan bencana alam oleh Kesultanan Palembang Darussalam yang kelola oleh
lainnya. Marga3. Di dalam sistem L3 dijelaskan bahwa pada saat
musim kering lahan rawa lebak menjadi milik tuan tanah dan
Rawa lebak memiliki potensi yang berbeda saat terjadi banjir. tuan tanah boleh mengambil ikan di rawa lebak yang terdapat
Lahan rawa yang tergenangi air banjir mengakibatkan batas pada lebung milik mereka. Sedangkan pada saat musim
lahan warga yang dikuasai secara privat menjadi tidak banjir, lebak lelang serta terkait dengan hasil dan izin untuk
terlihat. Hal itu sejalan dengan Riza dan Alkasuma (2008) mengambil ikan diatur oleh pengemin (peserta lelang).
yang mengatakan bahwa rawa merupakan satu kesatuan Tujuan dibuatnya sistem L3 yakni untuk menghindari konflik
ekosistem yang sangat luas, sehingga batas fungsionalnya antar warga di dalam masyarakat akibat batasan wilayah
sulit dibedakan antar wilayah satu dengan wilayah lainnya. kepemilikan lahan rawa pada saat musim kering yang tidak
Rawa lebak menjadi tidak dapat ditanami padi sawah karena terlihat pada saat musim banjir. Selain itu, jika warga
lahan digenangi air setinggi dua meter. Banjir yang terjadi di dibebaskan tanpa aturan dalam mengambil ikan di rawa
Desa Tapus merupakan bencana yang rutin datang setiap lebak, maka berbagai acara akan dilakukan warga untuk
tahunnya. Banjir biasanya terjadi pada bulan September dan mengambil ikan. Jumlah perbedaan tangkapan ikan akibat
berakhir pada bulan April atau bulan Mei tergantung iklim alat yang digunakan tersebut akan menimbulkan
pada saat itu. Oleh karena itu, saat banjir masyarakat lebih kecemburuan social antar sesama masyarakat. Oleh karena
memanfaatkan potensi perikanan di rawa lebak. Jenis ikan itu pada musim banjir harus dilakukan lelang dengan aturan
yang dapat ditangkap antara lain ikan sapil, sepat, gabus, lele, yang sudah ditetapkan, sedangkan pada musim kering warga
batok, patin, baung, toman, lais, dan udang kecil. Saat musim bebas mengambil ikan karena lahan rawa lebak sudah
banjir, hasil perikanan yang di peroleh bisa mencapai satu kembali menjadi hak mereka.
pikul per hari atau setara dengan 100 kilogram ikan per hari.
Biasanya ikan ini di jual dengan harga Rp 2.500 – 25.000 per Di desa lain, lelang lebak lebung dapat dimenangkan oleh
kilogram tergantung jenis ikanya. Namun, kepemilikan lahan siapapun yang memiliki modal ekonomi. Sang pemenang
rawa lebak ketika banjir menjadi berubah, yakni dari lelang (pengemin) pun dapat menguasai seluruh lahan rawa
kepemilikan secara privat menjadi kepemilikan secara lebak yang ada di desanya selama musim banjir. Di Desa
komunal. Hal itu sudah diatur dalam sistem L3 (lelang, lebak, Tapus, sistem L3 mengalami sedikit perbedaan. Semejak
lebung). Sistem L3 yang ada di Desa Tapus memperbolehkan kepemimpinan kepala desa yang sedang menjabat sekarang,
semua masyarakat Desa Tapus tanpa terkecuali untuk lelang selalu dimenangkan oleh kepala desa. Kepala desa
mengambil ikan di rawa lebak tersebut. membebaskan masyarakat Desa Tapus untuk mengambil ikan
di rawa lebak. Akan tetapi, masyarakat baru boleh
Nilai Politik mengambil ikan setelah tiga bulan pertama karena ikan masih
Nilai politik merupakan cara seseorang atau komunitas untuk dalam proses pembesaran. Perbedaan sistem L3 di Desa
dapat menguasai rawa lebak. Hal itu dapat dilihat dari
peraturan dan kebijakan yang diterapkan untuk 3
Marga merupakan struktural kepemimpinan yang setara
memanfaatkan dan mengelola rawa lebak. Saat surut, rawa dengan kecamatan dengan pimpinanya di sebut dengan
pesirah
Tapus tersebut merupakan janji politik dari kepala desa saat (ketersediaan sumberdaya yang dapat diakses ketika
akan mencalonkan diri menjadi kepala desa. Kepala desa mengalami masalah atau dalam kondisi darurat).
