Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN

“OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBER DAYA


HUTAN DALAM MENURUNKAN DEGRADASI HUTAN”

Oleh:

PRETI
M1A121075
KELAS B

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2022
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................iii
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................3
1.3 Tujuan dan Manfaat.......................................................................3
II PEMBAHASAN
2.1 Sumber daya hutan.........................................................................6
2.2 Degradasi hutan..............................................................................7
2.3 Pengelolaan sumber daya hutan .....................................................8
2.4 Pemanfaatan sumber daya hutan....................................................10
III PENUTUP
5.1 Kesimpulan.....................................................................................20
5.2 Saran...............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................25
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
saya dapat menyelesaikan laporan lengkap makalah Ekonomi sumber daya hutan
ini. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan laporan ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, sehingga saya mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan
judul (Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Hutan dalam Menurunkan
Degradasi hutan).
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, supaya nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Akhir kata saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga makalah ekonomi
sumber daya hutan ini ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak dan dapat di
jadikan sebagai bahan bacaan.

Kendari, 30 Oktober 2022

PRETI
M1A121044

iii
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari kehidupan

masyarakat yang hidup di sekitarnya. Hubungan interaksi antara masyarakat desa

hutan dengan lingkungan alam sekitarnya telah berlangsung selama berabad-abad

lamanya secara lintas generasi dalam bingkai keseimbangan kosmos. Pengelolaan

dan pemanfaatan sumberdaya hutan di setiap masyarakat desa hutan mempunyai

ciri khas tersendiri (local spesific) sesuai dengan karakteristik budaya masyarakat

yang tinggal di dalam dan sekitar hutan. Sumberdaya hutan dimaknai sebagai

sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, religius, politik, sosial dan

budaya. Sumber daya hutan bisa memberikan kelangsungan hidup dari

masyarakat dan hutan sangat tergantung dari ketersediaan sumberdaya hutan yang

ada di sekitar lingkungannya (Damayanti, 2011).

Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia

dalam melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Ekonomi sumberdaya hutan

adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam memanfaatkan

sumberdaya hutan, sehingga fungsinya dapat dipertahankan dan ditingkatkan

dalam jangka panjang. Ekonomi summberdaya hutan tidak berbeda dengan ilmu

pengetahuan ekonomi pada umummnya, karena sumberdaya hutan mengandung

sifat sifat khas sehingga dipandang dapat dipahami kalau dipelajari sebagai subjek

pengetahuan tersendiri (Alam, 2009).

Pengelolaan sumber daya alam merupakan suatu upaya yang

berkesinambungan dalam proses pembangunan yang berkelanjutan dalam upaya

iv
menyejahterakan masyarakat. Hubungan antara sumber daya alam yang tersedia

dengan kesejahteraan masyarakat sangat erat, ketersediaan sumber daya alam

yang terbatas dapat menjadi suatu masalah yang besar jika pengelolaanya tidak

terkoordinasi dengan baik (Hasanusimon 2010). Dalam Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya

bagi kemakmuran rakyat secara adil dan merata”. Menurut UU No. 41 Tahun

1999, “tujuan dari penyelenggaraan kehutanan adalah sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan

aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi

produksi untuk menjangkau manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi

yang seimbang dan berkelanjutan”. Hutan atau rimba dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat, baik untuk membuka ladang maupun mengambil hasil hutan berupa

kayu maupun non-kayu. Beberapa kawasan yang bisa dimanfaatkan oleh

masyarakat untuk mengambil hasil hutan non-kayu antara lain rawa, sungai, dan

padang rumput (Arifandy, 2021).

Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan dapat menimbulkan

benturan kepentingan setiap stakeholder yang kemudian berdampak pada

terjadinya konflik. Konflik dapat disebabkan oleh benturan kepentingan pihak-

pihak terhadap hutan, diantaranya pemerintah, masyarakat dan swasta. Konflik

pengelolaan hutan yang paling sering terjadi yaitu antara masyarakat sekitar hutan

dengan pengelola hutan, dalam hal ini adalah pemerintah atau swasta, ataupun

bisa dengan sesama masyarakat itu sendiri. Konflik tersebut dapat berdampak

v
pada kerusakan kelestarian lingkungan, baik fisik maupun non-fisik, maka pihak

pengelola harus melakukan segala upaya untuk menyelesaikan konflik tersebut.

