Anda di halaman 1dari 7

TUGAS ARTIKEL DAMPAK REKAYASA LINGKUNGAN (DRL)

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS DIPONEGORO 2023


Nama : Alyssa Thirza Putri
NIM : 21010119140061
Kelas : C

SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN


(HUTAN)

PENDAHULUAN
Sumber daya hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting bagi
kehidupan, sumber daya hutan merupakan salah satu unsur pokok dalam pembangunan
nasional. Hutan berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan keberadaannya tidak dapat
tergantikan oleh sumberdaya alam lainnya. Dengan posisinya yang sangat penting, maka
diperlukan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan hutan. Kegiatan pengelolaan hutan harus
berdasarkan pada prinsip kelestarian hutan (Suistanable Forest Management) yang meliputi
kelestarian fungsi produksi, fungsi ekologis, dan fungsi sosial. Hal ini berarti bahwa
pengelolaan hutan tersebut harus menjamin kesinambungan dalam pemanfaatan hasil hutan
dan juga fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan berbagai spesies asli beserta
ekosistemnya serta kehidupan masyarakat yang tergantung kepada hutan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) merupakan wilayah pengelolaan hutan sesuai
fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Seluruh
kawasan hutan di Indonesia akan terbagi dalam wilayah-wilayah KPH serta akan menjadi
bagian dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, provinsi, kabupaten/kota. Kesatuan
Pengelolaan Hutan terdiri dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
(Dirjen Planologi, 2012).
PEMBAHASAN

• Definisi

Definisi hutan dan berbagai diskursusnya pada umumnya disusun sesuai dengan tujuan
dan kepentingan tertentu dalam kaitanya dengan tujuan pengelolaanya. Cara pandang ini juga
muncul oleh adanya kesepakatan kebijakan dalam orientasi penggunaan dan pemanfaatan hasil
hutan yang diinginkan. Menurut Suhendang (2013), definisi hutan bisa ditinjau dari beberapa
faktor yaitu: wujud biofisik lahan dan tumbuhan yang membentuknya, fungsi ekologis, tujuan
pengelolaan ataupun kepentingan kegiatan operasional lainya, serta status hukum dan lahan
dari hutan tersebut. Beberapa perbedaan penekanan definisi ini, jika dilihat dari sudut pandang
teori akses Ribot dan Peluso adalah diskursus tentang proses dinamis akses terhadap sumber
daya hutan, dan analisis terhadap siapa yang bisa memanfaatkan sumber daya hutan tersebut,
sehingga penekanan definsi yang diberikan sangat bergantung pada tujuan dan kepentingan
dibalik kekuatan jaringan, akses dan perilaku aktor tersebut. Kepentingan tidak selalu dimaknai
negatif, karena kepentingan adalah persoalan prioritas kebijakan dan tujuan akhir yang hendak
dicapai dari pengelolaan dan pengurusan hutan tersebut.
Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 41 hutan adalah “suatu kesatuan ekosistem
berupa hamparan lahan sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam
persekutuan alam dan lingkunganya, yang satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan”.
Hutan pada definisi UU di atas dominan dilihat dari sudut pandang wujud biofisik berupa diksi
“suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang didominasi oleh pepohonan dalam
persekutuan alam dan lingkunganya. Aspek fungsi ekologis maupun tujuan pengelolaan tidak
disebutkan dalam UU tersebut. Sedangkan status hukum lahan dibahas pada Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan, yaitu “hutan adalah
suatu hamparan lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keselurahan merupakan
persekutuan hidup alam hayati berserta alam lingkunganya dan yang ditetapkan oleh
pemerintah sebagai hutan”. Namun UU ini tidak berlaku lagi sejak dikeluarkanya UU No 41
Tahun 1999. Status hukum lahan pada UU No. 41 dibahas secara terpisah dalam definisi
kawasan hutan pada pasal 1 ayat 3 hasil amandemen tahun 2012 yang menjelaskan bahwa
kawasan hutan adalah wilayah-wilayah tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keadaanya sebagai hutan tetap. Penetapan kawasan hutan merupakan tahapan
final dari proses pengukuhan kawasan hutan. Pengukuhan kawasan hutan memiliki tujuan
untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan sebagaimana disebutkan dalam PP
No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan sebagai upaya memberikan kepastian
hukum mengenai status, fungsi, letak, batas dan luas kawasan hutan. UU ini juga menjelaskan
bahwa pengukuhan kawasan hutan merupakan bagian dari perencanaan kehutanan (Muhd,
2018).