yang sedang menjabat sekarang sudah menjabat selama dua
dekade masa jabatan. Selama masa jabatannya, kepala desa Tabel 2 Resources robustnes masyarakat
Desa Tapus,
selalu dapat memenangkan lelang dengan harga yang standar. Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan
Kemampuan kepala desa untuk memenangkan lelang tersebut
Komering Ilir
didukung oleh kekuatan masa yang dimilikinya. Kepala desa
dapat mengorganisasi warga Desa Tapus untuk Resources Robustness
mengintimidasi dan melakukan kekerasan terhadap pesaing
lelangnya. Performance Diversity Redundancy

 Lahan rawa lebak yang  Terdapat  Ketika semua


Resiliensi Komunitas di Desa Tapus terhadap Kondisi
luas dan memiliki dua rawa lebak, sumberdaya yang
Rawan Pangan di Wilayah Rawa Lebak
fungsi, saat surut sungai, dan dimiliki oleh
Goncangan sebagai akibat dari perubahan iklim dan dimanfaatkan sebagai kebun masyarakat di
kebijakan oleh pemerintah membuat masyarakat pada daerah lahan pertanian, dan saat  Selain bekerja desa tapus tidak
banjir dimanfaatkan hasil pada bidang dapat
rawa lebak harus bisa bangkit dan beradaptasi dengan
perikanannya pertanian, dimanfaatkan,
memanfaatkan semua sumberdaya yang dimiliki.
 Rawa lebak merupakan masyarakat maka tidak ada
Kemampuan masyarakat untuk bangkit dari goncangan dan sumber mata percaharian juga banyak sumberdaya
menyerap gangguan sambil tetap mempertahankan fungsi komunitas. bekerja di cadangan lainnya
dasarnya disebut dengan resiliensi (Longstaff et al. 2010).  Kondisi fasilitas umum di pabrik yang bisa menjadi
Selanjutnya, Longstaff et al. (2010) mengemukakan bahwa desa yang buruk dan sebagai cadangan
suatu komunitas untuk bisa resilien, harus memiliki kurang memadai buruh. alternatif ketika
sumberdaya yang memadai dan juga kemampuan untuk  Masih terdapat gotong musim banjir,
royong antar warga dan karena terbatasnya
mengatur sumberdaya yang mereka miliki. Longstaff et al.
masih adanya hubungan akses lahan yang
(2010) juga menambahkan bahwa komunitas yang resilien bisa dimanfaatkan
patron-klien yang kuat
adalah komunitas yang memiliki kapasitas untuk beradaptasi antar warga
dengan kondisi setelah goncangan terjadi. Kapasitas adaptasi  Kepala desa yang
komunitas adalah fungsi dari kemampuan individu dan membebaskan masyarakat
kelompok untuk: 1) menyimpan dan mengingat pengalaman; desa untuk mengambil
2) menggunakan memori dan pengalaman untuk belajar, ikan di rawa lebak saat
berinovasi, dan mereorganisasi sumber daya untuk banjir
beradaptasi dengan tuntutan perubahan lingkungan; dan 3)
terhubung dengan orang lain di dalam dan di luar komunitas Resource Performance menggambarkan sejauh mana kinerja
untuk berkomunikasi tentang pengalaman dan pelajaran atau sumberdaya yang ada dapat memenuhi kebutuhan hidup
untuk mendapatkan sumberdaya dari luar. komunitas. Sumberdaya utama yang dapat dimanfaatkan oleh
warga Desa Tapus adalah rawa lebak. Rawa lebak merupakan
Resource Robustness (Kekuatan Sumberdaya)
sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Desa
Komunitas yang resilien harus dapat memanfaatkan resource Tapus. Rawa lebak memiliki dua fungsi yang berbeda. Pada
robustness (kekuatan sumberdaya) yang mereka miliki saat surut, rawa lebak dimanfaatkan sebagai lahan untuk
(Longstaff et al. 2010). Sumberdaya bukan hanya berasal dari pertanian. Komoditas pertanian utamanya adalah padi. Di
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia saja, terdapat Desa Tapus, musim tanam padi hanya terjadi satu kali per
pula sumber daya lain seperti sumberdaya sosial, budaya, tahun. Hal itu disebabkan banjir yang selalu datang tiap
politik, dan fisik. Komunitas perlu untuk memanfaatkan tahunnya. Saat banjir, fungsi rawa berubah menjadi tempat
semua sumberdaya yang mereka miliki untuk membangun untuk menangkap ikan. Sistem L3 (lelang, lebak, lebung) di
dan meningkatkan resiliensi. Sumber daya komunitas bersifat Desa Tapus yang selalu dimenangkan oleh kepala desa
dinamis. Sumberdaya tersebut memang dapat dihabiskan dan membuat warga diperbolehkan untuk mengambil ikan di
dihancurkan, namun sumberdaya tersebut juga dapat rawa pada saat banjir.
