Anda di halaman 1dari 9

Konsep Community Forest Management (CFM) Dalam Menilai Kurangnya

Tutupan Lahan Hutan Di Kalimantan Timur

Oleh :
Dedi Iskandar

Bogor
2019

1
Latar Belakang

Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses dan upaya yang


dilakukan suatu kelompok atau masyarakat secara sistematis untuk mencapai situasi
atau kondisi yang lebih baik dari kondisi yang aktual. Pengertian pembangunan
dapat diartikan sebagai suatu “proses” yang menggambarkan adanya
pengembangan, baik meliputi proses pertumbuhan (growth) ataupun perubahan
(change) dalam kehidupan bersama (organisasi) sosial dan budaya. Pembangunan
merupakan suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus, pembangunan juga
dilakukan secara bertahap dan berencana yang berorientasi pada suatu pertumbuhan
dan perubahan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya serta mencakup seluruh
aspek kehidupan (Deviyanti 2013).

Selain pemindahan ibukota Indoensia, masyarakat yang ingin mengadu


nasib juga ikut berpindah atau bisa disebut juga urbanisasi, demi mencapai tujuan
serta mengadu nasib di ibukota. Urbanisasi yang saat ini merupakan salah satu
fenomena umum dan menjadi kecendrungan utama dalam beberapa dekade terakhir
di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang.

Ekonominya membedakan mereka dari bagian-bagian masyarakat lain di


negara tersebut dan statusnya diatur, baik seluruh maupun sebagian oleh
masyarakat adat dan tradisi masyarakat adat tersebut dengan hukum dan peraturan
khusus. Sehingga jika hasil urbanisasi dapat mempengaruhi pola kehidupan dam
membawa dampah negatif, maka diperlukannya solusi serta alternatif yang dapat
mengatasi permasalahan tersebut dan juga untuk mencapai tujuan dari pindahnya
ibukota Indonesia.
Salain mempengaruhi masyarakat lokal dengan dipindahnya Ibukota
disertai urbanisasi dari suatu masyarakat tentu juga akan mempengaruhi
perubahana penggunaan lahan atau tutupan lahan yang digunakan untuk
mendukung dan mencapai tujuan tertentu.
Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pembangunan terhadap hutan dan masyarakat adat
2. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk menyelaraskan pembangunan dengan
hutan serta masyarakat adat

2
PEMBAHASAN
Hutan merupakan salah satu lahan yang mendukung kehidupan dalam
berbagai aspek, penggunaan hutan juga membantu dalam perekonomian atau
pendapatan masyarakat sekitar hutan. Berdasarkan data PERDA Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur No. 01 Tahun 2016 terlihat bahwa luas
lahan hutan Kalimantan Timur 2016 diatas 12.000.000 Ha dengan dibagi kedalam
Hutan Penggunaan Lain, Hutan yang Dikonversi, Hutan Produksi Tetap, Hutan
Produksi Terbatas, Hutan Lindung dan Kawasan Hutan Suaka Alam. Luas lahan
terbesar berdasarkan data tersebut berada di Hutan Penggunaan lain yaitu diatas
4.000.000 Ha.

Luas Lahan Hutan Kalimantan Timur2016 (Ha)


Total
Hutan Penggunaan Lain
Hutan yang di konservasi
Hutan Produksi Tetap
Hutan Produksi Terbatas
Hutan Lindung
Kawasan Hutan Suaka Alam

0 4.000.000 8.000.000 12.000.000

Gambar 1 PERDA Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan


Timur NO 01 Tahun 2016
Berdasarkan PERMENHUT No.50 Tahun 2009 menyatakan bahwa
penggunaan kawasan hutan adalah izin kegiatan dalam kawasan hutan yang
diberikan oleh Menteri untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan
tanpa mengubah status dan fungsi kawasan hutan. Namun pada faktanya di lapang
bahwa penggunaan lahan hutan sering kali tidak sesuai dengan jenis kawasan yang
sudah disepakati.

(a) (b)
Gambar 4 Peta tutupan lahan Provinsi Kaltim tahun 1990 (a) dan 2011 (b)
3
(Sumber: Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, 2012)
Peta tutupan lahan Provinsi Kaltim periode 1990-2011 menunjukkan
perubahan yang kontras sebagaimana terlihat pada Gambar 4.a Gambar 4.b
mengindikasikan bahwa pada tahun 1990 tutupan lahan di Provinsi Kaltim
didominasi oleh tutupan hutan yang berwarna hijau tua, kemudian pada tahun 2011
sebagian di antaranya berubah menjadi warna hijau muda. Hal tersebut
mengindikasikan terjadinya perubahan Hutan Primer menjadi Hutan Sekunder dari
tahun 1990 hingga tahun 2011. Tutupan yang juga mendominasi adalah tutupan
Semak Belukar yang diwakili oleh warna merah muda yang sebagian bergeser ke
warna krem. Ini menunjukkan terjadinya perubahan tutupan Semak belukar
menjadi tutupan Pertanian Lahan Kering Campur Semak yang sebagian mengambil
alih warna hijau muda (Hutan Sekunder). Semakin berkurangnya tutupan lahan
tersebut karena semakin meningkatnya kebutuhan manusia terhadap bahan pokok
berupa pangan dan lainnya, namun hal ini terjadi saat jumlah penduduk tidak
meningkat dengan adanya urbanisasi, jika ditambah dengan adanya urbanisasi yang
sekaligus banyak atau perpindahan penduduk seperti didukung dengan adanya
perpindahan ibukota maka tingkat tutupan lahan akan terus berkurang dengan
adanya tingkat pembangunan dan pengaruh urbanisasi yang tinggi.

