Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTUKUM

PENGENALAN EKOSISTEM HUTAN

OLEH

DJIDRON SAMPURAGA MANU


NIM : 2023802013

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING


JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI KUPANG
KUPANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang diisi oleh
sumber daya alam yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya dan tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan di alam sekitarnya
yang dapat berperan sebagai peyangga kebutuhan, perlindungan ekologi, jasa, dan
sebagai pemberdaya mesyarakat.
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem
bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara
segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.
Seperti halnya ekosistem yang lainnya yang disesuaikan dengan namanya,
ekosistem hutan merupakan ekosistem yang cakupan wilayahnya adalah berupa
hutan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwasannya ekosistem merupakan
interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya yang berupa hubungan
timbal balik. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekosistem hutan ini merupakan
hubungan antara kumpulan beberapa populasi (baik itu populasi binatang maupun
tumbuh- tumbuhan) yang hidup di permukaan tanah dan berada di pada suatu
kawasan hutan. Ekosistem hutan ini membentuk suatu kesatuan ekosistem yang
berada dalam keseimbangan yang bersifat dinamis dan mengadakan interaksi baik
langsung maupun tidak langsung dengan lingkungannya antara satu sama lain dan
tidak dapat dipisahkan. Ekosistem hutan ini termasuk dalam kategori ekosistem
daratan. Ekosistem hutan ini juga masuk ke dalam kategori ekosistem alamiah dan
dijuluki sebagai “paru-paru Bumi”. Hal ini karena hutan memegang peranan yang
sangat penting untuk dapat mengatur dan menjaga kesehatan Bumi. Bahkan hutan
juga dijadikan sebagai parameter untuk melihat apakan Bumi mengalami sakit
ataukah tidak.
Hutan yang terdapat di Indonesia sebagian besar adalah hutan hujan tropis
yang komposisinya sangat beragam, baik jenis kehidupan yang ada di dalamnya
maupun jenis interaksi yang terdapat di dalamnya. Hal tersebut disebabkan karena
tipe iklim dan ekosistem di Indonesia di pengaruhi oleh dua benua dan dua
samudera. Sehingga komposisi hutan di Indonesia di pengaruhi oleh dua benua,
hutan di wilayah bagian barat Indonesia di pengaruhi oleh benua Asia, sedangkan
hutan wilayah timur Indonesia di pengaruhi oleh benua Australia. Dengan
beragamnya komposisi hutan di Indonesia dapat diambil berbagai manfaat dan
keuntungan dari hutan melalui pengelolaan serta pemanfaatan yang bijaksana.
Pemanfaatan yang dilakukan harus tetap memperhatikan nilai-nilai baik dari segi
ekologis, ekonomis, maupun dari segi sosial. Dalam menentukan langkah
pengelolaan yang tepat terhadap suatu kawasan hutan maka terlebih dahulu
pengelolan harus mengetahui karakteristik hutan yang dikelolanya.
Oleh karena hal tersebut diatas maka dilakukan praktkum pengenalan
ekosistem hutan agar mahasiswa dapat mengidentifikasi, mengamati, mengenal
dan mempelajari komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan dan berbagai
tipe hutan atara lain hutan alam, hutan tanaman, hutan zavana dan hutan
mangrove, serta dapat membedakan ekosistem hutan dengan ekosisitem selain
hutan.

1.2 Tujuan praktikum


Adapun tujuan dari praktikum Pengenalan Ekosistem Hutan ini antara lain :
1. Untuk mengetahui apa itu hutan dan ekosistem hutan
2. Untuk mengetahui berbagai jenis hutan dan masing-masing ekosistemnya

3. Untuk mengenal dan mempelajari komponen-komponen pembentuk ekosistem


hutan dan dapat membedakan ekosistem hutan dengan ekosisitem selain hutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hutan


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan,
yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan
lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan.
Hutan adalah suatu sistem biologis dan fisik yang kompleks dimana di
dalamnya terdapat aktivitas saling pengaruh mempengaruhi (interaction) dan
saling tergantung (interdependency) diantara komponen hutan yang berbeda
(Basri, 2010). Apabila memperhatikan tingkat individu, populasi atau komunitas
di dalam suatu konteks ekosistem, maka pengelola sumber daya hutan dapat
mengidentifikasi seluruh rangkaian faktor lingkungan yang menentukan
kelimpahan, distribusi dan produktivitas obyek biologis yang dibangun.
Fenomena alam yang terjadi pada suatu bentang lahan atau ekosistem alam
mencakup sistem tiga dimensi yang terdiri atas komponen klimatis, geologis, dan
biologis. Keadaan tersebut lebih beragam lagi pada dimensi keempat yaitu
denganadanya faktor waktu.
Hutan berfungsi secara alami sebagai penyumbang dan penyelaras
kehidupan di atas permukaan bumi ini. Hutan di samping menghasilkan kayu,
juga hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan. Hasil hutan non kayu berupa
damar, rotan, bahan obat-obatan, dan lainnya, sedangkan jasa lingkungan seperti
menampung air, menahan banjir, mengurangi erosi dan sedimentasi, sumber
keanekaragaman hayati dan menyerap karbon sehingga mengurangi pencemaran
udara, serta sebagai tempat dan sumber kehidupan satwa dan makhluk hidup
lainnya (Kunarso, 2013). Menurut Hilwan (2013) bahwa pepohonan yang tinggi
sebagai komponen dari hutan memegang peranan penting dalam menjaga
kesuburan tanah dengan menghasilkan serasah sebagai sumber hara penting bagi
vegetasi hutan di sekitarnya.
2.2 Pengertian Ekosistem Hutan
Seperti halnya ekosistem yang lainnya yang disesuaikan dengan namanya,
ekosistem hutan merupakan ekosistem yang cakupan wilayahnya adalah berupa.
ekosistem merupakan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya yang
berupa hubungan timbal balik. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekosistem hutan
ini merupakan hubungan antara kumpulan beberapa populasi (baik itu populasi
binatang maupun tumbuh- tumbuhan) yang hidup di permukaan tanah dan berada
di pada suatu kawasan hutan. Ekosistem hutan membentuk suatu kesatuan
ekosistem yang berada dalam keseimbangan yang bersifat dinamis dan
mengadakan interaksi baik langsung maupun tidak langsung dengan
lingkungannya antara satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan. Ekosistem hutan
termasuk dalam kategori ekosistem daratan. Ekosistem hutan juga masuk ke
dalam kategori ekosistem alamiah dan dijuluki sebagai paru- paru Bumi. Hal ini
karena hutan memegang peranan yang sangat penting untuk dapat mengatur dan
menjaga kesehatann Bumi. Bahkan hutan juga dijadikan sebagai parameter untuk
melihat apakan Bumi mengalami sakit ataukah tidak.

2.3 Komponen Ekosistem Hutan


Karena ekosistem merupakan interaksi antara makhluk hidup dengan
lingkungannya, maka setiap ekosistem mempunyai komponen masing- masing.
Ekosistem hutan juga memiliki komponen- komponen yang menyusun ekosistem
hutan itu sendiri. Komponen yang terdapat dalam ekosistem hutan ini selain
meliputi komponen biotik dan juga abiotik, juga dilihat lagi dari segi makanan.
Dari segi makanan, komponen ini dibedakan menjadi 2 macam yakni komponen
autotrof dan heterotrof. Komponen autotrof merupakan komponen yang mampu
menyediakan makanan sendiri, sedangkan komponen heterotrof merupakan
komponen yang selalau memanfaatkan bahan organik sebegai makanannya. Untuk
mengetahui lebih lengkap, berikut ini merupakan komponen yang ada di dalam
ekosistem hutan.
1. Komponen biotik.
Komponen biotik atau komponen yang berupa makhluk hidup yang ada di
ekosistem hutan ini banyak sekali jenisnya, yakni tumbuhan, binatang, serta
organisme- organisme lainnya.
2. Komponen abiotik.
Selain komponen yang hidup, ada pula komponen yang tidak hidup.
Meskipun tidak hidup namun keberadaan komponen ini bisa mempengaruhi
komponen- komponen lain yang ada di ekosistem tersebut. Berikut
merupakan komponen abiotik atau komponen yang tidak hidup di ekosistem
hutan, yaitu suhu, cahaya matahari, air, iklim, tanah, angin, batu, dan lain
sebagainya.
3. Komponen Autotrof.
Kata “autotrof” ini berasal dari 2 kata, yaitu “autros” yang mempunyai arti
sendiri, dan juga “tropikhos” yang mempunyai arti menyediakan makanan.
Sehingga komponen autotrof yang terdapat dalam ekosistem hutan ini
merupakan komponen yang mampu menyediakan atau mensisntesis
makanannya sendiri. Dalam membuat makanannya sendiri, komponen ini
menggunakan bahan- bahan anorganik. Kemudian dengan bantuan dari
klorofil dan juga energi dari sinar matahari, bahan- bahan anorganik tersebut
diubah menjadi bahan- bahan makanan organik. Dengan demikian,
organisme yang termasuk ke dalam golongan autotrof ini pada umumnya
adalah mereka yang memiliki zat hijau daun atau korofil. Pengikatan yang
dilakukan oleh energi sinar matahari dan sistesis bahan organik menjadi
bahan anorganik kompleks ini hanya bisa dilakukan oleh komponene
autrotrof saja. Contoh komponene autotrof yang ada di ekosistem hutan
adalah pohon dan rumput- rumputan.
4. Komponen Heterotrofik.