Konflik sumber daya adalah hubungan antara sumber daya dengan kekerasan

yang tidak selalu sederhana dan bersifat linier, ketika ada sumber daya di situ pula

ada kekerasan, dan juga dari berbagai kasus yang ditemukan bahwa ketika ada

tempat dengan sumber daya melimpah maka kekerasan sering terlihat. Dengan

kata lain konflik atas sumber daya disebabkan oleh berbagai macam faktor,

diantaranya; pola dan akumulasi modal yang bernuansa distribusi tidak seimbang

secara spasial, bentuk-bentuk akses kontrol terhadap sumber daya yang juga tidak

merata termasuk hak kepemilikan dan hak penguasaan, para aktor yang muncul

dari hubungan sosial produksi yang tidak seimbang seperti perusahaan, pekerja,

alat negara dan sebagainya (Suyatna dan Suseno 2007).

Sumber daya hutan merupakan suatu anugerah Allah SWT, yang

mempunyai berbagai manfaat, baik langsung maupun tidak langsung, dan manfaat

ini akan dapat dinikmati secara kontinyu, apabila keberadaannya terjamin. Untuk

itu sumberdaya hutan yang bersifat renawable resources ini perlu dikelola secara

arif, bijaksana dan berkeadilan, serta lestari untuk sebesar-besarnya bagi

kemakmuran rakyat, terutama masyarakat yang berdomisili di dalam dan sekitar

kawasan hutan.

Khususnya untuk sumberdaya hutan Gayo Lues, berdasarkan Pergub

Aceh No. 19 tahun 1999, dan SK Menhut No.172/kpts-II/Menhut//2002 bahwa

hutan Gayo Lues terdiri dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) seluas

202.880,30 ha, hutan lindung seluas 226.560 ha, hutan produksi seluas 45.190 ha,

vi
dan areal penggunaan lain (APL) seluas 97.327,7 ha. Dengan kata lain 85% dari

luas wilayah merupakan kawasan hutan. Sementara itu keberadaan hutan Gayo

Lues mempunyai potensi dan peranan yang sangat besar, antara lain terdapat

biodiversity yang tinggi, baik flora maupun fauna, terdapat 9 hulu DAS, dan

potensi-potensi alam lainnya. Namun disisi lain tekanan terhadap keberadaan

hutan tersebut terus berlangsung, baik kegiatan perambahan, illegal logging dan

tekanan-tekanan dalam bentuk lainnya, namun disisi lain keberadaan potensi

hutan tersebut tidak sebanding dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang

tergolong rendah, bahkan berada dibawah garis kemiskinan.

Terwujudnya kelestarian sumberdaya hutan, dan sejahteranya masyarakat,

maka hutan perlu dikelola dengan manajemen yang baik, dan dalam hal ini perlu

didukung oleh aturan, kebijakan dan strategi pengelolaan yang baik pula. Untuk

memudahkan dalam penentuan arahan strategis dan kebijakan dalam pengelolaan

sumberdaya hutan terlebih dahulu perlu nilai ekonomi yang terdapat pada

sumberdaya hutan tersebut. Nilai manfaat ekonomi yang terukur secara moneter

karena belum adanya penilaian ekonomi secara kuantitatif, sehingga

mengakibatkan kurangnya pemahaman tentang pentingnya fungsi hutan bagi

kesejahteraan manusia secara lebih lengkap dan mendalam (Fauzi, 2011).

Pemanfaatan kawasan sumber daya bukan hal yang mudah untuk tetap

dapat mempertahankan kualitas dan kuantitas keanekaragaman hayati yang

terdapat di dalam kawasan taman nasional. Adanya status legal sebagai salah satu

tempat perlindungan keanekaragaman hayati, tidak membuat kawasan ini akan

menjadi suatu kawasan yang bebas gangguan dan ancaman. Hal ini terlihat dari

vii
banyaknya data yang menunjukkan tingginya tingkat keterancaman terhadap

keanekaragaman hayati yang terdapat di dalam kawasan ini, padahal kawasan

taman nasional dapat dianggap sebagai benteng perlindungan terakhir bagi

sejumlah besar tumbuhan dan satwa. Salah satu taman nasional yang terdapat di

Pulau Sulawesi adalah Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW).

