Anda di halaman 1dari 16

KOMPONEN KEGIATAN DALAM PERENCANAAN HUTAN

(Laporan Praktikum Perencanaan Hutan)

Oleh

Bilkist Maudy Utari


2214151028
Kelompok 8

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2024
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki nilai strategis dalam
pembangunan bangsa dan Negara. Keterlibatan negara dalam penataan,
pembinaan serta pengurusannya sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh hutan
merupakan keyaan alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dinyatakan bahwa, semua hutan di dalam
wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat (ayat
(1)) ( Sood, M. 2019 ).
Faktanya, huta memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
manusia, hewan, dan tumbuhan. Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat
penting bagi kehidupan manusia, alam, dan lingkungan hidup. Hutan tidak hanya
berfungsi sebagai sumber daya produktif alam yang menghasilkan bahan baku
pembangunan rumah dan bangunan, tetapi juga merupakan habitat tumbuhan dan
hewan yang memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia. Hutan juga
merupakan tmbuhan yang mempunyai kemampuan untuk melindungi kehidupan
manusia dan hewan, serta merupakan tumbuhan yang membawa keindahan dan
kegembiraan bagi manusia. Hutan melindungi sumber air, menyediakan
penghidupan, dan melindungi lapisan ozon alam semesta. Untuk itu hutan perlu
dilestarikan, dikelola, dan dimanfaatkan dengan baik, lestari, dan lestari serta
ramah lingkungan. Pemanfaatan kawasan hutan dan sumber daya alam yang tidak
tepat dan tidak ramah lingkungan mempunyai akibat yang sangat buruk bagi
kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan serta lingkungan alam sekitarnya
( Arba et al. 2023 ).
Dalam melaksanakan misi pengurusan hutan di era otonomi daerah,
pemerintah pusat meluncurkan berbagai kebijakan yang diharapkan dapat
mendorong terwujudnya kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat, serta
sekaligus mengakomodir tuntutan dan kepentingan pemerintah daerah. Salah satu
kebijakan yang sedang dikembangkan adalah apa yang tertuang dalam PP No
6/2007 yakni Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Badan Planologi Departemen
Kehutanan menyatakan bahwa pembentukan KPH bertujuan untuk menyediakan
wadah bagi terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan secara efisien dan
lestari.Seiring dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61
Tahun 2010 Tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan Pengelolaan
Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah, maka
pembentukan Organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produsi (KPHP),
merupakan salah satu strategi penting dalam meningkatkan kinerja pemerintah
( Lestaria et.al. 2016).

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut
1. Mengetahui Pengertian dari Perencanaan Hutan
2. Mengetahui Komponen Kegiatan Dalam Perencanaan Hutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Hutan