dikembangkan dan diperluas. Pengembangan sumberdaya
Sumberdaya komunitas juga dapat dilihat dari infrastruktur
berkontribusi pada kapasitas komunitas, tidak hanya untuk
fisik yang dapat dimanfaatkan komunitas saat terjadi
menanggapi stres dan krisis tetapi juga untuk memanfaatkan
gangguan. Kondisi fasilitas umum di Desa Tapus sendiri
peluang (Barrow Cadbury Trust 2012). Resources robustness
masih tergolong buruk dan kurang memadai. Akses menuju
dapat dilihat dari tiga aspek, yakni peformance (sejauh mana
Desa Tapus pun sulit karena tidak ada kendaraan umum yang
kinerja sumberdaya yang ada dapat memenuhi kebutuhan
menuju Desa Tapus, sehingga harus menggunakan motor
hidup komunitas), diversity (beragam pilihan sumberdaya
atau mobil pribadi. Jalan di Desa Tapus terbuat dari tanah
yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas), serta redudancy
yang dikeraskan sehingga saat musim hujan menjadi sulit
untuk dilewati. Selain itu, Desa Tapus tidak memiliki kantor mengembangkan dan melakukan cara-cara baru atau
desa, dan hanya memanfaatkan rumah kepala desa sebagai menemukan alternatif lain dalam melakukan sesuatu
kantor desa. Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Tapus pun (Macguire and Cartwright, 2008). Masyarakat Desa Tapus
hanya terdapat dua sekolah, yakni satu sekolah dasar (SD) yang sangat bergantung pada rawa lebak, membuat mereka
dan satu taman kanak-kanak (TK). Sebagian besar tidak memiliki cadangan sumberdaya lain. Jadi, ketika
masyarakatnya msih memanfaatkan air sungai untuk masyarakat mengalami gagal panen akibat salah memprediksi
pemenuhan kebutuhan air bersih mereka. datangnya banjir, masyarakat tidak memiliki cadangan
sumberdaya lain yang dapat mereka manfaatkan.
Sumberdaya juga dapat dilihat dari sistem sosial masyarakat.
Konteks sosial memerankan peranan kunci dalam Pada tahun 2016, di Desa Tapus terjadi bencana banjir besar
membentuk seseorang untuk memiliki kekuatan sehingga di lahan rawa lebak yang sedang ditanami padi. Saat terjadi
mampu menghadapi, melawan, dan pulih dari situasi yang banjir tersebut, masyarakat Desa Tapus belum melakukan
menekan (Novianty 2011). Kepercayaan dan hubungan yang panen padi sama sekali. Lahan rawa yang sudah di tanami
mendalam sangat penting untuk menjaga kebersamaan padi pun berubah menjadi seperti danau dan merendam
komunitas serta membuat resiliensi komunitas dapat bertahan seluruh tanaman padi milik masyarakat. Saat itulah kondisi
lama (Lerch 2015). Di Desa Tapus, masih terdapat gotong ekonomi masyarakat Desa Tapus sangat menurun.
royong antar warga yang dilakukan secara bergantian antar Masyarakat tidak memiliki cadangan makanan pada lumbung
warga satu dengan lainnya. Gotong royong dilakukan saat padi mereka serta tidak memiliki pendapatan untuk
warga memperbaiki atau membangun rumah. Warga juga memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Masyarakat hanya
akan saling membantu saat ada peristiwa khusus seperti mampu menangkap ikan untuk lauk sehari-hari di rawa dan
pernikahan, kematian, maupun perayaan hari besar. Selain membelinya dengan harga yang murah. Pemenuhan
itu, hubungan patron-klien antar masyarakat di Desa Tapus kebutuhan sehari-hari masyarakat dipenuhi dengan berhutang
juga masih tergolong kuat. Masing-masing warga Desa Tapus kepada tetangga. Apabila cadangan beras dan hutang sudah
pasti memiliki patron masing-masing. Patron tersebut menumpuk, masyarakat lebih memilih untuk mengganti
menjadi tempat para warga bergantung pada saat makanan pokok yang awalnya beras menjadi ubi.
membutuhkan. Misalnya pada musim banjir dan warga tidak
dapat bekerja, warga akan meminjam uang kepada patron Adaptive Capacity (Kapasitas Adaptif)
masing masing untuk memenuhi kebutuhan hidup sementara.
Komunitas yang resilien harus mampu beraptasi terhadap
Patron juga menyediakan jaringan untuk bekerja di
goncangan atau gangguan yang mereka alami (Longstaff et
perusahaan sebagai buruh kerja.
al. 2010). Kapasitas adaptif (adaptive capacity) dilihat dari
Keragaman sumberdaya, menjadi penting dalam menentukan Institutional memories, innovative learning, serta
resources robustness dan resiliensi komunitas. Norris et al. connectedness. Institutional memories adalah akumulasi
(2008) juga menyatakan bahwa resiliensi komunitas bukan pengalaman dan pengetahuan lokal sebuah kelompok atau
hanya bergantung pada jumlah sumberdaya yang tersedia, komunitas, yang dikumpulkan melalui pengamatan kelompok
tetapi juga bergantung pada keragaman sumberdayanya dan disimpan dalam berbagai cara seperti dokumen tertulis
(resource diversity). Di Desa Tapus, sumberdaya utamanya atau ritual-ritual dan upacara-upacara berulang yang
adalah rawa lebak. Selain rawa lebak, masyarakat juga dilakukan sejalan dengan keanggotaan kelompok yang
memanfaatkan lahan daratan sebagai kebun buah-buahan. berkembang sepanjang waktu (Pandjaitan et al. 2016).