Taman nasional yang terletak di Provinsi Sulawesi Tenggani ditetapkan

berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 756/Kpts-II/1990, dengan luas

105.194 ha. Keanekaragaman flora yang terdapat di dalam kawasan taman

nasional ini tergolong cukup tinggi, terdiri dari 323 jenis tumbuhan, juga memiliki

berbagai jenis fauna, terutama jenis-jenis fauna langka endemik kawasan

Wallaceae antara lain anoa (Bubalus depresicornis, B. quarlesi), babirusa

(Babyroussa babirussa), kera hitam (Macaca ochreata), tarsius (Tarsius sp.),

musang coklat sulawesi (Macrogalidia mueschenbroecki), berbagai jenis burung

langka endemik Sulawesi seperti maleo (Macrocephalon maleo), maupun jenis-

jenis lain yang tidak dapat dijumpai di daerah lain (Unit Taman Nasional Rawa

Aopa Watumohai, 2000). Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dikelilingi

oleh desa-desa yang mayoritas penduduknya mempunyai tingkat pendapatan yang

rendah, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan sangat bergantung pada

pemanfaatan berbagai potensi sumberdaya alam taman nasional dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. Tuntutan pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitar

merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya kecenderungan

pemanfaatan berbagai sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan taman

nasional secara tidak terkendali (over eksploitasi). Populasi hidupan liar dan

viii
K
F
I
S
O
L
G
P
N
T
H
Y
A
D
R
E
B
M
U
kawasan lindung di Sulawesi berada di bawah tekanan yang luar biasa dari

masyarakat pedesaan. Hal ini nampak dalam berbagai aktivitas masyarakat seperti

perburuan satwa secara liar, penyerobotan lahan untuk dijadikan lahan pertanian,

pencurian kayu dan hasil hutan lainnya yang berpengaruh pada habitat alami.

Akibatnya hidupan liar di Sulawesi memiliki laju penurunan yang tertinggi

dibanding pulau-pulau besar lain di Indonesia (Dariah, 2004).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan sumber daya hutan?

2. Apa itu degradasi hutan

3. Bagaiman pengelolaan sumber daya hutan

4. Bagaimana pemanfaatan sumber daya hutan

1.3 Kerangka Berpikir

ix
1.4 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan pada makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa itu sumber daya hutan

2. Untuk mengetahui apa itu degradasi hutan

3. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan sumber daya hutan

4. Untuk mengetahui pemanfaatan sumber daya hutan

Kegunaan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Agar mengetahui apa itu sumber daya hutan

2. Agar mengetahui apa itu degradasi hutan

3. Agar mengetahui bagaimana pengelolaan sumber daya hutan

4. Agar mengetahui pemanfaatan sumber daya hutan

x
II PEMBAHASAN

2.1 Sumber Daya Hutan

Sumberdaya hutan (SDH) Indonesia menghasilkan berbagai manfaat

yang dapat dirasakan pada tingkatan lokal, nasional, maupun global. Manfaat

tersebut terdiri atas manfaat nyata yang terukur (tangible) berupa hasil hutan

kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, damar dan lain-lain, serta

manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan,

keragaman genetik dan lain-lain. Saat ini berbagai manfaat yang dihasilkan

tersebut masih dinilai secara rendah sehingga menimbulkan terjadinya eksploitasi

sumber daya hutan yang berlebih. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak

pihak yang belum memahami nilai dari berbagai manfaat sumber daya hutan

secara komperehensif (Nurfatriani, 2006).

Ekonomi sumber daya hutan adalah suatu bidang penerapan alat-alat

analisis ekonomi terhadap persoalan produksi, permintaan, penawaran, biaya

produksi, penentuan harga termasuk dalam kajian ekonomi mikro dan masalah

kesejahteraan masyarakat (kesempatan kerja, pendapatan produk domestik dan

pertumbuhan ekonomi) yang termasuk dalam kajian ekonomi makro. Kajian

ekonomi mikro dalam ekonomi SDH untuk menjawab barang dan jasa hasil hutan

apa yang diproduksi sehingga dapat menguntungkan unit usaha (bisnis) sebagai

pelaku usaha, sedangkan kajian ekonomi makro akan menjawab bagaimana

sumberdaya hutan dimanfaatkan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat dalam

xi
pengertian bahwa sumberdaaya hutan telah memberikan kontribusi bagi

tersedianya lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan

memberikan jasa perlindungan lingkungan bagi semua masyarakat (Alam, 2009).

