Anda di halaman 1dari 29

PEMANFAATAN DATA SENTINEL-2 UNTUK PEMETAAN SEBARAN

AREA BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

(Studi kasus : Kumpeh Ulu Kab. Muaro Jambi)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya D III

Diajukan oleh :

Fahrezy Maulana Haz

PROGRAM STUDI D III TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS IMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebakaran hutan dan lahan menjadi bencana yang sering terjadi Indonesia,

terutama pada saat musim kemarau. Di Asia Tenggara, kebakaran hutan dan lahan

telah menjadi permasalahan umum serta telah menghancurkan kawasan hutan yang

luas sejak beberapa dekade terakhir (Hafni, 2017) . Kebakaran ini juga menyebabkan

kerusakan pada tutupan lahan, kerugian ekonomi, dan masalah sosial (Yusuf dkk,

2019). Secara ekologis, penurunan luas hutan dan degradasi lahan dapat

menimbulkan resiko dan ketidakpastian dalam pemulihan kondisi ekosistem. Hal ini,

karena kebakaran dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan yang

berkelanjutan karena efeknya secara langsung pada ekosistem, kontribusi emisi

karbon dan dampaknya bagi keanekaragaman hayati (Tacconi, 2003)

Secara historis, kebakaran hutan serta lahan yang berlangsung di Indonesia,

termasuk di Provinsi Jambi, tidaklah menjadi suatu fenomena baru sebab kebakaran

hutan dan lahan gabut disana sering terjadi beberapa tahun belakangan. Pada Agustus

2016, Provinsi Jambi juga sudah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan

serta lahan, perihal ini dicoba buat meminimalkan kebakaran yang menimbulkan

kabut asap. Disaat itu telah terdapat 20 kasus pembukaan lahan dengan cara

membakar, untuk mendukung penetapan status siaga darurat itu satuan tugas( Satgas)

sudah mendirikan posko pusat musibah karhutla, ialah di zona Lapangan terbang
Sultan Thaha yang lama, tercantum pendirian posko di tiap kecamatan di Provinsi

Jambi (Ariez dan Alfath, 2016).

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di tahun 2016 di Provinsi jambi,

berdampak terhadap aliran dan kualitas air serta terhadap kesehatan manusia. ketika

kebakaran hutan diikuti dengan hujan lebat, maka jumlah abu, tanah, dan unsur hara

lainnya yang ikut terbawa ke dalam sistem aliran sungai akan meningkat secara

dramatis (Ariez dan Alfath, 2016). Hal ini tentunya dapat menyebabkan terjadinya

pencemaran, karena endapan yang masuk ke dalam aliran sungai tersebut dapat

mencemari air. Terhirupnya asap yang kemudian masuk dalam sistem pernafasan

manusia tentu akan berdampak negatif pada paru-paru, kesehatan mata dan bagian

tubuh lainnya.

Kecamatan Kumpeh Ulu termasuk dalam Kabupaten Muaro Jambi, merupakan

salah satu kawasan yang berada di Provinsi Jambi yang berpotensi mengalami

kebakaran hutan dan lahan hampir setiap tahunnya. Menurut data yang dirilis oleh

Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi pada tahun 2014 tercatat sebanyak

173 titik api (Hotspot) untuk Kabupetan Muaro Jambi (BLHD, 2014). Namun, terjadi

penurunan sebaran titik api pada tahun 2016 berdasarkan data dari Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tercatat sebanyak 46 titik api (KLHK,

2016) dengan luas kebakaran hutan dan lahan yang bersumber dari Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan tingkat kebakaran yang mencapai 48.696

Ha untuk kelas sedang dan 51.190 Ha untuk kelas tinggi (BNPB, 2016).
Penginderaan jauh bisa dimanfaatkan untuk memetakan wilayah terbakar

didaerah Kecamatan Kumpeh Ulu dengan menggunakan metode Normalized Burn

Ratio( NBR). Data yang diambil pada riset ini ialah data saat sebelum serta setelah

kebakaran hutan, data titik hotspot serta data batas wilayah administrasi. Informasi

tersebut diolah menggunakan aplikasi SNAP untuk memastikan nilai NBR serta

dNBR. Berikutnya akan diklasifikasi jadi 7 kelas untuk mendapatkan daerah yang

terbakar. Hasil peta daerah yang terbakar nantinya juga menentukan luas wilayah

yang bekas kebakaran hutan dan lahan. Riset ini pula juga menggunakan pengujian

akurasi wilayah yang dibakar bersumber pada distribusi titik hotspot. Dengan

menggunakan produk penginderaan jauh dapat menghemat waktu, biaya dan tempat

ke lapangan untuk menghitung luas sebaran bekas kebakaran hutan dan lahan

tersebut.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka pada penelitian ini akan mengangkat riset

dengan judul “ Pemanfaatan Data Sentinel-2 Untuk Mengidentifikasi Indeks Area

Terbakar di Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi”.