Kata heterotrofik ini berasal dari dua kata, yaitu hetero yang berarti berbeda,
lain, mauooun tidak seragam dan “tropikhos” mempunyai arti menyediakan
makanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa komponen heterotrofik ini
merupakan komponen atau organisme yang dalam hidupnya selalu
memanfaatkan bahan oirganik sebagai bahan makanannya. Bahan organik
yang digunakan untuk membuat makanan tersebut telah disediakan oleh
organisme atau makhluk lainnya. komponen heterotrofik mendapatkan
bahan makanannya dari komponen autotrof. Sebagian dari anggota
komponen heterotrofik akan menguraikan bahan organik kompleks kedalam
bentuk bahan anorganik yang sederhana yang nantinya akan digunakan
sebagai bahan baku untuk membuat makanan komponen autotrof. Contoh
komponen heterotrof yang ada dalam ekosistem hutan diantaranya adalah
binatang, jamur, dan juga jasad renik.

2.4 Macam- Macam Ekosistem Hutan


Hutan merupakan kekayaan alam yang bersifat alamiah. Hutan ada karena
bentukan alam, namun juga bisa dibuat oleh manusia. Hutan ada di berbagai
wilayah di setiap sudut Bumi, oleh karena hutan ini mempunyai fungsi yang
sangat banyak. Ada banyak sekali jenis hutan di Bumi ini. Apabila kita
mencermatinya saru per satu, maka kita akan dapat menemukan jeni-jenis hutan
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karena banyaknya jenis hutan,
maka para ilmuwan mengelompokkannnya  berdasarkan kategori- kategori
tertentu seperti berdasarkan letak geografisnya, sifat musimnya, ketinggian
tempatnya, kondisi tanahnya, dan juga dominasi pepohonannya. Secara umum,
berikut merupakan jenis- jenis hutan:
1. Berdasarkan letak geografisnya
Letak geografis suatu benda  merupakan kedudukan suatu benda di bentang
alamnya. Letak geografis hutan bisa dilihat dari klim yang berada di suatu
wilayah letak hutan itu berada, bisa juga dilihat dari batasan atau kanan kiri
dari hutan tersebut, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan alam.
Berdasarkan letak geografisnya, hutan ini dibedakan menjadi 3 macam,
yakni:
1) Hutan tropis, yaitu hutan yang letaknya berada di wilayah atau daerah
khatulistiwa. Hutan ini mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:
 Terletak di wilayah yang mempunyai iklim tropis.
 Pohon- pohon di hutan ini biasanya berukuran tinggi dan mencapai
beberapa meter
 Daun- daun pohon di hutan ini sangat lebat, saking lebatnya hingga
terkadang menghalangi cahaya matahari yang masuk dan membuat
tanah di bawahnya lembab
 Tumbuhan yang hidup di hutan ini terdiri dari berbagai jenis
 Mendapatkan curah hujan yang sangat cukup sepanjang tahun
2) Hutan temperate, yaitu hutan yang berada di wilayah yang mempunyai
4 musim. Hutan ini mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:
 Terletak di wilayang yang mempunyai 4 musim, yakni musim
panas, musim gugur, musim semi, dan musim semi
 Biasanya wilayah tersebut mempunyai iklim sub tropis
 Mendapatkan curah hujan yang tidak sebanyak hutan tropis
3) Hutan boreal, yaitu hutan yang terletak di daerah lingkaran kutub-
kutub Bumi. Karena letak hutan ini yang berada di wilayah lingkaran
kutub Bumi, maka wilayah hutan ini akan ditutupi oleh es atau salju.
Hutan ini juga disebut sebagai bioma tiaga. Beberapa ciri yang
dimiliki oleh hutan ini adalah sebagai berikut:
 Terletak di antara daerah yang memiliki iklim sub tropis dengan
daerah iklim kutub atau iklim dingin
 Terdapat perbedaan variasi suhu yang sangat mencolok, yakni
antara musim panas dan juga musim dingin
 Pertumbuhan tanaman terjadi ketika musim panas, yakni selama 3
hingga 6 bulan
 Ditumbuhi flora atau tumbuhan yang bersifat homogen atau
berseragam
 Tumbuhan yang dominan tumbuh disana adalah tumbuhan yang
memiliki daun runcing seperti jaru (tumbuhan konifer), yang
tampak selalu hijau sepanjang tahunnya
 Dihuni oleh berbagai fauna khas, yakni srigala, burung, beruang
hitam, moosem ajak, dan lainnya.
2. Berdasarkan Sifat Musimnya
Musim merupakan salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam
hutan. Hal ini karena musim tersebut akan menentukan kondisi dalam hutan
itu. Berdasarkan sifat yang dimiliki musimnya, hutan dibedakan menjadi 4
macam, yaitu:
1) Hutan Hujan, yaitu hutan yang memiliki curah hujan yang tinggi.
Hujan yang menyirami hutan ini bersifat rutin dan sepanjang tahun.
Hutan ini memiliki ciri- ciri sebagai berikut:
 Tingkat curah hujan yang dimiliki sangat tinggi, yakni antara 200
hingga 450 cm/ tahun
 Mendapatkan penyinaran matahari sepanjang tahun
 Suhu yang berada di sekitar lingkungan antara 21 hingga 30 derajat
Celcius
 Pepohonan yang berada di hutan ini tumbuh tinggi menjulang
hingga mencapai 55 m, dan membentuk tudung atau kanopi.
 Terdapat beberapa tanaman rambat seperti rotan dan anggrek yang
menempel di pepohonan untuk mendapatkan sinar matahari.
 Dihuni beberapa fauna yang hidup di sekitar kanopi pohon, seperti
macan tutul, jaguar, babi hutan, serta beberapa serangga.
2) Hutan selalu hijau atau evergreen forest, yakni hutan yang selalu
terlihat jikau sepanjang tahun. Hutan yang demikian ini biasanya
memiliki vegetasi tumbuhan yang tahan terhadap air yang sedikit.
3) Hutan musim atau hutan gugur (deciduous forest), adalah hutan yang
ditumbuhi oleh berbagai macam tanaman yang menggugurkan
daunnya ketika musim gugur tiba. Hutan gugur ini merupakan hutan
yang berada di wilayah yang mempunyai 4 musim. Agar lebih jelas
mengenal jenis hutan ini, berikut adalah ciri- ciri dari hutan gugur:
 Curah hujan merata di sepanjang tahunnya, yakni sekitar 75 hingga
100 cm/ tahun
 Tumbuhan yang hidup di hutan ini didominasi oleh tumbuhan
berdaun yang lebar
 Terdapat di daerah yang mempunyai empat musim, yaitu musim
dingin, musim semi, musim panas, dan musim gugur
 Apabila musim dingin tiba, maka air di hutan ini akan membeku
 Ketika musim dingin, tumbuhan tidak melakukan fotosistesis
karena air tidak dapat diserap dengan baik
 Binatang yang berada di hutan ini adalah binatang yang melakukan
hibernasi ketika musim dingin
 Selain hewan yang melakukan hibernasi pada musim dingin,
beberapa hewan lagi akan membentuk jaringan lebak di bawah
kulitnya, dan ada pula yang bermigrasi ke tempat lain
 Berada di wilayah yang mempunyai iklim sub tropis, yaitu yang
terletak di 23,5ᵒ garis lintang utara/ lintang selatan
 Ketika musim panas tiba, maka radiasi sinar matahari, curah hujan,
dan kelembaban akan meninggi
 Sebaliknya, radiasi sinsr matahari, curah hujan, dan tingkat
kelembaban akan turun apabila musim dingin tiba
 Ketika musim dingin tiba, daun- daun di pohon akan berubah
menjadi merah atau coklat karena tumbuhan tidak melakukan
fotosintesis (tidak dapat menyerap air)
 Tanda musim panas tiba adalah salju atau es mulai mencair
4) Hutan Sabana atau savannah forest, adalah hutan yang terletak di
kawasan yang memiliki musim kemarau panjang. Hutan sabana ini
adalah wilayah padang rumput yang diselingi oleh beberapa pohon.
Untuk mengenal lebih dalam mengenai hutan sabana ini, mari kita
lihat beberapa ciri atau karakteristik yang dimiliki oleh hutan sabana
ini:
 Curah hujan di hutan ini adalah antara 90 – 150 cm/ tahun
 Musim kemarau berlangsung lebih lama di hutan ini
 Berupa padang rumput yang diselingi oleh beberapa pohon
 Flora yang hidup di hutan ini seperti tumbuhan gerbang, rumput,
Acacia, Aucalyptus
 Fauna yang hidup di hutan ini seperti gajah, macan tutul, kijang,
zebra, singa, kuda, dan beberapa jenis serangga
3. Berdasarkan ketinggian tempatya
Hutan juga dibedakan atas dasra ketinggian tempat dimana hutan itu
berada. Ketinggian tempat merupakan suatu hal yang dapat mempengaruhi
kedaaan hutan tersebut. Berikut adalah pembagian jenis hutan berdasarkan
ketinggian tempatnya:
1) Hutan pantai atau beach forest, adalah hutan yang berada di wilayah
pantai atau berdekatang dengan pantai. Hutan ini mempunyai
ketinggian yang sama dengan ketinggian pantai. Biasanya, hutan
pantai ini terdiri atas pohon- pohon kelapa atau cemara.
2) Hutan dataran rendah atau lowland forest, adalah hutan yang berada di
wilayah dataran rendah.
3) Hutan pegunungan bawah atau submountain forest, adalah hutan yang
hutan yang ada di wilayah pegunungan bagian bawah.
4) Hutan pegunungan atas atau mountain forest, adalah hutan yang
etrletak di wilayah pegunungan.
5) Hutan kabut atau mist forest.
6) Hutan elfin atau alpine forest.
4. Berdasarkan Kondisi Tanah
Kondisi tanah juga termasuk salah satu hal yang membedakan
ekosistem hutan. berdasarkan kondisis tanah, ekosistem hutan dibedakan
menjadi:
1) Hutan tanah kapur atau limestone forest, adalah jenis hutan yang
memiliki jenis tanah berupa tanah kapur atau tanah gamping. Tanah
kapur bukan merupakan tanah yang mudah ditumbuhi pepohonan.
Maka dari itu jenis pepohonan yang tumbuh di hutan kapur ini
merupakan pepohonan tertentu. Biasanya jenis pohon yang dapat
bertahan di tanah kapur adalah pohon jati.
2) Hutan rawa gambut atau peat swamp- forest, adalah jenis hutan yang
tanahnya berupa rawa gambut. Hutan ini mempunyai ciri- ciri khusus
yang hanya dapat kita temui pada hutan ini. Untuk mengenal lebih
jauh mengenai hutan ini.
3) Hutan rawa air- tawar atau hutan rawa yang dikenal sebagai
freshwater swamp- forest.
4) Hutan kerangas atau hutan health forest.
5. Berdasarkan Pepohonan yang Mendominasi
Pepohonan yang ada di dalam suatu hutan merupakan komponen
utama. Jenis hutan juga dapat dilihat dari pepohonan yang tumbuh
mendominasi dalam hutan tersebut. Berdasarkan pepohonan yang
mendominasi, jenis hutan ini contohnya adalah:
1) Hutan pinus (pine forest)
2) Hutan jati
3) Hutan ekaliptus
4) Hutan dipterokarpa, dan lain sebagainya.