2.2 Degradasi Hutan

Degradasi atau penurunan kualitas lahan merupakan isu global utama pada

abad ke-20 dan masih menjadi isu penting dalam agenda internasional pada abad

ke-21. Erosi tanah, kelangkaan air, energi, dan keanekaragaman hayati menjadi

permasalahan lingkungan global sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Erosi tanah menyebabkan degradasi lahan karena dapat menurunkan kualitas

tanah serta produktivitas alami lahan pertanian dan ekosistem hutan. Di Indonesia,

laju erosi tanah pada lahan pertanian dengan 625 t/ha/tahun,30% tergolong

tinggi, berkisar antara 60lereng 3 padahal banyak lahan pertanian yang berlereng

lebih dari 15%, bahkan lebih dari 100% sehingga erosi tanah tergolong sangat

tinggi. Konservasi tanah dan air mengarah kepada terciptanya sistem pertanian

berkelanjutan yang didukung oleh teknologi dan kelembagaan serta mampu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melestarikan sumber daya lahan

serta lingkungan (Sutrisno, 2013).

2.3 Manfaat Pengelolaan Sumber Daya Hutan

Manfaat dari SDH tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap semua

manfaat yang dihasilkan SDH ini. Penilaian sendiri merupakan upaya untuk

menentukan nilai atau manfaat dari suatu barang atau jasa untuk kepentingan

manusia. Manfaat dari sumber daya hutan ini maka hal tersebut dapat dijadikan

xii
rekomendasi bagi para pengambil kebijakan untuk mengalokasikan sumberdaya

alam (SDA) yang semakin langka dan melakukan distribusi manfaat SDA yang

adil. Terlebih dengan meningkatnya pertambahan penduduk saat ini yang

menyebabkan timbulnya tekanan yang serius terhadap SDH, menyebabkan

perlunya penyempurnaan pengelolaan SDA melalui penilaian akurat terhadap

nilai ekonomi sumberdaya alam yang sesungguhnya.

Manfaat SDH sendiri tidak semuanya memiliki harga pasar, sehingga

perlu digunakan pendekatan-pendekatan untuk mengkuantifikasi nilai ekonomi

SDH dalam satuan moneter. Sebagai contoh manfaat hutan dalam menyerap

karbon, dan manfaat ekologis serta lingkungan lainnya. Karena sifatnya yang non

market tersebut menyebabkan banyak manfaat SDH belum dinilai secara

memuaskan dalam perhitungan ekonomi. Tetapi saat ini, kepedulian akan

pentingnya manfaat lingkungan semakin meningkat dengan melihat kondisi SDA

yang semakin terdegradasi. Untuk itu dikembangkan berbagai metode dan teknik

penilaian manfaat SDH, baik untuk manfaat SDH yang memiliki harga pasar

ataupun tidak, dalam satuan moneter. Tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk

menjelaskan konsep nilai ekonomi total dan berbagai metode yang digunakan

untuk menilai manfaat SDH dan lingkungan.

Sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri

dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa)

yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan

membentuk ekosistem (Mensesneg, 1990). Budimanta (2007) mengungkapkan

bahwa keberadaan sumberdaya alam yang penting bagi kehidupan manusia,

xiii
menjadikan kompleksitas hubungan antara berbagai pihak yang memiliki

kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam.

Sumberdaya alam bagi masyarakat sudah menjadi bagian dari

kehidupannya, baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Pemerintah

kemudian menetapkan UU No. 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya

Alam dan Ekosistemnya, mengingat keberadaan sumberdaya alam yang tidak

dapat tergantikan dan penting bagi kehidupan manusia. Melalui UU No.5 Tahun

1990, pemerintah juga menetapkan kawasan konservasi pada suatu wilayah yang

memiliki keanekaragaman hayati yang khas dan perlu dikelola dan dimanfaatkan

secara lestari.

Kawasan konservasi memiliki fungsi sebagai sistem penyangga

kehidupan, pengawetan keanekaragaman satwa dan tumbuhan, serta pemanfaatan

secara lestari sumberdaya alam. Kawasan konservasi dibedakan menjadi kawasan

suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Taman nasional merupakan salah

bentuk dari kawasan pelestarian alam (Marina, 2011).

Sumberdaya alam yang dimiliki oleh masyarakat adat Kasepuhan diangg

ap sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan titipan dari para leluhur mereka.

