Anda di halaman 1dari 16

Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

Vol. 2 No. 3, Desember 2015: 214-229


ISSN : 2355-6226
E-ISSN : 2477-0299

NILAI KERUGIAN DAN EFEKTIVITAS PENCEGAHAN


KEBAKARAN HUTAN GAMBUT
(STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL SEBANGAU
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)

1* 2 3
Khulfi M Khalwani , Bahruni , Lailan Syaufina
1
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor 16680
*E-mail: langitborneo@gmail.com
2
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor 16680
3
Departemen Silvikultur Tropika, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor 16680

RINGKASAN

Kegiatan pencegahan kebakaran hutan gambut di Taman Nasional Sebangau (TNS) telah
dilakukan setiap tahun oleh pengelola kawasan. Hingga kini kebakaran masih menjadi ancaman
terutama di musim kemarau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab kebakaran,
mengukur nilai kerugian di tahun 2014 dan menganalisis efektivitas pencegahannya. Penyebab
kebakaran dipicu oleh aktifitas masyarakat di dalam dan sekitar kawasan. Nilai Kerugian Total
akibat kebakaran seluas ± 4364 ha mencapai Rp 134 Milyar. Kegiatan pencegahan kebakaran
termasuk efektif jika hanya dilihat dari persentase penyerapan input (realisasi anggaran), namun
sangat tidak efektif dilihat dari persentase pencapaian sasaran (outcome) berupa penurunan jumlah
titik panas (hotspot) dan luas kebakaran. Analisis kualititatif dilakukan untuk menggambarkan
kendala permasalahan di tingkat tapak. Kegiatan pencegahan harus ditingkatkan dengan lebih
memperhatikan akar masalah penyebab kebakaran yaitu faktor sosial-ekonomi masyarakat.

Kata Kunci: kebakaran gambut, nilai kerugian, pencegahan kebakaran, kawasan konservasi

PERNYATAAN KUNCI secara administrasi anggaran terlaksana dengan


baik namun pada kondisi tapak
 Valuasi nilai kerugian ekonomi akibat belum menyelesaikan masalah kebakaran yang
kebakaran hutan di lokasi penelitian perlu ada.
dilakukan sebagai bahan masukan bagi
pengelola kawasan dan stakeholders. REKOMENDASI KEBIJAKAN
 Kerugian terbesar diakibatkan oleh nilai
kerusakan dan kehilangan potensi biofisik  Perlu disusun strategi (road map) pencegahan
(kayu, hasil hutan non kayu dan karbon). kebakaran dan standar biaya kegiatan yang
 Penyebab kebakaran dipicu oleh aktivitas terarah baik dari jenis, lokasi, dan sasaran
manusia. Kegiatan pencegahan kebakaran kegiatan.

214
Khulfi M Khalwani, Bahruni, Lailan Syaufina Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

 Perlu dibuat model insentif bagi masyarakat di Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota
sekitar kawasan bila tidak terjadi kebakaran. Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.
 Kedepannya BTNS agar lebih membuka Sebelumnya kawasan TNS merupakan kawasan
peluang kerjasama/ kemitraan yang lebih hutan produksi dimana terdapat 13 konsesi HPH
banyak lagi khususnya di bidang pengendalian yang beroperasi dari 1970 s.d 1995 dan setelah itu
kebakaran hutan. menjadi tidak terkelola (open acces). Pembuatan
kanal/parit untuk jalur transportasi dan ekstraksi
kayu dari hutan menuju sungai menjadikan
I. PENDAHULUAN kandungan air gambut berfluktuasi sangat nyata
dan mengakibatkan keringnya gambut pada
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada musim kemarau sehingga menjadi mudah terbakar
tahun 1997/98 dianggap sebagai salah satu (Jaenicke et al. 2010; WWF 2012).
bencana lingkungan terburuk sepanjang abad Dalam kurun waktu 1997–2006, Provinsi
karena dampak kerusakan hutan dan jumlah emisi Kalteng menempati urutan pertama dalam jumlah
karbon yang dihasilkan sangatlah besar (Glover titik panas (hotspot) yang berarti sebagai daerah
dan Jessup 2002). Hingga saat ini kebakaran masih dengan potensi intensitas kebakaran hutan dan
menjadi ancaman terutama saat musim kemarau. lahan terbesar di Indonesia (Suhud et al. 2007;
Kebakaran bisa terjadi di dalam kawasan hutan Saharjo 2012). Kawasan TNS termasuk yang turut
dan di luar kawasan hutan, baik pada tanah terbakar dalam kurun waktu tersebut.
mineral maupun gambut. Jika dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya
Kebakaran hutan gambut sulit dipadamkan yang telah banyak dikonversi, seperti pada Proyek
karena api dapat menyebar pada bahan bakar di ex-PLG, kawasan TNS masih memiliki kondisi
atas permukaan dan menjalar di dalam lapisan yang relatif lebih baik sebagai habitat flora dan
tanah gambut melalui proses pembaraan/ fauna yang endemik. Kawasan ini merupakan
smoldering (Saharjo 1997; Page et al. 2002; Sumantri habitat bagi 792 jenis flora (Wardani et al. 2006), ±6
2007; Syaufina 2008). Proses pembaraan ini sulit 900 individu Orangutan (Pongo pygmaeus) (Husson
diketahui penyebarannya namun besar et al. 2003), ±19 000 owa-owa (Hylobates agilis
dampaknya untuk kerusakan selanjutnya (Rein et albibarbis) (Buckely et al. 2006), Ratusan ekor
al. 2008). bekantan (Nasalis larvatus) dan berbagai satwa
Salah satu lokasi ekosistem gambut di langka lainnya (BTNS 2014). Selain itu kawasan ini
Indonesia yang memiliki resiko kebakaran hutan juga berperan sebagai gudang penyimpanan
yang cukup tinggi adalah kawasan Taman karbon yaitu ±2500 ton/ha (Page et al. 2002) dan
Nasional Sebangau (TNS) yang terletak di antara sebagai pengatur tata air bagi daerah sekitarnya.
sungai Katingan dan sungai Sebangau, Pulau Dari aspek sosial dan ekonomi, hingga kini
Kalimantan. Kawasan ini ditunjuk melalui SK kawasan Sebangau masih menjadi tumpuan bagi
Menhut No. 423/Menhut-II/2004 tanggal 19 sebagian masyarakat yang bermata pencaharian
Oktober 2004 dengan luas ±568 700 ha dan secara sebagai nelayan atau pemungut HHNK lainnya.
administratif termasuk dalam wilayah Kabupaten Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Taman
Nasional Sebangau (BTNS) dibentuk tahun 2007.

