Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peranan penting bagi

kehidupan manusia karena mampu menghasilkan barang dan jasa serta dapat

menciptakan kestabilan lingkungan. Sejalan dengan waktu hutan yang semula

dianggap tidak akan habis perlahan mulai berkurang. Banyak lahan hutan yang

digunakan untuk kepentingan lain seperti pertanian, perkebunan, pemukiman,

industry dan penggunaan lainnya. Sejalan dengan paradigm baru pembangunan

kehutanan yang mengarah pada terwujudnya kelestarian hutan sebagai system

penyangga kehidupan, memperkuat ekonomi rakyat, mendukung prekonomian

nasional bagi kesejahteraan rakyat, serta meningkatkan partisipasi masyarakat

dalam pembangunan kehutanan, maka kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan

hutan haruslah betul-betul melibatkan dan menyentuh langsung masyarakat,

khususnya masyarakat yang tinggal disekitar hutan.

Kebaradaan hutan sebagai salah satu penggunaan lahan dan sebagai

penutup permukaan lahan pada lereng gunung dan atau hulu suatu sungai DAS

mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi karakteristik hidrologi DAS/Sub

DAS bersangkutan. Keberadaan hutan merupakan faktor pengendali aliran yang

terjadi pada DAS/Sub DAS bersangkutan. Keberadaan kawasan hutan di daerah

hulu DAS yang umumnya merupakan gunung/pegunungan, berfungsi sebagai

recharge area (Pudjiharta A, 2009).


Arsyad (2010) Pengelolaan DAS memiliki dimensi permasalahan yang

berbeda-beda dan masing-masing permasalahan membutuhkan pendekatan yang

berbeda-beda pula. Di DAS Jeneberang khususnya dibagian hulu DAS,

pemanfaatan lahan pada lereng curam (45%-65%) sampai sangat uram (>65%)

semakin intensif dilakukan oleh masyarakat setempat pada beberapa tahun terakhir

ini. Bahkan dibeberapa tempat yang merupakan wilayah Taman Wisata Alam Malino

(TWA Malino) sudah banyak dirambah oleh masyarakat. Perambahan yang terjadi ini

semakin memprihatinkan karena kegiatan pemanfaatan lahan tersebut umumnya

tidak diikuti dengan tindakan konservasi tanah dan air yang memadai. Akibatnya

pertambahan luas lahan kritis akan selalu terjadi sepanjang tahun baik di dalam

maupun di luar kawasan hutan.

Salah satu dari 16 (enam belas) unit KPH di Provinsi Sulawesi Selatan yang

telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Republik Indonesia, Nomor : SK.665/MENLHK/SETJEN/PLA.0/ 11/2017 adalah

KPHP Unit XIV Jeneberang I dengan wilayah kerja meliputi 3 (tiga) kabupaten

(Gowa, Takalar, dan Jeneponto) dan memiliki luas wilayah kerja + 76.962 Ha yang

terdiri dari Kawasan Hutan Lindung (HL) seluas + 30.054 Ha, Kawasan Hutan

Produksi Terbatas (HPT) seluas + 20.497 Ha, serta Kawasan Hutan Produksi (HP)

seluas + 26.411 Ha (RPHJP KPH Unit XIV Jeneberang I, 2018).

Wilayah Kabupaten Gowa sebagian besar merupakan dataran tinggi, yaitu

sekitar 72,26 persen. Ada 9 wilayah kecamatan yang merupakan dataran tinggi yaitu

Parangloe, Manuju, Tinggimoncong, Tombolopao, Parigi, Bungaya,

Bontolempangan, Tompobulu, dan Biringbulu. Dari total luas Kabupaten Gowa,

35,30 persen mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat yaitu pada Wilayah
Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya, dan Tompobulu (RPHJP KPH Unit

XIV Jeneberang I, 2018).

Vegetasi penutup lahan hutan di wilayah RPH Gowa umumnya berupa hutan

sekunder atau areal bekas tebangan/ bekas perladangan berpindah yang masih

berpenutupan hutan primer (hutan rapat) sangat terbatas dan hanya bisa dijumpai

pada bagian-bagian wilayah yang sulit dijangkau.