1.2 Indetifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka masalah yang

diindetifkasi adalah sebagai berikut :

1. Kerusakan ekosistem gambut akibat kebakaran hutan


2. Bencana kebakaran merugikan sumber daya alam dan ekonomi masyarakat

disekitar

3. Tingginya intensitas anomali el nino di tahun 2019 berbanding lurus dengan

tingkat sensitivitas kebakaran hutan

1.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana persebaran spasial area terbakar di Kecamatan Kumpeh Ulu,

Kabupaten Muaro Jambi tahun 2019 dan 2021 ?

2) Bagaimana tutupan lahan sebelum dan sesudah kebakaran hutan dan lahan di

Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi tahun 2019 dan 2021 ?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui persebaran spasial area terbakar di Kecamatan Kumpeh Ulu,

Kabupaten Muaro Jambi tahun 2019 dan 2021.

2. Mengetahui Bagaimana tutupan lahan sebelum dan sesudah kebakaran hutan

dan lahan di Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi tahun 2019

dan 2021.
1.5 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini, penulis dapat memberikan manfaat dalam berbagai aspek

diantaranya sebagai berikut :

1. Memberikan infomasi terkait pemetaan daerah terdampak kebakaran hutan

dan lahan.

2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan rehabilitas hutan atau lahan

dan relokasi bagi penduduk yang berada disekitar kebakaran hutan.

3. Menjadi acuan referensi untuk penelitian selanjutnya terkait daerah yang

terdampak kebakaran hutan dan lahan.

4. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan penegak hukum terhadap tindak

pidana penggunaan api untuk pembukaan lahan, pembalakan hutan bagi

pemerintah setempak serta instansi terkait lainnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Bencana Hidrometeorologi

Bencana Hidrometeorologi (bencana alam meteorologi) adalah bencana alam

yang berhubungan dengan iklim (Qodriyatun, 2013). Bencana hidrometeorologi

berupa banjir, longsor, puting beliung, gelombang pasang, dan kekeringan.

Kekeringan menjadi salah satu faktor terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Frekuensi bencana terkait iklim dan cuaca di Indonesia terus meningkat dalam 20

tahun terakhir. Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana (BNPB),

selama tahun 2002 sampai 2019, sebanyak 92,1% bencana di Indonesia disebabkan

faktor hidromeorolgi. Sedangkan di provinsi Jambi sendiri presentasenya di tahun

2015 sebanyak 78,9% hingga di tahun 2020 presentasenya menurun menjadi 77%.

Kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global di duga menjadi pemicu terjadinya

kebakaran hutan dan lahan.

2. Kebakaran Hutan dan lahan

Bencana kebakaran hutan dan lahan yang semakin marak terjadi di Indonesia

khususnya di negara tropis. Berdasarkan data dari BNPB bentang alam kawasan

gambut di Provinsi Jambi berkisar 621.000 ha dan luas hutan 2.107.779 ha, serta luas

hutan rawa gambut di Pulau Sumatera 7,4%nya terletak di Provinsi Jambi sedangkan
luas wilayah kabupaten Muaro Jambi berkisar 526,4 ha. Wahana Lingkungan Hidup

(Walhi) menyampaikan kerugian akibat dari kebakaran hutan dan lahan gambut di

Provinsi Jambi mencapai Rp.145 triliun dalam kurun waktu tahun 2019 (Humam dkk,

2020). Sebaran lahan gambut terdapat pada berbagai kabupaten yang berada di

kawasan hilir serta bagian gugus pantai timur Sumatera yaitu terdiri dari Kabupaten

Tanjung Jabung Timur (46%), Kabupaten Muaro Jambi (30%) dan Kabupaten

Tanjung Jabung Barat (20%) (Oktiana dkk, 2017). Untuk itu perlu dilakukannya

merebalitas hutan dan lahan baik dari pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.

3. Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu

faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami antara lain oleh pengaruh El-Nino yang

menyebabkan kemarau berkepanjangan sehingga tanaman menjadi kering(Rasyid,

2014). Dampak pada kesehatan yaitu timbulnya asap yang mengganggu kesehatan

masyarakat terutama masyarakat miskin, lanjut usia, ibu hamil dan anak balita seperti

infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), asma bronkial, bronkitis, pneumonia, iritasi

mata dan kulit. Dampak sosial yaitu hilangnya mata pencaharian, rasa keamanan dan

keharmonisan masyarakat lokal (Kantor Meneg L.H., 1998). Dampak dari ekonomi

sendiri meliputi dibatalkannya jadwal transportasi darat,laut, dan udara, hilangnya

tumbuh-tumbuhan yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, biaya pengobatan

masyarakat, turunnya produksi industri dan perkantoran, serta anjloknya binis

pariwisata. Dari berbagai dampak tersebut, masyarakat maupun pemerintah harus


lebih peduli terhadap melestarikan hutan dan lahan demi menjaga keberlangsungan

dan manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat dari turun temurun.

4. Titik Panas (hotspot)

Titik Panas (hotspot) adalah indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu

lokasi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu disekitarnya

(Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2009). Satelit yang dikenal

untuk mendeteksi hotspot atau titik adalah Satelit NOAA, Suomi NPP, Terra/Aqua

Modis, maupun data satelit penginderaan jauh.

Menurut (Giglio dkk., 2003) hotspot merupakan hasil dekteksi kebakaran hutan

dan lahan pada ukuran tertentu (misal 1 km x 1 km) yang kemungkinan terbakar pada

saat satelit melintas pada kondisi relatif bebas awan dengan menggunakan algoritma

tertentu. Hotspot biasanya digunakan sebagai indikator kebakaran hutan, sehingga

semakin banyak titik hotspot, semakin banyak pula potensi kejadian kebakaran lahan

disuatu wilayah. Walaupun tidak selalu semakin banyak dan berulangnya titik panas

(hotspot) pada suatu wilayah semakin banyak pula potensi kejadian kebakaran

(KLHK, 2016). Namun titik panas (hospot) memang dapat digunakan untuk

identifikasi awal kejadian hutan dan lahan.

5. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni dalam memperoleh informasi

mengenai sutau objek, area, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan objek yang akan dikaji (Lillesand

dkk, 2015). Salah satunya digunakan untuk mendeteksi luas bekas kebakaran hutan

dan lahan. Keunggulan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dibandingkan

dengan pemotretan foto udara untuk mendeteksi bekas kebakaran diantaranya dari

segi harga, periode ulang terhadap perekaman daerah yang sama, pemilihan spectrum

panjang gelombang untuk mengatasi hambatan atmosfer, serta kombinasi saluran

spectral (spectral band) yang dapat diatur sesuai dengan tujuan pengguna

(Danoedoro, 2011). Dengan begitu produk penginderaan jauh dapat menghemat

efisien waktu dan tempat dalam menghitung luas sebaran bekas kebakaran.

6. Sentinel-2

Sentinel-2A merupakan satelit milik European Space Agency (ESA) yang

diluncurkan pada tanggal 23 Juni 2015 di Guiana Space Centre, Kourou, French

Guyana, menggunakan kendaraan peluncur Vega. Satelit ini merupakan salah satu

dari dua satelit pada Program Copernicus yang telah diluncurkan dari total

perencanaan sebanyak 6 satelit. Sebelumnya telah diluncurkan Satelit Sentinel-1A

yang merupakan satelit radar pada tanggal 3 April 2014, dan segera menyusul

kemudian yaitu Satelit Sentinel-2B pada tahun 2017 mendatang (ESA, 2015)

Citra Sentinel-2 merupakan produk yang mempunyai kelebihan dalam bit

radiometrik sehingga mempunyai kualitas gambar yang jauh lebih baik daripada

Landsat 8 pada umumnya (Kawamuna, 2017). Spesifikasi ini sangat membantu dalam

land monitoring(pemantauan lahan) yang mempunyai spasial 10m. Resolusi yang


akurat tentang band dan juga panjang gelombang sangat penting sebagai kesalahan

dari 1 nm dapat menginduksi kesalahan pada pantulan.

Tabel 2.1 Karakteristik Citra Sentinel-2

Panjang Resolusi
Sentinel-2 Band Gelombang Spasial
(mm) (m)
Band 1 - Coastal aerosol 0,443 60
Band 2 - Blue 0,490 10
Band 3 - Green 0,560 10
Band 4 - Red 0,665 10
Band 5 - Vegetation Red Edge 0,705 20
Band 6 - Vegetation Red Edge 0,740 20
Band 7 - Vegetation Red Edge 0,783 20
Band 8 - NIR 0,842 10
Band 8A - Vegetation Red Edge 0,865 20
Band 9 - Water vapour 0,945 60
Band 10 - SWIR - Cirrus 1,375 60
Band 11 – SWIR 1,610 20
Band 12 – SWIR 2,190 20
(Sumber : ESA, 2015)
B. Penelitian Relevan