215
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Nilai Kerugian Dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran Hutan Gambut

Salah satu tugas pokok dan fungsinya ialah valuasi kerugian dampak sosial di desa-desa yang
kegiatan Pengendalian Kebakaran Hutan (PKH) telah diidentifikasi masuk dalam wilayah dampak.
yang meliputi upaya pencegahan, pemadaman dan Kelurahan/desa yang termasuk wilayah
penanganan pasca kebakaran, sesuai amanah UU dampak berjumlah 15 desa diantaranya 3
41/1999 tentang Kehutanan, PP 45/2004 tentang kelurahan di Palangka Raya, 5 desa di Pulang Pisau
Pe r l i n d u n g a n H u t a n d a n Pe r m e n h u t dan 7 desa di Katingan yang ditentukan melalui
P12/Menhut-II/2009 tentang Pengendalian s u r ve y p e n d a h u l u a n ( wawa n c a r a ) d a n
Kebakaran Hutan. memperhatikan aksesibilitasnya dari sebaran
Kebakaran hutan berdampak terhadap lokasi kebakaran di TNS.
kerusakan biofisik atau berkurangnya nilai Peralatan yang digunakan terdiri dari kamera,
ekonomis potensial dari hutan. Selain itu juga GPS, komputer (program GIS dan microsoft
berdampak terhadap sumber daya manusia akibat exel), pita meteran, penggaris, kantong plastik,
perubahan kualitas lingkungan, seperti polusi kertas label, alat tulis, perekam suara dan daftar
asap dan erosi, serta timbulnya biaya akibat pertanyaan.
kejadian kebakaran hutan dan dampaknya (Brown Metode pengumpulan data dilakukan dengan
dan Davis 1973; Pearce dan Moran 1994; Barbier cara: 1) studi literatur (desk study) dan pencatatan. 2)
1995; Brauer 2007). Survey dampak biofisik dengan cara observasi dan
Menurut Bahruni et al (2007), kerusakan pengukuran tingkat keparahan kebakaran (fire
sumberdaya hutan menghilangkan nilai guna severity) pada area bekas terbakar serta analisis
Hasil Hutan Non Kayu (HHNK) dimasa akan vegetasi pada tipe hutan yang sama dengan metode
datang akibat pemanfaatan yang tidak lestari saat jalur berpetak; 3) Survey dampak sosial ekonomi
kini dan kehilangan nilai guna harapan dimasa melalui wawancara terhadap nelayan, pengumpul
akan datang dari keanekaragaman hayati yang saat HHNK, rumah tangga, bidan/mantri, pelaku
kini belum dimanfaatkan. usaha transportasi, Balai TNS, BKSDA Kalteng,
Valuasi nilai kerugian ekonomi akibat BNPB, WWF Kalteng, pengurus desa dan
kebakaran hutan di TNS belum pernah dilakukan. Masyarakat Peduli Api (MPA).
Valuasi ini diperlukan sebagai bahan kebijakan Analisis penilaian kerugian dilakukan
dan berguna untuk menarik perhatian para pihak berdasarkan pendekatan total economic value (TEV)
(stakeholders). yang hilang akibat kerusakan yang terjadi berupa
dampak lingkungan dan biaya yang timbul (Pearce
dan Turner 1992; Pearce dan Moran 1994; Yunus
II. SITUASI TERKINI 2005; Syaufina 2008). Adapun formulasinya
ditetapkan sebagai berikut :
 Pengumpulan dan Analisis Data. NEK = NKP + NHHNK + NI + NT +
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober NKM + NHTSL + NKH + NPK
2014 – Maret 2015. Valuasi kerugian terhadap Keterangan :
kerusakan biofisik dilakukan pada lokasi bekas NEK = Nilai Ekonomi Kerugian
kebakaran tahun 2014 di kawasan TNS sedangkan NKP = Kerusakan Kayu Potensial
NHHNK = Nilai Kerugian HHNK

216
Khulfi M Khalwani, Bahruni, Lailan Syaufina Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

NI = Nilai Kerugian Sektor Perikanan faktor input berupa anggaran dan membanding-
NT = Nilai Kerugian Transportasi kannya dengan realisasi tujuan (outcome) berupa
NKM = Nilai Ker ugian Kesehatan capaian sasaran kinerja yang direncanakan, yaitu
Masyarakat penurunan jumlah hotspot dan penurunan luas
NHTSL = Nilai Kerusakan Habitat Tumbuhan kejadian kebakaran hutan.
dan Satwa Liar
NKH = Nilai Karbon yang Hilang
NPK = Nilai Kegiatan Pemadaman.

 Analisis Efektivitas
1. Pencapaian > 100% = sangat efektif
Efektivitas berhubungan dengan upaya
2. Pencapaian 90% - 100% = efektif
pencapaian tujuan/ sasaran kebijakan. Kegiatan
3. Pencapaian 80% - 90% = cukup efektif
operasional dikatakan efektif apabila proses 4. Pencapaian 60% - 80% = kurang efektif
kegiatan dapat mencapai tujuan dan sasaran akhir 5. Pencapaian < 60% = tidak efektif
kebijakan (Mardiasmo 2009; Sumenge 2013). Analisis kualitatif deskriptif dilakukan terhadap
Efektivitas kegiatan Pencegahan Kebakaran input dan output; jenis dan proporsi kegiatan; waktu
Hutan (PKH) oleh BTNS dilihat dari realisasi dan lokasi kegiatan; dan permasalahan yang dijumpai.