Perencanaan hutan merupakan salah satu bagian yang terpenting dalam
pengelolaan hutan lestari. Kelestarian berbagai nilai hutan perlu dijaga untuk
menjamin kelangsungan hidup manusia, flora dan fauna baik yang berada dihutan
maupun diluar hutan. Tidak dapat dipungkiri kuantitas dan kualitas air adalah
merupakan nilai yang terpenting dalam ekosistem hutan, sehingga perlu
direncanakan dalam mengelola kelestariannya. Dalam proses perencanaan hutan
tersebut perlu mempertimbangkan berbagai tujuan yang saling bertentangan
(ekonomi, sosial, dan ekologi) serta adanya faktor ketidakpastian yang tidak dapat
dihindarkan ( Antasari, 2023 ).
Sasaran kegiatan pengelolaan hutan adalah pada totalitas aktivitas
manajemen. dengan unit kegiatan yang lebih sempit daripada pengurusan hutan,
yaitu hanya pada hutan yang terdapat di setiap unit pengelolaan hutan. Perbedaan
mendasar antara kegiatan pengurusan hutan dan pengelolaan hutan adalah pada
aspek ruang lingkup sasaran dan tujuanya. Ruang lingkup dan tujuan pengurusan
hutan adalah memperoleh totalitas manfaat yang mungkin diperoleh dari seluruh
ekosistem hutan, sedangkan pengelolaan hutan terdapat ketegasan mengenai
tujuan dan tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada praktek
pengelolaan hutan di Indonesia, pengelolaan meliputi komponen-komponen
kegiatan berupa: tata hutan dan perencanaan rencana pengelolaan hutan,
pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi
hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Pengelolaan hutan di
Indonesia juga dilakukan sesuai wilayah pengelolaan sesuai dengan wilayah atau
regional unit pengelolaanya masing-masing, baik itu pada skala provinsi maupun
skala daerah ( Kadarisman, 2018 ).
2.2 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
Menurut Handoko dan Darmawan (2014) penguasaan lahan yang dilakukan
oleh manusia merupakan ancaman yang serius bagi keberadaan hutan.
Penyerobotan kawasan hutan oleh masyarakat selama tahun 2010 mencapai luasan
67.595,85 ha. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan
kebijakan pemerintah memperkuat desentralisasi sektor kehutanan dan
mengoptimalkan tata kelolanya (Hamzah, 2014). Pengertian KPH sebagai suatu
unit pengelolaan hutan secara formal mulai muncul didalam Undang-Undang
Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu pada penjelasan dari pasal17:
“Yang dimaksud dengan unit pengelolaan adalah kesatuan pengelolaan hutan
terkecil sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien
dan lestari.Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007, Kesatuan
Pengelolaan Hutan selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan hutan
sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan
lestari. KPH meliputi KPH Konservasi (KPHK), KPH Lindung (KPHL), dan KPH
Produksi (KPHP). KPHK ladalah KPH yang luas wilayahnyal seluruhnya atau
didominasi oleh kawasan hutan konservasi, KPHL adalah KPH yang luasl
wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan lindung, dan KPHP
adalah KPH yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan
hutan produksi ( Suwarno, 2015) .
Pembentukan KPH dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik
lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi DAS, sosial budaya, ekonomi,
kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas
administrasi pemerintahan. Salah satu permasalahan dalam pembangunan KPH
adalah kebijakan yang ada belum sepenuhnya selaras dengan kebijakan lainnya
dan belum dilibatkannya seluruh stakeholder dalam pembangunan KPH. Analisis
kebijakan hendaknya dilakukan sedini mungkin pada awal program untuk
mengidentifikas berbagai kelompok yang tertarik, berkait dan berminat dengan isu
pembangunan KPH. Identifikasi pandangan dan karakteristik dari setiap
stakeholder sangat penting, sebagai dasar untuk pelaksanaan tahap berikutnya
dalam prakarsa advokasi pembangunan KPH. Semakin spesifik informasi pada
setiapstakeholder, maka semakin mudah untuk memastikan ketetapan informasi,
pesan, dan investasi yang akan dilakukan ( Permana, 2019 ).

2.2 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Way Pisang


Sebagai upaya untuk menekan laju degradasi hutan dan sekaligus untuk
memulihkan fungsi hutan maka kebijakan Pemerintah Pusat tentang pengelolaan
hutan, Pemerintah Provinsi Lampung melalui Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
juga telah memperoleh persetujuan dari pemerintah pusat. Kementerian LHK
bahwa seluruh kawasan hutannya haruslah dijadikan unit-unit kelola sampai di
tingkat tapak. Kesetujan pemrintah pusat tersebut telah dituangkan ke dalam
ketetapan oleh Menteri Kehutanan dengan SK Nomor 68/Menhut-II/ 2010,
sehingga kawasan hutan di Provinsi Lampung terbagi menjadi 16 wilayah KPH
yang terdiri dari 9 unit KPHP dan 7 unit KPHL. Salah satunya adalah KPHP Unit
XIV Way Pisang ( RPHJP KPHP Unit XIV Way Pisang, 2018 ).
Sebagai unit pengelolaan tingkat tapak, KPHP Unit XIV Way Pisang harus
diisi oleh tenaga yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan.
Kepala KPH memiliki tanggung jawab melaksanakan tata hutan, menyusun
rencana pengelolaan hutan serta menyelenggarakan pengelolaan hutan. Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya Kepala KPH berkewajiban: (a) menjabarkan
kebijakan baik pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi diimplementasikan
di lapangan; (b) melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai
dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta
pengendalian; (c) melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan
kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya serta (d) membuka peluang investasi
guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan ( RPHJP KPHP Unit XIV
Way Pisang, 2018 ).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum perencanaan hutan "komponen kegiatan dakam perencanaan
hutan" dilaksanakan pada Rabu, 21 Februari 2024 pada pukul 15.00-17.50 WIB
di Ruang 3.1, Jurusan Kehutanan, Fakuktas Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Alat Dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah smartphone dan ATK.
Bahan- bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah RPHJP yang dicari di
internet.