No Nama Penulis Judul Metode Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


Penelitian
1. Khalifah Insan Nur Pemanfaatan Data Metode Normalized (1) Peta Klasifikasi dNBR Mengkaji kebakaran Penelitian ini menggunakan
Rahmi,Nur Sentinel-2 untuk Burn Ratio (NBR), dan sebaran objek area metode Mid-Infrared
Febrianti Analisis Indeks Normalized Burn terbakar dan bukan area Burend Index (MIRBI),
Area Terbakar Ratio 2 (NBR2), Mid- terbakar Burned Area Index
(Burned Area) Infrared Burend Index (2) Tabel Indeks Sentinel-2 (BAIS2),
(MIRBI), Burned sepabilitas objek area Separability Index (SI),
Area Index Sentinel-2 terbakar dan bukan area sedangkan penulis
(BAIS2), Separability terbakar berdasarkan menggunakan metode
Index (SI) indeks area terbakar. Difference Normalized Burn
Ratio (dNBR)
2. Yuliandri Pualilin, Pemetaan Zonasi Metode Pembobotan (1) Peta Sebaran Mengkaji kebakaran Penelitian ini menggunakan
Amir Tjoneng, dan Daerah Rawan parameter dan Kerawanan Kebakaran metode Pembobotan
Abdullah Kebakaran Hutan Overlay Hutan dan Lahan parameter dan Overlay
dan Lahan di Kabupaten Gowa sedangksn penulis
Kabupaten Gowa (2) Tabel Sebaran Daerah menggunakan metode
Rawan Kebakaran Hutan Normalized Burn Ratio
dan Lahan di Kabupaten (NBR), Difference
Gowa. Normalized Burn Ratio
(dNBR)
3. Nurlina, Ichsan Analisis Metode Normalized (1) Peta tutupan lahan Mengkaji kebakaran Penelitian hanya ini
Ridwan, dan Widya Kebakaran Lahan Burn Ratio (NBR), gambut Kabuten Banjar menggunakan citra Landsat
Edma Putri Gambut Difference (2) Peta tingkat kebakaran 8 Oli sedangkan penulis
Menggunakan Normalized Burn lahan gambut Kabupaten menggunakan Sentinel-2
Citra Satelit Ratio (dNBR) Banjar
Mutitemporal
4. Endrawati, Judin Identifikasi Areal Metode deteksi secara (1) Distribusi jumlah titik Mengkaji kebakaran Penelitian ini menggunakan
Purwanto, Sigit Bekas Kebakaran digital (Point Density panas per bulan pada metode deteksi secara
Nugroho, dan Hutan dan Lahan Analysis) dan secara tahun 2015 dan tahun digital (Point Density
Ruandha Agung S Menggunakan visual ( digitasi) 2016. Analysis) dan secara visual
Analisis Semi (2) Tabel Luas areal ( digitasi), sedangkan
Otomatis Citra kebakaran hutan dan lahan penulis menggunakan
Satelit Landsat. per provinsi hasil analisis metode Normalized Burn
semi otomatis citra satelit Ratio (NBR), Difference
Landsat Normalized Burn Ratio
(3) Monitoring dan (dNBR)
evaluasi bekas kebakaran
2015 dan gambut di
Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Sumatera
Selatan
5. Ajriansyah Putra, Pemetaan Daerah Metode survey (1) Peta tingkat rawan Mengkaji kebakaran Penelitian ini menggunakan
Ambar Tri Rawan Kebakaran kebakaran di Kecamatan metode survey, sedangkan
Ratnaningsih, Hutan dan Lahan Bukit Batu. penulis menggunakan
Muhammad Ikhwan Dengan (2) Tabel perbandingan metode Normalized Burn
Menggunakan jumlah hotspot Ratio (NBR)
Sistem Informasi berdasarkan tutupan lahan.
Geografis (Studi
Kasus :
Kecamatan Bukit
Batu, Kab.
Bengkalis)
6. Suwarsono, Any Analisis Metode perhitungan (1) Citra suhu kecerahan Mengkaji kebakaran Penelitian ini menggunakan
Zubaidah, Parwati, Karakteristik nilai Landsat-8 kanal 10 metode perhitungan nilai