Gambar 1. Peta Kawasan TN Sebangau

217
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Nilai Kerugian Dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran Hutan Gambut

218
Khulfi M Khalwani, Bahruni, Lailan Syaufina Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

III. A NA L I S I S DA N A LT E R NA T I F Sebangau dan DAS Katingan yang meliputi


SOLUSI/PENANGANAN belasan anak sungai dan puluhan kanal ex-HPH,
telah dilakukan turun temurun oleh masyarakat
 Luas dan Penyebab Kebakaran nelayan. Alat tangkap yang digunakan umumnya
Luas kebakaran hutan di TNS diketahui bersifat tradisional seperti pancing/ banjur,
berdasarkan hasil kegiatan pengukuran groundcek dan tampirai, rengge, rawai, pangilar, kabam, haup dan
digitasi yang dilakukan oleh BTNS tahun 2014 yaitu bubu (kawat dan bambu). Namun pernah juga
sebesar 4.364,24 Ha. Dari hasil pencermatan terhadap ditemukan nelayan yang secara illeg al
historikal kebakaran, observasi area bekas kebakaran, menggunakan strum listrik.
serta wawancara investigasi terhadap masyarakat
Menurut nelayan hasil tangkapan ikan
sekitar lokasi kebakaran, BTNS dan mitra NGO
terbanyak ialah saat musim ikan yaitu awal musim
(WWF) diketahui penyebab kebakaran hutan gambut
kemarau (saat air mulai menyurut) dan awal musim
di TNS tahun 2014 seperti pada Tabel 2.
hujan (saat air mulai naik). Dari hasil wawancara
Aktifitas pencarian ikan (melauk) di dalam dan
petugas Balai dan informasi nelayan, fakta yang
sekitar kawasan TNS atau di bagian DAS
ditemukan ialah masih ada nelayan yang sengaja

Tabel 2. Luas & penyebab kebakaran hutan gambut TN Sebangau tahun 2014
Luas Penyebab kebakaran
No Lokasi kebakaran (koordinat)
(ha)
A SPTN Wilayah I Palangka Raya
1 Tangkiling, Resort Habaring Hurung (X:113,640 Y: -1,963; 44.58 Penjalaran api dari aktifitas
X:113,640 Y:-1,958) pembukaan kebun sawit &
2 Banturung, Resort Habaring Hurung (X:113,706 Y:-2,012; 23.04 ladang
X:113,707 Y:-2,006 X:113,706 Y:-2,006; X:113,704 Y:-2,001
X:113,716 Y:-2,012)
3 Marang KM. 17, Resort Habaring Hurung (X:113,767;Y: -2,142) 75.53
4 Marang KM. 21, Resort Habaring Hurung (X:113,716;Y: -2,097) 13.62
5 Kereng Bengkirai, Resort Sebangau Hulu (X:113,838 Y: -2,299; 23.55 Penjalaran api dari aktifitas
X:113,840 Y:-2,302) nelayan
Sub total 180.32
B SPTN Wilayah II Pulang Pisau
1 Sungai Bangah (kiri) Resort Bangah (X:114,004 Y:-2,706) 124.00 Penjalaran api dari aktifitas
2 Sungai Sebangau, Resort Bangah (X:114,048 Y:-2,685) 509.00 nelayan
3 Sungai Bangah (kanan), Resort Bangah (X:114,015 Y:-2,693) 112.00
4 Sungai Sebangau, Resort Mangkok (X:114,042 Y: -2,643) 150.00
5 Sungai Sampang, Resort Paduran (X:113,636 Y: -2,778) 1253.18 Penjalaran api dari aktifitas
penyiapan sawah & ladang
Sub total 2148.18
C SPTN Wilayah III Katingan
1 Sungai Bulan (Sept), Resort Muara Bulan (X:113,501 Y :-2,528) 88.97 Penjalaran api dari aktifitas
2 Sungai Bulan (Sept), Resort Muara Bulan (X:113,467 Y: -2,544) 55.62 nelayan
3 Sungai Musang, Resort Muara Bulan 1291.00
4 Sungai Landabung, Resort Muara Bulan (X:113,211 Y: -2,462; 116.38
X:113,213 Y:-2,455; X:113,213 Y:-2,455; X:113,214 Y:-2,464)
5 Sungai Lewang, Resort Muara Bulan (X : 113,254 Y : -2,346) 34,65
6 Kanal Bukit Kaki, Resort Mendawai (X:113,184 Y:-2,590; X:113,185 449.12 Penjalaran api aktifitas
Y:-2,575; X:113,192 Y:-2,574; X:113,193 Y: -2,585 X:113,193 Y:- nelayan, pembukaan ladang
2,585) dan HHNK
Sub total 2 035.74
Total luas kebakaran 4 364.24
Sumber : data kebakaran dari Evlap BTNS (Surat nomor: S.38/BTNS-1/PH/2015)

219
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Nilai Kerugian Dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran Hutan Gambut

membakar vegetasi di tepi sungai dan kanal yang Kecamatan Mendawai, Katingan, pembakaran
didominasi oleh tumbuhan semak seperti Rasau dilakukan sebagai teknik untuk membersihkan
(Pandanus atrocarpus) dan kelakai (Stenochlaena alang-alang, perdu, rumput dan tumbuhan liar
palustris) untuk membersihkan akses saat mencari dalam tahap penyiapan ladang untuk selanjutnya
ikan di awal musim kemarau dan untuk ditugal guna ditaburi benih padi. Aktifitas ini
menciptakan ruang terbuka baru sebagai tempat dilakukan saat bulan Agustus s.d September secara
ikan bermain dan berkumpul saat awal musim bersama-sama. Kondisi hutan rawa sekunder dan
hujan. semak belukar yang kering akan mudah terbakar
Berdasarkan observasi dan wawancara petugas jika ada lompatan api yang tidak disadari oleh
Resort, fakta lainnya ialah adanya aktifitas pelaku pembakaran.
pembukaan lahan untuk kebun sawit oleh
masyarakat dengan cara pembakaran lahan yang  Nilai Kerugian
lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan
Nilai kerugian terbesar diakibatkan oleh
TNS, tepatnya di wilayah Palangkaraya. Api yang
kehilangan dan kerusakan biofisik diantaranya
tidak bisa dikendalikan menjalar ke dalam kawasan
nilai dari nilai potensial kayu yang ada, nilai
TNS, bahkan ke ladang/ kebun milik orang lain
potensial hasil hutan non kayu berupa rotan,
yang sudah ditanami.
jelutung dan kulit gemor, serta nilai emisi karbon
Pada desa-desa transmigrasi, seperti di
yang terjadi, yaitu totalnya ± Rp 114.272.329. 822
Kecamatan Sebangau Kuala, Pulang Pisau dan
atau ± 85% dari nilai kerugian total.

