Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HUTAN

Disusun oleh :

Achmad Ramadhana Brimadika (1804015259)


Ahmad Fikri (2104016090)
Adinandra Azhari (2104016116)
Ahmad Nurfauzi (2104016216)
Afriza Rizky Pratama (2104016120)
Titi Ayu Agustine (2104016254)
Veronika Balaina Manuk (2104016074)
Yulen Lolo (2104016172)
Yelsi Yohana Br Sembiring (2104016052)
Yemina Frensisca Br Girsang (2004016109)

LABORATORIUM EKOLOGI DAN KONSERVASI BIODIVERSITAS

HUTAN TROPIS

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2022
Kata Pengantar

Marilah kita panjatkan Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum
ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan laporan praktikum ini adalah untuk


memenuhi tugas pada mata kuliah ekologi hutan. Selain itu, laporan ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang ekologi hutan bagi para
pembaca dan juga bagi kami selaku penulis.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua


pihak yang telah membantu dalam proses penulisan laporan praktikum ini.
Kepada bpk Rachmad Budiwijaya, S.Hut., M.Sc, Ph.D, Prof.Dr.Ir Paulus
Matius, M.Sc, Ir. Hj. Hastania, M.P, Ir. Rita Diana, MA, Dr. Sutedjo selaku
dosen pengampu mata kuliah ekologi hutan ,

Dengan selesainya Laporan praktikum ini, kami menyadari bahwa


laporan praktikum ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan sangat berguna untuk kesempurnaan
laporan praktikum ini.

Samarinda, 13 November 2022

Penulis

Kelompok 1B
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang

Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem adalah sangat


tepat, mengingat hutan itu dibentuk atau disusun oleh banyak
komponen yang masing-masing komponen tidak bisa berdiri
sendiri, tidak bisa dipisah-pisahkan, bahkan saling memengaruhi
dan saling bergantung. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu
diperhatikan beberapa definisi tentang hutan sebagai berikut.
1. Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan
lainnya tidak dapat dipisahkan (UU RI No. 41 Tahun 1999).
2. Hutan adalah lapangan yang ditumbuhi pepohonan yang secara
keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta
alam lingkungannya atau ekosistem (Kadri dkk., 1992).
3. Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai
atau didominasi oleh pohon-pohon dan mempunyai keadaan
lingkungan yang berbeda dengan keadaan diluar hutan
(Soerianegara dan Indrawan, 1982).
4. Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan dan binatang yang
hidup dalam lapisan dan di permukaan tanah dan terletak pada
suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem
yang berada dalam keseimbangan dinamis (Arief, 1994).

Keanekaragaman satwa liar di Indonesia sangat beragam


sehubungan dengan variasi keadaan tanah, letak geografi dan
keadaan iklim. Hal ini ditambah pula dengan keanekaragaman
tumbuhan sebagai habitat satwa. Indonesia sebagai salah satu
Negara yang memiliki hutan tropika yang sangat luas dan
merupakan gudang keanekaragaman biologis yang penting di
dunia, karena di dalamnya terdapat sumber daya alam hayati
lebih dari 25 ribu jenis tumbuhan berbunga dan 400 ribu jenis
satwa daratan serta berbagai perairan yang belum banyak
diketahui (Nugroho, 2017).

B. Tujuan
1. Praktikkan dapat mngetahui apa saja keanekaragaman jenis
hayati pada HPFU.
2. Praktikkan dapat mngetahui bagaimana cara mengolah data
yang diambil pada HPFU.

II. Tinjauan Pustaka


A. Ekologi
Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos (rumah atau tempat
hidup) dan logos (ilmu). Secara harafiah ekologi merupakan ilmu yang
mempelajari organisme dalam tempat hidupnya atau dengan kata lain
mempelajari hubungan timbal-balik antara organisme dengan
lingkungannya. Ekologi hanya bersifat eksploratif dengan tidak
melakukan percobaan, jadi hanya mempelajari apa yang ada dan apa
yang terjadi di alam. Pada saat ini dengan berbagai keperluan dan
kepentingan, ekologi berkembang sebagai ilmu yang tidak hanya
mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam. Ekologi
berkembang menjadi ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi
ekosistem (alam), sehingga dapat menganalisis dan memberi jawaban
terhadap berbagai kejadian alam. Sebagai contoh ekologi diharapkan
dapat memberi jawaban terhadap terjadinya tsunami, banjir, tanah
longsor, DBD, pencemaran, efek rumah kaca, kerusakan hutan, dan
lain-lain.