dan M. Rokhis Temperatur Area radiansi,perhitungan (2) Citra 3-D suhu radiansi,perhitungan nilai
Khomaruddin Terbakar (Burned nilai suhu kecerahan kecerahan Landsat-8 kanal suhu kecerahan (brightness
Area) (brightness 10 dan kanal 11 temperature), perhitungan
Menggunakan temperature), nilai reflektansi, dan
Data Lansat -8 perhitungan nilai pengambilan training
Tirs di reflektansi, dan sample burned area,
Kalimantan pengambilan training sedangkan penulis
sample burned area menggunakan metode
Normalized Burn Ratio
(NBR), Difference
Normalized Burn Ratio
(dNBR)
7. Supriyanto, Analisis Metode Analisis (1) Tabel sebaran Hotspot Mengkaji kebakaran Penelitian ini menggunakan
Syarifudin, dan Ardi Kebijakan Trend, Content per kabupaten/kota pada metode Analisis Trend,
Pencegahan dan Analysis, dan Analysis tahun 20211 – 2015 Content Analysis, dan
Pengendalian SWOT (2) Diagram luasan Analysis SWOT sedangkan
Kebakaran Hutan kebakaran hutan dan lahan penulis menggunakan
dan Lahan di di Provinsi Jambi metode Normalized Burn
Provinsi Jambi (3) Peta areal Rawan dan Ratio (NBR), Difference
Potensi Kebakaran Normalized Burn Ratio
(dNBR)
8. Adrea Farandika Aplikasi Metode Normalized (1) Peta Kerawanan IC Mengkaji kebakaran Penelitian ini menggunakan
dan Hartono Penginderaan Difference Vegetation Rendah metode Normalized
Jauh dan Sistem Index (NDVI), (2) Peta Kerawanan Equal Difference Vegetation
Informasi Proporsion Index (NDVI), Proporsion
Geografi Untuk Vegetation (PV), dan Vegetation (PV), dan Land
Pemetaan Land Surface Surface Emisivity) LSE
Kerawanan Emisivity) LSE sedangkan penulis
Kebakaran Hutan menggunakan metode
dan Lahan di Normalized Burn Ratio
Kawasan Cagar (NBR), Difference
Biosfer Giam Siak Normalized Burn Ratio
Kecil – Bukit (dNBR)
Batu Provinsi
Riau.
9. Taufiq Feriansyah, Integrasi dan Metode Normalized (1) Peta Suhu Permukaan Mengkaji kebakaran Penelitian ini menggunakan
Rindy Febriani, dkk Penginderaan Difference Vegetation Lampung metode Metode Normalized
Jauh Untuk Index (NDVI), (2) Peta Suhu Kerawanan Difference Vegetation Index
Pemetaan Tingkat Satellite Brightness Kebakaran Lampung (NDVI), Satellite
Kerawanan Temperature (T), Utara Brightness Temperature
Kebakaran Lahan Proporsion (T), Proporsion Vegetation
di Lampung Utara Vegetation (PV) ), (PV) ), dan Land Surface
dan Land Surface Emisivity) LSE sedangkan
Emisivity) LSE penulis menggunakan
metode Normalized Burn
Ratio (NBR), Difference
Normalized Burn Ratio
(dNBR)
10. Bangun Muljo Analisis Akurasi Metode algoritma (1) Diagram Pola Sebaran Mengkaji kebakaran Penelitian ini menggunakan
Sukojo, Agita Setya Modis dan Normalized Burn Hotspot Temporal metode Metode algoritma
Herwanda Landsat 8 Ratio dan model (2) Peta Pola Sebaran Normalized Burn Ratio dan
Menggunakan ambang batas Hotspot Spatial Januari model ambang batas
Algoritma (tresholds) 2014 (tresholds) sedangkan
Normalized Burn (3) Peta Pola Sebaran penulis menggunakan
Ratio Untuk Hotspot Spatial Februari metode Difference
Pemetaan Area 2014 Normalized Burn Ratio
Terbakar (4) Peta Pola Sebaran (dNBR)
Hotspot Spatial Maret
2014
(5) Peta Area Terbakar
Provinsi Riau
2.3 Kerangka Koseptual
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, karena penelitian