2.5 Manfaat Ekosistem Hutan


Hutam mempunyai peranan yang sangat penting. Hutan sangat berperan
untuk menjaga keseimbangan alam. Maka dari itulah hutan ini juga dinamakan
sebagai paru-paru Bumi. Selain menjaga keseimbangan alam, ada banyak fungsi
yang dapat kita dapatkan dari hutan, diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagai sarana hidrologis.
Sarana hidrologis yang dimaksud ini adalah tempat menyimpan air.
Hutan ini menyimpan air hujan dan air embun di dalam tanah, dan akan
mengalirkannya ke sungai melalui mata air yang terdapat di kawasan hutan
tersebut. Karena hal inilah maka air hujan yang jatuh ke hutan tidak
terbuang sia- sia, dan bisa menjadi persediaan apabila musim kemarau
datang melanda.
2. Sebagai pengunci tanah
Fungsi ekosistem hutan sebagai pengunci tanahini akan
menghindarkan hutan maupun daerah di sekitarnya dari berbagai macam
bencana alam yang beresiko terjadi, seperti tanah longsor dan juga erosi
tanah.
3. Sebagai tempat memproduksi flora dan fauna
Flora dan fauna merupakan kekayaan dan juga keanekaragaman
hayati. Flora dan fauna ini sangat bermanfaat bagi manusia. Dan hutan
adalah tempat yang sangat tepat untuk memproduksi embrio flora dan juga
fauna. Selain sebagai tempat yang tepat untuk memproduksi embrio baru
dari flora dan fauna, hutan juga tempat yang sangat tepat sebagai habitat
dari berbagai macam flora dan fauna. Hutan juga otomatis merupakan
sumber makanan bagi manusia. Manusia bisa mendapatkan makanan dari
flora dan fauna yang terdapat di dalam hutan ini.
4. Merupakan dapur alami
Hutan merupakan tempat untuk pepohonan memasak barbagai unsur
hara yang kemudian dialirkan ke sekitarnya. Bahkan aliran energi yang
dihasilkan bisa sampai ke berbagai tumbuhan yang ada di perairan, misalnya
tumbuhan yang ada di danau atau sungai.
5. Sebagai sumber oksigen
Oksigen diproduksi oleh tumbuh- tumbuhan dari proses fotosintesis
dengan mengubah karbondioksida da mengubahnya menjadi oksigen. Hutan
merupakan sumber hidup dari pepohonan yang jumlahnya sanhat banyak,
sehingga pepohonan di hutan ini akan menyerap karbondioksida (termasuk
dari hasil pernafasan manusia) dan mengubahnya menjadi oksigen yang
merupakan sumber pernafasan manusia.
6. Mengurangi polusi yang ada di udara
Hutan sangat bermanfaat untuk menetralkan kondisi udara terlebih
udara yang telah tercemar banyak polusi. Oleh karena itu udara di tempat
yang banyak memiliki pohon lebih terasa segar daripada di tempat yang
mempunyai hanya sedikit pohon.

2.6 Hutan Alam


Pengertian dari Hutan Alam adalah hutan yang ditumbuhi pohon-pohon
secara alami dan sudah ada sejak dulu kala. Hutan Alam adalah hutan yang
vegetasinya telah tumbuh mencapai klimaks, tanpa atau sedikit campur tangan
manusia sedangkan Hutan Buatan adalah hutan yang vegetasinya banyak campur
tangan manusia.
Hutan alam yang dapat bertahan tanpa ada campur tangan manusia atau pun
tidak terjadi eksploitasi hutan disebut "Hutan Primer". Hutan Primer terpelihara
dengan baik sering disebut Hutan Perawan atau Virgin Forest. Sedangkan hutan
yang telah terdapat intervensi manusia didalamnya atau juga faktor bencana alam
dapat terbentuk hutan alam sekunder.
Indonesia mempunyai hutan alam yang sangat luas, tetapi semakin hari
luasan hutan alam ini terus berkurang. Bahkan ada yang mengatakan bahwa
Indonesia kehilangan 1,6 - 2 juta hektar hutan alam setiap tahun. Hutan alam
Indonesia pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis Dipterocarpaceae, yang
merupakan jenis kayu yang laku di pasaran, sehingga hutan alam ini merupakan
sasaran eksploitasi.
Komposisi jenis penyusun hutan alam di Indonesia berbeda-beda tergantung
lokasi tempat tumbuhnya hutan tersebut. Jenis-jenis pohon di hutan alam
Indonesia bagian barat berbeda dengan Indonesia bagian timur walaupun ada juga
jenis yang menyebar luas dari barat sampai ke timur. Ada beberapa zone
tumbuhan hutan alam di Indonesia yaitu zone hutan alam bagian barat, zone hutan
alam bagian timur dan zone peralihan atau bagian tengah.
Hutan Primer adalah Hutan Alam yang masih utuh yang belum mengalami
gangguan eksploitasi oleh manusia. Karena belum adanya intervensi manusia
hutan primer ini serang disebut juga hutan perawan atau virgin forest.