Gambar 2. Kebun sawit rakyat dan sawah tadah hujan di sekitar kawasan TNS (atas); Tumbuhan rasau
dan akar rasau yang sangat mudah terbakar (bawah)

220
Khulfi M Khalwani, Bahruni, Lailan Syaufina Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

Berdasarkan kondisi vegetasi, fire severity kedalam kelompok Kayu Bulat Kecil (KBK) guna
dikelompokkan oleh (De bano 1998 dalam menghitung harga pasarnya.
Syaufina 2008) sebagai berikut : Untuk menilai kerugian kayu potensial, dasar
a. Low fire severity; Sekurang-kurangnya 50% harga yang digunakan ialah harga patokan hasil
pohon tidak menunjukkan kerusakan, dengan hutan kayu yang berlaku di Kalimantan Tengah
sisa pohon lainnya menunjukkan tajuk yang sesuai SK Menteri Kehutanan Nomor
terbakar, kematian pucuk tetapi bertunas, atau 163/KPTS-II/2003 dan Surat Edaran Nomor
mati akar (tidak bertunas). Lebih dari 80% 3/Menhut-VI/BIKPHH/2014, dengan rincian
3
pohon yang rusak dapat bertahan hidup. harga Rp 1.270.000/m untuk kelompok meranti/
b. Moderate fire severity; Antara 20–50% pohon komersial 1; Rp 953.000/m3 untuk kelompok
3
tidak menunjukkan kerusakan, dengan sisa rimba campuran/ komersial 2; Rp 550.000/m
pohon lainnya rusak, 40–80% pohon yang untuk kelompok Kayu Bulat Kecil atau diameter
terbakar dapat bertahan hidup. <30 cm dan Rp 2.363.000/m3 untuk kelompok
c. High fire severity; Kurang dari 20% pohon tidak kayu indah/ ramin.
menunjukkan kerusakan, sisa pohon lainnya Tegakan pohon di alam yang sudah rusak atau
rusak terutama akibat mati akar. Kurang dari cacat akibat terbakar tidak memiliki nilai kayu lagi
40% pohon yang rusak dapat bertahan hidup. karena tidak memiliki nilai pasar sehingga nilai
Tingkat keparahan kebakaran (fire severity) pada kerugiannya sudah cukup besar jika dilihat dari
tahun 2014 ini termasuk dalam kelas moderate fire nilai kayu saja, namun tidak berarti pohon-pohon
severity karena tingkat kerusakan pohon pada area yang rusak tersebut tidak bernilai lagi karena masih
kebakaran hutan mencapai 46%, selebihnya ada nilai lain yang tersimpan seperti stok karbon
masih dijumpai pohon hidup dan bahkan tumbuh yang tersisa, fungsi habitat dan lain-lain.
trubusan baru seperti pada jenis Shorea belangeran, Penghitungan kerugian HHNK hanya
Eugenia sp dan Malaleuca sp. Jenis-jenis pohon difokuskan pada : 1)Potensi getah pantung (Dyera
yang mati disebabkan oleh 1) terbakar hangus, 2) lowii) yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat
roboh seluruhnya dan 3) sengaja ditebang saat sekitar dengan dasar harga Rp 415.000/kwintal;
kegiatan pemadaman untuk menghindari 2)Kulit pohon gemor (Nothaphoebe coriacea) Rp
penjalaran api. 12.000/kg dan 3)Potensi rotan dengan harga Rp
Berdasarkan analisis peta tutupan vegetasi 4.500/kg (rotan taman/sega (Calamus caesius),
TNS, lokasi kebakaran di SPTN I Palangka Raya rotan irit (Calamus trachycoleus), rotan semambu
termasuk dalam hutan sekunder sehingga potensi (Calamus scipionum), rotan buyung, rotan bulu, dan
kayunya cukup tinggi. Lokasi kebakaran di SPTN rotan marau/manau).
II Wilayah Pulang Pisau dan SPTN III Wilayah Hasil estimasi besarnya emisi CO2 untuk
Katingan merupakan lokasi yang pernah kejadian kebakaran di TNS mencapai ± 62,42
mengalami kebakaran pada tahun-tahun ton/ha CO2 (IPCC 2006, Toriyama 2014). Harga
sebelumnya dan termasuk dalam tipe tutupan karbon yang jadi acuan adalah harga karbon pada
vegetasi belukar rawa dan tidak ada pohon yang proyek karbon di Kalimantan Tengah yaitu ±
berdiameter diatas 30 cm pada lokasi kebakaran, 5,5U$/ton dengan kurs tahun 2014 sebesar Rp
sehingga seluruh jenis kayu yang ada dimasukkan 11.600.

221
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Nilai Kerugian Dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran Hutan Gambut

Nilai kerugian yang langsung berdampak pada koreksi sebesar 20.08% dari total kerugian sektor
manusia (nilai kesehatan masyarakat, nilai sektor transportasi udara akibat kebakaran hutan dan
perikanan dan nilai sektor transportasi air dan lahan di wilayah Kota Palangkaraya. Nilai koreksi
udara) akibat sumbangan asap dari dalam kawasan ini berdasarkan pendekatan persentase jumlah
TNS tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan hotspot di SPTN I Wilayah Palangkaraya dengan
nilai kerugian kerusakan potensi biofisik yaitu jumlah hotspot di kota Palangkaraya selama
sekitar 2%. Hal ini disebabkan sebagian besar periode dampak.
lokasi kebakaran berada jauh dari pusat Berdasarkan wawancara terhadap nelayan dan
pemukiman masyarakat. Selain itu jumlah pengumpul ikan terjadi penurunan kuantitas ikan
penduduk yang terpapar dampak tidak terlalu yang diperjual-belikan dari pondok-pondok
banyak karena sebagian besar penduduk terpusat nelayan di sungai Sebangau dan sungai Bulan (Sub
di kota Palangkaraya, sedangkan kebakaran tidak DAS Katingan) pada bulan September hingga
hanya terjadi di dalam kawasan TNS tetapi lebih Oktober 2014 dibandingkan dengan bulan-bulan
banyak di lahan-lahan milik masyarakat. lainnya. Hal ini terjadi karena lokasi-lokasi yang
Nilai kerugian terhadap aspek kesehatan masih tergenang sangat jauh untuk diakses oleh
masyarakat dihitung berdasarkan peningkatan nelayan. Selain itu dampak dari asap kebakaran
jumlah pasien ISPA dan Diare ke Puskesmas, disadari juga membuat kinerja mereka menjadi
bidan /mantri serta jumlah masyarakat yang menurun, baik dari segi waktu pencarian ikan
mengeluarkan biaya untuk membeli obat dan dengan menggunakan alat tangkap jala atau
masker secara pribadi di desa yang terpapar asap pemasangan perangkap ikan, maupun dari aspek
selama periode dampak yaitu bulan September – kesehatan nelayan itu sendiri.
November 2014. Nilai kerugian berupa biaya yang timbul akibat
Dari data laporan W2 UPTD Puskesmas kebakaran yaitu nilai pemadaman kebakaran hutan
Kereng Bengkirai kota Palangka Raya tahun 2014 dengan total nilai ± Rp17.196.384.418 (±8.5%)
pada minggu-minggu selama kejadian kebakaran yang dilakukan oleh BTNS, BKSDA Kalteng dan
hutan yaitu pada bulan September hingga BNPB.
November diketahui jumlah pasien terkait ISPA Nilai kerusakan habitat dihitung berdasarkan
dan diare meningkat sebanyak 252 orang yang penghitungan terhadap biaya yang diperlukan
terdiri dari 173 orang pasien umur diatas 5 tahun, untuk kegiatan rehabilitasi atau kegiatan
44 orang pasien berumur 1-5 tahun dan 21 orang pengkayaan jenis di TNS dengan memperhatikan
pasien dibawah umur 1 tahun. rata-rata nilai inflasi sebesar 5.71 % selama 3
Dampak asap dari kebakaran TNS tahun 2014 tahun (lamanya kegiatan RHL). Nilai total
hanya dirasakan oleh kegiatan tranportasi udara kerugian saat ini dari kerusakan habitat TSL adalah
dan transportasi air di sungai Sebangau, sebesar Rp 3.697.580,66 /hektar.
sedangkan di sungai Katingan tidak terpengaruh. Total nilai estimasi kerugian ekonomi akibat
Untuk menghitung nilai kerugian terhadap kebakaran hutan gambut seluas ± 4.364 ha di
dampak transportasi udara akibat asap dari kawasan TNS pada tahun 2014 ialah sebesar Rp
kebakaran di kawasan TNS maka dipilih nilai 134.144.786.127, dengan uraian pada Tabel 3.