Oleh karena itu, mereka wajib untuk menjaga keutuhan dan mempergunakan

sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka saat ini hingga generasi

mendatang. Sebagai lahan titipan para leluhur, seluruh sumberdaya alam ini

diklaim sebagai milik adat dan bersifat komunal. Hanya boleh dipergunakan dan

dimanfaatkan untuk hidup, namun tidak boleh untuk dijual dan dimiliki secara

individual. Pengaturan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam di

xiv
Kasepuhan, diatur oleh seorang Abah sebagai pemimpin adat. Terkait dengan

keberadaan taman nasional sebagai kawasan konservasi, institusi pengelola di

Indonesia mencakup unsur hak kepemilikan, batas wilayah kewenangan dan

aturan keterwakilan. Hak kepemilikan taman nasional, sesuai dengan UUD 1945

Pasal 33 dan UU No. 5 Tahun 1967 mengenai Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kehutanan adalah milik negara (state property). Menurut pasal 34 UU No. 5

Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya,

pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini oleh

Kementerian Kehutanan.

Setiap jenis sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang

berasal dari hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani, dihitung nilai riilnya

dalam bentuk rupiah, kemudian dilakukan rekapitulasi nilai manfaat dari seluruh

jenis sumberdaya hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat desa sekitar hutan

tersebut (Birgantoro, 2007).

Pemaanfaatan sumber daya hutan oleh masyarakat setempat, mereka

bergantung pada berbagai sumberdaya yang ada di hutan seperti kayu bakar,

bahan makanan, bahan bangunan dan hasil-hasil hutan lainnya yang dapat

memberikan nilai tambah bagi kehidupan mereka. Interaksi sosial masyarakat 176

desa dengan hutan dapat terlihat dari ketergantungan masyarakat desa sekitar

hutan akan sumbersumber kehidupan dasar seperti air, sumber energi (kayu bakar

dan bahan-bahan makanan yang dihasilkan dari hutan), bahan bangunan, dan

sumberdaya lainnya. Bentuk-bentuk interaksi sosial ini tercermin dari kegiatan

masyarakat seperti: mengumpulkan berbagai hasil hutan berupa: kayu bakar

xv
sebagai sumber energi, rumput untuk makanan ternak, umbi-umbian dan buah-

buahan untuk bahan makanan, dan hasil-hasil hutan lainnya. Pemanfaatan

sumberdaya hutan yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sumberwaru dan Desa

Sumberanyar pada umumnya dilakukan secara musiman. Pemanfaatan

sumberdaya hutan. Nilai manfaat sumberdaya hutan bagi masyarakat Pemanfaatan

rencek/kayu bakar sebagai salah satu sumber energi rumah tangga masih banyak

dilakukan oleh masyarakat Desa Sumberwaru dan Desa Sumberanyar.

Masyarakat memanfaatkan rencek yang berasal dari hutan Perum

Perhutani, baik untuk digunakan sendiri maupun untuk dijual sebagai penghasilan

utama atau penghasilan tambahan. Sebagian besar kegiatan pengambilan

rencek/kayu bakar dilakukan dengan menggunakan sepeda dan sepeda motor

sebagai alat transportasi dan alat angkutnya. Selain itu, ada juga masyarakat yang

memanfaatkan rencek/kayu bakar dengan cara dipikul dan berjalan kaki serta

menggunakan truk sebagai alat angkutnya.

Pemanfaatan kayu bakar dengan menggunakan sepeda atau sepeda motor,

dalam satu kali pengambilan bisa mencapai 4-5 ikat kayu bakar (1 m3 kayu bakar

siap jual setara dengan 10 ikat kayu bakar), sedangkan dengan cara dipikul hanya

mampu menghasilkan 1-2 ikat. Pengambilan dengan menggunakan truk,

dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari 5−6 orang dengan volume

pemanfaatan mencapai 120−150 ikat/truk. Kayu bakar yang diperoleh biasanya

dijual ke Pasar Galean, Pasar Asembagus, industi pemindangan dan pengeringan

ikan yang berlokasi di daerah Jangkar dan Mimbo, restoranrestoran, dan

terkadang dijual ke pengepul rencek. Harga per ikat kayu bakar berkisar antara Rp

xvi
2.000,00-Rp 4.000,00/ikat, tergantung ukuran, volume, dan kualitasnya. Untuk

kayu bakar yang diangkut dengan menggunakan sepeda atau sepeda motor

harganya berkisar antara Rp 15.000,00− Rp 18.000,00/sepeda (1 m3 kayu bakar

siap jual setara dengan 2 sepeda atau sepeda motor kayu bakar).