Bebera Sifat-sifat dan ciri hutan primer dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Hutan primer di Indonesia karena perbedaan tapak, timbul struktur dan tipe
hutan yang beraneka ragam, sehingga tidak ada cara yang berlaku umum
untuk pengelolaannya. Masing-masing hutan alam primer harus diteliti
untuk mengetahui cara spesifik dalam pengelolaannya. Hutan Primer di
Indonesia bagian barat mempunyai karakteristik yanbg berbeda dengan
hutan primer di Indonesia bagian Timur.
b.Jenis pohon pada hutan primer sangat banyak mencapai 40-80 jenis per ha,
sehingga jumlah batang per jenis sangat sedikit. Jumlah jenis pada hutan
alam primer di Asia ternggara termasuk di Indonesia diperkirakan 12.000 -
15.000 spesies untuk pohon yang berukuran diameter 10 cm keatas.
c. Jenis-jenis pohon bercampur individual walaupun ada juga jenis-jenis yang
hidup berkelompok.
d.Pada suatu tapak terdapat variasi struktur dan komposisi. Walaupun lokasinya
tidak berjauhan tetapi dapat terjadi kemungkinan perpedaan struktur dan
komposisi jenis karena kondisi tapak yang berbeda.
e. Frekwensi jenis pada umumnya rendah, namun ada juga yang penyebarannya
vertikal dan horisontalnya tinggi.
f. Struktur penyebaran diameter pohon berbentuk kurva grafik “plenter” (huruf J
terbalik ), yaitu jenis dengan diameter yang berukuran kecil lebih banyak
dibandingkan dengan diameter yang berukuran besar.
g.Pada hutan primer hanya terdapat sedikit batang yang mulus, pohon-pohon besar
sering bolong.
h.Hanya sedikit (0-20%) jenis pohon niagawi, volume terjual sekitar 0-20 m3/ha,
kecuali hutan dipterocarpaceae yang mengandung banyak kayu seragam.
i. Riap pertumbuhan pada hutan primer kecil, dalam skala yang luas besarnya nol.
j. Walaupun terdapat permudaan namun jumlahnya sering sedikit saja. Hal ini
diakibatkan karena tumbuhan-tumbuhan muda hanya dapat memanfaatkan
cahaya dari gap atau celah yang terbentuk karena tumbangnya pohon-pohon
yang sudah tua.

2.7 Ekosistem Hutan Tanaman


Hutan Tanaman adalah tegakan hutan yang keberadaannya sengaja
dibangun dan dibudidayakan oleh Manusia baik oleh lembaga maupun
perorangan, dan ditanami jenis-jenis tanaman tertentu untuk tujuan pelestarian
lingkungan dan menjadi suplai bahan baku industri. Hutan tanaman biasanya
hanya memiliki satu jenis tanaman seumur yang ditanam dalam skala luas.
Menurut Marsono (2000), pada prinsipnya hutan tanaman secara ekologis
adalah bentuk simplifikasi sistem alam dengan tuntutan ekonomis sebagai
pengendali utama. Pengembangan lebih lanjut terhadap motivasi ekonomi tersebut
dilakukan dengan simplifikasi berbagai komponen sistem antara lain jenis (jenis
yang bergenetis baik), bentuk dan struktur (stratifikasi tajuk dan atau perakaran),
input energi (biaya) dan penggantian natural stabilizing factor (homeostasis
ekosistem) dengan chemical stabilizing factor (pupuk, pestisida dan lain-lain).
Keseluruhan manipulasi ini dikemas dalam bentuk metode dan sistem
silvikultur dengan output utama produktivitas. Jika prinsip hutan tanaman masih
tetap seperti ini maka pelestarian jangka panjang akan diragukan, atau pada suatu
saat secar finansial akan tidak ekonomis lagi, karena harus menanggung beban
atribut fungsional yang sudah tidak berjalan lagi.
Ekosistem hutan tanaman yang terbentuk akibat adanya berbagai
simplifikasi melahirkan hutan dengan hanya satu strata, tidak terdapatnya
keseimbangan alamiah sehingga hutan rentan terhadap kerusakan dan juga
serangan hama dan penyakit. Selain itu siklus hara dan siklus energi tidak
berlangsung dengan baik serta membutuhkan biaya pengelolaan yang relatif besar
agar menghasilkan output yang diinginkan. Hal lain yang terjadi akibat siklus hara
dan siklus energi yang tidak berlangsung dengan baik adalah terjadinya penurunan
kualitas tempat tumbuh.
Keberadaan ekosistem hutan tanaman khususnya dengan sistem monokultur
seperti yang terlihat pada gambar di atas, di sini terlihat bahwa hutan tanaman
yang terbentuk dari tegakan yang monokultur berdampak bagi terjadinya erosi
jika manajemen lahan yang tidak tepat (gambar a dan b), selain itu rentan terhadap
serangan hama dan penyakit (gambar c dan b). Selain dampak kerusakan langsung
yang terlihat di lapangan, dampak lain yang di alami oleh hutan tanaman dengan
sistem monokultur yaitu penurunan produktivitas dan penurunan bonita. Bahkan
di beberapa tempat terjadi kebocoran fosfat dan neraca hara bahkan terjadinya
penurunan kuantitas air.
Simplifikasi yang terjadi pada hutan tanaman menyebabkan integritas
ekosistem tidak dapat dipertahankan lagi, kaidah ekosistem hutan menjadi hilang,
terfragmentasi, sehingga memacu parahnya water yield dan kualitas air, sempitnya
ruang gerak satwa, tererosinya sumberdaya genetik dan penurunan produktivitas
hutan dalam jangka panjang (Soekotjo, 1999 dalam Marsono, 2000a). Menurut
Marsono (2000a), terfragmentasinya ekosistem akan berakibat menurunnya
produktivitas jangka panjang dan terjadi eutrofikasi/ pendangkalan jika lahan di
bawahnya terdapat waduk atau badan sungai.
Selanjutnya menurut Marsono (2000a), dengan penekanan hutan produksi
yang berfungsi ekonomis yang setinggi-tingginya maka telah terjadi bahwa hutan
tanaman dianggap kurang atau tidak memperhatikan aspek konservasi, sehingga
muncul isu penting sebagai berikut :
a. Simplifikasi ekosistem hutan secara berlebihan sehingga struktur hutan yang
terbentuk selalu monokultur. Struktur hutan ini memutuskan sama sekali
kaidah ekosistem hutan sehingga atribut fungsional ekosistem tidak
operasional.
b. Stabilitas hutan menjadi rendah (natural stabilizing factor tidak berfungsi,
sehingga cenderung mengganti menjadi chemical stabilizing factor yang
biayanya mahal dan tidak ramah lingkungan).
c. Kemunduran site quality/bonita/tapak hutan. Banyak lahan hutan tanaman
yang mengalami kemunduran hutan tanaman yang ditandai dengan penurunan
produktivitas atau kejemuan jenis tertentu sehingga harus diganti dengan jenis
tanaman yang lain.
d. Faktor hidroorologi belum/tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Hal
ini dapat dilihat pada besarnya frekuensi banjir hampir setiap sungai yang ada
pada setiap musim penghujan. Akan tetapi sebaliknya pada musim kemarau
banyak sungai yang debitnya sangat kecil dan bahkan kering tidak berair.
Kondisi ini akan semakin memprihatinkan jika kualitas air juga menjadi
parameter faktor ini. Dengan keruhnya air sungai, ini telah menjadi fenomena
umum disetiap hutan tanaman.
Akibat dari proses terbentuknya, hutan buatan memiliki ciri atau karakter
khusus, antara lain:
a. Memiliki karakteristik homogen, baik dilihat dari segi jenis tanaman, umur
tanaman, serta metode penanamannya.
b. Perkembangannya dapat dikontrol oleh manusia
c. Bisa berada di tengah-tengah atau sekitar pemukiman warga
d. Tata letak tanaman nampak lebih rapi daripada hutan alami
e. Hasil hutan berupa kayu maupun non kayu biasanya dimanfaatkan untuk
kepentingan industri
f. Fauna atau binatang yang hidup di hutan buatan jenisnya tidak banyak dan
tidak bervariasi seperti hutan alami