kuantitatif dapat digunakan untuk sebaran luas kebakaran, permasalahan yang sudah

jelas teramati, terukur, serta untuk menguji hipotesis (Sugiyono, 2012). Data

sebararan kebakaran didapatkan dari titik hotspot di Kecamatan Kumpeh Ulu.

Kabupaten Muaro Bungo, Jambi.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Alat

a. Laptop Asus Intel core i5-7200U, 2.71 GHz

b. Software ArcGis 10.4.1

c. ESA SNAP 8.0

d. QGIS 3.4.15

e. Microsoft Office 2010

2. Bahan

a. Citra Sentinel-2 Kecamatan Kumpeh Ulu tahun 2019 dan 2021

b. Data lapangan dengan menggunakan titik hotspot

c. Peta Administrasi Kabupaten Muaro Jambi


3.3 Jenis dan Sumber Data

No. Jenis Data Sumber Data

1. Data Primer

a. Citra Satelit Sentinel-2 Data ini diperoleh dari website :


Kecamatan Kumpeh Ulu
https://earthexplorer.usgs.gov/
tahun 2019 dan 2021
Data ini diperoleh dari website :
b. Data lapangan dengan
menggunakan titik hotspot https://firms.modaps.eosdis.nasa.gov/
tahun 2019 dan 2021

2. Data Sekunder

a. Peta Administrasi Kabupaten BIG dan RTRW


Muaro Jambi

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data hotspot yang digunakan adalah data hotspot VIIRS (Visible infrared

Imaging Radiometer Suite) bulanan selama kurun waktu Januari 2015 hingga

Desember 2015 dan Januari 2021 hingga September 2021. Data hotpot VIIRS ini

diluncurkan menggunakan satelit Suomi NPP ( National Polar-Orbiting Partnership)

pada tanggal 28 Oktober 2011, yang digunakan untuk memonitoring lingkungan

seperti awan, suhu permukaan laut, warna laut, angin kutub, vegetasi, aerosol, api,

salju, es, dan lainnya (LAPAN, 2021). Satelit Suomi NPP memiliki resolusi spatial

371 meter dan 742 meter.


Data citra satelit penginderaan jauh yang digunakan adalah Sentinel-2. Periode

Agustus 2019 hingga November 2019 dan Februari 2021 hingga Maret 2021,

menggunakan kanal 8A Near Infrared (NIR) dan 12 Shortwave Infrared (SWIR)

dengan resolusi spatial 20 meter. Dalam satu kasus kebakaran diperlukan 1 (lembar)

scene citra sebelum terjadinya kebakaran hutan dan 1 (lembar) scene citra setelah

terjadinya kebakaran hutan di 2 tahun yang berbeda.

3.5 Teknik Analisa Data

Untuk pemetaan sebaran bekas kebakaran hutan dan lahan menggunakan citra

Sentinel-2, melewati beberapa proses dimulai dari cloud masking, (Cropping)

pemotongan citra. Kemudian untuk mendapatkan hasil peta bekas kebakaran hutan

dan lahan sebagai berikut :

a. Normalized Burn Ratio (NBR)

Metode Normalized Burn Ratio (NBR) merupakan indeks yang dirancang

untuk mengidentifikasi daerah bekas kebakaran(Fernández-Manso dkk, 2016).

Menggunakan panjang gelombang Near Infrared (NIR) yaitu band 8A dan Shortwave

Infrared (SWIR) band 12. Menurut (Coops dkk, 2006) menyatakan citra yang

digunakan pada kondisi sebelum kebakaran akan memiliki nilai pita NIR yang tinggi

dan nilai SWIR sangat rendah dan sebaliknya jika citra yang digunakan sesudah

kebakaran maka akan memiliki nilai pit NIR yang rendah sedangkan pita SWIR akan
bernilai tinggi. Persamaan yang digunakan pada metode Normalized Burn Ratio

(NBR) yaitu sebagai berikut :

NBR = (3.5.1)

Keterangan :

NBR = Normalized Burn Ratio


NIR = Nilai spektral saluran near infrared
SWIR = Nilai spektral saluran short wavelenght infrared

b. Difference Normalized Burn Ratio (dNBR)

Nilai dNBR dapat digunakan untuk mengestimasi tingkat keparahan kebakaran

pada kejadian kebakaran hutan dan lahan(Coops dkk, 2006). Penerapan metode

dNBR memerlukan citra satelit sebelum daerah terbakar dan setelah daerah tersebut

terbakar. Nilai dNBR yang tinggi menunjukkan tingkat kerusakan yang parah dan

nilai dNBR yang rendah menunjukkan tingkat pertumbuhan vegetasi yang tinggi

setelah daerah tersebut terbakar ((Boulghobra, 2016).

dNBR = NBR pre fire – NBR post fire (3.5.2)

Keterangan :

dNBR = Selisih NBR sebelum terbakar dan NBR setelah terbakar.