Jenis tanaman yang biasa ditanam masyarakat antar lain Innovative learning merupakan kemampuan komunitas untuk
pisang, jagung, kacang tanah, ubi, pelam, dan mbam 4. Dari mempelajari hal-hal yang baru dengan memanfaatkan
sisi ekonomi, keragaman sumberdaya dilihat dari beragam informasi dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya.
jenis pekerjaan yang dapat dilakukan oleh masyarakat Desa Connectedness merupakan keterhubungan dengan pihak lain
Tapus. Sebagian besar masyarakat Desa Tapus bekerja dalam secara interpersonal maupun kelompok, baik yang berada di
bidang pertanian, seperti petani, buruh tani, dan mengurus dalam komunitas maupun di luar komunitas. Selanjutnya
kebun buah-buahan. Saat banjir, masyarakat akan Pandjaitan et al. (2016) menjelaskan bahwa jaringan-
memanfaatkan rawa dengan menangkap ikan yang ada di jaringan yang terdapat dalam komunitas akan berkontribusi
rawa. Selain itu, para petani dan buruh tani yang tidak dapat pada kemampuan komunitas untuk tukar-menukar,
bekerja, juga dapat bekerja di pabrik sebagai buruh dengan menyimpan dan memanggil kembali pengetahuan, dan
upah yang kecil. mengambil tindakan kolektif. Kuat dan lemahnya ikatan-
ikatan ini akan menentukan kekuatan atau kerapuhan
Komponen terakhir dari resource robustness adalah komunitas
redundancy. Resource redundancy merupakan ketersediaan
sumberdaya cadangan yang dapat diakses ketika mengalami Tabel 3 Kapasitas adaptasi (adaptive capacity) masyarakat
masalah atau dalam kondisi darurat. Suatu komunitas yang Desa Tapus, Kecamatan Pampangan,
resilien harus memiliki fleksibelitas dan kreatifitas untuk
Kabupaten Ogan Komering Ilir
4
Sejenis buah mangga
Adaptive Capacuty mereka masing-masing. Masyarakat akan melunasi hutang
tersebut saat panen di musim selanjutnya. Masyarakat yang
Institutional Innovative Learning Connectedness
Memory meminjam uang kepada tuan tanah juga harus membayar
bunga.
 Pengetahuan  Masyarakat  Masyarakat desa
masyarakat melakukan memiliki patron Strategi adaptasi yang mempunyai kebertahanan tinggi dalam
mengenai musim pencadangan dalam masing- masing menghadapi dampak ketidakpatian musim dan variabilitas
dan jadwal tanam bentuk gabah untuk yang menjadi iklim adalah strategi adaptasi sosial (Putri et al. 2016).
padi di rawa musim paceklik. tempat bergan- Bentuk-bentuk strategi adaptasi sosial antara lain aksi
 Kepemilikan  Masyarakat juga tung pada saat
kolektif yang dilakukan oleh masyarakat desa dan
lahan rawa saat berhutang ke warung musim banjir,
pemanfaatan jaringan yang bisa diakses dan dimanfaatkan
surut merupakan dan patron saat musim baik untuk
kepemilikan paceklik meminjam uang secara mudah oleh warga yang mengalami goncangan.
pribadi,  Pengelolaan rawa maupun jaringan Keberadaan patron di Desa Tapus menjadi hal yang penting
sementara saat lebak pada musim untuk bekerja di karena masyarakat bisa berhutang untuk memenuhi
banjir kepemilik- banjir dengan perusahaan kebutuhan hidup sementara saat paceklik atau banjir. Selain
an lahan rawa menyepakati untuk sebagai buruh itu, patron juga dapat menjadi jaringan untuk mendapatkan
berubah menjadi melakukan lelang desa informasi mengenai pekerjaan di pabrik serta menyalurkan
kepemilikan yang diambil alih oleh masyarakat yang ingin bekerja di pabrik sebagai buruh. Pada
bersama Kepala Desa agar
umumnya, masyarakat Desa Tapus akan bekerja sebagai
masyarakat bisa
buruh pabrik di PT AKASIA yang terletak di Provinsi
mengakses langsung
ikan di rawa lebak Lampung dan Pulau Kalimantan. Kepala keluarga akan
pada musim hujan. berpisah dengan anggota keluarganya yang lain dan hanya
bisa pulang setiap satu bulan sekali. Masing-masing pekerja
akan diberi uang awal sebesar Rp 1 000 000 oleh pabrik.