3.3 Cara Kerja


Cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Peserta responsi masing - masing browsing studi kasus tentang
perencanaan hutan yang ada di Indonesia.
2. Analisis tahapan yang dilakukan dalam perencanaan hutan tersebut.
3. Susunlah kelebihan dan kekurangan dari kegiatan perencanaan yang
dilakukan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh dari kegiatan praktikum ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 1.1 Komponen Kegiatan dalam Perencanaan Hutan di KPHP Unit XIV Way
Pisang
No Komponen Deskripsi
1 Inventarisasi Hutan KPHP Unit XIV Way Pisang memiliki
beberapa potensi seperti potensi penutupan
lahan, potensi tegakan, potensi hasil hutan
bukan kayu, keberadaan flora dan fauna, dan
potensi jasa lingkungan serta wisata alam.
2. Pengukuhan Hutan Sasaran lokasi adalah dilaksanakan di 3
wilayah kerja KPH yaitu Kawasan Hutan
Produksi Tetap Register 1 ditetapkan seluas
8.395 ha berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan RI No SK.105/Menhut-II/2011
Tanggal 18 Maret 2011 dan luas Kawasan
Hutan Produksi Tetap Register 2 ditetapkan
seluas 1.272 ha berdasarkan SK.106/Menhut-
II/2011 Tanggal 18 Maret 2011 sedangkan
luas Kawasan Lindung Pantai Timur Way
Pisang yang berada di Register 1 baru sampai
pada tahap Pengukuran Pemancangan Batas
Definitif Kawasan Hutan seluas 507 ha,
sehingga total luas wilayah kerja KPHP Way
Pisang adalah 10.174 ha.
3. Penatagunaan Hutan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan
telah merumuskan tujuan, kebijakan dan
strategi; rencana struktur ruang; rencana pola
ruang; penetapan kawasan strategis; arahan
pemanfaatan ruang; dan ketentuan
pengendalian pemanfaatan ruang yang
diundangkan melalui Peraturan Daerah
Kabupaten Lampung Selatan Nomor 15
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan (RTRW) Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2011-2031. Kebijakan RTRW
ini juga mengatur kebijakan penataan ruang
untuk memfasilitasi penguatan fungsi
ekonomi dan sosial dari kawasan hutan
produksi termasuk wilayah KPHP Unit XIV
Way Pisang. Dengan ini, berarti rencana
pengembangan KPHP Unit XIV Way Pisang
telah sinergis dengan kebijakan pemerintah
pusat melalui pembentukan KPHP sebagai
unit pengelola hutan produksi di tingkat
tapak.
4. Pembagian Wilayah Luas wilayah kerja Kawasan Hutan Produksi
Hutan Tetap Register 1 ditetapkan seluas 8.395 ha
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
RI No SK.105/Menhut-II/2011 Tanggal 18
Maret 2011 dan luas Kawasan Hutan
Produksi Tetap Register 2 ditetapkan seluas
1.272 ha berdasarkan SK.106/Menhut-II/2011
Tanggal 18 Maret 2011 sedangkan luas
Kawasan Lindung Pantai Timur Way Pisang
yang berada di Register 1 baru sampai pada
tahap Pengukuran Pemancangan Batas
Definitif Kawasan Hutan seluas 507 ha,
sehingga total luas wilayah kerja KPHP Way
Pisang adalah 10.174 ha.
5. Penyusunan Rencana Rencana kegiatan strategis yang disusun
Kegiatan untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan
jangka panjang KPHP Unit XIV Way Pisang
secara ringkas terdiri dari 15 kegiatan yang
akan dimulai pada tahun 2019 sampai dengan
2028, yaitu: (1) Inventarisasi berkala wilayah
kelola serta penataan hutannya, (2)
Pemanfaatan hutan pada Wilayah Tertentu,
(3) Pemberdayaan masyarakat, (4) Pembinaan
dan pemantauan pemanfaatan hutan dan
penggunaan kawasan hutan pada areal yang
berizin, (5) Rehabilitasi pada areal kerja di
luar izin, (6) Pembinaan dan pemantauan
rehabilitasi dan reklamasi di dalam areal yang
berizin, (7) Rencana penyelenggaraan
perlindungan hutan dan konservasi alam, (8)
Rencana penyelenggaraan koordinasi dan
sinkronisasi antar pemegang izin,(9)
Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan
stakeholder terkait, (10) Penyediaan dan
peningkatan kapasitas SDM; (11) Penyediaan
pendanaan, (12) Pengembangan database,
(13) Rencana rasionalisasi wilayah kelola;
(14) Penyusunan rencana pengelolaan; dan
(15) Pengembangan investasi, dengan rincian
biaya per tahun berturut-turut adalah sebagai
berikut: Rp 2.660.000.000,00; Rp
4.925.000.000,00; Rp 5.715.000.000,00; Rp
Rp 3.770.000.000,00; Rp 3.910.000.000,00;
Rp 4.250.000.000,00; Rp 2.975.000.000,00;
Rp 3.350.000.000,00; Rp 3.715.000.000,00;
dan Rp 4.750.000.000,00 sehingga total biaya
selama 10 tahun diperkirakan sebesar Rp
40.020.000.000,00.