Terdapat tiga jenis hutan yang sengaja dibentuk untuk tujuan dan fungsi
tertentu, antara lain:
a. Hutan Rakyat (community forest) adalah hutan yang dibuat oleh rakyat dan
pengelolaannya dilakukan oleh rakyat. Biasanya hutan rakyat terletak di
wilayah tanah milik adat atau tanah milik negara.
b. Hutan Kota (urban forest) adalah kawasan ruang terbuka hijau di daerah
perkotaan. Fungsi hutan kota sebagai nilai estetika keindahan kota dan
mengurangi degradasi lingkungan perkotaan dari dampak negatif
pembangunan wilayah perkotaan.
c. Hutan Tanaman Industri (timber estates atau timber plantation) adalah
kawasan yang ditumbuhi pepohonan. Tujuan dan manfaat hutan tanaman
industri adalah untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku industri
kehutanan, seperti bahan baku kayu maupun nonkayu. Hutan tanaman industri
adalah salah satu bentuk hutan produksi
Hutan buatan memiliki ciri-ciri berupa tanaman homogen, sehingga jenisnya
juga dapat dikelompokkan berdasarkan pohon yang sengaja ditanam pada
kawasan hutan, seperti:
a. Hutan Karet
b. Hutan Pinus
c. Hutan Sengon
d. Hutan Tusam
e. Hutan Jati
f. Hutan Mahoni
g. dan lain sebagainya
Manfaat yang diperoleh dari hutan buatan tidak dapat lepas dari tujuan
pembentukan hutan ini. Sebab, hutan ini dibuat untuk tujuan tertentu baik bagi
manusia serta makhluk hidup lainnya. Berikut adalah manfaat dari hutan buatan,
antara lain :
a. Penyeimbang Alam
Tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh dari pembentukan hutan non
alami adalah sebagai penyeimbang alam, terutama jika hutan dibangun pada
kawasan perkotaan. awasan perkotaan yang padat dan erat berkaitan dengan
pencemaran menyebabkan kualiats lingkungan hidup semakin rendah. Oleh
sebab itu, kondisi lingkungan perkotan perlu dinetralisir dengan oksigen
serta kualitas air tanah. Manfaat tersebut dapat diperoleh dengan adanya
hutan buatan.
b. Reboisasi / Penghijauan
Reboisasi adalah rangkaian kegiatan penghijauan yang dilakukan pada
kawasan hutan atau daerah yang akan difungsikan menjadi kawasan hutan.
Kegiatan reboisasi dilakukan pada areal hutan yang telah rusak atau
kawasan non-hutan yang akan dijadikan menjadi kawasan hutan. Manfaat
dari penghijjauan ini adalah pembersihan kotoran-kotoran alam dan zat-zat
tidak terpakai yang bersumber dari kegiatan manusia.
c. Bahan Baku Industri Kehutanan
Hutan buatan memiliki ciri berupa pepohonan homogen. Hutan jati
dan hutan mahoni merupakan salah satu jenis hutan yang memberi pasokan
bahan baku industri kehutanan. Manfaatnya diambil dari hasil kayu dan non
kayu. Seperti kayu untuk bahan produksi meubel atau furniture, serta non
kayu seperti getah, madu, dan sebagainya.
d. Objek Wisata
Hutan buatan juga bermanfaat untuk saran rekreasi dan obyek wisata.
Karena dibuat oleh manusia, biasanya hutan ini memiliki tata letak dan
estetika yang baik, seperti kerapian, jenis tanaman, dan sebagainya.
Tidak selamanya jenis hutan tertentu memberikan manfaat positif, akan
tetapi juga dapat memberikan dampak negatif jika tidak mempertimbangkan
faktor-faktor lainnya.
a. Mengurangi Lahan
Lahan perkotaan yang memiliki nilai ekonomis dan strategis, misalnya untuk
kepentingan industri dan pemukiman. Penataan kota yang baik dan pemilihan
lokasi hutan buatan akan memberikan manfaat maksimal. Akan tetapi, jika
pembangunan hutan tidak memperhatikan hal tersebut, maka kerugian sektor
lain akan dirasakan.
b. Memperkaya Satu Pihak
Hutan buatan yang sengaja dibuat oleh salah satu pihak hanya akan
memperkaya pihak tertentu dan bukan untuk kesejahteraan bersama. Misalnya
hutan buatan yang dimiliki pribadi dan pengelolaannya cenderung pada tujuan
komersial.
c. Penelitian Tidak Maksimal
Keanekaragaman hayati yang ada didalam hutan buatan tidak memiliki variasi
yang terlalu banyak, sehingga kurang cocok untuk lokasi penelitian. Agar
mendapatkan sampel yang baik, maka penelitian hutan seperti analisis
vegetasi dapat dilakukan pada hutan alam.

2.8 Ekosistem Hutan Zavana


Savana atau sabana adalah padang rumput yang dipenuhi oleh semak / perdu
dan diselingi oleh beberapa jenis pohon yang tumbuh menyebar, seperti palem
dan akasia. Sistem biotik ini biasanya terbentuk di antara daerah tropis dan
subtropis. Beberapa benua yang memiliki padang savana/sabana di antaranya
adalah Afrika, Amerika Selatan, dan Australia. Kurangnya curah hujan menjadi
pendorong munculnya savana/sabana. Sehingga savana/sabana dikenal juga
padang rumput tropis. Iklimnya tidak terlalu kering untuk menjadi gurun pasir,
tetapi tidak cukup basah untuk menjadi hutan.
Suhu udara di daerah savana/sabana tetap sama sepanjang tahun, yaitu
hangat. Tetapi savana/sabana mempunyai dua musim yang sangat berbeda, yaitu
musim kering dan musim basah. Pada musim kering, hanya ada 4 inci curah
hujan. Bahkan di antara bulan Desember dan Februari tidak ada hujan sama
sekali. Namun di musim kering, cuaca terasa lebih dingin.
Sedangkan pada musim panas, savana/sabana mendapat banyak air hujan.
Di Afrika, musim hujan dimulai pada bulan Mei dan curah hujan mencapai 15
hingga 25 inci sepanjang waktu.
Ada beberapa tipe savana/sabana yang berbeda di seluruh dunia.
Savana/sabana yang paling dikenal adalah yang terletak di Afrika Timur yang
ditumbuhi oleh pohon-pohon akasia. Dataran Serengeti di Tanzania adalah salah
satunya. Di sana hidup hewan-hewan seperti Singa, Zebra, Gajah, Jerapah, dan
Kerbau.