222
Khulfi M Khalwani, Bahruni, Lailan Syaufina Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

Tabel 3. Nilai kerugian total kebakaran ekosistem pencapaian sasaran kinerja Kemenhut selama
hutan gambut Sebangau tahun 2014 periode Renstra 2010–2014 dengan Indikator
No. Jenis kerugian Nilai total (Rp) %
Kinerja Kegiatan (IKK) yaitu : 1) Hotspot di Pulau
Nilai kerugian kayu potensial 74.563.218.579 55,58
1
(NKP) Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi berkurang
Nilai kerugian hasil hutan non 22.328.979.324 16,64
2 20% tiap tahun dari rerata 2005-2009, dan 2) Luas
kayu (NHHNK)
Nilai kerusakan Habitat TSL 16.137.129.418 12,02
3
(NHTSL) kawasan hutan yang terbakar ditekan hingga 50%
Nilai kerugian sektor Transportasi 1.302.292.887 0,97
4
(NT) dalam 5 tahun dari kondisi rerata 2005-2009.
Nilai kerugian Kesehatan 115.325.000 0,08
5
masyarakat (NKM)
Kegiatan bidang pengendalian kebakaran
6 Nilai kerugian perikanan (NI) 1.258.454.000 0,93 hutan di TNS pada periode Renstra tahun 2010 -
Nilai karbon hilang akibat 17.380.131.919 12,95
7
kebakaran (NKH)
2014 termasuk tidak efektif karena jumlah
Nilai kegiatan pemadaman 1.059.255.000 0,78 hotspot dan luas areal terbakar melebihi dari
8
Kebakaran (NPK)
Total 134.144.786.127 target yang ditolerir. Namun demikian jika
melihat realisasi anggaran bidang PKH tahun
Apabila nilai kerugian kayu potensial tidak 2013 dan 2014 ternyata menunjukkan tingkat
diperhitungkan maka total nilai estimasi kerugian serapan yang tinggi (efektif). Hal ini menunjukkan
ekonomi akibat kebakaran hutan gambut seluas bahwa secara administrasi anggaran, kegiatan
± 4.364 ha di kawasan TNS pada tahun 2014 Rp PKH terlaksana dengan baik namun pada kondisi
59.581.567.548,- tapak ternyata tidak menyelesaikan masalah
kebakaran yang ada. Adapun jumlah hotspot dan
 Efektivitas pencegahan kebakaran luas kebakaran serta trend realisasi anggaran PKH
di TNS selama periode dijelaskan pada Gambar 3
Kegiatan Pengendalian Kebakaran Hutan
dan Tabel 4.
(PKH) di TNS merupakan bagian dari upaya

Gambar 3. Trend jumlah hotspot dan luas kebakaran (ha) (atas) serta trend rencana dan realisasi anggaran
pencegahan kebakaran hutan Tahun 2009-2014 di TNS (bawah)

223
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Nilai Kerugian Dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran Hutan Gambut

Tabel 4. Nilai anggaran kegiatan Pengendalian Kebakaran Hutan (PKH) oleh BTNS
Proporsi Persentase Realisasi Persentase Tingkat
Rencana Anggaran
Tahun Anggaran PKH Anggaran Anggaran PKH dari rencana efektivitas
BTNS (Rp)
(Rp) PKH (Rp) bidang PKH input
1 2 4 5 6 7
2009 4996 057 000 499 896 000 10.01 % 458 458 300 91.71 % efektif
2010 8 360 081 000 670 617 000 8.02 % 550 190 000 82.04 % Cukup efektif
2011 7 476 720 000 422 526 000 5.65 % 169 741 000 40.17 % Tidak efektif
2012 10 633 956 000 478 536 000 4.50 % 202 060 000 42.22 % Tidak efektif
2013 12 814 750 000 1 309 428 000 10.22 % 1 223 416 100 93.43 % efektif
2014 10 973 691 000 1 985 216 000 18.09 % 1 924 880 050 96.96 % efektif
Sumber : RKAKL, LAKIP dan Laporan Tahunan 2009-2014 (data diolah)

