Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PRATIKUM INTEPRETASI CITRA UNTUK

PENGGUNAAN LAHAN DAN VEGETASI PADA KELURAHAN


LIMBUNGAN BARU KECAMATAN RUMBAI PESISIR KOTA
PEKANBARU

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Intepretasi
Citra untuk Penggunaan Lahan dan Vegetasi Pada Program Studi D3 Teknologi
Penginderaan Jauh Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang

OLEH
TIARA AURARIA
17331081

PROGRAM STUDI D3 TEKONOLOGI PENGINDERAAN JAUH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan merupakan unsur dari geosfer yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan manusia. Kehidupan manusia sangat tergantung pada lahan.

Manusia memanfaatkan lahan untuk melakukan aktivitas mulai dari

membangun tempat tinggal, fasilitas umum, industri dan juga untuk pertanian

maupun kegiatan produksi lainnya. Lahan merupakan bagian dari bentang

alam meliputi pengertian lingkungan fisik termasuk keadaan iklim, topografi,

relief, hidrologi, serta keadaan vegetasi alami yang ada di dalamnya yang

berpotensi mempengaruhi penggunaan lahan (FAO dalam Tim PPTA, 1993 :

3).

Sumberdaya lahan yang sifatnya siklis atau cukup permanen (stabil)

adalah vegetasi, dapat bersifat alamiah atau artifisial sebagai hasil dari budi

daya manusia. Dalam banyak kondisi vegetasi mempunyai pengaruh yang

sangat signifikan terhadap pemanfaatan lahan oleh manusia. Sifat dan

struktur formasi geologis mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung

terhadap pemanfaatan lahan. Formasi geologis menyediakan material dan

struktur dasar bagi perkembangan bahan induk tanah.

Penutup lahan yang menggambarkan Konstrukasi vegetasi dan buatan

yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak

secara langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum

yang tercakup dalam penutup lahan: (1) struktur fisik yang dbangun oleh

manusia, (2) fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanah pertanian dan

kehidupan binatang, (3) tife pembangunan. Jadi, berdasrkan pada


pengamatan penutup lahan, diharapkan untuk dapat menduga kegiatan

manusia dan penggunaan lahan. Namun, ada aktivitas manusia yang tidak

dihubungkan secara langsungdengan tife penutup lahan seperti aktivitas

rekreasi. Masalah-masalah lain termasuk penggunaan ganda yang dapat

menjadi secara multan atau terjadi secara alternatif, penyusunan penggunaan

vertika, dan ukuran areal minimum dari pemetaan. Selanjutnya, pemetaan

penggunaan lahan dan penutup lahan membuat beberapa keputusan bijak

harus dibuat dan peta hasil tidak dapat dihindari mengandung beberapa

informasi yang digeneralisasikan menurut skala dan tujuan aplikasinya.

(Sutanto, 1996)

Pada saat mengidentifikasi hutan, , penginderaan jauh merupakan salah

satu solusi untuk pemantauan kawasan hutan yang sangat luas dan dapat

digunakan untuk mengetahui informasi mengenai kehutanan, baik jenis,

kerapatan vegetasinya yang sangat kompleks menggunakan data dari citra

satelit.

Indeks vegetasi digunakan untuk menggambarkan intensitas tanaman

pada suatu wilayah pada citra. Indeks vegetasi merupakan kombinasi

matematis antara band merah dan band NIR (Near-Infrared Radiation) yang

telah lama digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi

(Lillesand dan Kiefer 1997). Indeks vegetasi yang banyak digunakan adalah

NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Perhitungan NDVI

didasarkan pada prinsip bahwa tanaman hijau sangat efektif menyerap radiasi

di daerah spektrum cahaya tampak (PAR atau Photosynthetically Aktif

Radiation), sementara itu tanaman hijau memantulkan radiasi inframerah

dekat (Ryan, L. 1997).


B. Rumusan masalah

1. Bagaimana analisis NDVI di wilayah Rumbai pesisir berdasarkan kelas

kerapatan vegetasi ?

2. Bagaimana analisis sebaran jenis vegetasi hutan alami berdasarkan nilai

NDVI di daerah Rumbai pesisir ?

3. Bagaimana korelasi antara ketinggian dan kerapatan vegetasi tersebut ?

4. Bagaimana penggunaan lahan di wilayah Rumbai Pesisir

5. Bagaimana tingkat akurasi pada peta landuse

C. Tujuan

1. Dapat mengetahui hasil analisis NDVI di wilayah Rumbai Pesisir

berdasarkan kerapatan vegetasi

2. Dapat mengetahui hasil sebaran jenis vegetasi hutan alami berdasakan

nilai NDVI di daerah Rumbai pesisir

3. Dapat mengetahui korelasi antara ketinggian dan kerapatan vegetasi

4. Dapat mengetahui penggunaan lahan yang ada di Rumbai Pesisir

5. Dapat mengetahui tingkat akurasi peta landuse

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

Sebagai referensi dan tambahan ilmu bagi peneliti dalam kajian

vegetasi dan sebagai bentuk perkembangan ilmu pengetahuan utamanya di

bidang penginderaan jauh.

2. Manfaat praktis

Sebagai informasi dan bahan masukan bagi Pemerintah Kota

Pekanbaru khususnya di Kecamatan Rumbai pesisir, serta pihak lain yang

terkait mengenai informasi data tentang vegetasi


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kajian Teori

1. Pengertian penggunaan lahan

Penggunaan lahan menurut Malingreau (1978) (dalam Ritohardoyo,

2009) adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara permanen

ataupun secara skil terhadap suatu sekumpulan sumber daya alam dan

sumber daya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan

untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan manusia baik secara spiritual

ataupun secara kebendaan ataupun keduanya.

Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan

pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya, semakin meningkatnya jumlah

penduduk di suatu tempat akan berdampak pada makin meningkatnya

perubahan penggunaan lahan. Selain itu, dengan adanya pertumbuhan dan

aktivitas penduduk yang tinggi akan mengalami perubahan penggunaan

lahan yang cepat pula, sehingga diperlukan perencanaan tataguna lahan

yang sesuai dengan peruntukan wilayah tersebut. 1 2 Perencanaan tataguna

lahan pada hakekatnya adalah pemanfaatan lahan yang ditujukan untuk

suatu peruntukan tertentu, permasalahan yang mungkin timbul dalam

menetapkan peruntukan suatu lahan adalah faktor kesesuaian lahannya.

(Noor, 2011)
2. Klasifikasi penggunaan lahan

2.1 Menurut Suratman (1997)

2.1.1 Bentang Lahan Vulkanik

Bentanglahan volkanik yang berasal dari Gunungapi

Merapi membentang dari utara hingga ke selatan yang

dibedakan menjadi kerucut dan kawah, lereng gunung-api,

lereng kaki gunungapi dan dataran aluvial gunungapi.

Karakteristik lerengnya mulai dari sangat curam (> 45%)

hingga landai (3-8%) dan datar (< 3%). Kondisi tanah di bagian

lereng atas belum berkembang sedangkan di bagian bawah (di

dataran aluvial gunung api) mulai berkembang pelapukannya

dari lahan induk material vulkanik. Sumberdaya air berasal dari

air permukaan dan mata air gunungapi (spring belt).

Sumberdaya yang didapat diexploitasi adalah pasir dan batu.

Selain itu di kawasan lereng atas dan kerucut gunungapi rawan

bencana gunungapi. Sebagai besar terdapat di Kabupaten

Sleman.

2.1.2 Bentang Lahan Struktural Denudasional

Bentang lahan ini terdapat di zona Baturagung yang

batuannya berumur tersier dan dapat dibedakan menjadi

pegunungan denudasional, pegunungan struktural denu-

dasional, perbukitan struktural denuda-sional, lereng kaki bukit.

Bentanglahan ini juga terdapat di Pegunungan Menoreh di

Kabupaten Kulonprogo. Kemiringan lereng bervariasi mulai

dari sangat curam (> 45%) di zona pegunungan dan perbukitan


hingga landai – agak landai ± 8 – 15%. Kondisi tanah mudah

berkembang dengan pelapukan lanjut dan bahkan sebagian

mengalami erosi dan longsor. Latosol dan litosol merupakan

tanah yang dominan terdapat di bentanglahan struktural –

denudasional. Formasi batuan yang berpengaruh meliputi

formasi Nglanggran, Semilir, Sambipitu, Kebobutak, Breksi,

Andesitik dan Nanggulan. Sumber bahan mineral galian yang

dapat diexploitasi adalah termasuk golongan C (nir vital nir

strategis). Sumber air yang utama berasal dari air hujan, air

sungai dan mata air yang terbatas pada musim hujan (Suratman,

1997).

2.1.3 Bentang Lahan Perbukitan Struktural Solusional

Bentanglahan ini didominasi oleh kondisi topografi

berbukit bergelombang dengan lereng bervariasi dari agak

curam (25 – 45%) hingga landai ± 8 % yang merupakan lereng

kaki bukit. Formasi geologi pembentuknya adalah Formasi

Sentolo. Grumosol, latosol, regosol meru-pakan tanah dominan

yang berkembang di bentanglahan ini. Sumber air sangat

terbatas dan tergantung dari air hujan, air tanah/mata air, proses

solusional berjalan lambat dan erosi permukaan sangat sensitif

sehingga tampak lahannya tidak pro-duktif. Bahan galian yang

dapat dimanfaatkan adalah batugamping, bentanglahan ini

terdapat di wilayah Kabupaten Kulonprogo dan Bantul.


2.1.4 Bentang Lahan Karst Gunung Sewu

Bentang lahan ini berkembang dan terbentuk oleh

pengaruh proses solusional intensif pada pegunungan Sewu

yang berbatuan batugamping. Bentang lahan yang lebih rinci

meliputi : dataran tinggi kars, dataran aluvial kars, perbukitan

karst, dolin dan upala serta memiliki keunikan bentang-alam

sungai bawah tanah, gua, stalagtit dan stalagmit.

Bentang Lahan Dataran Aluvial

Bentang lahan ini terbentuk dan berkembang pada lahan

deposisional yang merupakan hasil endapan aluvial yang berada di

dataran rendah di Kabupaten Bantul, Kulonprogo dan sebagian

Sleman. Kondisi topografinya datar dengan lereng di bawah 8% dan

sebagian besar kemiringan lereng 0 – 3%. Selain bentanglahan yang

terdapat meliputi teras sungai, dataran aluvial, dataran banjir, rawa

belakang dan tanggul alam, sekitar dataran aluvial pantai tanahnya

Aluvial, Kambisol, Grumusol, Gleisol yang produktif untuk

pertanian, karena terdapat air permukaan yang mencukupi.

2.1.5 Bentang Lahan Marin dan Eolin

Bentang lahan ini di dominasi oleh adanya gumuk pasir

dan bentang pantai di Kabupaten Bantul dan Kulonprogo serta

teras-teras pantai di Kabupaten Gunung-kidul. Kondisi

topografi landai hingga curam/sangat curam (berbentuk tebing).