2.9 Ekosistem Hutan Manggrove


Istilah mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis “mangue”
yang berarti tumbuhan dan bahasa Inggris “grove” yang berarti belukar atau hutan
kecil. Kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-
semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas air
terendah sampai di atas rata-rata permukaan air laut (Arief, 2003). Nybakken
(1988) menyatakan bahwa hutan mangrove merupakan sebutan umum yang
digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Sedangkan menurut
Marsono dan Setyono (1993), mangrove merupakan ekosistem yang spesifik,
umumnya berada di daerah pantai yang berombak relatif kecil atau terlindungi
dari ombak, dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan masukan air tawar dari
daratan.
Mangrove tumbuh subur di areal yang senantiasa disapu oleh pasang surut
secara teratur atau di areal fresh water seepage. Sapuan air laut atau air tawar ini
dibutuhkan untuk menghilangkan salinitas yang tinggi atau berlebihan yang
timbul karena evaporasi dan akan menghambat pertumbuhan (Sukardjo, 1993).
Selanjutnya Hartono (1993) menyatakan bahwa ekosistem mangrove dapat
berkembang dengan baik apabila memenuhi lima persyaratan, yaitu temperatur,
tanah aluvium berbutir halus, pantai yang tenang, air payau dan pasang surut.
Hutan mangrove ditandai dengan bentuk akar yang khas dari pohonnya yaitu stilt
root, pneumatophora root, knee root, buttress root, dan aerial root terbatas pada
pantai berlumpur yang diendapkan (Rawana, dkk., 2001). Di dunia dikenal
banyak jenis mangrove yang berbeda-beda. Tercatat telah dikenali sebanyak
sampai dengan 24 famili dan antara 54 sampai dengan 75 spesies, sedangkan
Indonesia disebutkan memiliki sebanyak tidak kurang dari 89 jenis pohon
mangrove, atau paling tidak menurut FAO terdapat sebanyak 37 jenis (Tomlinson,
1986 dan Field, 1995 dalam Irwanto, 2006). Dari sekian banyak jenis mangrove di
Indonesia, jenis mangrove yang banyak ditemukan antara lain adalah jenis api-api
(Avicennia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan bogem atau
pedada (Sonneratia sp.), merupakan tumbuhan mangrove utama yang banyak
dijumpai.
Fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan ke dalam tiga macam fungsi
yaitu fungsi fisik, fungsi biologis (ekologis) dan fungsi ekonomis. Fungsi fisik
hutan mangrove antara lain, menjaga garis pantai dan tebing sungai dari abrasi,
mempercepat perluasan lahan, mengendalikan intrusi air laut, melindungi daerah
belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang dan mengolah
limbah organik. Fungsi biologis (ekologis) yaitu tempat berkembang biak (nursery
ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning
ground) bagi berbagai spesies udang, ikan, dan lainnya, sebagai habitat berbagai
kehidupan liar serta sebagai sumber plasma nutfah (Kusmana. dkk., 2003).
Sedangkan fungsi ekonomisnya adalah sebagai penghasil kayu, penghasil
bahan baku industri, penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting, bandeng
melalui pola tambak silvofishery dan sebagai tempat wisata, penelitian dan
pendidikan (Poedjirahajoe, 2007)
Mangrove tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi
oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang
terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove tumbuh
optimal di daerah pesisir yang memiliki muara sengai besar dan delta yang aliran
airnya banyak mengandung lumpur. Dalam pertumbuhan mangrove ada empat
faktor utama yang menentukan penyebaran mangrove yakni arus pasang surut,
salinitas tanah, suhu air, air tanah (Supriharyono, 2000). Selanjutnnya Dahuri,
dkk. (1996) mengemukakan bahwa untuk pertumbuhan mangrove dibutuhkan
pasang surut, gerakan gelombang yang minimal, endapan lumpur serta salinitas.
1. Pasang surut
Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove.
Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada
areal mangrove. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan
salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove, terutama
distribusi horizontal (Kusmana, dkk., 2003).
Pengaruh pasang surut terhadap vegetasi mangrove ditunjukkan
dengan adanya perbedaan periodisitas penggenangan. Watson (1928) dalam
Poedjirahajoe (2007), membagi daerah pasang surut menjadi lima kelas
rendam (genangan) berdasarkan lama (periode) penggenangan tiap bulan,
yaitu :
a. Kelas rendam I yaitu kawasan pasang surut yang terendam air laut antara
56-62 kali tiap bulan.
b. Kelas rendam II yaitu kawasan pasang surut yang berada pada saat air
pasang lemah dan terendam antara 45-55 kali tiap bulan.
c. Kelas rendam III yaitu kawasan pasang surut yang terendam pada waktu
air pasang normal antara 20-44 kali tiap bulan.
d. Kelas rendam IV yaitu kawasan pasang surut yang terendam air pada air
pasang tinggi sebanyak 10-20 kali tiap bulan.
e. Kelas rendam V yaitu kawasan pasang surut normal yang terendam
antara 0-2 kali tiap bulan.
2. Salinitas
Menurut Poedjirahajoe (2007), salinitas merupakan kandungan kadar
garam dari suatu perairan yang dinyatakan dalam per mil (‰) atau bagian
garam per seribu air. Pada umumnya mangrove hidup di daerah air asin atau
payau. Salinitas air dan salinitas tanah merupakan faktor penting dalam
pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove.
Menurut Kusmana, dkk. (2003), tumbuhan mangrove tumbuh subur di
daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppt. Mangrove merupakan vegetasi
yang bersifat salt-tolerant bukan salt-demanding, oleh karenanya mangrove
dapat tumbuh baik di habitat air tawar. Salinitas yang sangat tinggi
(hypersanility) misalnya ketika salinitas air permukaan atau “interstitial soil
water” (air tanah terestitial) melebihi salinitas yang umum di laut (± 35 ppt)
dapat berpengaruh buruk terhadap mangrove karena dampak dari tekanan
osmotik yang negatif. Akibatnya, tajuk mangrove semakin jauh dari tepian
perairan secara umum menjadi kerdil dan berkurang komposisi jenisnya.
Meskipun demikian, beberapa jenis seperti Avicennia marina, A. ociffinalis,
Excocaeria agallocha, Ceriops spp, dan Rhizophora apiculata dapat tumbuh
di areal dengan salinitas antara 63-85 ppt. Sedangkan Sonneratia spp dan
Bruguiera spp tidak dapat tumbuh di areal dengan salinitas lebih tinggi dari
44 ppt dan 34 ppt (Aksornkoae, 1993 dalam Anonim, 1997)
3. Gelombang dan Arus
Gelombang dan arus mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kehidupan organisme dan tumbuhan di daerah pasang surut air laut.
Gelombang pantai merupakan penyebab penting abrasi dan suspensi
sedimen. Mangrove akan tumbuh pada lokasi yang arusnya tenang
(Kusmana, dkk., 2003). Gerakan gelombang mempengaruhi kehidupan
pantai melalui dua cara utama yakni: a) pengaruh mekaniknya
menghancurkan dan menghanyutkan dan b) memperluas batas zona
intertidal (Nybakken, 1988). Gelombang dan arus dapat merubah struktur
dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki
gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami
abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan. Gelombang dan arus juga
berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai
Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang
sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh (Anonim, 2008).
4. Substrat Tanah
Substrat mangrove sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut.
Substrat yang berdekatan dengan pantai pada umumnya berpasir, kecuali
pada areal sekitar muara yang lapisan atasnya bertekstur lempung (Mustafa,
dkk., 1982 dalam Poedjirahajoe, 1995). Mangrove terutama dapat tumbuh
pada tanah lumpur, namun berbagai jenis mangrove dapat juga tumbuh di
daerah berpasir, koral, tanah berkerikil bahkan gambut. Soeroyo (1993)
dalam Anonim (2003) menyatakan bahwa tanah di hutan mangrove
mempunyai ciri-ciri selalu basah, mengandung garam, oksigen sedikit dan
kaya akan bahan organik. Tanah mangrove dibentuk oleh akumulasi substrat
lumpur yang berasal dari sungai, pantai atau erosi air tanah yang terbawa
dari dataran tinggi sepanjang sungai atau kanal dan struktur tanah tidak
mantap. Morfologi tanah hutan mangrove berdasarkan kedalamannya
terbagi dalam 2 (dua) kelas yaitu (a) kedalaman 0-10 cm, dimana tanah
berwarna kelabu hijau, hijau, hijau kelabu hingga kuning kelabu dan
bertekstur berat dan (b) kedalaman 10 cm atau lebih, berupa tanah kelabu
berbintik-bintik coklat dan bertekstur berat (Riele, 1937 dalam Anonim,
2003). Sedangkan berdasarkan letaknya, tanah mangrove dibagi dalam dua
kategori yaitu (a) daerah dekat laut (halic hydraquent) berupa tanah liat
relatif muda, mempnyai nilai N sebesar 1 atau lebih, mengandung air secara
permanen, pH lebih dari 5,5, densitas rendah (0,6), saturasi dasar dan
kapasitas kation yang tinggi dan (b) daerah dekat darat atau berbatasan
dengan rawa (halic sulfaquent), yakni berupa tanah liat muda, mengandung
air secara permanen, pH hampir netral, mengandung sulfidic pada
kedalaman sekitar 50 cm lapisan tanah mineral, saturai dasar dan kapasitas
tukar kation yang tinggi (Matondang, 1997 dalam Anonim, 2003).
5. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut sangat penting bagi ekosistem flora dan fauna
mangrove terutama dalam proses fotosintesis dan respirasi serta percepatan
dekomposisi seresah sehingga konsentrasi oksigen terlarut berperan
mengontrol distribusi dan pertumbuhan mangrove (Kusmana, dkk., 2003).
Menurut Ewuise (1980), kandungan oksigen terlarut dalam tanah mangrove
hanya sedikit sehingga untuk mencukupi kebutuhan oksigen, mangrove
umumnya mempunyai akar nafas (aerial roots). Menurut Kusmana, dkk.
(2003), konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu, musim,
kesuburan tanah dan organisme akuatik. Konsentasi oksigen terlarut harian
tertinggi dicapai pada siang hari dan terendah pada malam hari. Aksornkoe
(1978) dalam Kusmana, dkk. (2003) berpendapat bahwa oksigen terlarut di
hutan mangrove 1,7 – 3,4 mg/l, lebih rendah dibanding di luar hutan
mangrove yang besarnya 4,4 mg/l.
Flora mangrove terdiri atas pohon, epifit, liana, alga, bakteri dan fungi.
Menurut Hutching dan Saenger (1987) telah diketahui lebih dari 20 famili flora
mangrove dunia yang terdiri atas 30 genus yang anggotanya kurang lebih 80
spesies. Di Indonesia, jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan mangrove
adalah sekitar 89 jenis, yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis
perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit (Soemodihardjo et al.,
1993).
Tomlinson (1984) membagi flora mangrove menjadi tiga kelompok, yakni :
a. Mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang
menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan
membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur
komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus
(bentuk akar dan viviparitas) terhadap lingkungan mangrove, dan
mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam. Contohnya
adalah Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Sonneratia,
Lumnitzera, Laguncularia dan Nypa.
b. Mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk
tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam
struktur komunitas, contohnya Excoecaria, Xylocarpus, Heritiera,
Aegiceras. Aegialitis, Acrostichum, Camptostemon, Scyphiphora, Pemphis,
Osbornia dan Pelliciera.
c. Mangrove asosiasi, contohnya adalah Cerbera, Acanthus, Derris, Hibiscus,
Calamus, dan lain-lain.
Fauna mangrove hampir mewakili semua phylum, meliputi protozoa
sederhana sampai burung, reptilia dan mamalia. Secara garis besar fauna
mangrove dapat dibedakan atas fauna darat (terestrial), fauna air tawar dan fauna
laut. Fauna darat dapat dibagi kedalam dua kelompok yaitu : vertebrata dan
invertebrata. Fauna air tawar pada ekosistem mangrove termasuk kedalam
kelompok vertebrata dengan jumlah spesies yang terbatas. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Cann (1978) diacu Hutching dan Saenger, (1987) diketahui bahwa
di mangrove terdapat jenis kura-kura air tawar dan buaya air tawar (Crocodylus
johnstone). Fauna laut didominasi oleh Mollusca (didominasi oleh Bivalvia dan
Gastropoda) dan Crustacea (didominasi oleh Brachyura). Berdasarkan habitatnya,
fauna laut di mangrove terdiri atas dua tipe yaitu : infauna yang hidup di kolam
air, terutama berbagai jenis ikan dan udang, dan epifauna yang menempati
substrat, baik yang keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun yang lunak
(lumpur), terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya.
Hutan mangrove mempunyai komposisi yang sangat beragam dan secara
khas vegetasi mangrove memperlihatkan adanya pola zonasi. Zonasi mangrove
mencerminkan tanggap ekofisiologi tumbuhan terhadap satu atau lebih rentetan
gradasi lingkungan. Zonasi mangrove terbentuk karena dominasi jenis penyusun.
Zonasi mangrove juga ditentukan oleh faktor- faktor lokal yang dapat dijadikan
dasar sebagai penentu zonasi (Poedjirahajoe, 2007). Menurut Arief (2003),
pembagian zonasi pada kawasan hutan mangrove berdasarkan perbedaan
penggenangan adalah sebagai berikut :
a. Zona proximal, yaitu kawasan (zona) yang terdekat dengan laut. Pada zona
ini biasanya ditemukan jenis-jenis R. apiculata, R. mucronata dan S. alba.
b. Zona midle, yaitu kawasan (zona) yang terletak diantara laut dan darat. Pada
zona ini biasanya ditemukan jenis-jenis S.caseolaris, R.alba, B.gymnorrhiza,
A.officinalis, A.marina dan Ceriops tagal.
c. Zona distal, yaitu zona yang terjauh dari laut. Pada zona ini biasanya akan
ditemukan jenis-jenis Heritiera littoralis, Pongamia, Pandanus spp., dan
Hibiscus tiliaceus.
d. Pembagian zonasi berdasarkan jenis vegetasi yang mendominasi, dari arah
laut ke daratan berturut - turut sebagai berikut:
e. Zona Avicennia, terletak pada lapisan paling luar dari hutan mangrove. Pada
zona ini tanah berlumpur lembek dan berkadar garam tinggi. Jenis-jenis
pada zona ini memiliki perakaran yang sangat kuat yang dapat bertahan dari
hempasan ombak laut. Jenis Avicennia banyak ditemui berasosiasi dengan
Sonneratia sp.
f. Zona Rhizophora, terletak di belakang Avicennia dan Sonneratia. Pada zona
ini, tanah berlumpur lembek dengan kadar garam lebih rendah dan
perakaran tanaman tetap terendam selama air laut pasang.
g. Zona Bruguiera, terletak di belakang zona Rhizophora. Pada zona ini tanah
berlumpur agak keras dan perakaran tanamannya lebih peka serta hanya
terendam pasang naik dua kali sebulan.
h. Zona Nypah, yaitu zona pembatas antara daratan dan lautan.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilakukan selama dua hari berturut-turut di lokasi yang berbeda-
beda dangan waktu dan tempat sebagai berikut :
1. Survei dan Pengamatan Hutan Tanaman :
Lokasi : Hutan Jati Amarasi Kabupaten Kupang
Hari/tanggal : Sabtu, 19 Februari 2022
Waktu : 14:00-15:30 Wita
2. Survei dan Pengamatan Hutan Alam :
Lokasi : Hutan Alam Amarasi Kabupaten Kupang
Hari/tanggal : Sabtu, 19 Februari 2022
Waktu : 15:300-16:00 Wita
3. Survei dan Pengamatan Hutan Zavana :
Lokasi : Hutan Zavana Penfui Kupang
Hari/tanggal : Minggu, 20 Februari 2022
Waktu : 13:00-14:00 Wita
4. Survei dan Pengamatan Hutan Manggrove :
Lokasi : Hutan Manggrove Pohon Duri Oesaopa Kupang
Hari/tanggal : Minggu, 20 Februari 2022
Waktu : 14:00-15:00 Wita
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu kendaraan (motor),
Camera, alat tulis menulis. Bahan yang digunakan yaitu hutan tanaman, hutan
alam, hutan zavana, dan hutan manggrove.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam praktikum ini yaitu :
1. Menyiapkan kelengkapan sarana transportasi (motor) menuju lokasi survei
2. Mengamati stiap ekosistem hutan
3. Mencari reverensi tentang ekosistem hutan
4. Menyusun laporan praktikum
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekosistem hutan alam
Berdasarkan hasil survei dan pengamatan hutan alam yang terdapat di
Kecamatan Amarasi kabupaten kupang termasuk dalam Hutan Primer yautu
Hutan Alam yang masih utuh yang belum mengalami gangguan eksploitasi oleh
manusia. Karena belum adanya intervensi manusia.
Komposisi jenis penyusun hutan alam yang terdapat di lokasi survei yaitu
terdiri dari 3 susunan atau strata yaitu dominan, kodominan dan tertekan. Ketiga
strata tersebut saling bersaing untu memperebutkan cahaya matahari untuk
memperoleh energi untuk bertumbuh.
Struktur lantai hutan alam ini di dodminasi oleh bahan organik yang
merupakan dedeunan dan ranting kering dari vegetasi yang ada. Dibalik bahan
organik terdapat struktur akar tunggang yang kuat dan saling mengikat satu sama
lain sehingga memperkokoh lantai hutan, dapat menyimpan air tanah, menjadi
tempat hidup bagi mikroorganisme tanah yang berperan sebagai pengurai atau
dekomposer, dan dapat berfungsi untuk mencegah erosi.