Kayu bakar yang diangkut dengan menggunakan truk biasanya langsung

dijual ke pabrik batubata merah, genting, tepung, gula dengan harga yang berkisar

antara Rp 225.000,00- Rp 250.000,00 per truk. Masyarakat desa di sekitar hutan

sebagian besar memiliki hewan ternak baik sapi, kerbau, kambing, maupun

domba. Rata-rata kepemilikan hewan ternak di Desa Sumberwaru berkisar 4-5

ekor per kepala keluarga, dimana yang memiliki hewan ternak terbanyak adalah

masyarakat yang bertempat tinggal di Dusun Sidomulyo. Di Desa Sumberanyar,

khususnya di Dusun Sekar putih, rata-rata kepemilikan ternak di Dusun ini

berkisar antara 3-4 ekor per kepala keluarga. Banyaknya jumlah kepemilikan

ternak ini sangat mempengaruhi tingkat pemanfaatan komoditi rumput sebagai

pakan ternak. Kegiatan pemanfaatan komoditi rumput dilakukan dengan 2 cara

yaitu dalam bentuk penggembalaan secara liar dalam kawasan hutan, dan

pengambilan rumput yang dilakukan dalam rangka mencukupi pakan ternak

selama di kandang.

Pemanfaatan tersebut berlangsung sepanjang tahun dengan intensitas

pemanfaatan yang terjadi setiap hari. Volume pemanfaatan rumput untuk satu

pikulan biasanya berkisar antara 1-2 ikat, sedangkan untuk sepeda kapasitas

angkut tercatat mencapai 2-3 ikat. Rumput yang dimanfaatkan oleh masyarakat,

pada umumnya hanya digunakan untuk konsumsi saja tidak untuk

xvii
diperjualbelikan, namun berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa

responden, diketahui bahwa jika komoditas rumput tidak tersedia, maka

masyarakat harus mengeluarkan biaya yang nilainya berkisar antara Rp 4.000,00−

Rp 6.000,00 per ikat.

Besarnya nilai korbanan ini menunjukkan bahwa jenis komoditas ini

sangat dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat. Acacia nilotica merupakan

salah satu tumbuhan exotic yang ada di dalam kawasan hutan Taman Nasional

Baluran dan kawasan hutan Perum Perhutani KPH Banyuwangi Utara, tepatnya di

kawasan BH Bitakol dan BH Kendeng Timur Laut (KTL). Keberadaan Acacia

nilotica ini pada awalnya berfungsi sebagai tanaman pagar. Hal ini dilakukan oleh

pihak Perum Perhutani mengingat daerah tersebut merupakan areal

penggembalaan liar.

Acacia nilotica juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena selain

kayunya yang dapat digunakan sebagai kayu bakar, bijinya pun dapat

dimanfaatkan untuk campuran kopi, sehingga diharapkan dapat memberikan

tambahan pendapatan bagi masyarakat sekitar hutan. Pemanfaatan biji Acacia

nilotica oleh masyarakat desa sekitar hutan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu

dengan memungut biji-biji yang telah jatuh di lantai hutan maupun dengan

mengunduh langsung dari pohonnya. Pengambilan biji akasia biasanya dilakukan

pada musim kemarau antara bulan Juni−September yang mana tahun itu banyak

hasil-hasil sumber daya hutan (Birgantoro, 2007).

2.4 Pengelolaan Sumber Daya Hutan

xviii
Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan melalui

kebijakan dan program PHBM telah berlangsung lebih dari 12 tahun sejak

diimplementasikan tahun 2001. Bentuk keterlibatan masyarakat setelah tahun

2001 dalam pengelolaan hutan negara merupakan hasil negosiasi antara Perum

Perhutani sebagai representasi perusahaan milik negara (state-owned cooperation)

dengan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan negara pasca berlangsungnya

reformasi tahun 1998 yang disertai angka penjarahan hutan yang sangat besar.

Kebijakan PHBM ini dirumuskan dalam SK Nomor 136/KPTS/DIR/2001.

Dalam perkembangannya, kebijakan PHBM telah mengalami perubahan sebanyak

3 (tiga) kali sejak tahun 2001. Perubahan tersebut ditunjukkan dengan adanya

kebijakan baru untuk merevisi kebijakan PHBM yang dibuat tahun 2001 dengan

Kebijakan PHBM Plus pada tahun 2007 (Keputusan Direksi Perum Perhutani

Nomor: 268/KPTS/ DIR/2007) dan terakhir dengan dicabutnya kebijakan PHBM

plus yang diganti dengan kebijakan PHBM tahun 2009 (Keputusan Direksi Perum

Perhutani Nomor: 682/ KPTS/DIR/2009). Perkembangan perubahan kebijakan ini

menunjukkan adanya dinamika dalam pengelolaan sumberdaya hutan selama

lebih dari 12 tahun ini.