Tanahnya relatif muda dan belum berkem-bang seperti

Regosol. Kondisi air sangat terbatas dari air tanah sehingga

lahannya tampak marginal dan bahkan tandus. Proses abrasi


dan deposisi terjadi secara berselang-seling tergantung kondisi

bentang lahannya

3. Menurut Darmojuwono 1964

Klasifikasi penggunaan lahan menurut Darmoyuwono, 1964

menekankan pada aspek penggunaan lahan berpedoman pada Commision

on World Land Use Survey. Klasifikasinya memiliki hirarki atau

penjenjangan yang mantap. Tetapi klasifikasi menurut Darmoyuwono ini

kurang digunakan di Indonesia karena kurang disosialisasikan.

4. Menurut Imade Sandi 1975

Klasifikasi penggunaan lahan menurut I Made Sandy, 1977

mendasarkan pada bentuk penggunaan lahan dan skala peta, membedakan

daerah desa dan kota. Klasifikasi ini digunakan secara formal di Indonesia

oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

5. Menurut Malingreau 1978

Penggunaan lahan menurut Malingreau (1978) dalam Ritohardoyo

(2009) dalam Anonim (2014) adalah segala macam campur tangan

manusia, baik secara permanenataupun secara skil terhadap suatu

sekumpulan sumber daya alam dan sumber dayabuatan, yang secara

keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupikebutuhan-

kebutuhan manusia baik secara spiritual ataupun secara kebendaan ataupun

keduanya.
6. Menurut Kategori bentuk- bentuk penggunan beserta simbol yang

direkomendasikan untuk pemetaan /land utilization survey

7. Menurut USGS

Tingkat I Tingkat 2
Penggunaan lahan Penggunaan lahan
1. kota dan daerah bangunan 1.1 pemukiman
1.2 perdagangan dan jasa
1.3 industri
1.4 transportasi, komunikasi dan umum
1.5 komplek industry dan perdagangan
1.6 campuran kota dan daerah bangunan
1.7 kota dan daerah bangunan lain
2. lahan pertanian 2.1 tanaman semusim dan lahan rumput
2.2 kebun buah-buahan dan pembibitan
2.3 Pengusahaan pakan
2.4 ternak, Lahan pertanian lain
3. perternakan 3.1 Peternakan dengan tanaman merambat
3.2 Peternakan semak dan gerumbul
3.3 Peternakan campuran
4. lahan hutan 4.1 Lahan hutan berdaun lebar
4.2 Lahan hutan selalu hijau
4.3 Lahan hutan campuran
5. air 5.1 Sungai
5.2 Danau
5.3 Reservoir (waduk)
5.4 Teluk dan muara
6. lahan basah 6.1 Lahan hutan basah
6.2 Lahan basah tak hutan
7. Lahan gundul 7.1 Dataran garam kering
7.2 Gisik
7.3 Daerah berpasir selain gisik
7.4 Batuan singkapan gundul
7.5 Tambang terbuka, pertambangan dan
tambang kecil
7.6 Daerah peralihan
7.7 Daerah gundul campuran
8. Padang lumut 8.1 Padang lumut semak dan belukar
8.2 Padang lumut tanah gundul
8.3 Padang lumut basah
8.4 Padang lumut campuran
9. Es atau salju abadi 9.1 Lapang salju abadi
9.2 Glasier
8. Pengertian vegetasi dan klasifikasi vegetasi

8.1 Pengertian vegetasi

Vegetasi adalah kumpulan tumbuhan-tumbuhan yang biasanya

terdiri dari berbagai jenis yang hidup bersama-sama disuatu tempat dan

diantaranya individu-individu tersebut terdapat interaksi yang erat baik

antara tumbuh-tumbuhan itu sendiri maupun faktor

lingkungannya(marsono,1977)

Struktur vegetasi menurut Mueller-Dombois dan Ellenberg

(1974) adalah suatu pengorganisasian ruang dari individu-individu

yang menyusun suatu tegakan. Dalam hal ini, elemen struktur yang

utama adalah growth form, stratifikasi dan penutupan tajuk (coverage).

Dalam pengertian yang luas, struktur vegetasi mencakup tentang pola-

pola penyebaran, banyaknya jenis, dan diversitas jenis. Menurut Odum

(1993), struktur alamiah tergantung pada cara dimana tumbuhan

tersebar atau terpencar di dalamnya.

8.2 Klasifikasi Vegetasi

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya

terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat

klasifikasi vegetasi terdiri dari 7 macam diantaranya :

1) Vegetasi Pantai

Vegetasi yang terletak di tepi pantai dan tidak terpengaruh

oleh iklim serta berada diatas garis pasang tertinggi. Salah satu
tanaman yang terdapat di daerah pantai adalah kelapa, merupakan

satu jenis tumbuhan dari keluarga Arecaceae.

2) Vegetasi Mangrove/Rawa

Merupakan karakterisitik dari tanaman pantai,muara sungai

atau delta yang berada di tempat yang terlindung di daerah pesisir

pantai yang membentuk suatu ekosistem. Definisi menurut FAO

(1982): adalah jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang

tumbuh pada daerah pasang surut.

Macam-macam Vegetasi Mangrove

a. Vegetasi inti:

Jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah yang

mampu brtahan terhadap salinitas (garam) yang disebut sebagai

Halophyta. Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi

khusus untuk tumbuh dan berkembang, toleransi terhadap

garam tinggi, dapat bertahan pada perendaman pasang surut.

b. Vegetasi marginal:

Pada mangrove yang berada di darat, di rawa musiman,

pantai dan atau mangrove marginal.

c. Vegetasi fakultatif marginal:

Daerah yang banyak ditumbuhi tanaman meliaceae

dengan jenisnya Carapa guianensis. Jenis lain Raphia taedigera,

dimana pengaruh iklim khatulistiwa sangat banyak, tumbuh

jenis Melaleuca leucadendron rawa. Vegetasi yang tumbuh di

daerah pantai berlumpur dengan jenis-jenis pohon diantaranya

pohon bakau ( Rhizophora sp), Bruguiera sp., Sonneratia sp.,


Xylocarpus, Avicenia dan lain-lain. Terdapat di bagian barat

kawasan yaitu di sekitar Sukadana dan Batu Barat.