Struktur ekosistem menurut Odum (1983), terdiri dari beberapa


indikator yang menunjukan keadaan dari system ekologi pada waktu
dan tempat tertentu. Beberapa penyusun struktur ekosistem antara
lain adalah densitas (kerapatan), biomas, materi, energi, dan
faktorfaktor fisik-kimia lain yang mencirikan keadaan system tersebut.
Fungsi ekosistem menggambarkan hubungan sebab akibat yang
terjadi dalam system. Berdasarkan struktur dan fungsi ekosistem,
maka seseorang yang belajar ekologi harus didukung oleh
pengetahuan yang komprehensip berbagai ilmu pengetahuan yang
relevan dengan kehidupan seperti: taksonomi, morfologi, fisiologi,
matematika, kimia, fisika, agama dan lain-lain. Belajar ekologi tidak
hanya mempelajari ekosistem tetapi juga otomatis mempelajari
organisme pada tingkatan organisasi yang lebih kecil seperti individu,
populasi dan komunitas

Menurut Zoer´aini (2003), Seseorang yang belajar ekologi


sebenarnya mempertanyakan berbagai hal antara lain adalah:

1. Bagaimana alam bekerja.

2. Bagaimana species beradaptasi dalam habitatnya.

3. Apa yang diperlukan organisme dari habitatnya untuk melangsungkan


kehidupan.

4. Bagaimana organisme mencukupi kebutuhan materi dan energi.

5. Bagaimana interaksi antar species dalam lingkungan.


6. Bagaimana individu-individu dalam species diatur dan berfungsi
sebagai populasi.

B. Ekosistem
Ekosistem adalah satu kelompok yang mempunyai ciri khas
tersendiri yang terdiri dari beberapa komunitas yang berbeda.
pengertian ekosistem terdapat dalam pasal 1 ayat 5 UU No. 32 tahun
2009, yaitu ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi
dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup. Dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa syarat
terbentuknya ekosistem ialah adanya keteraturan hubungan dan
ketergantungan antar sub-ekosistem.
Di dalam ekosistem, organisme yang ada selalu berinteraksi
secara timbal balik dengan lingkungannya. Interaksi timbal balik ini
membentuk suatu sistem yang kemudian kita kenal sebagai sistem
ekologi atau ekosistem.
Dengan kata lain Ekosistem merupakan suatu satuan fungsional
dasar yang menyangkut proses interaksi organisme hidup dengan
lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan
biotik (makhluk hidup) maupun abiotik (non makhluk hidup). Sebagai
suatu sistem, di dalam suatu ekosistem selalu dijumpai proses
interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya, antara lain
dapat berupa adanya aliran energi, rantai makanan, siklus
biogeokimiawi, perkembangan, dan pengendalian. Ekosistem diartikan
sebagai tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap
komponen lingkungan hidup yang saling berinteraksi membentuk
suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan tersebut ada dalam suatu
keseimbangan tertentu yang bersifat dinamis. Artinya, bisa terjadi
perubahan, baik besar maupun kecil, yang disebabkan oleh faktor
alamiah maupun akibat ulah manusia (Utomo, 2014).

C. Hubungan Ekologis

Ekologi mempelajari rumah tangga mahluk hidup (oikos), istilah


yang digunakan oleh Ernst Haeckel sejak tahun 1869 (Odum 1983:2).
Dalam ekologi, dikenal istilah sinekologi yaitu ekologi yang ditujukan
pada lebih dari satu jenis organisme hidup, misalnya ekologi hutan
dimana terdapat berbagai jenis tumbuhan dan hewan, dan autekologi
yaitu ekologi tentang satu jenis mahluk hidup misalnya ekologi Anoa,
ekologi burung Maleo, hingga ekologi manusia.