Pengetahuan mengenai musim dan jadwal tanam padi Uang itulah yang di tinggalkan untuk bekal istri dan keluarga
merupakan salah satu institutional memory yang dimiliki oleh sampai sang kepala keluarga mereka pulang kembali ke
masyarakat Desa Tapus. Secara turun-temurun, masyarakat rumah.
Desa Tapus mengetahui bahwa banjir akan terjadi pada bulan
September sampai bulan Mei. Akan tetapi, akibat perubahan Desa Tapus merupakan salah satu desa yang mendapat
iklim, pengetahuan masyarakat mengenai musim pun bantuan beras miskin (raskin) dari pemerintah. Masyarakat
menjadi kurang berguna. Akibatnya masyarakat mengalami yang kurang mampu akan mendapat jatah 15 kilogram per
gagal panen yang diakibatkan banjir yang datang tanpa bisa rumah tangga. Adanya raskin sangat membantu warga untuk
diprediksi. Pengetahuan lokal juga memiliki keterbatasan memenuhi kebutuhan pangan mereka saat musim paceklik.
dalam menghadapi berbagai kemungkinan perubahan di masa Akan tetapi, bantuan raskin di Desa Tapus dibagikan secara
yang akan datang (Hidayat et al. 2010). Banjir yang merata saja. Semua masyarakat, baik itu yang kaya maupun
menggenangi lahan rawa, menyebabkan masyarakat harus yang miskin akan mendapatkan jatah raskin. Kepala desa
mempersiapkan diri sebelum banjir terjadi. Saat musim panen akan mengupayakan semua penduduk mendapatkan raskin
padi, hasil panen berupa gabah akan dijual sebagian, dan dengan cara mengurangi tiga kilogram dari masing-masing
sebagian lagi akan dijadikan cadangan makanan keluarga di jatah raskin milik kepala keluarga yang namanya terdaftar.
kala musim banjir. Hasil penjualan gabah akan digunakan Jadi, yang pada awalnya masing-masing KK mendapatkan 15
untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga saat banjir serta kg per bulan, makan jatahnya akan menjadi 12 kg per KK per
untuk melunasi hutang mereka kepada tetangga. bulan. Aturan pembagian raskin di Desa Tapus ini semakin
membuat masyarakat yang kurang mampu menjadi lebih
Setiap masyarakat Desa Tapus memiliki bos atau tuan tanah rentan terhadap kondisi rawan pangan. Seharusnya
yang menjadi tempat masyarakat untuk untuk bergantung. pemerintah, khususnya aparat desa lebih adil dalam
Antara bos atau tuan tanah dengan masyarakat pun membagikan bantuan raskin tersebut. Adil berarti
membentuk hubungan patron-klien. Adanya tuan tanah atau membagikan bantuan sesuai dengan kebutuhan. Institusi
bos ini akan membentuk kelompok-kelompok kecil di dalam pemerintah yang baik akan menyediakan mekanisme
masyarakat Desa Tapus. Tuan tanah atau bos ini merupakan pengelolaan sumberdaya, berupa bantuan, untuk
masyarakat yang memiliki modal ekonomi yang besar. meningkatkan kapasitas adaptasi masyarakatnya (Lockwood
Biasanya masyarakat Desa Tapus akan mengadukan berbagai et al. 2015). Sehingga masyarakat yang benar-benar
masalah yang dihadapinya kepada bos atau tuan tanah. membutuhkan akan lebih mampu untuk melewati situasi
Masalah yang sering diceritakan kepada bos atau tuan tanah krisis.
antara lain masalah mengenai mereka yang tidak memiliki
modal untuk mengelolah rawa lebak dan masalah dalam Masyarakat yang tinggal di Desa Tapus tidak terlalu
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain mengadu, mengalami kondisi rawan pangan. Masyarakat masih bisa
masyarakat juga akan berhutang kepada bos atau tuan tanah melakukan berbagai adaptasi untuk menyesuaikan diri dan
tetap memenuhi kebutuhan pangannya. Misalnya saat dengan cara disetrum. Namun kepala desa menghiraukan hal
masyarakat tidak memiliki uang untuk membeli beras, itu dan terus memperbolahkan masyarakat menangkap ikan
masyarakat akan berhutang kepada tetangga, keluarga, bank dengan cara disetrum. Penyetruman ikan akan membunuh
keliling, bos atau tuan tanah, serta kepala desa. Makanan semua ikan yang ada, baik itu yang besar maupun yang masih
pokok masyarakat Desa Tapus adalah nasi. Hampir semua kecil, serta telur-telur ikan. Apabila hal ini terus dilakukan,
penduduk Desa Tapus mengonsumsi nasi. Masyarakat Desa maka dapat merusak keberlanjutan ekosistem yang ada di
Tapus yang tergolong kurang mampu secara ekonomi (tidak rawa. Faktor keberlanjutan merupakan hal yang penting
memiliki lahan sama sekali), akan tetap memakan nasi dalam resiliensi komunitas. Komunitas yang resilien harus
dengan lauk berupa sambal atau kecap, serta ditambah mampu mengatur sumberdaya yang mereka miliki, sehingga
dengan kemplang5. Pada saat-saat tertentu, seperti gagal sumberdaya tersebut tidak akan terdegradasi dan mampu
panen total, masyarakat yang tidak memiliki persediaaan bertahan lama (United Nations Developement Programme
beras di rumah dan hutang juga sudah menumpuk, mereka 2014) .
