PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, tujuan dari laporan ini, yaitu:
1. Identifikasi kondisi biofisik Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin petak
III.4
2. Merumuskan Pemanfaatan Blok Hutan dan arahan penggunaan lahan
pendidikan Universitas Hasanuddin petak III.4
3. Estimasi cadangan karbon dan valuasi ekonomi lahan kondisi aktual dan
arahan pemanfaatan blok hutan pendidikan Universitas Hasanuddin petak III.4
1.3. Kegunaan
Penggunaan lahan (land use) dan penutupan lahan (land cover) pada
hakekatnya berbeda walaupun menggambarkan hal yang sama, yaitu keadaan fisik
permukaan bumi. Penutupan lahan merupakan perwujudan secara fisik objekobjek
yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap ojek-objek
tersebut, sedangkan penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia
pada suatu bidang lahan. Penggunaan lahan untuk pemukiman memiliki
penutupan terdiri dari atap, permukaan yang diperkeras, rumput dan pepohonan
(Arsyad, 2010).
Arsyad (2010) menyatakan bahwa lahan merupakan lingkungan fisik yang
terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya
sepanjang ada pengaruhnya terhadap penutupan dan penggunaan lahan.
Penggunaan lahan (land use) berbeda dengan penutupan lahan (land cover),
penggunaan lahan meliputi segala jenis kenampakan dan sudah dikaitkan dengan
aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, sedangkan penutupan lahan
mencakup segala jenis kenampakan yang ada dipermukaan bumi yang ada pada
lahan tertentu. Penggunaan lahan merupakan aspek penting karena penggunaan
lahan mencerminkan tingkat peradaban manusia yang menghuninya. Penutupan
lahan (land cover) mengacu pada penutupan lahan yang mencirikan suatu areal
tertentu, yang merupakan pencerminan dari bentuk lahan dan iklim lokal.
Penutupan lahan berkaitan dengan vegetasi berupa pohon, rumput, air dan
bangunan. Informasi penutupan dapat diperoleh dari citra penginderaan jauh, foto
udara, foto satelit dan teknologi lainnya yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi penutupan lahan (Diana, 2009).
Klasifikasi Penutupan/Penggunaan Lahan Pemetaan penutupan lahan dan
penggunaan lahan sangat berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian
dan tanah dari biosfer. Data tentang 5 penutupan lahan dan penggunaan lahan
biasanya dipresentasikan dalam bentuk peta disertai data statistik areal setiap
kategori penutupan dan penggunaan lahan (Syakur, et al., 2010). Satu faktor
penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan penutupan lahan dan
penggunaan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat dirancang
untuk suatu tujuan tertentu. Klasifikasi penutupan lahan dan penggunaan lahan
merupakan upaya pengelompokan berbagai jenis penutupan lahan atau
penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu.
Klasifikasi tutupan lahan dan klasifikasi penggunaan lahan digunakan sebagai
pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh untuk
tujuan pembuatan peta tutupan lahan maupun peta penggunaan lahan
(Ritohardoyo, 2013).
Pengetahuan tentang penutupan lahan dan penggunaan lahan penting untuk
berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolaan yang berhubungan dengan
permukaan bumi. Penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada
dipermukaan bumi. Contoh jenis penutupan seperti bangunan perkotaan, danau,
pohon maple dan es glasial merupakan contoh penutupan lahan. Istilah
penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu.
Sebagai contoh, sebidang lahan di daerah pinggiran kota mungkin digunakan
untuk perumahan satu keluarga. Sebidang lahan tersebut mempunyai penutupan
lahan yang terdiri dari atap, permukaan yang diperkeras, rumput dan pepohonan
(Ritohardoyo, 2013).