Ekologi merupakan studi keterkaitan antara organisme dengan


lingkungannya, baik lingkungan abiotik maupun biotik. Lingkungan
abiotik tediri dari atmosfer, cahaya, air, tanah dan unsur mineral.
Tetapi perlu diketahui apa yang dimaksud dengan organisme. Ini
penting karena pada hakikatnya organisme dibangun dari sistem-
sistem biologik yang berjenjang sejak dari molekul-molekul biologi
yang paling rendah meningkat ke organel-organel subseluler, sel-sel,
jaringan-jaringan, organ-organ, sistem-sistem organ,
organismeorganisme, populasi, komunitas, dan ekosistem. Interaksi
yang terjadi pada setiap jenjang sistem biologik dengan lingkungannya
tidak boleh diabaikan, karena hasil interaksi jenjang biologik
sebelumnya akan mempengaruhi proses interaksi jenjang selanjutnya.

Berbagai kajian tentang interaksi telah berkembang pesat dan


menghasilkan spesialisasi cabang-cabang ilmu, seperti interaksi
organel-organel sel dan sel-sel dipelajari dalam Biologi Sel; interaksi
jaringan-jaringan dipelajari dalam Histologi; interaksi organorgan,
sistem organ dan organisme dipelajari dalam Anatomi dan Fisiologi;
interaksi populasi-populasi, komunitas dan ekosistem dipelajari dalam
Ekologi. Mengkaji ekologi tidak dapat dipisahkan dengan pembahasan
tentang energi dalam ekosistem.

Pengertian tentang lingkungan hidup manusia atau sering disebut


lingkungan hidup, sebenarnya berakar dari penerapan ekologi.
Lingkungan merupakan penelaahan terhadap sikap dan perilaku
manusia dengan tanggungjawab dan kewajibannya dalam mengelola
lingkungan hidup. Sikap dan perilaku ini sangat diperlukan sehingga
memungkinkan kelangsungan peri kehidupan secara keseluruhan
serta kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya. Pengertian
lingkungan hidup menurut UU Nomor 23 Tahun 1997, adalah sistem
kehidupan yang merupakan kesatuan ruang dengan segenap benda,
keadaan, daya dan mahluk hidup termasuk manusia dengan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.

Ilmu lingkungan terkait erat dengan pengelolaan sumberdaya


termasuk materi, manusia dan kompetensinya akan teknologi, seni
dan budaya. Karena itu penelitian ilmu lingkungan mencakup
metodologi baik kuantitatif maupun kualitatif. Metodologi kuantitatif
berlandaskan pemikiran positivisme, terhadap fakta kehidupan dengan
realitas objektif, disamping asumsi teoritik lainnya. Sedangkan
metodologi kualitatif berdasarkan paradigma fenomenologi dengan
objektivitas situasi atau keadaan tertentu yang dialami dalam
kehifupan. Karena itu penelitian ilmu lingkungan menggunakan kedua
metodologi baik kuantitatif maupun kualitatif secara berimbang. Pada
umumnya kesimpulan penelitiannya lebih diarahkan pada perumusan
kualitatif yang operasional atas dasar perumusan kuantitatif (Moleong
2004). Akhirnya dipertegas perlunya ketegaran dalam menggunakan
istilah lingkungan hidup dan ilmu lingkungan agar dijaga untuk tidak
rancu dengan pengertian tentang ekologiatau ekologi manusia agar
pengertian masing-masing tidak menjadi kabur karena oversold
(Soerianegara 1979).

Ekologi secara berangsur berkembang, dan makin terlihat


bahwa ekologi mempunyai hubungan dengan hampir semua ilmu
lainnya. Guna memahami ruang lingkup dan sangkut-pautnya ekologi,
persoalannya harus dipandang dalam hubungannya dengan ilmu-ilmu
lain. Untuk mengerti hubungan antara organisme dengan lingkungan,
maka semua bidang ilmu yang dapat menerangkan tentang
komponen-komponen makhluk hidup dan lingkungan itu sangat
diperlukan.