4.2 Pembahasan

Setelah dilakukannya inventarisasi ditemukan bahwa KPHP Unit XIV Way


Pisang memiliki beberapa potensi seperti potensi penutupan lahan, potensi
tegakan, potensi hasil hutan bukan kayu, keberadaan flora dan fauna, dan potensi
jasa lingkungan serta wisata alam. Hasil analisa penafsiran citra dari Direktorat
Inventarisasi Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) tahun 2017 menunjukkan
bahwa penutupan lahan di dalam wilayah KPHP Unit XIV Way Pisang hampir
keseluruhan tidak berhutan (98,76%) yang didominasi oleh Pertanian lahan kering
campur semak dan pertanian lahan kering, hanya sekitar 1,24% berhutan (hutan
mangrove sekunder).KPHP Unit XIV Way Pisang tidak ditemukan adanya potensi
hasil hutan kayu dikarenakan kondisi kawasan KPHP Unit XIV Way Pisang
sudah tidak berhutan. Pada kawasan tersebut hanya ditemukan spot-spot tanaman
berkayu di pekarangan rumah penduduk penggarap sebagai plasma nutfah seperti
jenis akasia, cendana, gaharu, jabon, sengon, gmelina dan mahoni. Berdasarkan
hasil observasi jelajah lapang, KPHP Unit XIV Way Pisang tidak memiliki
potensi HHBK yang signifikan seperti halnya dengan hasil hutan kayu. Namun,
terdapat spot-spot jenis tanaman HHBK pada lahan pekarangan penduduk sebagai
plasma nutfah saja yang berpotensi untuk dikembangkan di kawasan tersebut.
Beberapa jenis tanaman seperti kelapa, durian, jengkol, pala, cengkeh, petai, duku,
coklat, pisang, karet dan sawit juga dapat tumbuh di kawasan tersebut. Namun
demikian, pengembangan tanaman sawit secara komersial sebenarnya tidak
disarankan karena dapat menurunkan kesuburan tanah (Utami, 2016). KPHP
Unit XIV Way Pisang telah ditemukan spot-spot beberapa jenis tanaman berkayu
maupun hasil hutan bukan kayu di pekarangan rumah masyarakat dalam kawasan
sebagai plasma nutfah. Hal ini membuktikan bahwa jenis-jenis tersebut cukup
adaptif terhadap kondisi wilayah setempat. Menurut masyarakat, Keberadaan
fauna di wilayah ini merupakan fauna asli (native species). Hanya sedikit yang
bisa ditemukan secara langsung hanya dapat didengar suaranya dari kejauhan dan
ditemukan sarang-sarangnya. Beberapa tempat seperti di Hutan Mangrove yang
berada disebelah Timur wilayah KPH. Pada saat ini potensi wisata fotography ini
mungkin tidak, namun ke depannya kawasan ini bisa menjadi salah satu daya tarik
obyek wisata apabila dikelola dengan benar.

Lemahnya kepastan hukum atas kawasan hutan dan konflik klaim lahan di
dalam kawaan hutan sebenarnya dapat diselesaikan melalu “proses pengukuhan
kawasan hutan, dimana dalam proses pengukuhan kawasan hutan yang terdiri
dari: (1) Penunjukan kawasan hutan, (2)Penatan batas kawasan hutan, (3)
Pemetaan kawasan hutan, dan (4) Penetapan kawasan hutan,”kepemilikan lahan
masyarakatyang berada di daam kawasan hutan dapat diseesaikan dengan upaya-
upaya yangyang ada ( Effendi et al. 2020 ). Sasaran lokasi adalah dilaksanakan di
3 wilayah kerja KPH yaitu Kawasan Hutan Produksi Tetap Register 1 ditetapkan
seluas 8.395 ha berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No
SK.105/Menhut-II/2011 Tanggal 18 Maret 2011 dan luas Kawasan Hutan
Produksi Tetap Register 2 ditetapkan seluas 1.272 ha berdasarkan
SK.106/Menhut-II/2011 Tanggal 18 Maret 2011 sedangkan luas Kawasan
Lindung Pantai Timur Way Pisang yang berada di Register 1 baru sampai pada
tahap Pengukuran Pemancangan Batas Definitif Kawasan Hutan seluas 507 ha,
sehingga total luas wilayah kerja KPHP Way Pisang adalah 10.174 ha.