3) Vegetasi Payau

Adalah areal/bidang tanah yang berupa hutan lebat yang

berawa-rawa, permukaan tanah tergenang selama enam bulan dan

kumulatif dalam setahun dan pada kurin waktu tidak terjadi

penggenangan (surut) tanah senantiasa jenuh air. Vegetasi ini

tumbuh di daerah pertemuan air sungai dan air laut yang terdapat di

muara sungai. Jenis vegetasi di daerah payau adalah Bakau

Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah

lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba)

tumbuh di atas pasir berlumpur.

4) Vegetasi Gambut

Lahan gambut mempunyai penyebaran di lahan rawa, yaitu

lahan yang menempati posisi peralihan diantara daratan dan sistem

perairan. Lahan ini sepanjang tahun/selama waktu yang panjang

dalam setahun selalu jenuh air (water logged) atau tergenang air.

Tanah gambut terdapat di cekungan, depresi atau bagian-bagian

terendah di pelimbahan dan menyebar di dataran rendah sampai

tinggi. Yang paling dominan dan sangat luas adalah lahan gambut

yang terdapat di lahan rawa di dataran rendah sepanjang pantai.

Lahan gambut sangat luas umumnya menempati depresi luas yang

menyebar diantara aliran bawah sungai besar dekat muara, dimana

gerakan naik turunnya air tanah dipengaruhi pasang surut harian air
laut. Jenis pohonnya antara lain ramin ( Gonystylus bancanus), dan

jelutung ( Dyera sp).

5) Vegetasi Dataran Rendah

Vegetasi yang tumbuh dibawah ketinggian 700 m di atas

permukaan laut. Vegetasi yang terdapat banyak dijumpai pada

ketinggian hampir 0 meter diatas permukaan laut. Daerah ini

banyak terdapat tanah aluvial. Vegetasi tanah aluvial secara umum

merupakan habitat yang subur dan mempunyai keaneragaman jenis

yang tinggi. Jenis pohonnya antara lain pohon belian/ kayu besi

(Eusideroxilon zwageri).

6) Vegetasi Dataran Tinggi

Vegetasi yang tumbuh di ketinggian antara 700 – 1500 m

diatas permukaan laut. Ekosistem pada daerah dataran tinggi

dibentuk oleh kondisi lingkungan yang ekstrem, antara lain suhu

malam hari yang sangat rendah, intensitas sinar matahari yang

tinggi pada siang hari namun disertai masa fotosintesa yang

pendek, kabut tebal, curah hujan tinggi, serta kondisi tanah yang

buruk. Tanaman yang tumbuh pada daerah tersebut sifatnya sangat

khusus karena harus bertahan untuk hidup pada kondisi sulit

tersebut. Tanaman yang dapat tumbuh di daerah dataran tinggi

diantaranya : cemara (tumbuhan berdaun jarum), ketela pohon, ubi

jalar, kopi, cokelat, dan sebagainya.

7) Vegetasi Pegunungan

Vegetasi yang tumbuh di ketinggian antara 1500 – 2500 m di

atas permukaan laut. Terdapat di bukit-bukit yang lebih rendah


atau di lereng gunung. Salah satunya adalah tanaman teh dan bunga

Eidelweis. Teh dihasilkan oleh perkebunan besar dan perkebunan

rakyat, di daerah pegunungan yang subur dan banyak turun hujan.

Selain itu tanaman kopi juga dapat tumbuh di daerah pegunungan.

Tanaman tembakau dapat juga tumbuh di daerah ini namun hanya

dapat pada musim kemarau.

9. Pengertian citra

Citra adalah gambaran obyek yang dihasilkan oleh pantulan atau

pembiasan sinar yang difokuskan oleh sebuah lensa atau sebuah cermin

(Simonett et al, 1983).

Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor

lainnya. Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji citra dan atau foto

udara dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti

pentingnya obyek. Dengan demikian, penafsir citra/ intepreter berupaya

untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menerjemahkannya

ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geografi, pertanian, ekologi, dsb. Di

dalam pengenalan obyek pada citra, terdapat tiga rangkaian kegiatan yang

diperlukan meliputi deteksi, identifikasi, dan analisis. Asas pengenalan

obyek pada citra, dilakukan melalui pelacakan atau tracing tiga variasi

(perbedaan) yaitu variasi spektral, variasi spasial, dan veriasi temporal.

10. Unsur-unsur interpretasi citra

Unsur interpretasi citra terdiri atas sembilan unsur, yaitu rona atau

warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs, dan asosiasi

dan konvergensi bukti.


10.1 Rona dan warna (tone/color).

Rona ialah tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra.

Adapun warna adalah wujud yang tampak oleh mata. Rona

ditunjukkan dengan gelap – putih. Ada tingkat kegelapan warna

biru, hijau,merah,kuning dan jingga.Rona dibedakan atas lima

tingkat, yaitu putih, kelabu putih,kelabu, kelabu hitam, dan hitam.

Karakteristik objek yang mempengaruhi rona, permukaan yang

kasar cenderung menimbulkan rona yang gelap, warna objek yang

gelap cenderung menimbulkan rona yang gelap, objek yang

basah/lembap cenderung menimbulkan rona gelap.

10.2 Bentuk (shape)

Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak objek

yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja. seperti bentuk

memanjang, lingkaran, dan segi empat. Contoh gedung sekolah pada

umumnya berbentuk huruf I,L,U atau berbentuk empat persegi

panjang. Rumah sakit berbentuk empat persegi panjang.