D. Komponen Biotik dan Abiotik

Menurut Sulistyorini(2009) komponen abiotik adalah segala


sesuatu yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim,
kelembaban, cahaya, bunyi. Pengertian komponen abiotik yang tepat
adalah komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup,
komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk tak hidup, komponen
lingkungan yang terdiri atas manusia dan tumbuhan, serta komponen
lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup dan mkhluk tak hidup.
Abiotik merupakan lawan kata dari biotik. Komponen abiotik adalah
komponen-komponen yang tidak hidup atau benda mati yaitu :

1. Tanah
Menurut Hardjowigeno(1992) tanah adalah lapisan permukaan
bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh &
berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan
menyuplai kebutuhan air dan udara;

2. Iklim
Menurut Kistinnah(2009) iklim adalah kondisi cuaca dalam
jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim makro meliputi iklim
global, regional dan lokal. Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu
daerah yang dihuni komunitas tertentu. Iklim merupakan komponen
yang terbentuk sebagai hasil interaksi berbagai komponen abiotik
lainnya, seperti kelembaban udara, suhu dan curah hujan. Iklim juga
mempengaruhi kesuburan tanah, tetapi kesuburan tanah tidak
berpengaruh terhadap iklim.

3. Cahaya Matahari
Matahari merupakan sumber energi terbesar di alam semesta.
Energi matahari diradiasikan kesegala arah dan hanya sebagian kecil
saya yang diterima oleh bumi. Energi matahari yang dipancarkan ke
bumi berupa energi radiasi. Disebut radiasi dikarenakan aliran energi
matahari menuju ke bumi tidak membutuhkan medium untuk
mentransmisikannya. Energi matahari yang jatuh ke permukaan bumi
berbentuk gelombang elektromagentik yang menjalar dengan
kecepatan cahaya. Panjang gelombang radiasi matahari sangat
pendek dan biasanya dinyatakan dalam mikron (Tjasjono, 1995:55).

4.Udara

Selain berperan dalam menentukan kelembaban, angin juga


berperan sebagai penyebaran biji tumbuhan tertentu. angin
diturunkan oleh pola tekanan yang luas dalam atmosfir yang
berhubungan dengan sumber panas atau daerah panas dan dingin
pada atmosfir. \

5.Air

Sekitar 80-90 % tubuh mahkluk hidup tersusun atas air. Zat ini
digunakan sebagai pelarut di dalam sitoplasma, untuk menjaga
tekanan osmosis sel, dan mencegah sel dari kekeringan. Air
dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme.

Komponen biotik adalah semua komponen hidup yang meliputi


semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan,hewan maupun
manusia. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen,
hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan
sebagai dekomposer. Menurut Kimball (1983) faktor biotik juga
meliputi tingkatan-tingkatan organisme yang meliputi individu,
populasi, komunitas, ekosistem, dan biosfer. Tingkatan-tingkatan
organis

makhluk hidup tersebut dalam ekosistem akan saling


berinteraksi, saling mempengaruhi membentuk suatu sistemyang
menunjukkan kesatuan. Secara lebih terperinci, tingkatan organisasi
makhluk hidup.