Kegiatan penatagunaan kawasan hutan merupakan kawasan hutan menurut


fungsi dan penggunaanya untuk mewujudkan suatu pengelolaan hutan yang dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya secara serbaguna dan lestari bagi
kemakmuran rakyat (Gbedomon et al., 2016). Dalam penatagunaan hutan pada
wilayah pemerintah Kabupaten Lampung Selatan telah merumuskan tujuan,
kebijakan dan strategi; rencana struktur ruang; rencana pola ruang; penetapan
kawasan strategis; arahan pemanfaatan ruang; dan ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang yang diundangkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten
Lampung Selatan Nomor 15 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
(RTRW) Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2011-2031. Kebijakan RTRW ini
juga mengatur kebijakan penataan ruang untuk memfasilitasi penguatan fungsi
ekonomi dan sosial dari kawasan hutan produksi termasuk wilayah KPHP Unit
XIV Way Pisang. Dengan ini, berarti rencana pengembangan KPHP Unit XIV
Way Pisang telah sinergis dengan kebijakan pemerintah pusat melalui
pembentukan KPHP sebagai unit pengelola hutan produksi di tingkat tapak.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Kehutanan, kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap. Setiap wilayah hutan mempunyai kondisi yang berbeda-beda sesuai dengan
keadaan fisik, topografi, flora dan fauna serta keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya. Pembagian Kawasan hutan berdasarkan fungsinya tentu memiliki
tujuan tertentu, sehingga diperlukan pengelolaan yang baik agar keanekaragaman
hayati dan kelestarian hutan dapat terjaga. Adapun pembagian blok di kawasan
KPHP Unit XIV Way pisang berdasarkan pertimbangan adalah sebagai berikut:di
kawasan hutan lindung dialokasikan sebagai Blok Pemanfaatan yang dibagi
menjadi 3 petak pengelolaan dengan total luas 507 ha.,di kawasan hutan produksi
untuk Register 1 ada 3 macam blok, yaitu Blok Blok Pemanfaatan Kawasan
Hutan,Jasa Lingkungan dan HHBK sebanyak 2 petak dengan luas 1.003 ha., Blok
Khusus sebanyak 1 petak dengan luas 40 ha dan Blok Pemberdayaan sebanyak 72
petak dengan total luas 7.352 ha.Selain itu di kawasan hutan produksi Register 2
dialokasikan menjadi 2 macam blok yaitu sebagai Blok Pemberdayaan yang
dibagi menjadi 12 petak pengelolaan dengan total luas 1.272 ha yang di dalamnya
termasuk jalan tol dalam bentuk pinjam pakai kawasan sekitar 45 hektar.

Perencanaan hutan melibatkan proses merinci tujuan, strategi, dan langkah-


langkah yang diperlukan untuk mencapai keberlanjutan ekosistem hutan. RPHJP
kemudian aamengimplementasikan perencanaan tersebut dengan menetapkan
langkah-langkah konkret, regulasi, dan alokasi sumber daya untuk jangka waktu
panjang guna mencapai tujuan berkelanjutan tersebut. RPHJP memberikan
panduan praktis untuk melibatkan berbagai pihak dalam menjaga kelestarian
hutan dan memastikan pemanfaatan sumber daya secara bijaksana. Pada KPHP
Unit XIV Way Pisang memiliki rencana kegiatan strategis yang disusun untuk
mencapai tujuan pengelolaan hutan jangka panjang KPHP Unit XIV Way Pisang
secara ringkas terdiri dari 15 kegiatan yang akan dimulai pada tahun 2019 sampai
dengan 2028, yaitu: (1) Inventarisasi berkala wilayah kelola serta penataan
hutannya, (2) Pemanfaatan hutan pada Wilayah Tertentu, (3) Pemberdayaan
masyarakat, (4) Pembinaan dan pemantauan pemanfaatan hutan dan penggunaan
kawasan hutan pada areal yang berizin, (5) Rehabilitasi pada areal kerja di luar
izin, (6) Pembinaan dan pemantauan rehabilitasi dan reklamasi di dalam areal
yang berizin, (7) Rencana penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi
alam, (8) Rencana penyelenggaraan koordinasi dan sinkronisasi antar pemegang
izin,(9) Koordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait, (10)
Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM; (11) Penyediaan pendanaan, (12)
Pengembangan database, (13) Rencana rasionalisasi wilayah kelola; (14)
Penyusunan rencana pengelolaan; dan (15) Pengembangan investasi, dengan
rincian biaya per tahun berturut-turut adalah sebagai berikut: Rp
2.660.000.000,00; Rp 4.925.000.000,00; Rp 5.715.000.000,00; Rp Rp
3.770.000.000,00; Rp 3.910.000.000,00; Rp 4.250.000.000,00; Rp
2.975.000.000,00; Rp 3.350.000.000,00; Rp 3.715.000.000,00; dan Rp
4.750.000.000,00 sehingga total biaya selama 10 tahun diperkirakan sebesar Rp
40.020.000.000,00.
V. KESIMPULAN