Perkembangan terakhir pada tahun 2013 dari implementasi kebijakan

PHBM menunjukkan kecenderungan sikap Perhutani yang menganggap kebijakan

PHBM ini sudah tidak lagi menjadi fokus utama dalam pengelolaan hutan Jawa.

Perhutani sebagai pemegang otoritas pengelolaan hutan Jawa, dalam 7 tahun

terakhir sejak tahun 2007, tidak lagi berinteraksi secara intensif dengan LMDH

sebagai mitra utama dalam PHBM. Aktivitas interaksi hanya terjadi untuk halhal

xix
yang berkaitan dengan pemenuhan target bisnis Perhutani seperti pembuatan

perjanjian kerjasama (Pks) baru atas tanaman yang sudah dianggap

menguntungkan bagi perhutani untuk dimasukan dalam perjanjian bagi hasil

sesuai dengan Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor: 436/KPTS/ DIR/2011

tentang Pedoman Berbagi Hasil Hutan Kayu. Hal ini terjadi karena Perhutani telah

menetapkan pengembangan usaha kehutanan (bisnis) dan pemenuhan target

Perhutani sebagai Pengelola Hutan Lestari (PHL). Oleh karena itu, munculah

persepsi masyarakat dan LMDH terhadap orientasi bisnis Perhutani dalam

implementasi kebijakan PHBM yang menunjukkan bahwa masyarakat dan LMDH

merasa dipinggirkan perananannya dalam implementasi kebijakan PHBM. Hal ini

Perhutani memang tidak menghendaki adanya peran besar yang setara dari

masyarakat desa hutan dalam pengelolaan hutan negara (Siswoko, 2009).

Pengelolaan sumber daya hutan di kawasan hutan untuk mendukung

keberlanjutan pengelolaan sumber daya hutan di kawasan hutan menjadi penting

untuk diteliti. Untuk mendalaminya, penelitian ini melakukan komparasi kapasitas

masyarakat pemegang persetujuan perhutanan sosial yaitu Hutan Kemasyarakatan

(HKm) Beringin Jaya dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Hajran. Keduanya

merupakan masyarakat pemegang persetujuan perhutanan sosial skema HKm dan

HTR yang telah diberikan hak kelola legal kawasan hutan oleh Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Perhutanan Sosial menjadi salah satu

kebijakan prioritas nasional yang dijalankan oleh KLHK (KLHK, 2015), yang

diatur dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor

P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2016, kemudian diganti dengan Peraturan Menteri

xx
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021. Dengan mendalami tiga

komponen kapasitas masyarakat, akan diketahui tingkat kapasitas masyarakat

dalam mengelola sumber daya hutan di kawasan hutan. Hasil penelitian berguna

untuk pengambil kebijakan di lembaga terkait (pemerintah dan non-pemerintah)

dalam menetapkan langkah intevensi yang tepat dilakukan untuk menguatkan

komponen kapasitas masyarakat untuk mendukung keberlanjutan pengelolaan

sumber daya hutan di kawasan hutan (Mardiana, 2022).

Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu diikuti dengan

tindakan-tindakan berupa pelestarian sumber daya alam untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan

Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dan direvisi dengan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Ini

adalah payung hukum di bidang pengelolaan lingkungan di Indonesia saat ini.

Apabila ditinjau dari aspek subtantif maka hak ata lingkungan yang terkait dengan

keadilan antargenerasi dan intra-generasi merupakan ciri khusus dari hak atas

lingkungan. Keadilan intra generasi adalah pemerataan sumber daya alam di

antara generasi saat ini. Hal ini berlawanan dengan fakta saat ini bahwa orang-

orang di negara maju yang jumlahnya kurang dari 20% dari total populasi dunia

mengkonsumsi lebih dari 80% kekayaan alam yang dimiliki bumi, sementara 80%

populasi dunia mengkonsumsi kurang dari 20% dari kekayaan bumi.