Penduduk yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan di wilayah

Gowa rata-rata memiliki mata pencaharian sebagai petani, pengola kebun dan

peternak, hanya sebagian kecil diantaranya yang bermata pencaharian sebagai

pedagang dan pegawai. Lahan milik atau lebih tepatnya lahan garapan yang dimiliki

oleh para pemukim di lokasi tersebut adalah rata-rata seluas 1,25 ha per keluarga

petani (KK), dengan produktivitas lahan sawah yang diusahakan rata-rata sebesar

3,5 ton per ha per musim panen. Hasil panenan ini berkontribusi pada penerimaan

penduduk rata-rata sebesar Rp.6.500.000,- per tahun.

Kegiatan perladangan atau berkebun merupakan salah satu kebiasaan turun

termurun yang masih melekat atau membudaya bagi penduduk yang bermukim di

wilayah RPH Gowa. Hal ini menyebabkan banyak ditemui bagian kawasan bekas

kebun berupa semak belukar ataupun hutan sekunder, khususnya pada bagian

wilayah yang relatif datar sampai landai, baik yang berada pada lokasi ketinggian

(puncak-puncak gunung / bukit), maupun yang berlokasi di lembah dan atau

bantaran sungai. Sehubungan dengan uraian tersebut maka dipandang perlu

dilakukan penelitian tentang penggunaan lahan yang terjadi di wilayah pegunungan

pada KPH Unit XIV Jeneberang I utamanya pada wilayah dataran tinggi di

Kabupaten Gowa.
1.2. Rumusan Masalah

Landscape dalam geografi merupakan bentangan permukaan bumi yang

terdiri dari tanah, vegetasi, perbukitan atau lembah sungai yang dipengaruhi unsur-

unsur seperti udara, batuan, tanah, air, flora, fauna, dan manusia dengan segala

aktivitasnya. Jadi dapat dikatakan bahwa landscape merupakan permukaan bumi

yang terbentuk karena adanya proses dan komposisi tertentu yang didalamnya

terdapat bentuk lahan.

Di Kabupaten Gowa utamanya di dataran tinggi umumnya masyarakat

memanfaatkan lahan pada lereng-lereng pegunungan bahkan ada yang

memanfaatakan lahan mencapai puncak untuk bercocok tanam demi memenuhi

kebutuhannya tanpa memperhatikan unsur-unsur kehutanan. Hal tersebut terjadi

karena masih kurangnya pemahaman masyarakat akan bahaya ayang akan

ditimbulkan.

Berdasarkan hal tersebut diatas permasalahan dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut :

1.2.1. Bagaimana hubungan antara landuse pegunungan, social ekonomi masyarakat

dan ekosistem DAS Jeneberang Hulu di Kabupaten Gowa

1.2.2. Bagaimana pengaruh lanskap alam pegunungan dengan kondisi social

ekonomi terhadap degradasi lahan dan hutan di Kabupaten Gowa

1.2.3. Rekayasa landuse alam pegunungan apa yang dapat di aplikasikan dalam

upaya optimalisasi manfaat dan jasa lanskap pegunungan di Kabupaten Gowa


1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Mengetahui bagaimana hubungan antara landuse pegunungan, social ekonomi

masyarakat dan ekosistem DAS Jeneberang Hulu di Kabupaten Gowa

1.3.2. Mengetahui pengaruh lanskap alam pegunungan dengan kondisi social

ekonomi terhadap degradasi lahan dan hutan di Kabupaten Gowa

1.3.3. Menentukan rekayasa landuse alam pegunungan yang dapat di aplikasikan

untuk optimalisasi manfaat dan jasa lanskap pegunungan di Kabupaten Gowa

1.4. Kegunaan Penelitian


1.4.1. Kegunaan Teoritis

Dengan adanya penelitaian ini diharapkan bisa menjadi refrensi dalam

memperkaya wawasan penggunaan lahan pegunungan.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Dengan adanya penelitaian ini diharapkan bisa menjadi refrensi dalam

menghadapi masalah-masalah yang terjadi pada penggunaan lahan

pegunungan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian


1.6. Definisi dan Istilah
1.7. Sistematika Penulisan

Anda mungkin juga menyukai