E. Aliran Rantai Makanan


Rantai makanan adalah salah satu contoh dari adanya aliran
energi yang terjadi dalam sebuah ekosistem. Aliran energi merupakan
serangkaian urutan pemindahan bentuk energi satu ke bentuk energi
lainnya yang dimulai dari sinar matahari kemudian ke produsen,
konsumen primer, konsumen tingkat tinggi, hingga ke saprobe. Aliran
energi pada rantai makanan memang sangat penting bagi
keberlangsungan ekosistem alam.
Rantai makanan dalam sebuah ekosistem merupakan suatu
proses urutan makan dan dimakan yang membentuk garis lurus
tertentu, yang menentukan arah aliran energi dari satu komponen
dengan komponen makhluk hidup di alam semesta ini.
Pada umumnya rantai makanan dimulai dari produsen, akan
tetapi keadaan seperti ini tidaklah mutlak, kenyataan di alam
menunjukkan adanya beberapa pola rantai makanan yang diawali dari
tinggkat trofik II atau Konsumer tingkat I. Berdasarkan kenyataan itu,
para ahli ekologi membedakan rantai makanan menjadi 3 macam pola,
yaitu:
1. Rantai makanan tipe perumput.
Pada rantai makanan tipe ini melibatkan tumbuhan hijau
sebagai produsen pada tingkatan trofik I diikuti oleh herbivora sebagai
konsumen pada tingkatan trofik II dan karnivora sebagai konsumen
pada tingkatan trofik III dan seterusnya. Contoh:
Pada ekosistem sawah: padi –> tikus –> ular sawah. Padi sebagai
produsen (trofik I), tikus sebagai konsumen I (trofik II) dan ular sawah
sebagai konsumen II (trofik III).
2. Rantai makanan tipe detritus.
Rantai makanan tipe ini melibatkan sisa-sisa bagian tubuh
mahkluk hidup yang terlepas dari tubuh berupa fragmen atau
hancuran dan disebut sebagai detritus pada tingkatan troofik I, diikuti
oleh hewan-hewan yang memakan detritus yang
disebut detritivor (seperti: bakteri, jamur, rayap, cacing tanah dll pada
tingkatan trofik II dan seterusnya. contoh:
Pada ekosistem kebun: hancuran daun (seresah) –> cacing tanah –>
ayam –> musang.
3. Rantai makanan tipe Parasit.
Rantai makanan tipe parasit melibatkan mahkluk hidup yang
hidupnya sebagai parasit (menumpang pada mahkluk hidup lain
dengan “merebut” makanan dari mahkluk hidup yang ditumpanginya.
contoh:
Pada ekosistem kebun : tanaman mangga –> benalu –> ulat –>
burung pemakan ulat.

Di dalam, proses makan dan dimakan tidaklah sesederhana


yang digambarkan di atas. Akan tetapi proses itu terjadi dan
berlangsung sangat kompleks dan tidak membentuk alur yang lurus.
Beberapa rantai makanan yang satu dengan lainnnya saling
berhubungan sehingga membentuk semacam jaringan (web) yang
dinamakan jaring-jaring makanan. Suatu organisme hidup akan selalu
membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan
yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks,
bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik.Hubungan timbal balik
antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem
ekologi yang disebut ekosistem. Di dalam ekosistem terjadi rantai
makanan, aliran energi, dan siklus biogeokimia. Rantai makanan
adalah pengalihan energi dari sumbernya dalam tumbuhan melalui
sederetan organisme yang makan dan yang dimakan.

F. Nilai Penting Jenis (NPJ)


Komunitas adalah sekumpulan populasi yang menempati satu wilayah
secara berdampingan dan saling berinteraksi. Pada umumnya suatu
komunitas diberi nama sesuai dengan jenis vegetasi yang paling
dominan atau sifat universal dari vegetasi yang dominan. Misalnya
komunitas padang rumput yang didominasi oleh vegetasi rumput.
Kelimpahan jenis ditentukan, berdasarkan besarnya frekuensi,
kerapatan dan dominasi setiap jenis. Penguasaan suatu jenis terhadap
jenis-jenis lain ditentukan berdasarkan Indeks Nilai Penting, volume,
biomassa, persentase penutupan tajuk, luas bidang dasar atau
banyaknya individu dan kerapatan. Vegetasi di suatu tempat akan
berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor
lingkungannya. Analisis vegetasi adalah suatu cara untuk mempelajari
komposisi suatu vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari
masyarakat tumbuh-tumbuhan. Dengan analisis vegetasi dapat
diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu
komunitas tumbuhan (Greig-Smith, 1983).