Tahun 2010 tidak terjadi kebakaran hutan di Kebakaran Hutan di TNS diidentifikasi seperti
TNS. Tahun 2011 – 2012 penyerapan anggaran pada Tabel 5.
PKH tidak efektif karena dibawah 50% yang Berdasarkan pencermatan terhadap waktu
artinya kegiatan PKH juga kurang diperhatikan. realisasi anggaran, diketahui bahwa setelah
Hal ini diakui oleh bagian Perencanaan BTNS. semester ke-2 baru terjadi peningkatan belanja
Barulah tahun 2013 – 2014 realisasi kegiatan PKH yang menunjukkan bahwa banyak jenis kegiatan
meningkat dikarenakan pengadaan tanah dan yang dilakukan atau anggaran yang dibelanjakan
pembangunan markas DAOPS Manggala Agni oleh BTNS. Namun pada periode ini juga
lingkup TNS. merupakan waktu paling banyak kejadian hotspot
Jika memperhatikan jenis kegiatan yang atau kebakaran hutan. Starategi alokasi anggaran
direncanakan pada tahun 2014 dan juga tahun- diakui masih kurang terencana dengan baik dalam
tahun sebelumnya, ternyata dari jenis kegiatan hal ini.
PKH di TNS juga masih terlihat masih kurang Kawasan TNS memiliki luas lebih dari
variatif. Khususnya untuk tahun 2014, setengah juta hektar sedangkan jumlah pegawai
permasalahan pada kegiatan bidang Pengendalian BTNS keseluruhan kurang dari 60 orang. Upaya

Tabel 5. Jenis kegiatan bidang PKH dan permasalahannya


No Jenis kegiatan Nilai (Rp) % Permasalahan
1 Posko siaga PKH (Groundchek 93 830 000 5 Groundchek masih kurang cepat dilakukan
hotspot & rapat-rapat) karena keterbatasan SDM & tidak adanya
dana siap pakai
2 Pembinaan kelompok tani tanpa 19 326 000 1 Hanya bisa dilakukan di satu desa dan waktu
bakar pelaksanaannya di akhir tahun/ terlambat
3 Patroli pencegahan kebakaran hutan 106 454 000 5 Frekuensinya masing kurang, untuk 8 wil.
basis resort & pertisipatif resort masing-masing hanya 2 kali dan tidak
ada kegiatan penjagaan di daerah rawan
kebakaran
4 Koordinasi/konsultasi bidang PKH 74 271 000 4 Kurang menyentuh stakeholders di tingkat
tapak
5 Pemadaman kebakaran 243 910 000 12 Anggaran yang direncanakan sedikit
6 Pembangunan markas DAOP & 1 446 675 000 73 Belum ada kegiatan peningkatan kapasitas
Sapras SDM (MPA)
1.984.466.000

224
Khulfi M Khalwani, Bahruni, Lailan Syaufina Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

pencegahan kebakaran hutan gambut Sebangau hotspot telah dilakukan setiap hari melalui mailinglist
seharusnya tetap menjadi prioritas yang harus si Pongi dan diinformasikan pada masing-masing
direalisasikan saat menjelang periode waktu wilayah seksi pengelolaan. Namun pada saat akan
puncak hotspot yaitu bulan Juli s.d Oktober. melakukan groundcek kendala yang dialami ialah
Ada atau tidak ada kebakaran hutan setiap keterbatasan SDM dan aksesibilitas. Dengan luas
tahunnya sebaiknya tidak dijadikan tolak ukur kawasan TNS yang mencapai ±568.700 ha, jumlah
karena kegiatan pencegahan yang meliputi pegawai fungsional Polhut hanya 16 orang serta
patroli, penjagaan, sosialisasi dan kegiatan penyuluh kehutanan hanya berjumlah 3 orang dari
lainnya pada tingkat tapak harus ditingkatkan total 50 orang pegawai keseluruhan.
menjelang periode kemarau. Selain itu perlu Pada tahun 2004 sebelum UPT Balai TNS
dibuat skema ketersediaan anggaran yang siap dibentuk, di sekitar kawasan Sebangau telah
pakai guna mengantisipasi kebakaran hutan secara dibentuk Regu – Regu Pengendali Kebakaran
cepat. Hutan (RPK) yang terdiri dari masyarakat di
Selain disebabkan oleh faktor kawasan yang sekitar kawasan TN Sebangau. Pembentukan
terbilang cukup luas dan SDM yang terbatas, beberapa RPK tersebut difasilitasi oleh proyek
kegiatan pencegahan kebakaran di TNS sebaiknya CKPP (Central Kalimantan Peatland Project) yang
lebih memperhatikan lagi masalah penyebab merupakan gabungan/ konsorsium beberapa
kebakaran pada masing-masing lokasi. LSM/NGO seperti WWF, BOS, CKFCP dan lain
Penyebab kebakaran ekosistem gambut TNS – lain. Hingga saat ini regu – regu tersebut masih
dipicu oleh aktifitas manusia yang bentuknya ada dan setelah proyek CKPP usai kemudian UPT
berbeda-beda. Pada lokasi yang berdekatan Balai TNS terbentuk, keberadaan RPK ini terus
dengan lahan garapan masyarakat, penyebab dikembangkan kapasitas SDM dan sarana
kebakaran adalah adanya lompatan atau prasarananya meskipun masih dirasa kurang
penjalaran api oleh pembuka lahan untuk kebun optimal.
sawit, ladang dan sawah. Sedangkan pada lokasi di Pada tahun 2009 juga telah dibentuk Brigade
sekitar sungai, kanal dan rawa, penyebab Pengendalian Kebakaran Hutan (Brigdalkarhut)
kebakaran adalah penjalaran api dari para pencari yang terdiri dari pegawai dan staf Balai TNS.
ikan dan pencari HHNK saat membersihkan N a mu n d e n g a n s e m a k i n ko m p l e k s n y a
semak, memasang perangkap, membakar ikan dan permasalahan pengelolaan TNS, serta musim
aktifitas menggunakan api lainnya. kemarau panjang yang mulai rutin datang sejak
Ketidaksinkronan antara penyebab kebakaran tahun 2011 keberadaan RPK masih dirasa kurang
dan cara penanggulangannya (prioritas rencana cukup untuk mengantisipasi terjadinya bahaya
dan aksi kegiatannya) terjadi di semua negara. kebakaran hutan dan melakukan pengecekan titik
Ketidaksinkronan ini ditengarahi melambatkan hotspot secara langsung di lapangan. Selain itu,
usaha penang gulangan kebakaran hutan secara umum RPK yang ada juga mengalami
(Carmenta et al. 2011, Ekayani, 2011, Ekayani et al. kesulitan untuk melakukan koordinasi baik sesama
2015a, 2015b ), begitu pula halnya pada tingkat anggota maupun dengan pihak pengelola karena
UPT seperti di TNS. faktor kesibukan/ aktifitas pribadi masing-masing
Pada dasarnya kegiatan pemantauan titik anggotanya.