Lahan memiliki nilai ekonomi dan nilai pasar yang berbeda-beda. Lahan di
perkotaan yang digunakan untuk kegiatan industri dan perdagangan memiliki nilai
pasar yang tertinggi karena di tempat tersebut terletak tempat tinggal dan sumber
penghidupan manusia yang paling efisien dan memberikan nilai produksi yang
tertinggi. Para pemilik sumberdaya lahan cenderung menggunakan lahan untuk
tujuan-tujuan yang memberikan harapan untuk diperolehnya penghasilan yang
tertinggi. Mereka akan menggunakan lahannya sesuai dengan konsep penggunaan
yang tertinggi dan terbaik. Konsep ini memperhitungkan semua faktor yang
mempengaruhi kemampuan lahan, seperti aksebilitas serta kualitas sumberdaya
lahan dan lingkungan. Penggunaan yang terbaik dan tertinggi biasanya untuk
daerah industri dan perdagangan, menyusul untuk daerah permukiman, kemudian
untuk daerah pertanian, dan yang terakhir untuk ladang penggembalaan dan
daerah liar yang tidak ditanami (Suparmoko dalam pambudi 2009).
Menurut Hardjowigeno dalam pambudi (2009), lahan paling sedikit
mempunyai tiga jenis nilai dalam ekonomi lahan, yaitu :
1. Ricardian Rent, nilai lahan yang berkaitan dengan sifat dan kualitas tanah
2. Locational Rent, nilai lahansehubungan dengan sifat lokasi relatif dari lahan
3. Enviromental Rent, sifat tanah sebagai komponen utama ekosistem
Menurut Barlowe dalam Pambudi (2009) nilai ekonomi lahan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Sewa Lahan (contract rent) sebagai pembayaran dari penyewa kepada pemilik
dimana pemilik melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu.
2. Keuntungan usaha (economic rent atau land rent) yang merupakan surplus
pendapatan di atas biaya produksi atau harga input lahan yang
memungkinkan
3. faktor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses produksi.
Land rent dapat didefinisikan sebagai surplus ekonomi yaitu merupakan
kelebihan nilai produksi total di atas biaya total. Sementara menurut Nasution
dalam Pambudi (2009), land rent merupakan pendapatan bersih yang diperoleh
suatu pelaku ekonomi melalui kegiatan yang dilakukan pada suatu unit ruang
dengan teknologi dan efisiensi manajemen tertentu dan dalam suatu kurun waktu
tertentu secara formal (biasanya satu tahun). Oleh karena itu, suatu bidang lahan
tidak mempunyai nilai ekonomi lahan selama tidak melakukan usaha atau
kegiatan pada lahan tersebut. Mubyarto dalam Pambudi (2009) menjelaskan pula
bahwa sewa ekonomi lahan merupakan bagian dari nilai produksi lahan yang
merupakan bagian dari nilai produksi secara keseluruhan sebagai hasil usaha yang
dilakukan pada lahan tersebut. Jasa produksi lahan tersebut merupakan jasa yang
diperoleh dari pengelolaan lahan bukan jasa karena pemilikan lahan tersebut.
Surplus ekonomi dari sumberdaya lahan dapat dilihat dari surplus ekonomi karena
kesuburan tanahnya dan surpuls ekonomi karena lokasi ekonomi.
David Ricardo memberikan konsep sewa atas dasar perbedaan dalam
kesuburan lahan terutama pada masalah sewa di sektor pertanian. Teori sewa
model Ricardo ditentukan berdasarkan perbedaan dalam kualitas lahan yang
hanya melihat faktor-faktor kemampuan lahan untuk membayar sewa tanpa
memperhatikan faktor lokasi lahan. Faktor lokasi dalam menetukan nilai sewa
lahan diamati oleh Von Thunen yang menemukan bahwa sewa lahan di daerah
yang dekat dengan pusat pasar lebih tinggi daripada daerah yang lebih jauh dari
pusat pasar. Menurut Von Thunen sewa lahan berkaitan dengan perlunya biaya
transport dari daerah yang jauh ke pusat pasar (Suparmoko dalam Pambudi 2009).
Lahan yang lokasinya dekat pasar oleh masyarakat digunakan untuk
daerah pusat kegiatan ekonomi yang akan memberikan pendapatan dan kapasitas
sewa yang tinggi untuk berbagai alternatif penggunaan, seperti untuk industri
industri atau kegiatan lain yang lebih menguntungkan. Bila mekanisme pasar terus
berlangsung, maka penggunaan lahan yang mempunyai land rent yang lebih besar
relatif mudah menduduki lokasi utama dan menekan serta menggantikan posisi
penggunaan lahan yang mempunyai land rent yang lebih kecil. Secara umum
besaran land rent dari berbagai kegiatan dapat diurutkan sebagai berikut : Industri
> Perdagangan > Permukiman > Pertanian Intensif > Pertanian Ekstensif . Hal ini
dapat disimpulkan bahwa sektor-sektor yang komersial dan strategis mempunyai
land rent yang tinggi. Sehingga sektor-sektor tersebut berada di kawasan strategis
(Pambudi, 2009).