G. Indeks Keanekaragaman (H’)


H. Indeks Kemerataan (e)

III. Metode
A. Lokasi dan Waktu
Lokasi : (KHDTK) Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
Samarinda
Waktu : Tanggal 05 Oktober 2022 Pada Pukul 09.00- 17.30 WITA
B. Alat dan Bahan
Alat
1. Compas digunakan untuk menentukan arah jalur
2. Kamera digunakan untuk alat bantu dokumentasi dalam penelitian
3. Teropong digunakan untuk memantau satwa di sekitar plot
4. Meteran digunakan untuk mengukur jarak
5. Patok diguakan untuk memberi tanda tiap plot
6. Phiband digunakan untuk mengukur diameter pohon
7. Staples digunakan untuk merekatkan pita survey ke batang pohon
8. Hygro Thermometer Clock digunakan untuk mengukur intesitas
cahaya
9. Leptop digunakan untuk mengimput data
10. Pita Survey digunakan untuk memberi label pada tiap jenis pohon
11. Parang digunakan untuk membuka jalur
12. Alat ukur kelembaban di gunakan untuk mengukur kelembaban
13. Alat tulis digunakan untuk mencatat data lapangan
14. Spidol digunakan untuk melebeli jenis
15. Penggaris digunakan untuk mengukur semai

Bahan

1. Tally Sheet digunakan untuk mencatat data yang telah di peroleh


2. Bahan
3. Semai
4. Pancang
C. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Plot
a. Pengambilan data dilakukan dengan membuat plot yang berukuran 20
m x 60m dengan 3 sub plot 20mx 20m. Dalam pembuatan plot
20mx20m akan di bagi lagi beberapa
sub plot diantaranya 2m x 2 (utuk vegetasi semai). 5m x 5m (untuk
vegetasi pancang), dan 10m up (untuk vegetasi pohon).

(Gambar.1 Plot ukuran 20m x 20m)

b. Kemudian membuat pita tanda untuk menandai jenis tumbuhan yang


telah diketahui jenisnya pada plot yang telah dibuat. Kode pada pita
untuk semai adalah P1|S1 (pada plot 1) dan P2|S1 (pada plot 2).
Kemudian untuk pancang diberi kode P1|Pc1 (pada plot 1) danP2|Pc1
(pada plot 2). Dan untuk pohon diberi kode
P1|Ph1|ϴ (pada plot 1) dan P2|Ph1|ϴ (pada plot 2) dan P3|Ph1|θ
(pada plot 3).

c. Jangan lupa untuk mencatat jenis tumbuhan yang telah diketahui.


Lakukan penandaan jenis tumbuhan sampai selesai.

2. Pengumpulan Data
a. Vegetasi tingkat pohon

a. Nama jenis

b. Pengukuran diameter vegetasi setinggi 1,3 m dari permukaan


tanah di sub plot 20m x 20m
c. Jumlah individu

b. Vegetasi tingkat pancang ( sub plot 5m x 5m)

1. Nama Jenis

2. Jumlah individu

3. Pengukuran diameter

c. Vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah ( sub plot 2m x 2m)

1. Nama jenis
2. Jumlah

d. Pengambilan data satwa


1. Di dalam plot 20x20
2. Di luar sekitar plot
3. Nama jenis
4. Keterangan

e. Pengolahan Data
a. Nilai Penting Jenis (NPJ)

Menghitung Indeks Nilai penting Jenis (NPJ)

Indeks nilai penting pada tingkat jenis dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

a) Kerapatan (K) dan Kerapatan Relatif (KR)

K= ∑ individu suatu jenis/Luas petak contoh KR= K suatu jenis K


seluruh jenis x 100%
b) Frekuensi (F) dan Frekuensi Relatif (FR)

F= ∑ Sub-petak ditemukan suatu jenis/∑ Seluruh sub-petak


contoh

FR=F suatu jenis F seluruh jenis x 100℅

c) Dominasi (D) dan Dominasi Relatif (DR)

D hanya dihitung untuk tingkat pancang dan pohon.

LBD = ¼ π d2, d = diameter batang (m).