10.3 Ukuran (size)

Berupa jarak, luas, tinggi,lereng, dan volume., selalu

berkaitan dengan skalanya. ukuran rumah sering mencirikan apakah

rumah itu rumah mukim,kantor, atau industri.

10.4 Kekasaran (texture)

Tekstur adalah halus kasarnya objek pada citra, Contoh

pengenalan objek berdasarkan tekstur Hutan bertekstur

kasar,belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus


10.4.1 tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur

sedang, dan tanaman pekarangan bertekstur kasar.

10.4.2 permukaan air yang tenang bertekstur halus

10.5 Pola (pattern) Pola adalah hubungan susunan spasial objek.

Pola merupakan ciri yang menandai objek bentukan manusia

ataupun alamiah. pola aliran sungai sering menandai bagi struktur

geologi dan jenis tanah.

10.6 Bayangan (shadow)

Bayangan bersifat menyembunyikan objek yang berada di

daerah gelap. Bayangan dapat digunakan untuk objek yang memiliki

ketinggian, seperti objek bangunan, patahan, menara.

Gambar 1. Bayangan objek

10.7 Situs (site)

kaitan dengan lingkungan sekitarnya. tajuk pohon yang

berbentuk bintang menunjukkan pohon palma, yang dapat berupa

kelapa,kelapa sawit,enau,sagu, dipah dan jenis palma yang lain. Bila

polanya menggerombol dan situsnya di air payau maka

dimungkinkan adalah nipah.


10.8 Asosiasi (Association)

Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan

objek lainnya. Suatu objek pada citra merupakan petunjuk bagi

adanya objek lain.

10.9 Konvergensi bukti

teknik interpretasi dengan menggabungkan beberapa unsur

interpretasi untuk menemukan objeknya. Misalnya pada foto udara

terdapat pohon yang berbentuk bintang, dengan pola yang tidak

teratur, dan ukurannya 10 meter dan tumbuh di daerah payau

(situsnya). Sehingga dapat dilihat bahwa pohon tersebut adalah

sagu.

11. Jenis-jenis citra

Citra dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Citra Foto atau foto udara

dan Citra Non-Foto

11.1 Citra foto

Citra foto merupakan gambaran suatu objek dari hasil proses

pemotretan udara yang biasanya menggunakan pesawat udara. Hasil

ini lebih sering kita sebut sebagai foto udara. Citra foto sendiri dapat

kita bedakan menjadi beberapa macam, yakni:

11.1.1 Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik yang Digunakan

Berdasarkan spektrum elektromagnetik yang

digunakan, citra foto dapat dibedakan menjadi 3 macam


yaitu foto ultraviolet, foto ortokromatik dan foto

pankromatik.

11.1.2 Berdasarkan Arah Sumbu Kamera ke Permukaan Bumi

a. Foto tegak merupakan foto yang diambil tegak lurus

terhadap permukaan bumi atau sekita 0 sampai 10

derajat.

b. Foto miring merupakan foto yang diambil dengan sudut

minimal 10 derajat terhadap permukaan bumi.

c. foto miring/condong ini dapat dibedakan menjadi dua

macam yaitu foto agak condong (cakrawala masih

nampak) dan foto sangat condong (cakrawala tidak

tampak).

11.1.3 Berdasarkan Jenis Kamera yang Digunakan

a. Foto tunggal yaitu foto yang dibuat menggunakan

kamera tunggal.

b. Foto jamak yaitu foto yang dibuat lebih dari satu pada

saat waktu yang sama di daerah lokasi yang sama.

11.2 Citra non foto

11.2.1 Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

a. Citra infra merah termal merupakan citra yang dibuat

dengan spektrum infra merah thermal. Perbedaan warna

disebabkan karena adanya perbedaan suhu antar objek.

b. Citra radar dan citra gelombang mikro merupakan citra

yang dibuat dengan spektrum gelombang mikro.

11.2.2 Berdasarkan Sensor yang Digunakan


a. Citra tunggal merupakan citra yang dibuat dengan sensor

tunggal.

b. Citra multispektral merupakan citra yang dibuat dengan

sensor jamak.

11.2.3 Berdasarkan Wahana yang Digunakan

a. Citra dirgantara (Airborne image) merupakan citra yang

dibuat dengan wahana yang beroperasi di udara

(dirgantara).

Contoh: citra infra merah thermal, citra radar dan citra

MSS.

b. Citra satelit (Satellite/Spaceborne Image) merupakan

citra yang dibuat dari antariksa atau angkasa luar.

Menurut penggunaannya citra jenis ini dapat dibedakan

menjadi beberapa macam.

12. Fungsi citra satelit

Pemanfaatan dan Aplikasi Citra Satelit WorldView-2 dalam

Berbagai Bidang.

12.1 Bidang pertanian dan perkebunan

a. melakukan observasi pada lahan yang luas, petak tanaman

hingga tiap individu tanaman

b. melakukan indentifikasi jenis tanaman dan kondisi tanah,

potensi panen, kesuburan, dll

c. perencanaan pola tanam perkebunan


12.2 Bidang kehutanan

a. monitoring batas-batas fungsi kawasan hutan

b. identifikasi perubahan kawasan hutan akibat illegal loging

c. perencanaan lokasi reboisasi

12.3 Bidang perencanaan dan pembangunan wilayah


a. pembuatan peta detail penggunaan lahan

b. perencanaan tata ruang

c. pemetaan kawasan rawan bencana

d. identifikasi dan inventarisasi kawasan kumuh

12.4 Bidang Pertambangan dan Energi

a. Inventarisasi potensi pertambangan

b. Pemetaan situasi tutupan lahan pertambangan yang akan di

buka

c. Perencanaan site plan lokasi pertambangan

d. Inventarisasi lokasi pertambangan liar dan PETI

e. Monitoring perubahan lahan akibat kegiatan pertambangan

terbuka

f. Monitoring kegiatan rehabilitasi lahan.

12.5 Bidang arsitektur dan konstruksi

a. perbaikan proses desain

b. monitoring proses kontruksi


13. Citra satelit landsat

macam-macam jenis citra satelit :

a. Satelit Landsat (land satelite)

Citra Landsat TM merupakan salah satu jenis citra satelit

penginderaan jauh yang dihasilkan dari sistem penginderaan jauh

pasif. Landsat mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang

sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit

705 km (Sitanggang, 1999 dalam Ratnasari, 2000). Fungsi dari satelit

landsat adalah untuk pemetaan penutupan lahan, pemetaan penggunaan

lahan, pemetaan tanah, pemetaan geologi, dan pemetaan suhu

permukaan laut.

b. Satelit SPOT (systeme pour I’observation de la terre)

Merupakan satelit milik perancis yang mengusung pengindera

HRV (SPOT1,2,3,4) dan HRG (SPOT5). Satelit ini mengorbit pada

ketinggian 830 km dengan sudut inklinasi 80 derajat. satelit SPOT

memiliki keunggulan pada sistem sensornya yang membawa dua

sensor identik yang disebut HRVIR (haute resolution visibel infrared). 

c. Satelit ASTER (advanced spaceborne emission and reflecton

radiometer)

Satelit yang dikembangkan negara Jepang dimana sensor yang

dibawa terdiri dari VNIR, SWIR, dan TIR. Satelit ini memiliki orbit

sunshyncronus yaitu orbit satelit yang menyelaraskan pergerakan

satelit dalam orbit presisi bidang orbit dan pergerakan bumi

mengelilingi matahari, sedemikian rupa sehingga satelit tersebut akan

melewati lokasi tertentu di permukaan bumi selalu pada waktu lokal


yang sama setiap harinya. Ketinggian orbitnya 707 km dengan sudut

inklinasi 98,2 derajat. Salah satu contoh citra satelit ASTER dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.

d. Satelit QUICKBIRD

Merupakan satelit resolusi tinggi dengan resolusi spasial 61 cm,

mengorbit pada ketinggian 450 km secara sinkron matahari, satelit ini

memiliki dua sensor utama yaitu pankromatik dan multispektral.

Quickbird memiliki empat saluran (band). Fungsi dari satelit

QUICKBIRD adalah untuk mendukung aplikasi kekotaan, pengenalan

pola permukiman, perluasan daerah terbangun, menyajikan variasi

fenomena yang tekait dengan kota, dan untuk lahan pertanian, terkait

dengan umur, kesehatan, dan kerapatan tanaman semusim, sehingga

seringkali dipakai untuk menaksir tingkat produksi secara regional.

e. Satelit IKONOS

Ikonos adalah satelit resolusi spasial tinggi yang diluncurkan

bulan september 1999. merekam data multispektral 4 kanal pada

resolusi 4 m. Ketinggian orbitnya 681 km. Citra resolusi tinggi sangat

cocok untuk analisis detil, misalnya wilayah perkotaan tapi tidak

efektif apabila digunakan untuk analisis yang bersifat regional. Fungsi

dari satelit IKONOS adalah untuk pemetaan topografi dari skala kecil

hingga menengah, menghasilkan peta baru, memperbaharui peta

topografi yang sudah ada, dan mengoptimalkan penggunaan pupuk dan

herbisida.
f. Satelit GeoEye

Satelit ini mampu memetakan gambar dengan resolusi gambar

yang sangat tinggi dan merupakan satelit komersial dengan pencitraan

gambar tertinggi yang ada di orbit bumi saat ini. Salah satu contoh

citra satelit geoeye dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

g. Terra

Terra adalah sebuah citra satelit yang merupakan sebuah

spectrometer citra beresolusi tinggi yang dapat mengamati tempat yang

sama di permukaan bumi setiap hari. Fungsi dari citra satelit ini adalah

untuk pengamatan vegetasi, radiasi permukaan bumi, pendeteksian

tutupan lahan, pendeteksian kebakaran hutan, dan pengkuran suhu

permukaan bumi.

h. The Indian Remote Sensing (IRS)

IRS adalah sistem satelit untuk meyediakan informasi

manajemen sumberdaya alam yang berharga. Fungsi dari citra satelit

ini adalah untu perencanaan perkotaan dan manajemen bencana.


14. Interptretasi citra untuk penggunaan lahan dan vegetasi menggunakan

landsat.

Jenis penggunaan lahan Ciri-ciri interpretasi


Pemukiman Bentuk persegi ataupun limas, rona cerah, pola
teratur, tekstur kasar, dan asosiasi dengan jalan
Kebun Tekstur kasar, rona gelap, pola terputus-putus
dan situs dengan sungai
Sawah Rona cerah, tekstur halus, dan situs dengan
sungai
Industri Bentuk persegi panjang, warna coklat
kekuningan, rona terang, ukuran besar, tekstur
kasar
Jalan Bentuk memanjang, ukuran cukup lebar, warna
hitam, rona gelap, pola teratur, dan berasosiasi
dengan pemukiman
Pepohonan/ Hutan Bentuk agak membulat, tekstur kasar, pola tidak
teratur, warna hijau tua, dan rona cerah
Sungai Bentuk memanjang, ukuran lebar, warna biru
tua, rona terang, situs dengan sungai, dan
asosiasi dengan pemukiman
B. Diagram alir

Landsat 2000 Landsat 2010 Landsat 2018

Interpretasi citra

Menginterpretasi menggunakan
teknik NDVI

Hasil interpretasi citra dan


pengambilan sampel vegetasi

Interpretasi citra sementara

Cek lampiran

Data sekunder Data primer

Groncek di
lapangan

Hasil survey interpretasi citra lahan


vegetasi
Gambar 2. Diagram alir

BAB III
METODE

A. Jenis pratikum

Jenis pratikum yang dipakai dalah survei. Penelitian survei, merupakan

penelitian yang tidak memberikan perlakuan apapun kepada responden, hanya

mengumpulkan data menggunakan instrumen yang telah dibakukan, seperti

angket, tes dan lain sebagainya.

penelitian survei secara umum dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Survei murni, adalah proses penelitian yang mengambil data dari responden

tanpa memberikan perlakuan dan variabel yang diteliti masih dapat diubah

(berubah seiring perlakuan yang dialami selanjutnya), serta data yang

dihasilkan merupakan data dengan tipe rasio/interval dan diambil dengan

menggunakan angket.

2. Survei Ex Post Facto, adalah proses penelitian tanpa memberikan

perlakuan, akan tetapi variabel yang diteliti biasanya merupakan "karunia"

dan tidak bias (sangat sulit) diubah/direkayasa dan data yang dihasilkan

merupakan data dengan tipe nominal/ordinal yang diambil menggunakan

form isian.

B. Lokasi Pratikum

Pada pratikum ini kami melakukan survey di kecamatan Rumbai Pesisir,

Kota Pekanbaru.
C. Sampel Pratikum

Pada sampel pratikum di Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru. gambar

dibawah ini merupakan peta yang akan dijadikan sampel saat dilapangan.

Gambar 3. Peta sampel Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru

skala 1 : 150.000

Gambar 4. Peta sampel Kecamatan Rumbai Pesisir, Kota Pekanbaru

skala 1 : 5000
D. Alat dan bahan pratikum

1. laptop

2. alat tulis

3. citra landsat tahun

2000,2010,2018

4. Peta administrasi kabupaten,

kecamatan, dan keluraha Indonesia

5. software ENVI, ARCGIS

E. Jenis data

Data primer : Hasil survey lokasi

Data sekunder : Citra landsat tahun 2000, 2010, dan 2018

F. Teknik pengumpulan data

Mendownload citra landsat tahun 2000, 2010, 2018 di USGS.

Mendownload peta administrasi Indoneisa. clip daerah yang ingin di klasifikasi.

Citra diklasifikasi menggunakan teknik NDVI. NDVI adalah perhitungan citra

yang digunakan untuk mengetahui tingkat kehijauan vegetasi.

G. Teknik analisis data

Metode analisis yang digunakan :

1. Analisi NDVI

1) menentukan lokasi yang akan diambil

2) memotong daerah yang akan diambil


3) menganalisis citra menggunakan NDVI

4) klasifikasi citra

2. Analisis maximum likelihood

1) menentukan lokasi yang diambil

2) memotong daerah yang akan diambil

3) memberi beberapa sampel

4) menganalisis citra menggunakan maximum likelihood

5) klasifikasi citra

3. Uji akurasi

1) menginterpretasi citra

2) meletakkan titik sampel objek

3) lalu melakukan pemeriksaan lapangan (ground check)

H. Langkah-langkah pratikum

1. Analisis NDVI

a. download citra landsat di usgs glovis dari tahun 2000,2010,2018

b. ekstrak file yang sudah di download

c. membuka sofeware envi, lalu melakukan koreksi radiometric pada landsat

yang ingin di olah.


Gambar 5. input landsat ke envi

Gambar 6. proses koreksi radiometric

d. Membuka halaman arcgis

Gambar 7. halaman awal arcgis

e. Masukkan landsat yang akan diolah


Gambar 8. input landsat hasil radiometrik yang akan diolah

f. Setelah memasukkan landsat, export data

Gambar 9. export data

g. setelah export data keluar hasil seperti ini

Gambar 10. proses export data

h. masukkan shp rumbai pesisir

Gambar 11. masukkan shp keluarahn Rumbai pesisir

i. klik select features


Gambar 12. select features

j. klik image analisis

Gambar 13. image analisis

k. clip wilayah rumbai pesisir

Gambar 14. klip Rumbai Pesisir

l. lalu melakukan proses NDVI


Gambar 15. proses NDVI

m. hasil dari NDVI

Gambar 16. hasil dari NDVI

n. mengatur klasifikasi kerapatan vegetasi

Gambar 17. mengatur kerapatan vegetasi

o. hasil dari mengklasifikasikan


Gambar 18. hasil klasifikasi

p. layout

Gambar 19. layout

2. Analisis menggunakan metode maximum likelihood

a. Langkah pertama sediakan citra yang akan dilkukan klasifikasi

b. Sebelum dilakukan klasifikasi terlebih dahulu koreksi radiometric dan

koreksi atmosferik citra

c. Tentukan berapa kelas penggunaan lahan yang akan dibuat

d. Setelah dikoreksi lakukan klasifikasi dengan cara pengambilan sampel

e. Lalu lakukan klasifikasi maxsimum likelihood yang ada pada tools

classification

f. Setelah di proses keluarlah hasil klasifikasi penggunaan lahan


3. Overlay

a. Langkah pertama sediakan peta yang sudah di klasifikasi

b. Buka arc toolbox pada arcgis pilih menu analysis tools klik overlay

banyak pilihan dalam menu overlay tetapi kita disini menggunakan

intersect

c. pilih layer pada peta yang ingin di overlay

d. setelah dioverlay kan, klik kanan pada layer hasil overlay pilih open

attribute table , klik option yang ada di kanan bawah, lalu klik add field

untuk menambah kolom jumlah skor dari keseluruhan layar yang

dioverlay

e. langkah selanjutnya setelah total keseluruhan skor didapatkan kita

mengklasifikasikan fungsi kawasan berdasarkan metode yang kita

gunakan.

4. Uji akurasi

a. Langkah pertama siapkan peta penggunaan lahan

b. lalu beri titik sampel pada peta di arcgis

c. setelah itu kita ground check ke lapangan (lokasinya harus sesuai dengan

titk sampel di peta)

d. ambil titik koordinat sampel di lapangan lalu sesuaikan dengan titik

koordinat sampel yang ada di peta

e. Padas saat cek ke lapangan, kita melihat keterangan titik sampel di peta,

lalu lihat kenyataan dilapangan seperti apa, jika titik sampel di peta

keterangannya sawah dan kenyataan dilapangan juga sawah maka uji

akurasi yang kita lakukan benar.


BAB IV
HASIL PRATIKUM

1. Analisis vegetasi menggunakan NDVI

Berdasarkan hasil klasifikasi citra landsat pekanbaru rumbai pesisir.

Terdapat 4 klasifikasi lahan vegetasi pada daerah rumbai pesisir yaitu

vegetasi sangat rapat, vegetasi rapat, vegetasi cukup rapat, vegetasi jarang.

pada daerah rumbai pesisir lebih dominan vegetasi sangat rapat.

Hasil klasifikasi lahan vegetasi tahun 2000


Gambar 20. hasil peta klasifikasi lahan vegetasi tahun 2000

Hasil klasifikasi lahan vegetasi tahun 2010

Gambar 21. hasil peta klasifikasi lahan vegetasi tahun 2010

Hasil klasifikasi lahan vegetasi tahun 2018


Gambar 22. hasil peta klasifikasi lahan vegetasi tahun 2018

2. Kajian Landuse

Peta penggunaan lahan tahun 2000

Gambar 23. Peta penggunaan lahan tahun 2000

Peta penggunaan lahan tahun 2010


Gambar 24. Peta penggunaan lahan tahun 2010

Peta penggunaan lahan tahun 2018

Gambar 25. Peta penggunaan lahan tahun 2018

Pada Kecamatan Rumbai Pesisir lahan permukiman terus meningkat

setiap tahun menyebabkan lahan terbuka dan lahan vegetasi semakin


berkurang. semakin luas nya lahan permukiman dikarenakan bertambahnya

jumlah penduduk setiap tahun.

3. Perubahan Landuse

Gambar 26. Peta perubahan lahan

Hasil survei dilapangan

No Aspek yang diwawancarai Penjelasan


1. Penggunaan Lahan Pada Kecamatan Rumbai Pesisir perubahan
Sebelumnya penggunaan lahan terjadi pada tahun 2018,
bertambahnya permukiman penduduk dari
tahun 2000-2018 menyebabkan lahan terbuka
dan lahan vegetasi semakin berkurang.
2. Status Kepemilikan Lahan Rata-rata status kepemilikan lahan
masyarakat Kecamatan Rumbai Pesisir
adalah milik sendiri. Ada beberapa status
kepemilikan lahannya sewa karena penduduk
datang dari luar daerah atau penduduk
imigrasi.
3. Faktor yang Bertambahnya jumlah penduduk
memepengaruhi konversi
lahan
4. Kaitan dengan wilayah Tidak ada, karena lokasi kecamatan rumbai
Hinterland pesisir tidak termasuk wilayah hinterland
5. Aktifitas Developer Tidak ada
6. Kebijakan pengembangan Memperbaiki jalan yang rusak
RTRW

4. Uji Akurasi

Gambar 27. peta uji akurasi tahun 2018

No Lokasi Koordinat X Koordinat Temuan Foto


Y
1 Meranti 101,436301° 0,557783° Lahan
Pandak terbuka

2 Limbunga 101,440647° 0,5760822° Permuki


n Baru man

3 Lembah 101.452526° 0.577880° Rumput


Damai

101.446806° 0.577173° Permuki


man

4 Lembah 101.470360° 0.580533° Badan


sari air

5 Limbunga 101.450858° 0.557336° Permuki


n man

6 Tebing 101.89590° 0.583127° Perkebun


Tinggi an sawit
Okura
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pada daerah Kecamatan Rumbai Pesisir, setelah dianalisis

menggunakan NDVI hasilnya,vegetasi yang paling dominan pada daerah

tersebut adalah vegetasi sangat rapat. Dilihat dari segi penggunaan lahan

pada tahun 2018 lahan terbuka dan lahan vegetasi semakin berkurang,

karena bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun.

B. SARAN
Pemerintah harus memperhatikan lagi persebaran daerah penggunaan

lahan vegetasi di kecamatan Rumbai Pesisir

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, 2014. Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Menggunakan

ENVI 5.1 dan ENVI LiDAR. LABSIG Inderaja UI, Jakarta.

Rahayu, Danang Surya Candra. 2014. Koreksi Radiometrik Citra Landsat-

8 Kanal Multispektral Menggunakan Top Of Atmosphere

(Toa)Untuk Mendukung Klasifikasi Penutup Lahan. Universitas


Jendral Soedirman. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh

LAPAN

Lillesand T.M dan R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan

Interpretasi Citra. Diterjemahkan : Dulbahri, Prapto

Suharsono, Hartono, Suharyadi. Gajah Mada University

Press, Yogyakarta.

Ryan, L. 1997. Creating a Normalized Difference Vegetation Index

(NDVI) image Using MultiSpec. University of New Hampshire

Bambang Rudianto. (2010). Analisis Ketelitian Objek Pada Peta Citra

Quickbird Rs 0,68 M Dan Ikonos Rs 1,0 M, Jurnal Rekayasa ©

LPPM Itenas | No. 3| Vol. XIV, Institut Teknologi Nasional Juli –

September 2010, Jurnal Rekayasa – 156

Anda mungkin juga menyukai