Pola Tutupan Lahan Provinsi Kalimantan Timur

Perkembangan pola tutupan lahan di Provinsi Kaltim tidak menunjukkan


perubahan yang drastic pada periode 1990-2011. Pada Gambar 3 tutupan lahan
hutan merupakan yang terluas yang kemudian diikuti dengan tutupan perkebunan
dan tutupan pertanian. Luas hutan menunjukkan kecenderungan yang menurun
selama periode 1990 sampai dengan tahun 2011 dengan laju penurunan sebesar
8,85%. Sementara itu perkembangan lahan pertanian dan perkebunan menunjukkan
peningkatan yang cukup berarti yakni 3,92% dan 2,03%. Penggunaan lahan lainnya
mengalami kenaikan sebesar 2,90%. Peningkatan luas perkebunan terbesar terjadi
disebabkan perluasan kebun kelapa sawit. Sedangkan pada lahan lain-lain
disebabkan karena perluasan wilayah pemukiman dan pertambangan. Dari angka-
angka di atas dapat disimpulkan bahwa penurunan pangsa lahan hutan disebabkan
oleh konversi ke penggunaan pertanian, perkebunan dan penggunaan lainnya.

4
Gambar 3. Perkembangan pangsa luas tutupan lahan di Provinsi Kaltim

Dinamika Transisi Hutan dan Faktor Pendorong

Mempelajari perubahan tutupan hutan di Kalimantan Timur, harus dilakukan


berdasarkan identifikasi faktor penyebab dan dinamika transisi hutan. Dari berbagai
literatur disarankan untuk melakukan analisis hubungan kausalitas antara kondisi
sosial ekonomi dengan sumberdaya hutan. Secara umum faktor-faktor digunakan
adalah seperti pembangunan ekonomi, kondisi demografi, kelembagaan, dan faktor
geografis yang diduga berpengaruh terhadap sumberdaya hutan.

Gambar 3 Kurva Forest Transition (Robertsen 2011)


Dalam hipotesis transisi hutan (Gambar 3) terdapat pola umum dalam
perubahan tutupan hutan yang terdiri dari 4 tahap proses transisi hutan (Mather,
1992) tersebut, yaitu:
Tahap 1 (core forest). Sumberdaya hutan yang belum terganggu dengan stok
hutan yang sangat banyak, dicirikan oleh laju deforestasi yang rendah. Pemanfaatan
sumberdaya hutan cenderung belum mempertimbangkan konsekuensi di masa yang
akan datang. Tahap 2 (frontier forests). Tahap ini ditandai dengan laju eksploitasi
hutan dan deforestasi yang cepat sehingga mengarah pada kelangkaan sumberdaya
hutan.

5
Tahap 3 (forest-agricultural mosaics). Dalam tahap ini laju deforestasi
mengalami pelambatan dan tutupan hutan menuju stabilisasi luasan. Hal ini
dimungkinkan karena masyarakat telah menyadari bahwa sumberdaya hutan sudah
terbatas dan didukung oleh kebijakan reforestasi yang menjamin pengelolaan yang
optimal, baik secara ekonomi maupun sosial dan lingkungan.
Tahap 4, merupakan tahapan dimana kebijakan reforestasi sudah
diimplementasikan seperti penanaman pohon dan penerapan pengelolaan
sumberdaya hutan lestari. Pada tahap ini kegiatan penanaman dan perbaikan
teknologi pertanian merupakan cara yang efektif untuk membalikkan tren
deforestasi.

Gambar 4 Data BPS 2018


Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab dari terjadinya deforetrasi
terhadap hutan yang nantinya juga akan berdampak terhadap masyarakat adat hutan
yang tinggal dan menggantungkan pendapatan untuk memenuhi kehidupan sehari
hari dari hutan, berdasarkan Gambar 4 dari Data BPS 2018 menunjukkan indeks
jumlah penduduk miskin di provinsi kalimantan timur dari tahun 2016, 2017, dan
2018 dengan rmembandingkan dengan daerah Kutai Kartanegara dan samarinda.
Berdasarkan gambar tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di
kalimantan timur sangat tinggi yaitu berada di atas 200 dibandung yang lainnya
yang berada dibawah 100. Sejalan dengan proses pembangunan, perubahan tutupan
hutan menunjukkan suatu proses transisi yang menggambarkan dinamika
perubahan tutupan hutan dalam jangka panjang. Berbagai literatur terkait dengan

6
teori transisi hutan menggunakan pendekatan spasial pada satu titik waktu tertentu
(cross section approach).