D= Luas bidang dasar suatu jenis/Luas petak contoh

DR= D suatu jenis D/seluruh jenis x 100%

d) Indeks Nilai Penting (INP)

NPJ = KT + FR + DR atau NPJ = KR + FR (Semai)

IV. Hasil dan Pembahasan


A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Praktikum ini dilaksanakan di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
Samarinda (KHDTK). Dimana KHDTK tersebut merupakan hutan sekunder
yang ditumbuhi oleh pohon besar dan pohon kecil, tiang, pancang dan semai.
Waktu praktikum dilakukan pada tanggal 05 November 2022. Kegiatan
praktikum meliputi pembuatan plot, mengidentifikasi jenis, pengumpulan data
dan pengolahan data.
B. Komponen Penyusun Ekosistem
1. Komponen Biotik
Komponen ini meliputi semua jenis mahkuk hidup, seperti manusia,
hewan, tumbuhan dan mikroorganisme. Berdasarkan peranannya dapat
dibedakan menjadi 3 golongan sebagai berikut:
1) Produsen
Produsen juga dikenal sebagai organisme autotrof, yaitu organisme yang
mampu membuat makanan sendiri dengan mensintesis bahan anorganik
maupun bahan organik sederhana dengan bantuan eneri matahari melalui
proses fotosintesis. Contohnya : Tumbuhan hijau

2) Konsumen
Konsumen juga dikenal sebagai organisme heterotof, yaitu organisme
yang tidak dapat mensintesis makanannya sendiri. Organisme ini
memanfaatkan bahan-bahanorganik sebagai makanannya dan bahan
makanan tersebut disediakan oleh organisme lain. Organik sebagai
makanannya dan bahan makanan tersebut disediakan oleh organisme lain.
Berdasarkan makanannya konsumen dibedakan seperti berikut :
 Hebivora (pemakan tumbuhan); misalnya kambing, sapi dan kerbau
 Karnivora (pemakan daging); misalnya srigala, harimau dan singa
 Omnivora (pemakan tumbuhan dan daging); misalnya ayam, tikus,
kera, dan manusia.

