Anda di halaman 1dari 13

Materi Krida Tata Wana

SKK : Risalah Hutan

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan
yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Hutan berdasarkan asal mulanya dibagi menjadi dua, yaitu hutan alam dan hutan
tanaman (hutan buatan). Hutan alam adalah hutan yang vegetasinya tumbuh secara alami
tanpa campur tangan manusia, sedangkan hutan tanaman adalah hutan yang sebagian besar
tumbuhan dalam kawasan tersebut hasil dari penanaman oleh manusia.
Berdasarkan fungsi dari hutan, hutan dibagi menjadi hutan lindung, hutan konservasi,
dan hutan produksi.
Hutan lindung mempunyai peran untuk menjaga lingkungan tempat hidup manusia
dan hewan serta tumbuhan. Hutan tipe ini biasanya terus dijaga karena berperan penting
dalam siklus hidrologi sehingga apabila hutan lindung ini hancur maka terjadi
ketidakseimbangan dalam siklus hidrologi.
Hutan tipe konservasi adalah hutan yang dijaga karena memiliki manfaat ekologis dan
sosial. Hutan konservasi berperan penting dalam menjaga flora dan fauna di kawasan hutan
tersebut. Hutan jenis ini harus bisa menjaga plasma nutfah atau keanekaragaman hayati flora
dan fauna.
Hutan produksi adalah hutan yang berfungsi untuk dimanfaatkan hasil hutannya.
Hutan produksi biasa ditanam secara monokultur untuk mendapat keuntungan yang lebih dari
satu spesies tertentu.
Untuk mengetahui fakta mengenai sumber daya hutan, maka perlu dilakukan
inventarisasi hutan.
Inventarisasi hutan didefinisikan sebagai pengumpulan dan penyusunan data dan fakta
mengenai sumber daya hutan untuk perencanaan pengelolaan sumber daya tersebut bagi
kesejahteraan masyarakat secara lestari dan serbaguna (Departemen Kehutanan dan
Perkebunan, 1999).
Ruang lingkup inventarisasi hutan ;
1. Survei mengenai status dan keadaan fisik hutan
2. Flora dan fauna
3. Sumber daya manusia
4. Kondisi sosial masyarakat didalam dan disekitar hutan
Hirarki Inventarisasi Hutan ;
1. Inventarisasi hutan tingkat nasional
2. Inventarisasi hutan tingkat wilayah
3. Inventarisasi hutan tingkat daerah aliran sungai
4. Inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan
Tujuan inventarisasi hutan adalah untuk mendapatkan data yang akan diolah menjadi
informasi yang dipergunakan sebagai bahan perencanaan dan perumusan kebijaksanaan
strategik jangka panjang, jangka menengah dan operasional jangka pendek sesuai dengan
tingkatan dan kedalaman inventarisasi yang dilaksanakan.

INVENTARISASI SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA.

Inventarisasi Sosial, ekonomi dan budaya adalah pengumpulan data dan informasi
mengenai sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang tinggal di dalam/sekitar hutan, yakni
mengenai permasalahan-permasalahan mendasar serta potensi yang dimiliki oleh masyarakat
setempat dalam pengelolaan hutan yang telah dan sedang berjalan.

Sasaran kegiatan adalah diperolehnya data mengenai sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat di dalam/sekitar hutan yang digunakan sebagai input perencanaan kehutanan
bottom up.

Tujuan Inventarisasi sosial, ekonomi dan budaya adalah tersedianya data dan informasi
mengenai sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat sebagai bahan perencanaan dan
perumusan kebijakan pengelolaan hutan dalam mewujudkan kelestarian SDH sekaligus
peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam/sekitar hutan.

Metode yang digunakan adalah purposive sampling yakni pengambilan sample secara
sengaja dengan beberapa pertimbangan menyangkut wilayah/lokasi, informan (tokoh kunci),
responder. Pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan pendekatan kualitatif (Inventarisasi
Bersama Masyarakat, yakni membangun hubungan baik dengan warga setempat sambil
melakukan observasi dan wawancara).

RISALAH HUTAN TANAMAN

Risalah Hutan Tanaman adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
memantau proses perkembangan keadaan tegakan hutan tanaman dan perubahan-perubahan
atau kerusakan-kerusakan yang timbul akibat berbagai hal selama pengelolaan.