Pembangunan dan Masyarakat


Tingkat perencanaan pembangunan pada suatu daerah bisa dianggap
sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumberdaya publik yang
tersedia di suatu daerah dan untuk memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam
rangka menciptakan nilai sumberdaya swasta secara bertanggung jawab (Arsyad,
1999). Diharapkan perekonomian dalam suatu wilayah dapat mencapai keadaan
perekonomian yang lebih baik pada masa yang akan datang dibanding dengan
keadaan sekarang, atau minimal sama dengan keadaan ekonomi sekarang.
Munculnya perencanaan pembangunan daerah sebenarnya merupakan jawaban
terhadap semakin meningkatnya kesenjangan pembangunan yang terjadi antar
daerah. Salah satu sumber penyebab terjadinya kesenjangan tersebut karena masih
minimnya pembangunan infrastruktur secara menyeluruh.
Kalimantan Timur yang diusung akan menjadi Ibukota Indonesia yang baru
yang juga akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, wilayah yang berada di
Selatan memiliki daya tarik bagi penduduk migran datang menetap dan bekerja.
Keberadaan pembangunan infrastruktur dengan adanya pemindahan ibukota seperti
jalan juga dapat menyebabkan terjadinya keseimbangan harga spasial, yaitu dimana
pada sistem perdagangan internal yang bebas (free internal trade) harga-harga
barang antara daerah satu dengan daerah lainnya hanya dibedakan oleh unit biaya
transportasinya (Ghalib, 2005).

Gambar 2 Konsep hubungan perubahan penggunaan lahan


di Indonesia (Dimodifikasi dari Naiman 1992 dan
Tukahirwa 2002)

7
Berkaitan dengan konsep hubungan perubahan penggunaan lahan pada
Gambar 2 penunjukkan kalimantan timur sebagai ibukota baru Indonesia juga akan
menyebabkan pertukaran antara upaya pengembangan perekonomian yang
nantinya menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan secara signifikan.
Perubahan tersebutlah yang nantinya akan menyebabkan degradasi dan deforestrasi
melalui proses dan program yang terencana ataupun tidak direncanakan yang
biasanya dipengaruhi oleh suatu kebijakan..
Meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat yang tinggal di sekitar hutan
yang memiliki masalah utama yang menyangkut kemampuan masyarakat untuk
mengelola dan mengatur fungsi ganda yaitu dalam penggunaan dan manfaat hutan
secara kolektif, sehingga manfaat hutan dapat terbagi rata untuk perorangan, rumah
tangga maupun kelompok, yang pada akhirnya sumberdaya hutan dapat
memghasilkan kegunaan dan mafaat untuk masa depan. Salah satu metode dalam
pemanfaatan hutan yangs ering diterapkan yaitu metode agroforestry yang
memberikan sumbangan nyata terhadap kesejahteraan penduduk sekitar hutan
secara biologis, sosial, ekonomi dan budaya.
Konsep Community Forest Management (CFM) telah diterima dan diakui
sebagai salah satu pendekatan potensial dalam mencapai kelestarian hutan.
Pendekatan tersebut difokuskan terhadap upaya-upaya penyediaan mata
pencaharian dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dalam rangka
mempertahankan konservasi sumberdaya hutan. Pemikiran tersebut didasarkan
pada sejumlah fakta bahwa masyarakat adat terbukti mampu mengatur pembagian
peran di antara mereka, memberi jaminan keadilan pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya hutan, serta tanggung-jawab dalam mempertahankan kelestarian
sumberdaya hutan.

8
Penutup
Simpulan
Kalimantan Timur yang diusung akan menajdi lokasi Ibukota baru
Indoensia yang berada di lokasi startegis diharapkan dapat menjadi kemajuan untuk
Indonesia kedepannya. Perpindahan ini bukannya hanya menjadi perpindahan
lokasi tertapi akan adanya urbanisasi masyarakat dari satu tempat ke tempat lain
yang pastinya akan ada perubahan suatu loaksi tersebut yang salah satunya adalah
kurangnya tutupan lahan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dan meningkatkan
ekonomi dan lain lai. Urbanisasi yang meningkat akan tegak lurus dengan
kurangnya tutupan lahan sehingga nantinya akan berdampak ke berbagai aspek
yang slaah satunya adalah masyarakat yang dilihat melalui pendekatan Konsep
Community Forest Management (CFM).

Daftar Pustaka
Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Badan Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Deviyanti D. 2013. Studi tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan di
Kelurahan Karang Jati Kecamatan Balikpapan. e-Journal Administrasi
Negara, 1(2).
Ghalib, R. 2005. Ekonomi Regional. Pustaka Ramadhan, Bandung.
Mather, A. S. (1992). The forest transition. Area, 24, 367-379.

Anda mungkin juga menyukai