3) Pengurai (dekomposer)
Organisme ini merombak dan menguraikan bahan organik dari organisme
mati (bahan organik kompleks). Kemudian organisme ini menyerap
sebagian hasil penguraian tersebut dan melepaskan bahan - bahan
sederhana yang dapat digunakan kembali oleh produsen. Contoh
organisme yang termasuk pengurai adalah jamur dan bakteri.
2. Komponen Abiootik
Komponen abiotik meliputi komponen tidak hidup sebagai berikut:
1) Tanah, merupakan tempat hidup bagi organisme.
2) Air sangat berperan penting dan berpengaruh terhadap ekositem.
3) Suhu, berpengaruh terhadap ekosistem.
4) Kelembapan, berpengaruh terhadap kecepatan penguapan air dari
pemukaan tubuh organisme
5) Angin berperan dalam penyebaran biji dan spora serta berpengaruh
terhadap kelembapan
6) Ph (derajat keasaman tanah atau air), berpengaruh terhadap distribusi
tumbuhan dalam tanah dan dalam air tawar.
7) Cahaya matahari, dapat mempengaruhi ekosistem.
8) Ketinggian, dapat menentuka jenis organisme yang hidup ditempat
tersebut.
9) Garis lintang, secara tidak langsung menyebabkan pebedaan distribusi
organisme di permukaan bumi.
C. Rantai Makanan
Rantai makanan menunjukkan hubungan antara produsen, konsumen,
dan pengurai, menunjukkan siapa yang memakan siapa dengan panah. Panah
berfungsi untuk menunjukan pergerakan energi melalui rantai makanan.
Produsen merupakan orgganisme yang mampu menghasilkan zat makanan
sendiri, yaitu tumbuhan hijau atau organisme autotrof. Produsen menduduki
tingkat tropik pertama.
Pada rantai makanan yaitu Nectar (ficus variagata),Artocarpus ellectus,
Semai(Litsea sp),Makarang pruinosa, Bunga Dillenia bornensi,Pucuk
Eusideroxylon zwageri, Artocorpus ellasticus, Artocarpus sp, Bunga Ficus
yariegeta. Konsumen I yang merupakan organisme yang menduduki tingkat
tropik kedua disebut konsumen primer. Konsumen primer biasanya diduduki
oleh hewan herbivora pada rantai makanan yaitu hewan kupu -kupu , jangkrik,
lebah, rusa, belalang. Konsumen II merupakan organisme yang menduduki
tingkat tropik ketiga disebut konsumen sekunder, diduduki oleh hewan
pemakan daging (karnivor) dan seterusnya pada rantai makanan yaitu hewan
laba-laba, katak, bunglon surai, burung kirik-kirik, kodok, ular piton.
Konsumen puncak merupakan organisme yang menduduki tingkat tropik
tertinggi disebut konsumen puncak.Dekomposer merupakan pengurai yang
membentuk mata rantai terakhir dalam rantai makanan. Mereka memecah
hewan dan tumbuhan yang mati dan mengembalikan nutrisi penting ke tanah.
D. Jaring-Jaring Makanan
Jaring- jaring makanan merupakan konsep ekologis penting, pada
dasarnya jaring-jaring makanan adalah hubungan makan dalam suatu
komunitas. Hal ini juga menyiratkan transfer energi makanan dari sumbernya
pada tumbuhan melalui herbivora karnivora biasanya, jaring makanan terdiri
dari sejumlah rantai makanan yang menyatu bersama-sama. Setiap rantai
makanan adalah diagram deskripsi termasuk serangkaian panah, masing-
masing menunjuk dari satu spesies ke spesies lain, yang mewakili aliran
energi makanan dari satu kelompok makan organisme lain. Stabilitas jaringan
makanan diperkirakan bergantung pada interaksi trofik termasuk tingkat
spesialisasi makan konsumen , atau konektivitas jaringan makanan.
Jaring-jaring makanan produsen Ulat, Lalat, Lebah, Kupukupu, Belalang ,
Rayap, Dekomposer, Semut, Laba-laba.
E. Kuantifikasi Vegetasi
1. Nilai Penting Jenis (NPJ)
a. NPJ Semai dan Tumbuhan Bawah
b. NPJ Pancang
c. NPJ Pohon
2. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Kemerataan e
a. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Kemerataan (e ) Semai dan
Tumbuhan Bawah
b. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Kemerataan (e ) Pancang
c. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Kemerataan (e ) Pohon

V. Kesimpulan dan Saran


A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka

Odum, EP. 1983. Basic Ecology. Saunders, Philadelphia

Zoer´aini D.I. 2003. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi. PT Bumi Aksara, Jakarta

Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup, terbit 3 Oktober 2009.

Chance Faul. 2011.rantai–makanan–faul. https://nataliusfau.wordpress. Com


(Diaksestanggal 10 Oktober 2019)

Utomo, Suyud Warno., Sutriyono., & Rizal, Reda. (2014). Pengertian, Ruang.
Lingkup Ekologi dan Ekosistem.

Ramli Utina dan Dewi Wahyuni K. Baderan. 2009. Ekologi dan Lingkungan hidup.

Nugroho, A. W. 2017. Konservasi keanekaragaman hayati melalui tanaman obat


dalam hutan di Indonesia dengan teknologi farmasi potensi dan tantangan.
Jurnal Sains dan Kesehatan. 1(7) : 377- 383.

Moleong, L J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Soerianegara, I., dan Djamhuri, E. 1979. Pemuliaan Pohon Hutan

Sulistyorini, 2009. Biologi I, jakarta: balai pustaka.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. PT. Mediyatama Sarana.


Perkasa.

Kistinnah, I dan Lestari, S Endang. (2009). Biologi Makhluk Hidup dan.


Lingkungannya.

(Tjasjono,1995, dalam Okta,D.W .2013) .

Kimball, John W. 1983,Biologi Jilid 3 Edisi Kelima.


Lampiran-Lapiran

1. Data Lapangan
2. Dokumentasi
3. Dll.

Anda mungkin juga menyukai