akan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengganti nasi
menjadi ubi. Ikan adalah makanan pendamping nasi utama Resiliensi Komunitas
untuk semua kalangan di Desa Tapus. Ikan bisa didapatkan Resources robustness komunitas di Desa Tapus dilihat dari
dengan sangat mudah. Masyarakat bisa menangkap ikan di performance, diversity, dan redundancy. Pemaparan
rawa lebak dan batang hari di sekitar tempat tinggal mereka. mengenai resource performance di Desa Tapus menjelaskan
Selain itu, masyarakat juga bisa membeli ikan. Harga ikan di bahwa sumberdaya yang ada di Desa Tapus masih dapat
Desa Tapus cukup beragam, mulai dari yang Rp 10.000 per memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Keberagaman
kilogram sampai dengan Rp 25.000 per kilogram. sumberdaya di Desa Tapus pun juga cukup beragam. Akan
Masyarakat yang kurang mampu cenderung membeli ikan tetapi, saat mengalami goncangan, seperti gagal panen,
dengan harga yang paling murah. masyarakat Desa Tapus tidak memiliki sumberdaya alternatif
Pengetahuan mengenai sistem kepemilikan lahan rawa yang yang dapat dimanfaatkan. Perubahan iklim membuat musim
berubah menjadi kepemilikan bersama saat banjir juga menjadi kurang bisa diprediksi, dan membuat masyarakat
merupakan institutional memory yang dimiliki oleh menjadi rentan mengalami gagal panen. Gagal panen akan
masyarakat Desa Tapus. Perubahan sistem kepemilikan lahan menyebabkan masyarakat menjadi rentan terhadap kondisi
rawa tersebut membuat masyarakat menjadi terbatas dalam rawan pangan. Masyarakat Desa Tapus hanya bisa
mengakses lahan rawa. Saat banjir, lahan rawa harus dilelang mengandalkan bantuan beras miskin (raskin), atau berhutang
melalui sistem L3 (lelang, lebak, lebung) yang sudah diatur pada tetangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
dalam Peraturan Bupati Kabupaten Ogan Komiring Ilir. Akan harinya. Adanya tetangga maupun bos atau tuan tanah di
tetapi, sistem L3 di Desa Tapus mengalami sedikit Desa Tapus merupakan modal sosial penting bagi masyarakat
perubahan. Masyarakat Desa Tapus telah menyepakati bahwa Desa Tapus. Saraswati dan Dharmawan (2014) menyatakan
lelang desa akan diambil alih dan dimenangkan oleh Kepala bahwa pemanfaatan modal sosial merupakan hal yang
Desa. Kepala desa pun memperbolehkan masyarakat Desa penting bagi rumah tangga di pedesaan. Modal sosial
Tapus untuk mengambil ikan di rawa pada saat banjir. Hal ini diperoleh dari bantuan tetangga sekitar, sanak saudara,
merupakan janji politik sang kepala desa saat akan kerabat, atau jaringan.
mencalonkan diri menjadi kepala desa. Untuk memenangkan Kondisi yang rentan akan rawan pangan membuat
lelang, kepala desa akan mengkonsolidasi masa agar tidak masyarakat Desa Tapus melakukan berbagai upaya adaptasi.
ada pelelang lain yang mengajukan harga lebih tinggi dari Akan tetapi, upaya-upaya yang dilakukan masyarakat dalam
harga yang ditawarkan kepala desa. Bahkan, cara-cara pemenuhan kebutuhan pangan saat paceklik masih berupa
intimidasi dan kekerasan pun dilakukan agar lelang selalu usaha-usaha individu. Aksi kolektif hanya ditunjukan pada
dimenangkan oleh kepala desa. Akibatnya, kepala desa selalu hubungan patron-klien dalam masyarakat yang masih kuat.