Menurut Mubyarto dalam Pambudi (2009), faktor-faktor yang
mempengaruhi land rent adalah :
1. Perbedaan kesuburan tanah
2. Perbedaan jarak dari pasar
3. Perbedaan biaya produksi
4. Perbedaan lahan yang terbatas (scarsity of land) sehubungan dengan kondisi
lingkungan lahan tersebut
Lahan adalah suatu area di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yaitu
dalam hal sifat atmosfer, geologi, geomorfologi, pedologi, hidrologi, vegetasi dan
penggunaan lahan. Penggunaan lahan diartikan sebagai bentuk kegiatan manusia
terhadap lahan, termasuk di dalamnya keadaan alamiah yang belum terpengaruh
oleh kegiatan manusia. Langkah awal dalam proses penggunaan lahan yang
rasional adalah dengan cara melakukan evaluasi lahan sesuai dengan tujuannya.
Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu,
sebagai contoh lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau
pertanian tanaman semusim. Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda
tergantung daripada tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan. Untuk
mendapatkan kesesuaian suatu lahan terhadap suatu komoditas tanaman maka
dilakukan evaluasi lahan (Ade, 2010). Kesesuaian lahan mencakup dua hal
penting, yaitu kesesuaian aktual dan potensial (Sarwono dan Widiatmaka, 2011)
1. Kesesuaian Lahan Aktual
Lahan aktual atau kesesuaian lahan pada saat ini (current suitability) atau
kelas kesesuaian lahan dalam keadaan alami, belum mempertimbangkan usaha
perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala
atau faktorfaktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Seperti diketahui, faktor
pembatas dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: Faktor pembatas yang
sifatnya permanen dan tidak mungkin atau tidak ekonomis diperbaiki, dan Faktor
pembatas yang dapat diperbaiki dan secara ekonomis masih menguntungkan
dengan memasukkan teknologi yang tepat.
2. Kesesuaian Lahan Potensial
Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai
setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial
merupakan kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan
tingkat pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat
produktivitas dari suatu lahan serta hasil produksi per satuan luasnya. Menurut
Rayes (2009), kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan
tertentu. Kesesuaian lahan akan lebih spesifik bila ditinjau dari sifat – sifat fisik
lingkungan seperti iklim, tanah, topografi, hidrologi dan drainase yang sesuai
untuk usaha tani tanaman tertentu yang produktif.
1. Kesesuaian Lahan pada Tingkat Ordo
Pada tingkat ordo ditunjukkan, apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai
untuk suatu jenis penggunaan lahan tertentu. Dikenal ada 2 (dua) ordo, yaitu:
a. Ordo S (sesuai): Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat
digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan
yang telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan itu
akan memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan.
Tanpa atau sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya.
b. Ordo N (tidak sesuai): Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang
mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah
penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan dapat
digolongkan sebagai tidak sesuai untuk digunakan bagi usaha pertanian
karena berbagai penghambat, baik secara fisik (lereng sangat curam,
berbatu-batu, dan sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan yang
didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan).
2. Kesesuaian Lahan pada Tingkat Kelas
Kelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari ordo dan
menunjukkan tingkat kesesuaian dari ordo tersebut. Kelas diberi nomor urut yang
ditulis dibelakang simbol ordo, dimana nomor ini menunjukkan tingkat kelas yang
makin jelek bila makin tinggi nomornya. Banyaknya kelas dalam setiap ordo
sebetulnya tidak terbatas, akan tetapi dianjurkan hanya memakai tiga sampai lima
kelas dalam ordo S dan dua kelas dalam ordo N. Jumlah kelas tersebut harus
didasarkan kepada keperluan minimum untuk mencapai tujuan-tujuan penafsiran.
Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo S dan dua kelas yang dipakai dalam ordo
N, maka pembagian serta definisinya secara kualitatif adalah sebagai berikut:
a. Kelas S1: sangat sesuai (highly suitable). Lahan tidak mempunyai
pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya
mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap
produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan.
b. Kelas S2: cukup sesuai (moderately suitable). Lahan mempunyai
pembataspembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat
pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produk
atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan.
c. Kelas S3: sesuai marginal (marginally suitable). Lahan mempunyai
pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat
pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi
dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan
d. Kelas N1: tidak sesuai pada saat ini (currently not suitable). Lahan
mempunyai pembatas yang lebih besar, masih memungkinkan diatasi,
tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal
normal. Keadaan pembatas sedemikian besarnya, sehingga mencegah
penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.
e. Kelas N2: tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable).
Lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala
kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.
3. Kesesuaian Lahan pada Tingkat Sub-kelas
Sub-kelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam
perbaikan yang diperlukan dalam kelas tersebut. Tiap kelas dapat terdiri dari satu
atau lebih sub-kelas, tergantung dari jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas ini
ditunjukkan dengan simbol huruf kecil yang ditempatkan setelah simbol kelas.
Misalnya kelas S2 yang mempunyai pembatas kedalaman efektif (s) dapat
menjadi sub-kelas S2s. Dalam satu sub-kelas dapat mempunyai satu, dua, atau
paling banyak tiga simbol pembatas, dimana pembatas yang paling dominan
ditulis paling depan. Misalnya, dalam sub-kelas S2ts maka pembatas keadaan
topografi (t) adalah pembatas yang paling dominan dan pembatas kedalaman
efektif (s) adalah pembatas kedua atau tambahan.
4. Kesesuaian Lahan pada Tingkat Satuan (Unit)
Kesesuaian pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut dari
subkelas kesesuaian lahan yang didasarkan atas besarnya faktor pembatas.
Dengan demikian, semua unit dari subkelas yang sama memiliki tingkat
kesesuaian yang sama dalam kelas dan memiliki jenis pembatas yang sama pada
tingkat subkelas. Perbedaan antara satu unit dengan unit yang lain merupakan
perbedaan dalam sifat-sifat atau gatra tambahan dari pengelolaan yang diperlukan
dan seringkali merupakan perbedaan detail dari pembatas-pembatasnya. Jumlah
unit dalam sub-kelas tidak dibatasi. Pemberian simbol kesesuaian lahan pada
tingkat unit dilakukan dengan angka setelah simbol subkelas yang dipisahkan oleh
tanda penghubung, misalnya S2n-1, S2n-2.
3. 3. Sumber Data
Sumber data dalam praktikum ini, yaitu data primer yang diperoleh
langsung dari hasil pengukuran di lapangan. Data ini berupa data tutupan lahan,
kondisi topografi, potensi wilayah dan blok pada setiap titik pengamatan. Selain
itu data yang digunakan yaitu data sekunder. Data sekunder merupakan data
ataupun study literature yang diperoleh dari buku maupun penelitian-penelitian
yang sudah pernah dilakukan. Data sekunder berupa data curah hujan, ketinggian
tempat, kemiringan lereng, dan jenis tanah.
3. 4. Proses Pengumpulan Data
Pada tahap ini, dilakukan pengambilan data tutupan lahan pada titik
pengamatan. Data tutupan lahan diperoleh dengan melakukan inventarisasi jenis
tumbuhan yang ada pada titik pengamatan tersebut. Dari data tutupan lahan yang
diperoleh dapat dijadikan acuan dalam estimasi cadangan karbon pada wilayah
tersebut.
Keterangan:
AGB =biomassa pohon bagian atas tanah (kg/ph)
Π = berat jenis (gr/cm3)
D = dbh=diameter setinggi dada (cm)
CD = B x % C organik
Keterangan :
CD =kadungan karbon dari biomassa (kg)
B =total biomassa (kg) %
C organik = 0,47
Keterangan :
TEV = Total Economi Value ( Total Nilai Ekonomi)
DUV = Direct Use Value ( Nilai Penggunaan langsung)
IUV = Indirect-Use Value (Nilai Penggunaan Tidak langsung)
OV = Option Value ( Nilai pilihan)
BAB III
METODE PRAKTIKUM