Ketimpangan ini merupakan tantaangan terpenting dalam mewujudkan keadilan

intra generasi (Najicha, 2021).

xxi
III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

1. Sumber daya kehutanan adalah sumber daya alam hayati yang didominasi

pepohonan dalam dalam persekutuan alam dan lingkungannya, yag satu

dengan lalinnya tidak dapat dipisahkan.

2. Kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan karena kerusakan

ekosistem hutan yang sering disebut degradasi hutan ditambah juga

penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi.

3. Pemanfaatan hutan merupakan kegiatan dalam memanfaatkan lahan hutan

termasuk jasa lingkungan, memanfaatkan dan mengambil hasil hutan kayu dan

nonkayu secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap

menjaga kelestarian hutan.

4. Pengelolaan sumber daya hutan dimaksudkan untuk memberikan arah

pengelolaan hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi dan sosial secara

proposional.

3.2 Saran

Saran penyusun yang dapat di ajukan yakni semoga makalah ini dapat

menambah wawasan pembaca, penyusun menyadari kekurangan dan

ketidaksempurnaan dalam penyusan makalah ini maka dari itu kritik dan saran

dari berbagai pihak di harapkan.

xxii
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S dan M. A. K. Supratman. 2009. Ekonomi sumber daya hutan. Buku Ajar.
Laboratorium Kebijakan Dan Kewirausahaan Kehutanan. Universitas
Hasanuddin.
Amalia, B. I dan A. Sugiri. 2014. Ketersediaan air bersih dan perubahan iklim:
Studi krisis air di Kedungkarang Kabupaten Demak. Teknik PWK
(Perencanaan Wilayah Kota). 3 (2): 295-302.
Arifandy, M. I dan M. Sihaloho. 2015. Efektivitas pengelolaan hutan bersama
masyarakat sebagai resolusi konflik sumber daya hutan. Sodality: Jurnal
Sosiologi Pedesaan, Agustus.
Birgantoro, B. A dan D. R. Nurrocmat. 2007. Pemanfaatan sumberdaya hutan
oleh masyarakat di KPH Banyuwangi Utara. Jurnal Pengelolaan Hutan
Tropis. 13 (3): 172-181.
Damayatanti, P. T. 2011. Upaya pelestarian hutan melalui pengelolaan
sumberdaya hutan bersama masyarakat. KOMUNITAS: International
Journal of Indonesian Society and Culture. 3(1).
Dariah, A., Rachman, A dan U. Kurnia. 2004. Erosi dan degradasi lahan kering di
Indonesia. Dalam Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. 11-34.
Fauzi, M., D. Darusman. N. Wijayanto dan C. Kusmana. 2011. Analisis Nilai
Ekonomi Sumberdaya Hutan Gayo Lues. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 6
(1): 13-20.
Mardiana, R. 2022. Studi Komparasi Kapasitas Masyarakat HKm Beringin Jaya
dan HTR Hajran dalam Mengelola Sumber Daya Hutan untuk
Keberlanjutan. Jurnal Penyuluhan. 18 (2): 246-264.
Marina, I dan A. H. Dharmawan. 2011. Analisis konflik sumber daya hutan di
kawasan konservasi. Sodalitas: Jurnal Sosiologi Pedesaan. 5 (1):1-7.
Muliantara, A. dan I. M. Widiartha. 2015. Perancangan alat ukur ketinggian
curah hujan otomatis berbasis mikrokontroler. Jurnal Ilmu Komputer.
8(2):31-37.
Najicha, F. U. 2021. Dampak Kebijakan Alih Fungsi Kawasan Hutan Lindung
Menjadi Areal Pertambangan Berakibat Pada Degradasi Hutan. In
Proceeding of Conference on Law and Social Studies.
Nurfatriani, F. 2006. Konsep nilai ekonomi total dan metode penilaian sumber
daya hutan. Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan. 3 (1): 1-16.

xxiii
Rosyadi, S dan K. R. Sobandi. 2014. Relasi kuasa antara perhutani dan
masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan di Banyumas:
kepentingan bisnis Vs community empowerment. Komunitas:
International Journal of Indonesian Society and Culture. 6 (1): 47-56.
Siswoko, B. D. 2009. Good Forest Governance: Sebuah keniscayaan dalam
pengelolaan sumberdaya hutan lestari. Jurnal Ilmu Kehutanan. 3 (1): 1-12.
Sutrisno, N dan N. Heryani. 2013. Teknologi konservasi tanah dan air untuk
mencegah degradasi lahan pertanian berlereng.

xxiv

Anda mungkin juga menyukai