Ganbar 4.1. hutan tanaman Amarasi


4.2 Ekosistem Hutan Tanaman
Berdasarkan hasil survei dan pengamatan hutan tanaman yang terdapat di
Kecamatan Amarasi kabupaten kupang termasuk dalam Hutan yang sengaja
dibangun atau dibudidayakan oleh manusia dengan tujuan tertentu sehingga
bersifat homogen dari sis jenis tanaman, umur tanaman dan pola tanam.
Komposisi jenis penyusun hutan tanaman yang terdapat di lokasi survei
yaitu terdiri dari 2 susunan atau strata yaitu dominan dan tertekan. Strata dominan
didominasi oleh pohon jati dan strata tertekan didominsi oleh jenis semak.
Syarat lokasi untuk budi daya jati di antaranya ketinggian lahan maksimum
700 meter dpl, suhu udara 13–43° C, pH tanah 6, dan kelembapan lingkungan 60–
80%, Tanah yang cocok untuk pertumbuhan jati adalah tanah lempung, lempung
berpasir, dan liat berpasir.
Struktur lantai hutan tanaman ini di dodminasi oleh bahan organik yang
merupakan dedeunan dan ranting kering dari vegetasi yang ada. Dibalik bahan
organik terdapat struktur akar tunggang yang kuat dan saling mengikat satu sama
lain sehingga memperkokoh lantai hutan, dapat menyimpan air tanah, menjadi
tempat hidup bagi mikroorganisme tanah yang berperan sebagai pengurai atau
dekomposer, dan dapat berfungsi untuk mencegah erosi.

Gambar 4.2 hutan jati Amarasi


4.3 Ekosistem Hutan savana
Berdasarkan hasil survei dan pengamatan hutan zavana yang terdapat di
Kelurahan Penfui Kota kupang merupaan ekosistem padang rumput yang
dipenuhi oleh semak / perdu dan diselingi oleh beberapa jenis pohon yang tumbuh
menyebar. Komposisi jenis penyusun hutan zavana yang terdapat di lokasi survei
yaitu terdiri dari beberapa pohon yang tumbuh menyebar dan struktur lantai
didominasi oleh perdu atau ruput. Jenis pohon pada lokasi survei yaitu pohon
bidara, pohon asam, dan pohon ketapang.
Bidara atau widara (Ziziphus mauritiana) adalah sejenis pohon kecil
penghasil buah yang tumbuh di daerah kering. Tanaman ini terutama tumbuh baik
di wilayah yang memiliki musim kering yang jelas. Kualitas buahnya paling baik
jika tumbuh pada lingkungan yang panas, kaya cahaya matahari, dan cukup
kering. Tahan iklim kering dan penggenangan, bidara mudah beradaptasi dan
kerap tumbuh meliar di lahan-lahan yang kurang terurus dan di tepi jalan.
Tumbuh di pelbagai jenis tanah: laterit, tanah hitam yang berdrainase baik, tanah
berpasir, tanah liat, tanah aluvial di sepanjang aliran sungai . Struktur lantai hutan
zavana ini ditutupi oleh rerumputan dan bahan organik.

Gambar 4.3 hutan zavana Penfui


4.4 Ekosistem Hutan Manggrove
Berdasarkan hasil survei dan pengamatan hutan manggrove yang terdapat di
Kelurahan oesapa Kota kupang merupaan ekosistem yang spesifik, umumnya
berada di daerah pantai yang berombak relatif kecil atau terlindungi dari ombak,
dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan masukan air tawar dari daratan.
Vegetasi yang dominan yaitu pohon manggrove jenis Avicennia alba dan jenis
Stilt –Roots
Manggrove Avicennia alba Merupakan jenis pionir pada habitat rawa
mangrove di lokasi pantai yang terlindung, juga di bagian yang lebih asin di
sepanjang pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang surut, serta di sepanjang
garis pantai. Mereka umumnya menyukai bagian muka teluk. Akarnya dilaporkan
dapat membantu pengikatan sedimen dan mempercepat proses pembentukan
daratan. Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Genus ini kadang-kadang bersifat
vivipar, dimana sebagian buah berbiak ketika masih menempel di pohon.
Manggrove Rhizophora apiculata tumbuh pada tanah berlumpur, halus,
dalam dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang
lebih keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90%
dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang
memiliki pengaruh masukan air tawar yang kuat secara permanen. Percabangan
akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena gangguan kumbang yang
menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat pertumbuhan mereka
karena mengganggu kulit akar anakan. Tumbuh lambat, tetapi perbungaan
terdapat sepanjang tahun.

Gambar 4.4 hutan manggrove Oesapa


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil survei dan pengamatan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa :
1. Hutan alam yang terdapat di Kecamatan Amarasi kabupaten kupang termasuk
dalam Hutan Primer yaitu Hutan Alam yang masih utuh yang belum
mengalami gangguan eksploitasi oleh manusia. Komposisi jenis penyusun
yaitu dominan, kodominan dan tertekan. Struktur lantai hutan alam ini di
dodminasi oleh bahan organik yang merupakan dedeunan dan ranting kering
dari vegetasi yang ada.
2. Hutan tanaman yang terdapat di Kecamatan Amarasi kabupaten kupang
termasuk dalam Hutan yang sengaja dibangun atau dibudidayakan oleh
manusia dengan tujuan tertentu sehingga bersifat homogen dari sis jenis
tanaman, umur tanaman dan pola tanam. Komposisi jenis penyusun yaitu
strata dominan dan tertekan. Strata dominan didominasi oleh pohon jati dan
strata tertekan didominsi oleh jenis semak.
Struktur lantai hutan tanaman ini di dodminasi oleh bahan organik yang
merupakan dedeunan dan ranting kering dari vegetasi yang ada.
3. Hutan zavana yang terdapat di Kelurahan Penfui Kota kupang merupaan
ekosistem padang rumput yang dipenuhi oleh semak / perdu dan diselingi oleh
beberapa jenis pohon yang tumbuh menyebar. Komposisi jenis penyusun
terdiri dari beberapa pohon yang tumbuh menyebar dan struktur lantai
didominasi oleh perdu atau ruput. Jenis pohon pada lokasi survei yaitu pohon
bidara, pohon asam, dan pohon ketapang.
4. Hutan manggrove yang terdapat di Kelurahan oesapa Kota kupang merupaan
ekosistem yang spesifik, berada di daerah pantai yang berombak relatif kecil
atau terlindungi dari ombak, dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan
masukan air tawar dari daratan. Vegetasi yang dominan yaitu pohon
manggrove jenis Avicennia alba dan jenis Rhizophora apiculata.
Manggrove Avicennia alba Merupakan jenis pionir pada habitat rawa
mangrove di lokasi pantai yang terlindung, juga di bagian yang lebih asin di
sepanjang pinggiran sungai yang dipengaruhi pasang surut, serta di sepanjang
garis pantai. Mereka umumnya menyukai bagian muka teluk.
Manggrove Rhizophora apiculata tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam
dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih
keras yang bercampur dengan pasir.
DAFTAR PUSTAKA
http://uli-adriani.blogspot.com/2010/04/pengenalan-ekosistem-hutan.html
https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/ekosistem-hutan
https://pengertian-definisi.blogspot.com/2011/10/definisi-dan-pengertian-hutan-
alam.html
http://eprints.umm.ac.id/71608/11/BAB%20II.pdf
https://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisi-hutan-
primer.html
https://rimbakita.com/hutan-buatan/
https://rimbakita.com/hutan-sabana/
https://www.academia.edu/4023335/Makalah_Savanna
https://id.wikipedia.org/wiki/Sabana
https://repository.dinamika.ac.id/id/eprint/1720/3/BAB_II.pdf
https://pengertian-definisi.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-definisi-hutan-
primer.html
https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/1990/7TAHUN~1990PPHAL2.htm
https://mutuinstitute.com/post/jenis-hutan-produksi-dan-ciri-cirinya/
Pemerintah RI. 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Triyono P. 2011. Persoalan Definisi Hutan Dan Hasil Hutan Dalam Hubungannya
Dengan Pengembangan Hhbk Melalui Hutan Tanaman. Vol. 8 No. 3, Desember
2011 : 210 – 227. https://media.neliti.com/media/publications/29230-ID-
persoalan-definisi-hutan-dan-hasil-hutan-dalam-hubungannya-dengan-
pengembangan-h.pdf
Batas P. JEJAK HUTAN JAT DALAM PERADABAN. BAKTI RIMBA. Hal 1/III-
5/2016.
https://dishut.jatimprov.go.id/portal/public/uploads/buletin/1863148287.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Jati
http://dishutbun.jogjaprov.go.id/assets/artikel/Tanaman_Jati.pdf
https://ekologi-hutan.blogspot.com/2011/09/ekosistem-hutan-tanaman.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Jati
https://id.wikipedia.org/wiki/Bidara
https://agromedia.net/syarat-tumbuh-dan-pembibitan-pohon-jati-2/

Anda mungkin juga menyukai