NBRprefire = NBR sebelum terbakar
NBRprofire = NBR setelah terbakar
Berdasarkan nilai dNBR yang telah ditentukan diatas dengan persamaan 3.5.2

maka tingkat keparahan kebakaran dapat diklasifikasikan seperti tabel 3.5.1

Tabel 3.5.1 Tingkat Keparahan Berdasarkan Nilai dNBR

dNBR Keparahan Kebakaran


< - 0, 25 Pertumbuhan kembali pasca kebakaran yang tinggi
- 0,25 sampai - 0,1 Pertumbuhan kembali pasca kebakaran yang rendah
- 0,1 sampai 0,1 Tidak terbakar (unburned)
0,1 sampai 0,27 Rendah (low Severity)
0,27 sampai 0,44 Sedang - rendah (moderate low severity)
0,44 sampai 0,66 Sedang - tinggi (moderate high severity)
> 0,66 Tinggi (high severity)
Sumber : (ESA, 2017)

Untuk pemetaan tutupan lahan sebelum dan sesudah kebakaran hutan

menggunakan citra Sentinel-2, melewati beberapa proses dimulai dari cloud masking

dan pemotongan citra.

a. Komposit citra dengan RGB 432

Interpretasi citra adalah proses klasifikasi yang bertujuan memasukkan

gambaran pada citra untuk mengindetifikasi objek di permukaan bumi. Interpretasi

dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu interpretasi manual dan interpretasi digital.

Salah satu teknik interpretasi manual dengan cara komposit citra dengan band 4,3,2.
Komposit citra untuk mendapatkan warna merah (red), hijau (green), dan biru (blue)

(Fibyana, 2020). Setelah melakukan pemotongan citra kemudian melakukan

komposit citra dengan band 4,3,2 pada citra sebelum dan sesudah kebakaran hutan

dan lahan.

b. Klasifikasi Terbimbing (Maxximum Likelihood)

Klasifikasi terbimbing menjadi salah satu teknik interpretasi digital untuk

menentukan suatu objek di permukaan bumi. Analisis digital dapat dilakukan melalui

pengenalakan pola spektral dengan bantuan komputer (Lillesand dkk, 2015). Dasar

interpretasi ini berupa klasifikasi pixel berdasarkan nilai spektral dan pengembilan

sampel untuk mengklasifikasi tutupan lahan sebelum dan setelah terjadinya

kebakaran hutan dan lahan.

c. Pengujian akurasi

Pengujian akurasi merupakan suatu proses yang menunjukkan kebenaran dari

dari penelitian yang dilakukan (Fibyana, 2020). Pengujian akurasi pada penelitian ini

dengan overall accuracy menggunakan jumlah data valid dan jumlah data

keseluruhan. Jumlah data valid merupakan jumlah data area terbakar yang memiliki

kesamaan dengan titik hotspot sedangkan jumlah data keseluruhan merupakan jumlah

data hasil akhir area bekas kebakaran hutan dan lahan. Persamaan pengujian akurasi

pada penelitian ini sebagai berikut :



Akurasi = ∑ x 100% (3.5.3)

Keterangan :

∑ ata valid = Jumlah data area terbakar yang memiliki kesamaan


dengan data titik hotspot
∑ ata Keseluruhan = Jumlah data hasil akhir bekas kebakaran hutan dan
lahan

Adapun kriteria – kriteria yang akan dijadikan sampel berdasarkan tingkat

keparahan adalah pertumbuhan kembali pasca kebakaran yang tinggi, pertumbuhan

kembali pasca kebakaran yang rendah, tidak terbakar, rendah, sedang - rendah,

sedang - tinggi, tinggi. Sebelum melakukan uji akurasi di perlukan data sampel

dengan mengambil sampel secara random sampling. Penentuan jumlah sampel

ditentukan dengan menggunakan rumus menurut (McCoy, 2005) sebagai berikut :

N = Z2(p)(q)/E2 (3.5.4)

Keterangan :

N = Jumlah sampel

Z = Standar devisiasi normal yang nilainya 2

p = Ketelitian yang diharapkan

q = Selisih antara 100 dan p


Dalam penelitian ini ketelitian yang diharapkan 90% dan tingkat kesalahannya

10%, maka :

N= = 36

Maka diperlukan 36 sampel yang di ambil dari lapangan untuk melihat

kebenaran hasil data yang telah di analisis.


3.6 Diagram Alir
BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH

A. Kondisi Fisik

Dilihat secara geografis, berada pada posisi 103030‟0” sampai 10400‟0” BT

dan 1030‟0” sampai 200‟0” LS serta memiliki luas ± 71,38 Km2 (BPS, 2020).