Hutan Tanaman adalah hutan yang dibentuk sebagai hasil dari kegiatan penanaman di
kawasan hutan tanaman.

Ruang lingkup Risalah Hutan Tanaman meliputi seluruh aspek teknis dan non teknis
yang merupakan faktor-faktor yang secara langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi
perkembangan keadaan hutan. Aspek teknis meliputi fisik lapangan, sistem silvikultur yang
digunakan dan keadaan hutannya sendiri. Sedangkan aspek non teknis meliputi sejarah
perkembangan dan keadaan sosial ekonomi dari masyarakat di sekitar hutan yang dirisalah.

Prinsip: Hutan Tanaman yang telah berumur 5 tahun ke atas dan merupakan hasil dari
kegiatan Reboisasi.
Tujuan Risalah Hutan Tanaman adalah untuk mengetahui proses perkembangan
keadaan tegakan hutan, perubahan-perubahan atau kerusakan-kerusakan yang timbul sebagai
akibat adanya gangguan, baik alami maupun oleh manusia serta untuk menaksir kemampuan
produksi dari hutan yang dirisalah.

RISALAH HUTAN LINDUNG

Risalah Hutan Linndung adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
memantau proses perkembangan keadaan tegakan hutan lindung dan perubahan-perubahan
atau kerusakan-kerusakan yang timbul akibat berbagai hal selama pengelolaan.

Hutan Lindung adalah kawasan hutan yg mempunyai fungsi pokok sebagai


perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tats air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

Ruang lingkup Risalah Hutan Lindung meliputi: aspek fisik, biotik dan sosial ekonomi.

 Aspek Fisik terdiri dari letak dan luas, topografi, tanah, iklim, dan aspek fisik
lainnya yang mempunyai nilai penting, seperti gua, air terjun.
 Aspek Biotik meliputi keadaan vegetasi hutan, flora langka dan satwa.
 Aspek Sosial Ekonomi meliputi keadaaan penduduk dan sarana perhubungan.

Prinsip: Kondisi hutan minimal baik (berhutan). Prioritas utama perisalahan adalah
areal-areal hutan lindung yang mendapat tekanan penduduk atau gangguan lainnya baik oleh
adanya kegiatan usaha manusia maupun gangguan alam.

Tujuan Risalah Hutan Lindung adalah untuk mengetahui proses perkembangan keadaan
hutan, perubahan-perubahan atau kerusakan-kerusakan yang timbul sebagai akibat adanya
gangguan baik alami maupun oleh manusia, sehingga strategi pengamanan hutan dan usaha
perbaikannya dapat dilakukan sedini mungkin.

PERLINDUNGAN HUTAN

Perlindungan hutan adalah bagian dari manajeman hutan yang berkaitan dengan
macam-macam faktor pengganggu, sebab-sebab terjadinya gangguan, proses-proses
terjadinya gangguan, dampak dari gangguan, dan metode-metode pengendalian. Gangguan
yang dimaksud di sini adalah segala tindakan atau faktor alami yang mengganggu
keseimbangan ekosistem hutan.

Perlindungan hutan memiliki tujuan utama untuk menjaga hutan, kawasan hutan, dan
lingkungan hutan. Secara hukum perlindungan hutan telah dicantumkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004, serta masalah perlindungan hutan juga berkaitan dengan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.
Gangguan hutan berdasarkan sumbernya diklasifikasikan menjadi gangguan daya alam,
gangguan biotik, dan gangguan manusia.Gangguan daya alam contohnya adalah pengaruh
cuaca, pengaruh letusan, banjir, dan kebakaran hutan. Gangguan hutan dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang menyebabkan gangguan bersifat sangat merusak atau Sama sekali tidak
merusak. Faktor yang mempengaruhi gangguan hutan adalah:

1. Jenis faktor pengganggu hutan


2. Frekuensi terjadinya gangguan
3. Bagian hutan yang rusak (dalam hal ini objek utama adalah pohon)
4. Luas areal hutan yang rusak

Gangguan hutan terbesar adalah manusia. Kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia
umumnya disebabkan oleh tindakan manusia yang disengaja ataupun tidak disengaja karena
kebakaran hutan akibat faktor alam hanya bisa terjadi dengan peluang tidak lebih dari 1%.
Mari lindungi hutan kita agar kita tetap bisa menikmati jasa-jasa yang diberikan oleh
hutan.