225
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Nilai Kerugian Dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran Hutan Gambut

Dari hasil wawancara terhadap beberapa Palangka Raya dan baru bisa terselenggara pada
anggota RPK, diantaranya bapak Erwan Asbun bulan awal November (setelah kejadian kebakaran
dari RPK Baun Bango, menyebutkan bahwa, hutan).
“Kegiatan pembinaan RPK masih dirasa kurang dan Salah satu solusi dalam mengatasi kendala akses
RPK seakan terkesan tidak ada kejelasan. Selain itu dan luasnya kawasan ialah adanya kegiatan yang
kegiatan sosialisasi ke masyarakat tentang bahaya dilakukan oleh mitra kerja yaitu WWF dan
kebakaran baru dilakukan setelah ada kebakaran dan C I M T RO P - U N PA R d i k awa s a n T N S.
ini dirasa terlambat karena sebaiknya sosialisasi Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sub
dilakukan 2 – 3 bulan sebelum kemarau. “ Bagian Tata Usaha Balai TNS selama ini kerjasama
Sedangkan menurut bapak Agus dari RPK yang dilakukan masih kurang sinergis dan optimal.
Tumbang Bulan menyatakan, “Kebakaran yang Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan
terjadi sangat sulit dipadamkan selain karena sangat luas, sinergisitas dan pembagian peranan, hak dan
jumlah SDM dan peralatan masih kurang.” kewajiban sebaiknya dikaji kembali secara
Berdasarkan penelusuran terhadap rencana komprehensif. Adanya prosedur standar,
kinerja Balai TNS kegiatan Coaching clinic atau khususnya terhadap pengaturan wilayah kegiatan
pembinaan/ penyegaran terhadap masyarakat seperti patroli pencegahan, penyuluhan
RPK terakhir kali diadakan pada tahun 2010. masyarakat, pembagian atau alokasi sumber dana
Kegiatan Coaching clinic atau pembinaan / perlu disusun bersama agar kegiatan yang
penyegaran terhadap masyarakat RPK sebaiknya dilakukan tertata dengan baik dan jika terjadi
bisa dilakukan rutin setiap tahun sehingga kebakaran hutan alur koordinasi juga menjadi
kesiapan RPK bisa terus terpantau. lebih cepat dan jelas.
Permasalahan lain yang ditangkap dari hasil Upaya pencegahan kebakaran hutan di TNS
wawancara di lapangan ialah secara umum dari tidak bisa lepas dari karakteristik sosial sekitar
anggota RPK / MPA yang ada masih mengalami kawasan, karena pada dasarnya kebakaran hutan
kesulitan untuk melakukan koordinasi dengan gambut jarang atau tidak ada yang terjadi dengan
pihak pengelola karena faktor kesibukan/ sendirinya. Masih tingginya ketergantungan dan
aktifitas pribadi masing-masing anggotanya. akses masyarakat akan manfaat hutan membuat
Untuk itu Balai TNS telah merencanakan untuk semakin tinggi pula resiko bahaya kebakaran jika
membuat satuan khusus manggala agni untuk kurang mendapat perhatian dari pengelola. Hal ini
melakukan berbagai upaya pengendalian ditandai dengan masih adanya aktifitas masyarakat
kebakaran hutan khususnya di dalam kawasan di dalam maupun di sekitar kawasan TNS seperti
TNS yang memiliki medan lapangan relatif lebih mencari ikan atau memungut hasil hutan non kayu.
berat. Ini juga merupakan potensi sekaligus tantangan
Kegiatan pembinaan/ penyuluhan kelompok bagi pemangku kawasan untuk terus berupaya
tani tanpa bakar baru direncanakan pada tahun melakukan sosialisasi – sosialisasi dan
2014 pada dua lokasi yaitu di Resort Habaring membangun kesetaraan dalam upaya mewujudkan
Hurung, Palangka Raya dan Resort Paduran, kawasan koservasi yang lestari dan memberikan
Pulang Pisau. Namun kegiatan ini hanya terealisasi manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat yang
pada satu lokasi yaitu di Resort Habaring Hurung, ada di sekitarnya.

226
Khulfi M Khalwani, Bahruni, Lailan Syaufina Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

TNS secara geografis terletak di antara dua Sosial dan Ekonomi Kehutanan. (4). pp
sungai besar dan sekitar 46 (empat puluh enam) 369–378.
desa pada 7 (tujuh) kecamatan yang berbatasan Barbier, E. 1995. The Economics of Forestry and
langsung dengan kawasan. Dari 7 (tujuh) Conservation: Economic values and
kecamatan tersebut mayoritas masyarakat di Polities. Commonwealth Forestry Review. 74 (1):
sekitar kawasan TNS bermatapencaharian utama 128-140.
dari hasil perikanan dan pertanian. Desa-desa Brauer, M. 2007. Health impact of biomass air
tersebut sebagian besar merupakan desa pollution. New York (US): WHO.
tradisional dan desa transmigrasi. Bentuk desa Brown, A., Davis, K. 1973. Forest Fire: Control
tradisional umumnya memanjang di pinggiran and Use. New York (US) : McGraw Hill
dan mengikuti aliran sungai. Desa-desa tersebut Book Company, Inc.
hanya dapat ditempuh dengan menggunakan [BTNS] Balai Taman Nasional Sebangau. 2008.
perahu motor atau klotok dan speed boat. Rencana Pengelolaan Taman Nasional
Sedangkan desa transmigrasi berpola mengumpul Sebangau. Palangka Raya (ID): Balai Taman
dan sudah mengembangkan pertanian intensif. Nasional Sebangau.
Hasil pencermatan terhadap laporan kegiatan [BTNS] Balai Taman Nasional Sebangau. 2014.
pemberdayaan masyarakat, Model Desa Laporan Tahunan Balai Taman Nasional
Konservasi (MDK) dan pemberian bantuan Sebangau tahun 2014. Palangkaraya (ID) :
sosial, menunjukkan bahwa tekanan terhadap Balai Taman Nasional Sebangau.
kawasan TNS di sekitar desa-desa tersebut (lokasi Carmenta, R., Parry, L., Blackburn, A., Vermeylen,
kegiatan pemberdayaan masyarakat) tetap masih S., Barlow, J. 2011. Understanding Human-
ada, khususnya terkait jumlah hotspot tidak ber- fire Interactions in Tropical Forest Regions:
pengaruh signifikan. Sehingga pengkajian men- a Case for Interdisciplinary Research
dalam terhadap strategi kegiatan pemberdayaan Across the Natural and Social Sciences.
masyarakat yang lebih tepat di sekitar lokasi-lokasi Ecology and Society. 16(1) : 53.
yang rawan kejadian kebakaran hutan sebaiknya Ekayani, M., Nurrochmat, D.R., Saharjo, B.H.,
dilakukan dan ditindaklanjuti. Selain itu sinergi- Erbaugh, J.T., 2015a. Assessing Conformity
sitas kegiatan terhadap stakeholders lain (mitra yang of Scientific Voices and Local Needs to
sudah ada) harus tetap dijaga dan ditingkatkan Combat Forest Fire in Indonesia. JMHT
khususnya saat puncak periode hotspot. Vol. 21, (2): 83-92, August 2015. EISSN:
2089-2063 DOI: 10.7226/jtfm.21.2.83.
Ekayani, M., Nurrochmat, D.R., Darusman, D.,
REFERENSI 2015b. The role of scientist in forest fire
media discourse and its potential
Bahruni., Suhendang, E., Darusman, D., Alikodra implication for policy making in Indonesia.
H.S. 2007. A System Approach to Estimate Forest Policy and Economics,Elsevier.
Total Economic Value of Forest http://dx.doi.org/10.1016/j.forpol.2015.0
Ecosystem : Use Value of Timber and Non 1.001.
Timber Forest Products. Jurnal Penelitian Ekayani, M. 2011 Comparison of Discourses in