B. Kondisi Kendudukan

C. Kondisi Sosial dan Budaya


DAFTAR PUSTAKA

Ariez, Billy & Alfath, D. (2016) Rekomendasi Kebijakan Untuk Mencegah dan
Mengatasi Kebakaran Hutan di Provinsi Jambi. Edited by A. Lanae. Jakarta.
BLHD (2014) BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI
JAMBI TAHUN 2014. Jambi.
BNPB (2016) Risiko bencana indonesia. Jakarta.
BNPB (2020) Indeks Resiko Bencana Indonesia (IRBI) Tahun 2020. Edited by R.
Yunus. Jakarta.
Boulghobra, N. (2016) „Integrated Surveying for the Archaeological‟, 11(2), pp. 39–
50. doi: 10.21163/GT.
BPS (2020) Kecamatan Kumpeh Ulu Dalam Angka 2020, Majalah Geografi
Indonesia. Jambi: CV. Green Creative. doi: 10.22146/mgi.35166.
Danoedoro, P. (2011) „Pengolahan Citra digital Teori dan Aplikasinya dalam Bidang
Penginderaan Jauh‟, Analysis.
European Space Agency (2015) SENTINEL-2 User Handbook.
European Space Agency (2017) „TRAINING KIT – HAZA02 BURNED AREA
MAPPING WITH SENTINEL-2 using SNAP Table of Contents‟, https://rus-
copernicus.eu/portal/wp-
content/uploads/library/education/training/HAZA02_BurnedArea_Portugal.pdf
, 2(June).
Fernández-Manso, A., Fernández-Manso, O. and Quintano, C. (2016) „SENTINEL-
2A red-edge spectral indices suitability for discriminating burn severity‟,
International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation,
50(August), pp. 170–175. doi: 10.1016/j.jag.2016.03.005.
Fibyana, V. (2020) Pemetaan Area Terbakar Dengan Metode Burn Ratio (NBR)
Menggunakan Data Landsat 8 Oli/TIRS di Kota Palangkaraya. Universitas
Jember.
Giglio, L. et al. (2003) „An Enhanced Contextual Fire Detection Algorithm for
MODIS‟, 87, pp. 273–282. doi: 10.1016/S0034-4257(03)00184-6.
Hafni, D. A. F. (2017) Estimasi Luas Kebakaran dan Emisi Karbon Akibat
Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Institut Pertanian Bogor.
Humam, A. et al. (2020) „Identifikasi Daerah Kerawanan Kebakaran Hutan dan
Lahan Menggunakan Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh di
Kawasan Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi‟, Jurnal Geosains dan Remote
Sensing, 1(1), pp. 32–42. doi: 10.23960/jgrs.2020.v1i1.14.
Indonesia, K. M. N. L. H. R. (1998) „Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia
(Dampak, Faktor dan Evaluasi) Jilid 1‟, in. Jakarta.
Kawamuna, A. (2017) Analisis Kesehatan Hutan Mangrove Berdasarkan Metode
Klasifikasi NVDI Pada Citra Sentinel-2 (Studi Kasus : Teluk Pangpang Kab.
Banyuwangi). Semarang.
KLHK (2016) ANALISIS DATA TITIK PANAS ( HOTSPOT ) DAN AREAL
KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2016. Jakarta.
LAPAN (2021) „NPP - V I I RS Citra Satelit Resolusi Rendah‟. Available at:
https://inderaja-
catalog.lapan.go.id/application_data/default/pages/about_NPP_VIIRS.html.
Lillesand, T.M, Kiefer, R.W, dan Chipman, J. . (2015) Remote Sensing and Image
Interpretation. 7th Edition, Photogrammetric Engineering & Remote Sensing.
doi: 10.14358/pers.81.8.615.
McCoy, R. M. (2005) Field Methods in Remote Sensing. 72 Spring Street, New York,
NY 10012: The Guilford Press.
Nicholas C. Coops, Michael A. Wulder, and J. C. W. (2006) „Identifying and
describing forest disturbance and spatial pattern: Data selection issues and
methodological implications‟, pp. 31–61.
Oktiana, C., Tjahjono, H., & S. (2017) „Hubungan Tingkat Pengetahuan Konservasi
Lahan Gambut Dengan Tingkat Partisipasi Petani Dalam Upaya Pencegahan
Kebakaran Lahan Gambut Di Desa Gambut Jaya Kecamatan Sungai Gelam
Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2017‟, Geo-Image, 6(2), pp. 108–114. doi:
10.15294/geoimage.v6i2.19024.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.12/Menhut-II/2009. (2009) „tentang
Pengendalian Kebakaran Hutan‟, pp. 1–21.
Qodriyatun, S. N. (2013) „Bencana Hidrometeorologi dan Upaya Adatasi Perubahan
Iklim‟, V(10), pp. 9–12.
Rasyid, F. (2014) „Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan‟, (4), pp. 47–59.
Sugiyono (2012) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Tacconi, L. (2003) Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan Implikasi
Kebijakan.
Yusuf, A. et al. (2019) „Analisis Kebakaran Hutan Dan Lahan di Provinsi Riau‟,
Dinamika Lingkungan Indonesia, 6(2), p. 67. doi: 10.31258/dli.6.2.p.67-84.

Anda mungkin juga menyukai