KLASIFIKASI HUTAN MENURUT JENIS DAN KERAPATAN

Iklim, tanah dan air menentukan jenis tumbuhan dan hewan yang dapat hidup di dalam
hutan tersebut. Berbagai kehidupan dan lingkungan tempat hidup, bersama-sama membentuk
ekosistem hutan. Suatu ekosistem terdiri dari semua yang hidup (biotik) dan tidak hidup
(abiotik) pada daerah tertentu dan terjadi hubungan didalamnya.

Ekosistem hutan mempunyai hubungan yang sangat kompleks. Pohon dan tumbuhan
hijau lainnya menggunakan cahaya matahari untuk membuat makanannya, karbondioksida
diambil dari udara, ditambah air (H2O) dan unsur hara atau mineral yang diserap dari dalam
tanah.

Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, mendefinisikan hutan sebagai


suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang
didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain
tidak dapat dipisahkan.

Hutan merupakan suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup dalam
lapisan dan permukaan tanah, yang terletak pada suatu kawasan dan membentuk suatu
ekosistem yang berada dalam keadaan keseimbangan dinamis. Dengan demikian berarti
berkaitan dengan proses-proses yang berhubungan yaitu :

Hidrologis, artinya hutan merupakan gudang penyimpanan air dan tempat menyerapnya
air hujan maupun embun yang pada akhirnya akan mengalirkannya ke sungai-sungai yang
memiliki mata air di tengah-tengah hutan secara teratur menurut irama alam. Hutan juga
berperan untuk melindungi tanah dari erosi dan daur unsur haranya.
Iklim, artinya komponen ekosistem alam yang terdiri dari unsur-unsur hujan (air), sinar
matahari (suhu), angin dan kelembaban yang sangat mempengaruhi kehidupan yang ada di
permukaan bumi, terutama iklim makro maupun mikro.

Kesuburan tanah, artinya tanah hutan merupakan pembentuk humus utama dan
penyimpan unsur-unsur mineral bagi tumbuhan lain. Kesuburan tanah sangat ditentukan oleh
faktor-faktor seperti jenis batu induk yang membentuknya, kondisi selama dalam proses
pembentukan, tekstur dan struktur tanah yang meliputi kelembaban, suhu dan air tanah,
topografi wilayah, vegetasi dan jasad jasad hidup. Faktor-faktor inilah yang kelak
menyebabkan terbentuknya bermacam-macam formasi hutan dan vegetasi hutan.

Keanekaan genetik, artinya hutan memiliki kekayaan dari berbagai jenis flora dan
fauna. Apabila hutan tidak diperhatikan dalam pemanfaatan dan kelangsungannya, tidaklah
mustahil akan terjadi erosi genetik. Hal ini terjadi karena hutan semakin berkurang
habitatnya.

Sumber daya alam, artinya hutan mampu memberikan sumbangan hasil alam yang
cukup besar bagi devisa negara, terutama di bidang inciustri. Selain itu hutan juga
memberikan fungsi kepada masyarakat sekitar hutan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-
hari. Selain kayu juga dihasilkan bahan lain seperti damar, kopal, gondorukem, terpentin,
kayu putih dan rotan serta tanaman obat-obatan.

Wilayah wisata alam, artinya hutan mampu berfungsi sebagai sumber inspirasi, nilai
estetika, etika dan sebagainya.Menurut Marsono (2004) secara garis besar ekosistem
sumberdaya hutan terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:

Tipe Zonal yang dipengaruhi terutama oleh iklim atau disebut klimaks iklim, seperti
hutan tropika basah, hutan tropika musim dan savana.

Tipe Azonal yang dipengaruhi terutama oleh habitat atau disebut klimaks habitat,
seperti hutan mangrove, hutan pantai dan hutan gambut.

HUTAN HUJAN TROPIS

Sering juga ditulis sebagai hutan hujan tropika yang selalu basah atau lembap, yang
dapat ditemui di wilayah sekitar khatulistiwa; yakni kurang lebih pada lintang 0°–10° ke
utara dan ke selatan garis khatulistiwa.