dapat memenangkankan lelang dengan harga standar. Ketika bencana atau gangguan terjadi, aksi kolektif yang ada
Sistem L3 di Desa Tapus yang diambil alih kepala desa di komunitas akan sangat membantu komunitas untuk
membuat masyarakat Desa Tapus menjadi bebas untuk merespon bencana atau gangguan tersebut dengan lebih
mengambil ikan di rawa pada saat banjir. Namun, terdapat efektif (Kapucu 2012). Semakin besar usaha dan kapasitas
beberapa aturan mengenai pengambilan ikan di rawa yakni adaptasi, memnungkinkan suatu sistem untuk kembali ke
dilarang mengambil ikan saat tiga bulan pertama dan keadaan semula (resilien) maupun berubah menjadi lebih
menangkap ikan dengan alat tangkap yang diperbolehkan. baik (Newman 2013). Lerch (2015) mengatakan bahwa
Seringkali, masyarakat tidak menghiraukan aturan yang sebuah komunitas dapat dikatakan resilien terhadap gangguan
kedua. Masyarakat sering menggunakan setrum (ngontek) yang diterima, hanya jika komunitas tersebut memiliki
untuk menangkap ikan. Sebenanarnya, kepala desa sudah kapasitas untuk beradaptasi dengan keadaan yang berubah.
mengetahui bahwa banyak masyarakat yang menagkap ikan Akan tetapi, jika adaptasi terjadi terlalu lambat atau
terhambat, tantangan yang akan terjadi di masa yang akan
5 datang dapat melebihi kemampuan untuk beradaptasi dan
Sejenis makanan berbentuk kerupuk
akhirnya mengancam resiliensi secara keseluruhan. Resiliensi Kapucu N. 2012. Disaster resilince and adaptive capacity in
komunitas merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara Central Florida, US, and in Estern Marmara Region,
bersama-sama atau aksi kolektif dengan memanfaatkan Turkey. Journal if Comparative Policy Analysis.
potensi yang dimiliki secara efektif dari berbagai perubahan 14(3): 202-216. [internet]. Dapat diunduh dari:
atau takanan yang terjadi baik dari internal maupun eksternal. https://www.researchgate.net/publication/254228350
Kesimpulannya, dari pemaparan mengenai resource _Disaster_Resilience_and_Adaptive_Capacity_in_Ce
robustness dan adaptive capacity, maka masyarakat Desa ntral_Florida_US_and_in_Eastern_Marmara_Region
Tapus belum dapat dikatakan resilien dari kondisi rawan _Turkey.
pangan. Khairah SJ. 2011. Potensi Pengembangan Lahan Rawa Lebak
untuk Perluasan Lahan Padi di Kabupaten Hulu
KESIMPULAN Sungai Utara Kalimantan Selatan. Tesis. [internet].
Nilai sosial rawa lebak dilihat dari ritual yang di yang Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh
diadakan masyarakat di rawa sebelum tanam padi. Nilai dari: https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/12345
ekonomi rawa lebak dilihat dari pemanfaatan rawa lebak 6789/46840/1/2011sjk.pdf.
sebagai sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Lerch D. 2015. Six Foundations for Building Community
Desa tapus. Sedangkan nilai politik rawa lebak dilihat dari Resilience. Miller A, White K, Heinberg R, editor.
cara penguasaan lahan rawa lebak. Masyarakat Desa Tapus Santa Rosa(US): Post Carbon Institute. [internet].
belum resilien terhadap kondisi rawan pangan karena tidak Dapat diunduh dari: http://www.postcarbon.org/wp-
terdapat resource redundancy atau cadangan sumberdaya lain content/uploads/2015/11/Six-Foundations-for-
yang dapat digunakan saat darurat, serta upaya adaptasi Building-Community-Resilience.pdf.
masyarakat yang masih dilakukan secara individual. Lockwood M, Raymond CM, Oczkowski E, Morrison M.
2015. Measuring the dimension of adaptive capacity:
a psychometric approach. Ecology and Society. 20(1):
37-50. [internet]. Dapat diunduh dari:
DAFTAR PUSTAKA
https://www.ecologyandsociety.org/vol20/iss1/art37/
[Barrow Cadbury Trust]. 2012. Adapting to Change: The ES-2014-7203.pdf.
Role of Community Resilience. [internet]. Longstaff PH, Armstrong NJ, Perrin K, May W. 2010.
London(UK): The Young Foundation. Dapat diunduh Building Resilient Communities: A Preliminary
dari: https://youngfoundation.org/wp-content/uploads Framework for Assessment. Homeland Security
/2012/10/Adapting-to-ChangeOctober-2012.pdf. Affairs.6(3): 1-23. [Internet]. Tersedia pada:
[United Nations Developement Programme]. 2014. http://insct.syr.edu/wp-content/uploads/2012/09/
Understanding Community Resilience: Findings from Building-Resilient-Communities.pdf.