• Fungsi
Sumberdaya hutan berperan sebagai penggerak ekonomi dapat teridentifikasi dalam
beberapa hal, yaitu: pertama, penyediaan devisa untuk membangun sektor lain yang
membutuhkan teknologi dari luar negeri; kedua, penyediaan hutan dan lahan sebagai modal
awal untuk pembangunan berbagai sektor, terutama untuk kegiatan perkebunan, industri dan
sektor ekonomi lainnya; dan yang ketiga, peran kehutanan dalam pelayanan jasa lingkungan
hidup dan lingkungan sosial masyarakat. Ketiga bentuk peranan tersebut berkaitan dengan
peranan sumberdaya hutan sebagai penggerak ekonomi yang sangat potensial, sangat kompleks
dan saling terkait. Peran SDH tersebut dikarenakan sifat produk SDH, sebagai berikut: Kayu
merupakan produk multiguna, sehingga diperlukan banyak jenis industri dan produk kayu
hampir selalu berperan pada setiap tahapan perkembangan teknologi dan perekonomian.
Sumberdaya hutan sangat penting artinya dalam mendorong tersedianya lapangan
kerja, karena sektor kehutanan memiliki banyak lapangan usaha antara lain kegiatan
penanaman, pemeliharaan dan perlindungan hutan, kegiatan pemanenan hasil hutan
(penebangan dan pengangkutan), kegiatan dalam industri hasil hutan meliputi industri
penggergajian, industri pulp dan kertas, industri wood working, industri plywood, industri
gondorukem, dan industri-industri yang bahan baku utamanya dari hasil hutan seperti gula
aren.
Nilai sumberdaya hutan tersebut beraneka ragam, baik berupa nilai hasil material, jasa
lingkungan dan jasa sosial bagi masyarakat sekitar hutan. Upaya peningkatan nilai sumberdaya
hutan sangat tergantung kepada kemampuan pengelolaan sumberdaya hutan mulai dari
kegiatan produksi hasil hutan dan pemasarannya. Pengelolaan sumberdaya hutan harus mampu
meningkatkan nilai tambah ekonomi dan ekologi dari hutan. Ini berarti memproduksi hasil
hutan berupa jasa dan barang yang bermutu tinggi dan beraneka ragam, mengurangi
kesenjangan ekonomi antara penduduk masyarakat sekitar hutan dengan masyarakat lain yang
mendapat manfaat dari hutan, memelihara akses tradisional terhadap hutan bagi masyarakat
lokal, meningkatkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha bagi seluruh masyarakat. Hutan
sebagai salah satu sumber saya alam yang bersifat dapat diperbaharui memiliki peran dan
kontribusi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup umat manusia secara lintas generasi.
Karena itu, menjadi sangat penting bagi masyarakat Indonesia untuk memahami seberapa besar
potensi yang terkandung dalam sumber daya hutan sehingga proses pengelolaan dan
pemanfaatannya-baik dalam konteks manfaat ekonomi, ekologi dan sosial akan dapat
dilakukan secara efektif dan optimal.