Hutan-hutan ini didapati di Asia, Australia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Tengah,
Meksiko dan Kepulauan Pasifik. Dalam peristilahan bahasa Inggris, formasi hutan ini dikenal
sebagai lowland equatorial evergreen rainforest, tropical lowland evergreen rainforest , atau
secara ringkas disebut tropical rainforest

Hutan hujan tropis merupakan rumah untuk setengah spesies flora dan fauna di seluruh
dunia. Hutan hujan tropis juga dijuluki sebagai "farmasi terbesar dunia" karena hampir 1/4
obat modern berasal dari tumbuhan di hutan hujan ini.
Hujan Tropis adalah hutan yang memiliki keanekaragaman tumbuhan yang sangat
tinggi, atau hutan dengan pohon-pohon yang tinggi. Sedangkan Hutan gugur temperata
adalah hutan yang meliputi daerah beriklim temperata dengan garis lintang.

Pengertian Hutan Hujan Tropis adalah hutan alam yang terletak di antara garis 23°27"
Lintang Utara dan 23°27" Lintang Selatan, berada pada daerah iklim tropis.

Hutan Tropis terdapat di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara, Australia bagian
Utara, sebagian besar wilayah Afrika, Kepulauan Pasifik, Amerika Tengah dan sebagian
besar wilayah Amerika Selatan. Luas dari daerah tropis mencakup 30 persen dari
keseluruhan wilayah di permukaan bumi.

Di daerah hutan tropis hanya terdapat dua musim yaitu musim hujan dan musim
kemarau, dengan curah hujan yang tinggi. Berbeda dengan daerah sub tropis atau temperate
yang mempunyai empat musim yaitu musim panas (summer), musim gugur (autum), musim
dingin (winter) dan musim semi (spring).

KLASIFIKASI HUTAN

Hutan yang merupakan kumpulan pohon-pohon pada hamparan yang luas dapat
digolongkan menurut tujuan pengelolaan sebagai berikut :

1. Susunan Jenis

Hutan murni ialah hutan yang seluruhnya atau hampir semua dari jenis yang
sama.
Hutan campuran ialah hutan yang tersusun dari dua atau lebih jenis pohon.
Baik hutan murni atau campuran dapat berupa seumur, tidak seumur atau segala
umur.

2. Kerapatan Tegakan

Hutan-hutan berbeda dalam hal jumlah pohon dan volume per hektar, luas
bidang dasar dan kriteria lainnya.

Perbedaan antara sebuah tegakan yang rapat dan jarang, lebih mudah dilihat bila
menggunakan kriteria pembukaan tajuknya. Sedangkan kerapatan berdasarkan
volume, luas bidang dasar, dan jumlah batang per hektar dapat diketahui melalui
pengukuran. Untuk lebih praktis ada kelas kerapatan tajuk yaitu:

Cukup, bila terdapat 40 – 70% penutupan tajuk

Hutan yang terlalu rapat, pertumbuhannya akan lambat, karena persaingan yang
keras terhadap sinar matahari, air dan unsur hara mineral. Stagnaasi
pertumbuhan akan terjadi, tetapi tidak terus berlangsung karena pohon-pohon
yang lemah akan mati karena persaingan, dan penguasaan oleh pohon-pohon
yang kuat.

Sebaliknya hutan yang terlalu jarang, terbuka atau hutan rawang, akan
menghasilkan pohon-pohon dengan tajuk besar dan banyak percabangan
dengan batang yang pendek.

Hutan yang dikelola dengan baik, kerapatannya dipelihara pada tingkat yang
optimum, sehingga pohon-pohonnya dapat dengan maksimal memanfaatkan
air, sinar matahari dan unsur hara dalam tanah.

Hutan yang tajuknya kurang rapat berfungsi kurang efesien, kecuali bila ada
celah yang terbuka, diisi dengan permudaan hutan atau pohon-pohon muda.
Tempat-tempat terbuka tersebut biasanya ditumbuhi gulma yang mengganggu
pertumbuhan jenis-jenis pohon utama atau tanaman pokok.

3. Komposisi Umur

Suatu hutan yang ditanam pada waktu bersamaan. Meskipun demikian


ukurannya dapat berbeda karena perbedaan laju pertumbuhan.

Hutan segala umur terdiri dari pohon-pohon yang besar hingga tingkat semai.
Jadi meliputi berbagai umur maupun ukuran.

Hutan tidak seumur adalah hutan yang hanya mempunyai dua atau tiga
kelompok umur atau ukuran. Misalnya hutan yang terdiri dari pohon-pohon
yang sudah masak tebang, miskin riap dan ukuran pancangnya saja.

Hutan segala umur biasanya penyebaran ukurannya lebih beragam dan


umumnya jenis yang lebih toleran naungan. Sementara hutan seumur umumnya
terdiri dari jenis intoleran. Gangguan alam seperti angin topan, kebakaran,
bencana alam ataupun penebangan berlebihan menciptakan celah di dalam
hutan sehingga menciptakan kelompok-kelompok yang tidak seumur.

Adanya variasi hutan menyebabkan sulitnya pelaksanaan praktek silvikultur,


seperti pada hutan alam produksi di berbagai tempat di Indonesia.

4. Tipe Hutan

Tipe hutan ialah istilah yang digunakan bagi kelompok tegakan yang
mempunyai ciri-ciri yang sama dalam susunan jenis dan perkembangannya. Ini
disebabkan oleh faktor-faktor ekologi tertentu, merupakan kelompok alami atau
asosiasi berbagai jenis pohon yang tumbuh bersama pada suatu daerah yang
luas. Tipe hutan diberi nama menurut satu atau lebih jenis pohon yang dominan.
Cara yang lazim digunakan di Indonesia menurut formasi hutan, yaitu suatu
kelompok vegetasi yang mempunyai bentuk (life form) yang sama. Misalnya
pembagian menurut Van Steenis (1950), seperti berikut ini.
 Hutan hujan tropika selalu hijau dataran rendah.
 Hutan hujan tropika pegunungan rendah.
 Hutan hujan tropika pegunungan tinggi.
 Hutan tropika sub alpin
 Hutan kerangas
 Hutan pada batu kapur
 Hutan pada batuan ultrabasa
 Vegetasi pantai
 Hutan bakau
 Hutan payau
 Hutan rawa gambut
 Hutan rawa air tawar dan hutan rawa air musiman
 Hutan hujan tropika semi selalu hijau.
 Hutan gugur daun tropika lembab.

Menurut Soerianegara dan Indrawan terdapat keragaman yang besar dalam vegetasi
hutan di Indonesia, baik dari segi keadaan lingkungan dan tempat tumbuhnya, maupun dari
susunan floristiknya, sehingga pada waktu ini masih belum mungkin untuk menyusun
klasifikasi vegetasi Indonesia yang lengkap.

PENYUSUNAN NERACA SUMBER DAYA HUTAN (NSDH)

Neraca Sumber Daya Hutan adalah suatu informasi yang dapat menggambarkan
cadangan sumber daya hutan, kehilangan dan penggunaan sumber daya hutan, sehingga pada
waktu tertentu dapat diketahui kecenderungannya, apakah surplus atau defisit jika
dibandingkan dengan waktu sebelumnya.

Ruang lingkup kegiatan penyusunan Neraca Sumber Daya Hutan meliputi: Sasaran
kegiatan yaitu perubahan data luas dan potensi Sumber Daya Hutan.

Tingkatan kegiatan terdiri dari:

 Penyusunan NSDH Provinsi.


 Penyusunan NSDH Nasional.

Tahapan kegiatan terdiri dari:

 Perencanaan
 Organisasi Pelaksana dan Tata Waktu, Pelaksanaan
 Pengendalian dan Pengawasan.
GAMBARAN UMUM PENYAJIAN PETA

Penggambaran peta merupakan suatu proses dalam menyajikan informasi mengenai


keadaan permukaan bumi pada bahan kertas atau media lainnya termasuk media elektronik
menurut kaidah kartografis. Prosesnya dimulai dari mengolah kedalam bentuk symbol/tanda,
mendesain atau merancang peta, melaksanakan penggambaran sampai penggandaannya.

A. PETA DASAR

Mengacu pada Undang – undang Nomor 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial,
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 628/Kpts-II/1997 tentang Pembuatan,
Pemeriksaan, dan Pengesahan Peta Kehutanan, Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor 730/Kpts-II/1999 tentang Standarisasi Peta Dasar Digital, dan Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.48 Tahun 2009 tentang Penggunaan Peta Dasar Tematik
Kehutanan Skala 1 : 250.000, pemakaian peta dasar ditetapkan sebagai berikut :

1. Peta Rupabumi Indonesia (RBI) yang diterbitkan oleh Badan Koordinasi Survey dan
Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)/Peta Topografi yang diterbitkan oleh Jawatan
Topografi (Jantop) TNI AD ditetapkan sebagai dasar pembuatan peta-peta kehutanan.

2. Peta Dasar Tematik Kehutanan (PDTK) yang ditebitkan oleh Kementerian


Kehutanan, dapat digunakan sebagai peta dasar untuk kegiatan pemetaan pada skala 1
: 250.000 yang cakupan wilayahnya untuk skala provinsi.

3. Bagi wilayah-wilayah yang belum terliput peta Rupabumi dan peta Topografi
menggunakan Peta Dasar Tematik Kehutanan yang dibuat dari Landsat 7 ETM+
Geocorrected, dan peta-peta lain yang ditentukan oleh Bakosurtanal dan Kementerian
Kehutanan sebagai dasar pembuatan peta kehutanan.

4. Penggunaan peta dasar provinsi untuk skala peta 1 : 25.000 , 1 : 50.000 dan atau 1 :
100.000 dapat diturunkan dari peta induk dengan skala terbesar yang tersedia di
masing-masing wilayah provinsi.
5. Untuk peta dasar dengan tingkat ketelitian rendah/skala kecil, dapat digunakan peta
Rupabumi (RBI) atau peta Topografi (TOP) skala 1 : 250.000 atau 1 : 500.000 atau
skala lebih kecil lainnya.

B. SKALA PETA

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 Tentang Tingkat Ketelitian
Peta Untuk Penataan Ruang, dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tentang
Perencanaan Kehutanan, penyajian peta tematik kehutanan, disesuaikan dengan tujuan
penggunaan dan cakupan wilayahnya.
Untuk suatu hamparan wilayah dengan luasan polygonnya terlalu kecil untuk
digambarkan dalam skala tertentu maka polygon hamparan wilayah tersebut dapat
digambarkan dengan symbol titik yang besarnya disesuaikan dengan ukuran lembar peta dan
memperhatikan estetika penyajian peta (kaidah kartografis).

C. UKURAN LEMBAR DAN FORMAT PETA

Untuk memudahkan penggunaan dan pengamatan terhadap peta-peta yang dibuat, maka
ukuran lembar peta menjadi sangat penting untuk diperhatikan dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Panjang dan lebar ukuran peta yang diukur dari tepi saling tegak lurus,
diusahakan sisi peta agar tidak melebihi ukuran 60 cm x 80 cm, dimana
muka/isi peta 60 cm x 60 cm dan informasi tepi peta 60 cm x 20 cm.
2. Sistem proyeksi peta untuk wilayah Indonesia digunakan Transverse
Mercator™ dengan grid Universal Transverse Mercator (UTM).
3. Koordinat geografis pada setiap lembar peta terdiri dari koordinat bujur (BT)
dan lintang (LS/LU).

D. INFORMASI TEPI

Informasi tepi (marginal information) merupakan keterangan yang dicantumkan pada


setiap lembar peta agar pembaca peta dengan mudah memahami isi dan arti dari informasi
yang disajikan. Informasi tepi ini antara lain memuat : Judul peta, Skala peta, Arah utara,
Luas areal, Legenda/Keterangan, Dasar pembuatan peta, Sumber Data, Pembuat Peta, Peta
Situasi, Angka koordinat geografis dan angka UTM, dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Judul Peta
Judul peta dibuat secara singkat dan jelas serta sesuai dengan tema peta. Antara
isi peta dan judul harus ada hubungan yang jelas, terutama unsur-unsur yang
disajikan.

2. Skala Peta
Pada setiap lembar peta dicantumkan skala numeris (dalam angka) dan skala
grafis (dalam bentuk garis).

3. Arah Utara
Arah utara dalam peta biasanya digambarkan dengan anak panah yang digambar
menunjuk kearah atas, atau symbol lainnya yang dapat diasosiasikan secara
mudah sebagai petunjuk arah utara.

4. Luas Areal
Luas areal yang dipetakan dicantumkan apabila cakupan luasnya tertentu
terutama untuk peta skala operasional, sedangkan untuk peta skala nasional atau
provinsi cukup judulnya saja. Pencantuman angka luas dengan ketelitian 2
desimal.

5. Legenda/Keterangan
Legenda peta adalah suatu symbol dalam bentuk titik, garis atau bidang dengan
atau tanpa kombinasi warna, yang dapat memberikan keterangan tentang unsur-
unsur yang tercantum pada gambar peta, selain symbol kerapkali juga dibuat
notasi tambahan yaitu sebagai catatan penjelasan. Legenda atau symbol yang
tercantum dalam isi peta diberi keterangan singkat dan jelas dengan susunan
kata atau kalimat yang benar dan sesuai.

6. Angka Koordinat Geografis


Merupakan nilai/angka yang dicantumkan pada tepi garis peta dengan angka
dan notasi yang menunjukkan kedudukan garis lintang (latitude) dan garis bujur
(longitude); digambar dengan interval tertentu (minimal ada 2 angka/nilai dalam
satu tepi) yang disesuaikan dengan peta dasar yang digunakan dan
keperluannya. Untuk peta-peta tertentu perlu dicantumkan nilai/besaran
berdasarkan grid UTM yang biasanya dinyatakan dalam satuan meter.

7. Peta Situasi
Peta situasi dibuat dengan skala minimal 1 : 2.500.000 yang digunakan untuk
menunjukkan letak/lokasi areal yang dipetakan yang isinya terdiri dari jalan
utama yang menghubungkan antar kota, sungai-sungai besar termasuk namanya,
kota-kota yang dikenal dan mudah untuk ditemukan, batas dan nama (negara,
provinsi, kabupaten dengan simbol yang benar sesuai kaidah perpetaan), laut
dan pulau. Dalam hubungannya dengan wilayah yang lebih luas, misalnya
provinsi, pulau atau negara peta situasi dapat dibuat dengan skala yang lebih
kecil lagi.

8. Dasar Pembuatan Peta


Dasar pembuatan peta mencantumkan aspek legal dari pembuatan peta seperti
peraturan, ketentuan, surat keputusan dan dasar lain yang berkaitan dengan
tujuan dari pembuatan peta.

9. Sumber Data
Untuk mengetahui keabsahan (validitas) dari sumber data yang digunakan
maka perlu dicantumkan :
 Peta dasar yang dipakai; termasuk skala dan tahun
pembuatan/penerbitan.
 Asal data yang dipakai sebagai pengisi peta; apabila data terdiri dari
berbagai sumber atau tahun pembuatan maka perlu dibuat diagram
khusus yang menunjukkan lokasi dengan sumber data atau tahun yang
berlainan.

10. Pembuat Peta


Pembuat peta adalah instansi Kementerian Kehutanan, BUMN/BUMD/ swasta
atau perorangan yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap isi peta.
Selain itu dicantumkan juga mengenai identitas pembuat peta, bulan dan tahun
pembuatannya.
1) Instansi Kementerian Kehutanan :
Dicantumkan nama instansi pembuat/penerbit peta sehingga jelas siapa
pembuat dan penanggung jawab atas isi peta yang dibuat, misalnya :
 Eselon I : Direktorat Jenderal, Badan
 Eselon II : Direktorat, Pusat, UPT (Balai Besar setingkat eselon
II) dan Dinas terkait di Provinsi/Kabupaten/Kota
 Eselon III : Unit Pelaksana Teknis, Kesatuan Pemangkuan Hutan

Contoh :
 Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan,
 Ditjen Planologi Kehutanan.
 Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara.
 Balai Besar Taman Nasional Gede Pangrango
 Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I.

2) BUMN/BUMD/Swasta
Dicantumkan nama perusahaan yang bersangkutan. Logo lengkap
dengan stempel perusahaan.
Contoh :
 PT. INHUTANI II
 PT. SURAVIA JAYA

3) Perorangan dan lain-lain


Dicantumkan identitas nama, tim atau panitia.
Contoh :
 Tim evaluasi Sumber Daya Hutan Kementerian Kehutanan.
Khusus untuk Peta Kehutanan yang berkekuatan hukum, dibuat
kolom pengesahan yang mencantumkan nama, jabatan dan tanda
tangan dari pembuat, pemeriksa dan atau pengesah peta.

Anda mungkin juga menyukai