Community Based Resilience Analysis (CoBRA) Maguire B, Cartwright S. 2008. Assessing A Community’s
Assessments. [internet]. Nairobi(KE): UNON. Dapat Capacity to Manage Change: A Resilience Approach
diunduh dari: https://www.undp.org/content/dam/ To Social Assessment. Canberra (AU):
undp/library/Environment%20and Commonwealth of Australia. [Internet]. Dapat
%20Energy/sustainable%20land diunduh dari: http://www.tba.co.nz/tbaeq/Resilience
%20management/CoBRA/CoBRA_Assessments_Re approach.pdf.
port.pdf. Newman SM. 2013. Adaptive Capacity of Human
Cresswell JW. 2013. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Communities to Environmental Disturbance.
Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta(ID): Pustaka Disertasi. [internet]. Washington(US): Washington
Pelajar. State University. Dapat diunduh dari:
Djafar ZR. 2013. Kegiatan agronomis untuk meningkatkan https://www.firescience.gov/projects/10-3-01-7/proje
potensi lahan lebak menjadi sumber pangan. Jurnal ct/10-3-01-7_S_Newman_10916344-1.pdf.
Lahan Suboptimal. 2(1): 58–67. Noor M, Rahman A, 2015. Biodiversitas dan Kearifan Lokal
Guswara A, Widyantoro. 2012. Upaya Peningkatan Hasil Dalam Budidaya Tanaman Pangan Mendukung
Padi Rawa Lebak Melalui Pendekatan Pengelolaan Kedaulatan Pangan: Kasus Di Lahan Rawa Pasang
Tanaman Terpadu. Prosiding Seminar Nasional Surut. PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON.
Hasil Penelitian Padi 2011 hlm. 1185–1196. 8(1):1861-1867.
Hidayat T, Pandjaitan NK. Dharmawan AH. 2010. Kontestasi Norris FH, Stevens SP, Pfefferbaum B, Wyche KF,
sains dengan pengetahuan lokal petani dalam Pfefferbaum RL. 2008. Community resiliensce as a
pengelolaan lahan rawa pasang surut. Sodality. 4(1): methaphor, theory, set of capacities, and strategy for
1-16. [internet]. Dapat diunduh dari: disaster readiness. Am J Community Psychol. 41:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/dow 127-150. [Internet]. Dapat diunduh dari:
nload/5855/4520. https://www.researchgate.net/publication/5691020.
Novianty A. 2011. Penyesuaian dusun jangka panjang
ditinjau dari resiliensi komunitas pasca gempa.
Jurnal Psikologi. 38(1): 30-39. [internet]. Dapat
diunduh dari: https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/
download/7662/5940.
Pandjaitan NK, Adriana G, Virianita R, Karlita N, Cahyani
RI. 2016. Kapasitas adaptasi komunitas pesisir pada
kondisi rawan pangan akibat perubahan iklim.
Sodality. 4(3): 281-290. [internet]. Dapat diunduh
dari: http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article
/download/14736/10885.
Putri EIK, Pandjaitan NK, Dharmawan AH, Amalia R. 2016.
Dampak variabilitas iklim dan mekanisme adaptif
masyarakat petani di kawasan beriklim kering.
Sodality. 4(2): 152-157. [internet]. Dapat diunduh
dari: http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article
/download/13383/10053.
Riza A, Alkusuma. 2008. Pertanian lahan rawa pasang dan
strategi pengembangannya dalam era otonomi daerah.
Jurnal Sumberdaya Lahan. 2(2):95-103. [internet].
Dapat diunduh dari: https://media.neliti.com/media/
publications/1333313-ID-none.pdf.
Saraswati Y, Dharmawan AH. 2014. Resiliensi nafkah rumah
tangga petani hutan rakyat di Kecamatan Giriwoyo,
Wonogiri. Sodality. 2(1): 63-75. [internet]. Dapat
diunduh dari: http://journal.ipb.ac.id/index.php/
sodality/article/download/9413/7377.
Suryani SMR, Honorita B. 2011. Perilaku Petani dalam
Usahatani Padi di Lahan Rawa Lebak. Prosiding
Seminar Nasional Budidaya Pertanian. Urgensi dan
Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian.
BPTP (ID): Bengkulu hal. 115-127.
Trinugroho MW, Mawardi. 2017. Pemantauan area genangan
air pada rawa lebak menggunakan teknologi
penginderaan jauh. Jurnal ilmiah Geomatika. 23(2):
49-56. [internet]. Dapat diunduh dari:
https://www.researchgate.net/publication/322264981.
Yanti EA. 2015. Pengelolaan Kelembagaan Lelang Lebak
Lebung dan Perilaku Nelayan di Kabupaten Muara
Enim Provinsi Sumsel. Tesis. [internet]. Bogor(ID):
Institut Pertanian Bogor. Dapat diunduh dari
https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/1234567
89/78743/2015eay.pdf.
Waluyo, Alkasuma, Susilawati, Suparwoto, 2012.
Inventarisasi Potensi Daya Saing Spasial Lahan Rawa
Lebak untuk Pengembangan Pertanian di Sumatera
Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal. 1(1):64-71.

Anda mungkin juga menyukai