227
Vol. 2 No. 3, Desember 2015 Nilai Kerugian Dan Efektivitas Pencegahan Kebakaran Hutan Gambut

Global & Indonesian Media and Biodiversity. London : IUCN Earthscan


Stakeholders' Perspectives on Forest Fire. Publications Ltd.
Cuvillier Verlag, Goettingen ISBN: 978-3- Pearce, D., Turner, R.K. 1992. Economics of
95404-077-3. Natural Resources and The Environment.
Glover, D., Jessup, T. 2002. Indonesia's Fire and NewYork (US) : Harvester Wheatsheaf
Haze. Institute of Southeast Asia Studies. Rein, G., Cleaver, N., Pironi, P., Ashton, C.,
International Development Research Torero, J.L. 2008. The severity of
Centre. smouldering peat fires and damage to the
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate forest soil. Catena. 74 : 304–309.
Change. 2006. IPCC Guidelines for Saharjo, B. 1997. Fire protection and industrial
National Greenhouse Gas Inventories:. plantation management in the tropics. The
Jakarta (ID) : IPCC. Commonwealth Forestry Review. 203-206.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Saharjo, B., Putra, E.I., Atik, U. 2012. Pendugaan
Change. 2013. Supplement to the 2006 Emisi CO2 sebagai Gas Rumah Kaca akibat
IPCC Guidelines for National Greenhouse Kebakaran Hutan dan Lahan pada Berbagai
G a s I n v e n t o r i e s : We t l a n d s . Tipe Penutupan Lahan di Kalimantan
Methodological Guidance on Lands with Tengah, Tahun 2000-2009. Jurnal
Wet and Drained Soils, and Constructed Silvikultur Tropika. 03 : 143 – 148. ISSN:
Wetlands for Wastewater Treatment. 2086-8227.
Jakarta (ID) : IPCC. Sumantri. 2007. Pengendalian Kebakaran Lahan
Jaenicke, J., Wosten, H., Budiman, A., Siegert, F. dan Hutan. Sebuah Pemikiran, Teori, Hasil
2010. Planning hydrological restoration of Praktek, dan Pengalaman Lapangan. Bogor
peatlands in Indonesia to mitigate CO2 (ID) : Ditjen PHKA.
emissions. Mitigation Adaptation Strategy Sumenge, A.S. 2013. Analisis Efektivitas dan
Global Change. 5: 223–239. Efisiensi Pelaksanaan Anggaran Belanja
Husson, S., Page, S.E., Rieley, J.O. 2003. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Population Status of the Borneon (BAPPEDA) Minahasa Selatan. Jurnal
Orangutan (Pongo pygmaeus) in the EMBA. 1(3) : 74-81.
Sebangau Peat Swamp Forest, Central Syaufina, L. 2008. Kebakaran Hutan dan Lahan di
Kalimantan. Biological Conservation. 110: Indonesia: Perilaku Api, Penyebab dan
141– 152. Dampak kebakaran. Malang (ID): Bayu
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Media Publishing.
Yogyakarta (ID): Penerbit Andi. Surat Edaran Nomor 3/Menhut-
Page, S.E, Siegert, S., Rieley, J., Boehm, H., Jaya, VI/BIKPHH/2014 tentang harga patokan
A., Limin, S.H. 2002. The amount of Hasil Hutan Kayu tahun 2014.
carbon released from peat and forest fires Surat Kepala Balai Nomor: S.38/BTNS-
in Indonesia during 1997. Nature Journal. 1/PH/2015 perihal laporan luas kebakaran
420:61-65. hutan di Taman Nasional Sebangau tahun
Pearce, D., Moran. 1994. The Economic Value of 2014.

228
Khulfi M Khalwani, Bahruni, Lailan Syaufina Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan

Toriyama, J., Takahashi, T., Nishimura, S., Sato, T., Kalimantan, Indonesia. Project Design
Monda, Y., Saito, H., Awaya, Y., Limin, Document for Validation under the
S.H., Susanto, A.R., Darma, F., Krisyoyo., Climate, Community and Biodiversity
Kiyono, Y. 2014. Estimation of Fuell Mass Project Design Standards Second Edition.
and its Loss During a Forest Fire in Peat Jakarta (ID) : WWF-Indonesia.
Swamp Forest of Central Kalimantan, Yunus, L. 2005. Metode Penilaian Ekonomi
I n d o n e s i a . Fo r e s t E c o l o g y a n d Kerusakan Lingkungan Akibat Kebakaran
Management. 314: 1-8. Hutan dan Lahan: studi Kasus di
[WWF] World Wildlife Foundation. 2012. Kabupaten Sintang Kalimantan Barat
Rewetting of Tropical Peat Swamp Forest (Disertasi). Bogor (ID) : Sekolah
In Sebangau National Park, Central Pascasarjana IPB.

229

Anda mungkin juga menyukai