• Tindakan dan Kondisi Terkini

Rusaknya hutan telah menjadi ancaman bagi seluruh makhluk hidup. Masalah illegal
logging merupakan masalah utama di Departemen Kehutanan, karena masalah ini dapat
memberikan dampak yang luar biasa bagi peradaban dan generasi yang akan datang. Hal
tersebut akan mengakibatkan seluruh biodiversity dan kekayaan alam (termasuk kayu) dapat
punah, sehingga generasi mendatang hanya mengetahui dari buku-buku saja dan tidak
menyaksikan langsung kekayaan mega biodiversity hutan tropis Indonesia. Minimnya edukasi
tentang penyelamatan hutan di Indonesia menjadi salah satu hal yang mempercepat degradasi
hutan. Tidak hanya itu, ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan hukum dan moratorium
atau pemberian izin pengolahan hutan juga menjadi sebuah tanda tanya besar.
Pada umumnya persoalan illegal logging dan berbagai kejahatan kehutanan yang terkait
langsung dengan aktivitas kriminal yang unik hanya kepada sektor kehutanan. Korupsi,
misalnya, adalah sebuah kegiatan kriminal yang sangat menyebar luas dimana oknum pegawai
pemerintah menerima secara rutin uang suap sebagai imbalan untuk pemberian hak konsensi
dan izin pemanfaatan hasil hutan. Perusahaan kayu sering terlibat di dalam penggelapan pajak
(tax evasion) dengan melaporkan penebangan kayu yang lebih rendah dari yang seharusnya.
Beberapa produser pulp dan kertas di Indonesia telah melakukan tindakan pidana kejahatan
perbankan dengan melakukan mark-up biaya investasi mereka. Penyelundupan juga sangat
menonjol di sektor kehutanan yang terlihat dari besarnya volume kayu dan hasil hutan lainnya
yang dikirimkan keluar Indonesia tanpa dilengkapi surat-surat yang sah.

• Dampak Lingkungan/Fungsi

Perlindungan hutan merupakan salah satu isu yang banyak diperbincangkan baik di
tingkat lokal maupun nasional. Hal ini dikarenakan keberadaan hutan mempunyai pengaruh
besar dalam kehidupan. Mengingat hutan Indonesia merupakan hutan terbesar ketiga di dunia
dan lahan gambutnya menjadi salah satu penyimpan karbon terbesar di dunia. Maka
keberadaan hutan Indonesia sangat diperhitungkan, tetapi pada kenyataanya hutan Indonesia
telah mengalami banyak perubahan yang dalam hal ini merupakan perubahan yang negatif.
Berdasarkan catatan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, sedikitnya 1,1 juta hektar
atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Data Kementerian Kehutanan
menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar
diantaranya sudah habis ditebang.
Penyusutan hutan ini juga terjadi di wilayah hutan di hulu Daerah Aliran Sungai.
Beberapa hutan di hulu DAS yang rusak antara lain berada di hutan Kapuas Hulu, hutan di
DAS Citarum dan hulu DAS Brantas. Hutan di Kapuas Hulu terancam semakin berkurang
akibat adanya kebakaran, penebangan dan penambangan dalam jumlah besar. Kondisi hutan di
hulu DAS Citarum saat ini juga sudah sangat kritis akibat adanya perambahan hutan
(penebangan kayu) dan illegal logging. Perambahan hutan sabagian besar dilakukan
masyarakat bertujuan untuk menanam sayur-mayur. Sedangkan illegal logging bertujuan untuk
mengambil hasil kayusecara illegal. Illegal logging juga menjadi salah satu faktor penting
kerusakan hutan, yang sangat disayangkan sekali hal ini dilakukan oleh oknum aparat. Kondisi
hutan yang buruk di hulu DAS mempunyai dampak buruk terhadap kondisi DAS itu sendiri.
Hal ini diketahui dari 458 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia, 60 di antaranya dalam
kondisi kritis berat, 222 kritis, dan 176 lainnya berpotensi krisis. Semua kerusakan DAS
tersebut merupakan akibat dari alih fungsi lahan yang membuat penyangga lingkungan itu tidak
berfungsi optimal.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan alih fungsi hutan terjadi. Salah satunya adalah
dipicu oleh peningkatan jumlah penduduk yang semakin tidak terkendali. Tingginya jumlah
penduduk mendorong peningkatan kebutuhan lahan, baik lahan untuk tempat tinggal, sarana
penunjang kehidupan, industri, tempat pertanian, dan sebagainya. Untuk mengatasi
kekurangan lahan, sering dilakukan dengan memanfaatkan lahan pertanian produktif untuk
perumahan dan pembangunan sarana dan prasarana kehidupan. Selain itu pembukaan hutan
juga sering dilakukan untuk membangun areal industri, perkebunan, dan pertanian. Meskipun
hal ini dapat dianggap sebagai solusi, sesungguhnya kegiatan itu merusak lingkungan hidup
yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Selain dikarenakan tingginya jumlah
penduduk, faktor ekonomi juga mempunyai pengaruh terhadap kerusakan hutan.

• Tindakan yang Perlu Perbaikan

Sebagai upaya menjaga kelestarian hutan, kita dapat menanam sejuta pohon, tidak
membuka lahan dengan membakar hutan, tidak melakukan penebangan pohon secara liar, dan
melaporkan pada pihak berwajib jika mengetahui adanya praktik illegal logging.
Penanggulangan illegal logging tetap harus diupayakan hingga kegiatan illegal logging
berhenti sama sekali sebelum habisnya sumber daya hutan dimana terdapat suatu kawasan
hutan tetapi tidak terdapat pohon-pohon di dalamnya. Penanggulangan illegal logging dapat
dilakukan melalui kombinasi dari upaya-upaya pencegahan (preventif), penanggulangan
(represif) dan upaya monitoring (deteksi).
Adapun beberapa solusi untuk mengatasi illegal logging adalah sebagai berikut :
1) Reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul.
2) Menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon.
3) Manipulasi lingkungan serta pengendalian hama dan penyakit juga bisa dilakukan
untuk memulihkan kembali hutan di Indonesia.
4) Penanaman hutan secara intensif menjadi pilihan terbaik karena bisa diprediksi.
5) Sehingga, kebutuhan kayu bisa diperhitungkan tanpa harus merusak habitat hutan alam
yang masih baik
Adapun Menurut Prof Hartiwiningsih, upaya penanggulannya ada 2 pendekatatan yaitu
Pertama : Ius Constituendum adalah dengan Menyatu padukan persepsi, kepercayaan, respon
dan konsep serta pendapat masyarakat terhadap fenomena kejahatan lingkungan adalah
kejahatan yang luar biasa, menimbulkan dampak yang luar biasa tidak hanya nyawa manusia
tapi juga mampu menghancurkan alam, dunia tempat kita berpijak, harta benda dan
kesejahteraan manusia, oleh karena itu harus ditanggulangi secara serius, tekad yang kuat,
bersatu padu dalam satu sistem peradilan pidana yang terpadu. Kedua : Ius Constituendum
yaitu (Bambang, 2011) :
1) Masalah Lingkungan Hidup diatur dalam Pasal tersendiri dalam Konstitusi UUD 1945,
2) Kedudukannya lebih tinggi dengan daya paksa yg mengikat utk umum,
3) Setiap produk UU yg dibuat Parlemen dpt dikontrol krn hrs tunduk pd norma
Konstitusi.

KESIMPULAN

Penebangan hutan secara ilegal itu sangat berdampak terhadap keadaan ekosistem di
Indonesia. Penebangan memberi dampak yang sangat merugikan masyarakat sekitar, bahkan
masyarakat dunia. Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan hutan tidak hanya kerusakan
secara nilai ekonomi, akan tetapi juga mengakibatkan hilangnya nyawa yang tidak ternilai
harganya. Penebangan hutan secara ilegal itu sangat berdampak terhadap keadaan ekosistem
di Indonesia. Upaya Penanggulangan illegal logging dapat dilakukan melalui kombinasi dari
upaya-upaya pencegahan (preventif), penanggulangan (represif) dan upaya monitoring
(deteksi)

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Tri B. (2011). Penegakan Hukum Pidana di Bidang Illegal Logging bagi Kelestarian
Lingkungan Hidup dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Hukum Vol XXVI, No. 2,
https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article/2019/peranan_hutan.pdf
https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article/2023/Lestarikan_Hutanku.pdf
Muhd Indarwan Kadarisman. (2018). Studi tentang Definisi Hutan dan Diskursusnya serta
Kegiatan Pengurusan dan Pengelolaan Hutan di Indonesia. Institut Pertanian Bogor
Suhendang, Endang. (2013). Pengantar Ilmu Kehutanan: Kehutanan sebagai Ilmu
Pengetahuan, Kegiatan dan Bidang Pekerjaan. Bogor: PT. Penerbit IPB Press

Anda mungkin juga menyukai