5.1 Simpulan
Kesimpulan yang di dapat dari praktikum ini adalah

1. Perencanaan hutan adalah proses merencanakan pengelolaan sumber


daya hutan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan
sosial untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan memenuhi
kebutuhan manusia.

2. Komponen dalam kegiatan perencanaan hutan antara lain inventarisasi


hutan, pengukuhan hutan, penatagunaan hutan, pembagian wilayah
hutan, dan penyusunan rencana kegiatan yang dimana diharapkan akan
menghasilkan perubahan pada pengelolaan untuk tujuan yang lestari.

5.2 Saran
Diharapkan partisipasi yang aktif dari peserta praktikum maupun asisten
dosen yang membimbing.
DAFTAR PUSTAKA

Arba, Sudiarto, Yuniansari, R. 2023.Perlindungan Hutan Dan Fungsinya


Bagi Kehidupan Manusia Dan Lingkungan Alam. Jurnal Kompilasi
Hukum, 8 (2):128 - 142.

Effendi, R., Ansy'ari, M., Syam'ani. 2020. PENGUKUHAN KAWASAN


HUTAN LINDUNG GUNUNG BUKIT PANTI KABUPATEN
TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN. Jurnal
Sylva Scienteae, 3 (4): 720-729.

Gbedomon, R.C., Floquet, A., Mongbo, R., Salako, V.K., Fandohan, A.B.,
Assogbadjo, A.E., Kakaï, R.G. 2016. Socio-economic and Ecological
Outcomes of Community Based Forest Management: A Case Study
from Tobé-Kpobidon Forest in Benin, Western Africa. Forest Policy
and Economics, 65: 46-55.

Hamzah. 2014. Implementasi kebijakan pembentukan organisasi pada


Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Berau Barat di
Kabupaten Berau. Jurnal Administrasi Publik dan Birokrasi, 1(3): 26–
38.

Handoko & Darmawan, A. 2015. Perubahan tutupan hutan di Taman Hutan


Raya Wan Abdulrachman (Tahura WAR). Jurnal Sylva Lestari, 3(2):
43 – 52.
Kadarisman, M.I. 2018. STUDI TENTANG DEFINISI HUTAN DAN
DISKURSUSNYA SERTA KEGIATAN PENGURUSAN DAN
PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA. Sripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Lestaria, M., Hadi, S., Saleh, M.B. 2016. ANALISIS KELEMBAGAAN


DAN PERANAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN
PRODUKSI (KPHP) DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
KABUPATEN KERINCI. Kawistara, 6 (1): 10-20

Permana J. 2019. Strategi Keberhasilan Program Hutan Kemasyarakatan Di


Kabupaten Pakpak Bharat. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Silvanita, K.M., Santosa, M.H., Hariadi,S. 2015. Analisis Kebijakan


Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Fakultas Ekonomi. Universitas
Kristen Indonesia.

Sood, M. 2019. Hukum Lingkungan Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.

Suwarno, E. 2015. APAKAH KPHDAPAT MEMPERBAIKI TATA


KELOLA HUTAN INDONESIA. Wahana Forestra: Jurnal
Kehutanan, 10(2): 1-15.

Utami. 2016. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat Yayasan Lebah dalam


Pengelolaan Mangrove Pasca Tsunami di Desa Kajhu, Baitusalam,
Aceh Besar, NAD. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai