Anda di halaman 1dari 15

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERBASIS HUTAN RAKYAT

DALAM MEMELIHARA KELESTARIAN HUTAN


(Studi Kasus Pada Kelompok Masyarakat Gaharu di Kelurahan Pekan Bahorok,
Kecamatan Bahorok, Kab. Langkat)

Muhammad Reza Ardillah


Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Abstract

Indonesia is a country rich in forest resources. Utilization of forest resources for the
community is very important, especially the community around the forest area. Social
Forestry is a method that has long used by countries in the world to manage their forests.
Indonesian Ministry of Forestry also apply through social forestry to manage Indonesia’s
forests and forest communities use for the one with the empowerment of the poeple of forest-
based communities.
This research was conducted in Village Fair Bahorok, District Bahorok, Langkat
District. This location is directly adjecant to Forest Gunung Leuser Park (TNGL). The
informant is divided into two key informants that KEMAGAHAN chairmain and members of
the group and regular informant that NGO, Langkat Forestry Office and The Center for
Conservation TNGL.
The results showed that KEMAGAHAN was formed by the local community.
Community was aware that they have the potential forest area that can be used one Pohon
Gaharu. They cultivated up these plants by way of self-help and the end result is to increase
income of local communities participate in the establishment and preservation forest plants.
Keyword : community empowerement, social forestry, local institution
PENDAHULUAN

Seperti yang kita ketahui, hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat
memproduksi oksigen yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup lainnya. Hutan juga
menyimpan berbagai kekayaan alam seperti pepohonan, satwa hidup, hasil tambang dan
berbagai sumber daya alam lainnya yang dapat memberikan kesejahteraan bagi manusia jika
dimanfaatkan dengan baik (Rahmawaty, 2004: 1). Hutan juga memberikan manfaat secara
langsung dan secara tidak langsung. Manfaat langsung yang dapat dirasakan seperti hasil
kayu, satwa, hasil tambang, dan lain-lain. Manfaat tidak langsung seperti manfaat rekreasi,
pencegahan erosi, perlindungan dan pengaturan tata air.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan
Hutan Pasal 5 ayat 2, maka pembagian kawasan hutan sebagai berikut :

1
1. Hutan Konservasi yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam dan Suaka
Margasatwa), Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya,
dan Taman Wisata), dan Taman Buru.
2. Hutan Lindung
3. Hutan Produksi

Berdasarkan kepemilikan atau status hukum, hutan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Hutan negara (public forest), yaitu suatu kawasan hutan dan hutan yang tumbuh di
atas tanah yang tidak dibebani hak milik. Hutannegarainidapatberupahutanadat,
yaitu hutan yang pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat hokum adat
(hutan ulayat/marga/pertuanan). Sedangkan hutan negara yang dikelola oleh desa
dan dimanfaatkan demi kesejahteraan desa disebut hutan desa.
2. Hutan milik (privat forest), hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak
milik.
3. Hutan kemasyarakatan (social forest), yaitu suatu sistem pengelolaan hutan yang
bertujuan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar
hutan dengan meningkatkan daya dukung lahan dan sumberdaya alam tanpa
mengurangi fungsi pokoknya, misalnya pelaksanaan agroforestry (Arief, 2001:
53)

Dalam Pasal 1 Ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah
sebagai suatu ekosistem berupa hamparan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak
dapat dipisahkan.
Defenisi Perhutanan Sosial sendiri banyak ditafsirkan oleh berbagai pihak. Di Cina,
perhutanan sosial diartikan sebagai bentuk dari sistem pengelolaan hutan yang melibatkan
berbagai komponen sosial (Awang, 2003). Pengertian sosial dalam hal ini adalah semua
pihak yaitu pemerintah, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat, universitas/lembaga
penelitian hingga masyarakat sendiri. Menurut Westoby (1968) di dalam Ismatul Hakim
(2010), Social Forestry is a forestry which aims at producing flows of production and
recreations benefits for the community, yang melihat secara umum bahwa kegiatan kehutanan
yang menjamin kelancaran manfaat produksi dan kesenangan bagi masyarakat, tanpa
membedakan apakah itu lahan milik publik (negara) maupun lahan perorangan (private land).
Pada tahun 2002, Menteri Kehutanan pernah mengeluarkan pernyataan bahwa
perhutanan sosial akan menjadi payung bagi lima kebijakan prioritas Departemen Kehutanan.
2
Adapun yang menjadi lima kebijakan prioritas tersebut adalah pemberantasan penebangan
liar, penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi sektor kehutanan, rehabilitasi dan
konservasi sumberdaya hutan, dan penguatan desentralisai kehutanan (Hakim, 2010: 2).
Perhutanan sosial adalah semua bentuk pengelolaan hutan yang melibatkan peran serta
masyarakat baik kawasan hutan milik negara maupun milik sendiri atau kelompok.
Dikawasan hutan milik negara disebut Hutan Kemasyarakatan (HKM) sedangkan di hutan
lahan milik disebut Hutan Rakyat (HR) (Warta, 2003).
Pengertian Hutan Rakyat sebagaimana yang dijelaskan di dalam Undang – Undang
No. 41 tahun 1999 dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-II/1997 adalah
hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik dengan ketentuan minimal 0,25 ha
dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan minimal 50 % dan atau tahun pertama jumlah
batang minimal 500 batang/Ha. Dengan kata lain bahwa hutan rakyat adalah hutan yang
dibangun dan didirikan oleh masyarakat dengan status lahan adalah milik pribadi atau milik
kelompok masyarakat dengan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur. Dari penjelasan yang
lain dijelaskan bahwa Hutan Rakyat adalah sistem pengelolaan lahan milik petani yang
didalamnya dikembangkan berbagai jenis komoditas kayu (tanaman hutan) untuk
dimanfaatkan hasilnya yang berbentuk kayu atau bahan ikutan, seperti buah, minyak resin,
dan non-kayu seperti rotan, madu, flora dan fauna (Arief, 2001, 161).
Untuk sebaran hutan rakyat yang ada di luar pulau Jawa seluas 1.015.570,7 Ha. Di
provinsi Sumatera Utara sendiri luas hutan rakyat sebesar 156.171,4 Ha dan khususnya di
Kabupaten Langkat seluas 4.807,1 Ha. Untuk luas kawasan hutan yang ada di Kabupaten
Langkat seluas ± 304.460,71 Ha dimana luas ini lebih setengahnya (51 %) menutupi
Kabupaten Langkat yang memiliki luas ± 626.329 Ha. Untuk kawasan hutan yang ada di
Kecamatan Bahorok yaitu seluas ± 82.751,57 Ha. Dari jumlah tersebut, dapat dibagi menjadi
tiga kawasan hutan yaitu Hutan Lindung (± 431,92 Ha), Hutan Produksi (± 10.020,24 Ha),
dan Hutan Suaka Alam dan Wisata (± 72.299,41 Ha). Berdasarkan data diatas, Kecamatan
Bahorok adalah kecamatan yang memiliki luas hutan terbesar dibandingkan dengan beberapa
kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat.
Hutan yang ada di Kecamatan Bahorok juga menjadi salah satu prioritas dalam
pembangunan daerah. Hutan yang dimaksud adalah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)
yang memiliki luas ± 216.047,20 Ha yang meliputi dua provinsi yaitu Provinsi Sumatera
Utara dan Provinsi NAD. Sebagian wilayah TNGL ini dijadikan taman ekowisata yang di
dalamnya terdapat flora dan fauna yang dilindungi dan salah satunya adalah Orang Utan
Sumatera. Selain itu, wisata sungai bahorok juga menjadi daya tarik oleh masyarakat yang

3
pernah mendengar keindahannya, bahkan wisatawan mancanegara juga mendominasi tempat
wisata ini.
Pemanfaatan hutan rakyat yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok
masyarakat adalah salah satu model reposisi dan pemberdayaan masyarakat di sekitar
kawasan hutan yang juga dapat menjaga kelestarian sumberdaya hutan. Kelompok
Masyarakat Gaharu (Kemagahan) adalah salah satu bentuk kelompok masyarakat yang
mengelola hutan rakyat atas inisiatif sendiri yang bertempat di Kelurahan Pekan Bahorok,
Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.Kelompok ini dibentuk pada maret 2004 atas
prakarsa masyarakat secara indepeden.Para anggota kelompok mengelola lahan sebanyak 12
Ha dengan status lahan milik anggota pribadi bukan milik kelompok.
Masyarakat Bahorok menganggap bahwa hutan merupakan sumber daya alam yang
memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat sekitar
hutan. Selama ini, secara tradisional masyarakat mengambil hasil hutan tanpa merasa perlu
untuk merehabilitasinya. Tetapi, Kemagahan bersama masyarakat mencoba untuk
membudidayakan tanaman hutan bahkan menciptakan hutan yang disebut sebagai Hutan
Rakyat. Hal inilah yang menyebabkan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
Dari penjelasan diatas, yang menjadi perumusan masalah adalah “Bagaimana upaya
pemberdayaan masyarakat dalam mengelola Hutan Rakyat ?”.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah “Untuk mengetahui upaya
pemberdayaan masyarakat dalam mengelola Hutan Rakyat”.
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis :hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman bagi Ilmu Sosiologi khususnya Sosiologi Lingkungan dan
Institusi Sosial. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah rujukan bagi mahasiswa
mengenai penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis : menjadi sumbangan pemikiran terhadap pemerintah daerah
ataupun pusat mengenai pemberdayaan masyarakat berbasis perhutanan social dalam
menyusun regulasi-regulasi yang berkaitan dengan penelitian ini dan manfaat bagi
masyarakat tentang pengelolaan sumberdaya hutan. Serta mampu menambah pengetahuan
bagi peneliti dalam menyusun karya ilmiah.

4
TINJAUAN PUSTAKA
Pemberdayaan Masyarakat

Konsep Perhutanan Sosial secara keseluruhan menempatkan posisi masyarakat


sebagai pemegang peran sentral dalam hal pengelolaan hutan.Peletakan masyarakat pada
posisi tersebut bukan berarti tidak memiliki alasan yang jelas, yaitu ingin memberdayakan
masyarakat yang ada di dalam maupun di sekitar kawasan hutan. Secara tidak langsung,
masyarakat juga sudah ikut membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan yang
pada akhirnya akan memunculkan keberlanjutan bagi masyarakat.
Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang
bersenyawa dalam masyarakat untuk membangun keberdayaan masyarakat yang
bersangkutan (Hakim, 2010: 66).Masyarakat yang mampu dikatakan berdaya jika mereka
memiliki kekuatan fisik dan mental yang kuat dan terdidik. Bukan itu saja yang menjadi
sumber keberdayaan bagi masyarakat, nilai kekeluargaan dan gotong royong juga menjadi
poin di dalam membentuk keberdayaan masyarakat. Masyarakat yang berdaya akan
membentuk kebertahanan di segala aspek kehidupan, hingga pada akhirnya masyarakat akan
lebih mandiri. Ini yang menjadi titik akhir dari pemberdayaan masyarakat.
Dari proses berpikir diatas, upaya memberdayakan masyarakat dapat ditempuh
melalui tiga cara, yaitu :

1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat


berkembang (enabling), adanya dorongan (encourage), adanya kesadaran
(awareness). Potensi-potensi yang ada harus dikembangkan dengan cara
memberikan dorongan untuk membangun daya yang dimiliki masyarakat dan
daerah tersebut. Kesadaran akan pentingnya potensi daerah untuk dikembangkan
juga menjadi hal yang wajib dilaksanakan untuk memberdayakan masyarakat.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering).
Penguatan yang dilakukan adalah dengan membentuk suatu pola yang mampu
memperkuat atau membangun daya yang dimiliki oleh masyarakat.
3. Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Melindungi dalam hal ini
adalah melindungi masyarakat yang belum mampuber diri sendiri untuk
menciptakan kemandiriannya sendiri. Keberdayaan yang baru disusun oleh
masyarakat itu sendiri harus dilindungi dari adanya pihak kuat atau factor
eksternal untuk memasuki masyarakat tersebut, sehingga lambat laun akan
menggeser usaha-usaha yang telah disusun oleh masyarakat. Hal ini dapat

5
mematikan keberdayaan masyarakat local karena factor eksternal telah masuk ke
dalamnya.

Masyarakat yang ada di masing-masing daerah memiliki pengetahuan yang berbeda-


beda juga. Bukan berarti mereka tinggal di pelosok wilayah tidak memiliki pengetahuan
dalam menjalankan kehidupannya. Masyarakat yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok juga
memiliki potensi tradisional yang mampu membuat mereka lebih berdaya. Hanya saja
masyarakat belum mampu mengembangkan potensi yang ada secara maksimal karena adanya
keterbatasan, seperti kurangnya akses informasi dan teknologi terhadap pengelolaan hutan.
Pembangkitan kesadaran akan sangat diperlukan dalam hal ini agar potensi yang ada
di masyarakat terealisasi tepat sasaran yang sesuai dengan konsep Perhutanan Sosial
khususnya pengelolaan Hutan Rakyat. Pembangkitan kesadaran kepada masyarakat bisa
dilakukan oleh salah satu anggota masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi terhadap
perubahan. Biasanya orang-orang ini disebut sebagai agen perubahan (agent of change) di
dalam masyarakat. Bentuk kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang dilakukan adalah secara
swadaya dengan memanfaatkan potensi-potensi lokal daerah tersebut. Dalam penelitian ini
yang menjadi agen perubahan tersebut adalah salah satu tokoh masyarakat sekaligus pendiri
Kelompok Masyarakat Gaharu (KEMAGAHAN).
Masyarakat desa di dalam dan disekitar hutan sebagian besar merupakan kelompok
masyarakat tradisional. Potensi-potensi yang telah dibentuk harus mampu dipertahankan
dengan cara memperkuat potensi yang ada. Penguatan yang di lakukan bisa dalam bentuk
penguatan kelembagaan sosial dan partisipasi aktif dari masyarakat untuk mendukung proses
pemberdayaan yang sedang berlangsung. Seperti yang terdapat di Kelurahan Pekan Bahorok,
Kelompok Masyarakat Gaharu yang telah terbentuk harus memperkuat lagi kelembagaannya
agar mampu bertahan di masyarakat.

Kelembagaan Lokal

Kelembagaan menurut North (1997) adalah aturan main dari masyarakat atau negara
atau organisasi atau batasan-batasan yang diciptakan untuk menstrukturkan interaksi antar
manusia (Ekawati, 2009: 71).Sedangkan Darmawan (2001) mendefenisikan kelembagaan
sebagai organisasi atau pranata yang di dalamnya meliputi infrastruktur pendukung seperti
aturan-aturan, wewenang, mekanisme, sumberdaya manusia dan sistem pendanaan masing-
masing lembaga. Berdasarkan defenisi diatas, ada empat aspek dalam pengurusan hutan
rakyat:
1. Aturan main (peraturan perundang-undangan)
6
2. Organisasi (struktur, tupoksi, kewenangan, mekanisme kerja)
3. SDM (kuantitas dan kualifikasi)
4. Pendanaan

Dari keempat aspek ini, diharapkan mampu menjawab bagaimana sebenarnya dalam
pengurusan kehutanan, terutama pada aspek organisasi dan sumber daya manusianya.
Keempat aspek diatas juga memiliki keterkaitan dengan prinsip-prinsip hutan rakyat yang
dikemukakan oleh Wahana Lingkungan Hidup (2004) dalam Rahmawaty (2004) adalah
sebagai berikut :

1. Aktor pengelola adalah masyarakat,


2. Lembaga pengelola dibentuk, dilaksanakan, dan dikontrol, secara
langsung oleh rakyat,
3. Memiliki wajah yang jelas dan memiliki kepastian hukum yang
mendukungnya,
4. Interaksi antara masyarakat dengan lingkungannya bersifat langsung dan
erat,
5. Ekosistem menjadi bagian penting dari sistem kehidupan rakyat
setempat,
6. Pengetahuan lokal menempati posisi penting dan melandasi kebijakan
dan sistem pengelolaan hutan,
7. Teknologi yang dipakai diutamakan teknologi lokal, merupakan
teknologi yang telah melalui proses adaptasi dan berada dalam batas
yang dikuasai oleh rakyat,
8. Skala produksi tidak dibatasi, kecuali oleh prinsip kelestarian,
9. Sistem ekonomi didasarkan atas kesejahteraan bersama,
10. Keanekaragaman hayati mendasari berbagai bidangnya, dalam jenis dan
genetis , pola budidaya dan pemanfaatan sumber daya, sistem sosial,
sistem ekonomi, dan lainnya,
Menurut Rahmawaty, dalam rangka pengembangan Hutan Rakyat dikenal tiga pola hutan
rakyat yaitu :

1. Pola Swadaya : hutan rakyat yang dibangun oleh kelompok atau perorangan dengan
kemampuan modal dan tenaga dari kelompok atau perorangan itu sendiri.
2. Pola Subsidi : hutan rakyat yang dibangun melalui subsidi atau bantuan sebagian atau
keseluruhan biaya pembangunannya. Subsidi diberikan oleh pemerintah atau dari pihak lain
yang peduli dengan pembangunan hutan.
3. Pola Kemitraan (Kredit Usaha Hutan Rakyat) : hutan rakyat dibangun atas kerja sama
masyarakat dan perusahaan swasta dengan insentif permodalan berupa kredit kepada rakyat

7
dengan bunga ringan. Dasar pertimbangan tersebut adalah pihak perusahaan perlu bahan baku
dan masyarakat perlu modal kerja.

Dari ketiga pola diatas, Kelompok Masyarakat Gaharu (KEMAGAHAN) termasuk


dalam kategori pola swadaya. Mereka membentuk kelompok dengan usaha dan permodalan
sendiri tanpa ada bantuan dari pihak manapun hingga sampai pada proses pembibitan.
Kelembagaan juga memiliki aspek-aspek di dalam perjalanannya, seperti sejarah,
kepemimpinan, wilayah kerja, sistem operasi, sistem pemeliharaan, dan sebagainya (Ambler,
1991 : 16). Aspek-aspek ini bisa dijadikan sebagai faktor penentu apakah kelembagaan
tersebut berjalan dengan baik. Hal inilah yang akan dilihat pada kelembagaan yang ada di
bahorok dalam mengelola hutan rakyat.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif.
Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong,
2006: 4). Lokasi penelitian ini di Kelurahan Pekan Bahorok, Kecamatan Bahorok, Kabupaten
Langkat. Kelurahan ini dijadikan lokasi penelitian karena terdapat kelompok masyarakat
yang membudidayakan tanaman Gaharu walaupun kelompok ini baru berusia tujuhtahun.
Lahan yang mereka tanami jenis Gaharu sebanyak 12 ha dengan status kepemilikan milik
anggota kelompok.
Adapun informan kunci yang menjadi subjek penelitian adalah ketua kelompok
dananggota kelompok dengan karakteristik sebagai berikut :

a. Sering mengikuti kegiatan-kegiatan kelompok (seperti: pembibitan, perawatan, proses


panen, kumpul bersama, dan lain-lain)
b. Mengetahui standar inokulasi
c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi kelompok
Adapun informan biasa dalam penelitian ini adalah Staff Lembaga Swadaya
Masyarakat, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Langkat, dan Kepala Balai
Besar Konservasi TNGL Wilayah V Bukit Lawang.

8
HASIL PEMBAHASAN
Orientasi Kolektifitas Dalam Pengelolaan Sumber Daya Hutan

Awal terbentuknya Kelompok Masyarakat Gaharu (KEMAGAHAN) yang ada di


Kelurahan Pekan Bahorok terjadi pada tanggal 24 Maret 2004 silam. Bapak Husnul Arifin
sebagai salah satu warga Pekan Bahorok memperkenalkan tanaman gaharu di Kelurahan
Pekan Bahorok untuk dikembangkan. Pengembangan tersebut membutuhkan bibit yang harus
didatangkan dari luar Pekan Bahorok. Beliau mengatakan kalau tanaman ini memiliki banyak
keuntungan khususnya dari aspek ekonomi. Jenis tanaman ini adalah jenis Aquilaria
Malacensis yang merupakan tanaman asli dari Kecamatan Bahorok khususnya hutan yang
berdekatan dengan Kelurahan Pekan Bahorok.
Pembentukan Kemagahan tidak terlepas dari rasa kebersamaan dan kekeluargaan.
Solidaritas yang tinggi di masyarakat menjadi modal utama dalam pembentukan kelompok.
Seperti yang dikatakan oleh Durkheim tentang masyarakat yang didasarkan pada solidaritas
mekanik dan organik. Masyarakat Kelurahan Pekan Bahorok tergolong pada tipe solidaritas
mekanik yang masih memegang prinsip kolektivitas dan rasa kekeluargaan. Masyarakat
terbiasa melakukan segala sesuatunya tetap berdasarkan kolektivitas, seperti ketika salah satu
warga ingin menanam lahan kemudian sebahagian masyarakat ikut membantu. Di sisi lain,
ketika salah satu warga ingin melakukan resepsi pernikahan, masyarakat ikut membantu di
dalamnya, mulai dari ibu-ibu yang memasak hingga bapak-bapak memasang tenda dan
beberapa pekerjaan lainnya. Solidaritas seperti diatas yang jarang dijumpai pada masyarakat
perkotaan.
Selain kebersamaan antar masyarakat, rasa hidup berdampingan dengan alam juga
diterapkan oleh masyarakat Bahorok. Ide dari salah satu warganya tentang filosofi alam juga
menjadi modal utama dalam mengelola sumber daya hutan. Hidup harus selalu berdampingan
baik itu dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan alamnya. Warga yang memiliki
lahan, jarang sekali jenis tanamannya yang bersifat homogen. Masyarakat selalu menanam
berbagai jenis tanaman (gaharu dengan pohon asam, karet dengan gaharu, gaharu dengan
nilam) dalam satu lahan yang biasa disebut tumpang sari. Alasan dari kegiatan ini agar hasil
yang di dapat lebih maksimal.
Kelompok Masyarakat Gaharu (KEMAGAHAN) yang dibentuk oleh masyarakat di
Kelurahan Pekan Bahorok berdasarkan inisiatif dari salah seorang yang dianggap tokoh
masyarakat yaitu Bapak Muhammad Sanny. Keinginan beliau untuk mendirikan kelompok
agar masyarakat mau bergabung dalam kelompok bukan hanya karena faktor ekonomis dari
gaharu, tetapi ingin memberdayakan masyarakat yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok dan
9
tujuan akhirnya adalah kemandirian. Pembentukan kelompok ini juga didasarkan oleh
kolektivitas dari masyarakatnya. Bapak Sanny mencoba untuk merangkul masyarakat lainnya
untuk bersama-sama membentuk kelompok. Kelompok ini bertujuan untuk menampung saran
dan pendapat sekaligus menjadi wadah untuk mencapai tujuan dari masyarakat yaitu
memberdayakan masyarakat sekaligus memelihara kelestarian hutan.Inisiatif Bapak Sanny
dalam membentuk kelompok sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Wahana Lingkungan
Hidup tentang prinsip-prinsip hutan rakyat.
Awal mulanya kelompok yang dibentuk oleh Bapak Sanny hanya beranggotakan 20
orang. Jumlah seperti ini sudah bisa dikatakan cukup banyak pada saat kelompok baru
terbentuk. Masyarakat masih belum percaya terhadap apa yang diinformasikan oleh Bapak
Sanny tentang nilai ekonomis gaharu. Untuk merekrut masyarakat agar mau tergabung dalam
kelompok, Bapak Sanny terus melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat bersama
anggota kelompok lainnya. Proses sosialisasi sudah diprogramkan oleh Bapak Sanny dan hal
itu dilaksanakan selama setahun sejak berdirinya kelompok. Dari proses sosialisasi hingga
sekarang berdirinya Kemagahan, anggota yang tergabung sudah berjumlah 40 orang.
Keberhasilan ini juga didukung oleh peran kelembagaan yang dibentuk untuk
mencapai tujuan yang sama. Salah satu tujuan dari terbentuknya kelembagaan adalah karena
masyarakat yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama kemudian menyatukan diri
yang disebut sebagai kelompok.
Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Komunitas Lokal

Salah satu tujuan kelembagaan adalah memberdayakan masyarakat yang ikut


tergabung di dalamnya. Kemagahan yang dibentuk juga memiliki tujuan seperti itu yaitu
membuat masyarakat lebih berdaya. Keberdayaan yang dimaksud dalam hal ini adalah
berdaya secara ekonomi dan secara otomatis beberapa keberdayaan lainnya juga akan ikut
muncul, seperti berdaya dalam berorganisasi, berdaya dalam pendanaan kelompok, dan lain-
lain.
Bapak Sanny menjelaskan bahwa ada beberapa upaya-upaya yang dilakukan oleh
kelompok untuk membuat anggota kelompok lebih berdaya. Upaya-upaya tersebut adalah :

 Mengikuti beberapa pelatihan kelembagaan (administrasi, pengelolaan lembaga, dan


lain-lain),
 Pelatihan teknis pembudidayaan (pembibitan, penyuntikan, dan pengelolaan pasca
panen),

10
 Melaksanakan study tour untuk menambah pengalaman dan pengetahuan tentang
gaharu,
 Memberikan motivasi bagi anggota kelompok.

Upaya-upaya yang dilakukan diatas bukan terjadi dengan sendirinya, melainkan


belajar dari pengalaman-pengalaman selama kelompok ini berdiri. Di dalam proses
kehidupan, kelembagaan tidak pernah terpisahkan dengan masyarakat. Kelembagaan muncul
karena bentukan dari masyarakat itu sendiri. Begitu juga dengan Kemagahan, kelompok ini
merupakan bentukan dari masyarakat yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok. Kelompok ini
dibentuk karena adanya peran dari salah satu anggota masyarakat Pekan Bahorok yang bisa
dikatakan sebagai agen perubahan (agent of change). Walaupun kelompok ini sudah berusia
8 tahun dan itu masih tergolong kelompok muda, hambatan-hambatan yang dihadapi juga
banyak untuk mengarah kepada pengembangan kelompok. Munculnya hambatan-hambatan
itu tidak menjadikan kelompok ini menyerah begitu saja. Para pengurus kelompok ingin terus
mengembangkan kelompok ini agar eksis dimasyarakat.

Salah satu bentuk nyata dari pengembangan kelompok ini adalah dengan membentuk
anak kelompok yang masih dibawah kendali Kemagahan. Kelompok ini dibentuk sekitar 3
bulan yang lalu dan sampai sekarang sudah beranggotakan 15 orang. Kelompok ini dibentuk
di desa Timbang Lawan dan diketuai oleh Bapak Muhammad Hasbi, Bapak Jupri Tanjung
sebagai sekretaris, dan Bapak Salman Nasution sebagai bendahara. Nama dari kelompok baru
ini adalah Kelompok Gaharu Indah.
Banyak praktik kegiatan pemanfaatan sumber daya hutan, tetapi pengetahuan
masyarakat terhadap pemanfaatan tersebut juga berbeda-beda. Persepsi masyarakat terhadap
hutan terkadang juga berbeda-beda dan ini yang menjadi permasalahan di dalam pelestarian
hutan. Terkadang masyarakat mendefenisikan hutan adalah kumpulan tumbuh-tumbuhan
yang berbentuk rimba dan tidak pernah dijamah oleh manusia. Sementara tipe-tipe hutan
seperti hutan rakyat adalah hutan yang ditanami oleh masyarakat itu sendiri. Selain itu,
masyarakat juga tidak tahu pentingnya konservasi bagi tanah dan tumbuhan sehingga sering
sekali hutan mengalami kehilangan areal tegakan atau menjadi lahan kosong. Dengan adanya
perbedaan persepsi ini maka ada juga konsekuensi yang ditimbulkan yaitu erosi tanah, banjir,
kekeringan, menurunnya produksi pertanian, kekurangan kayu bakar, polusi, hingga
peningkatan emisi gas kaca. Jika dikaitkan dengan kondisi masyarakat di Kelurahan Pekan
Bahorok, masyarakat tetap menjaga utuh kelestarian hutan yang ada di sekitar mereka
walaupun perbedaan persepsi itu masih muncul di masyarakat.
11
Setelah membahas hubungan antara masyarakat dengan lingkungan, maka akan
dilanjutkan dengan hubungan antara organisasi ke teknologi (organization to technology).
Disini organisasi dituntut untuk lebih aktif lagi dalam mendukung proses pembangunan
hutan. Organisasi yang berperan juga dituntut untuk menekankan perhatian mereka terhadap
penggunaan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Lembaga-lembaga tersebut
bisa berupa Dinas Kehutanan setempat, lembaga-lembaga penelitian, hingga peranan
lembaga-lembaga lokal. Hasil-hasil yang bisa didapatkan dari lembaga-lembaga tersebut
adalah Dinas Kehutanan mampu memberikan program-program penyuluhan tentang
pentingnya menjaga hutan, lembaga-lembaga penelitian mampu memberikan praktik
konservasi tanah dan air secara efektif, teknik baru agroforestri, pengembangan beberapa
spesies cepat tumbuh, keadaan sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar hutan, dan
lain-lain.
Hasil-hasil diatas juga seharusnya mampu mencapai lembaga-lembaga lokal yang
dibentuk oleh kemandirian masyarakat sehingga lembaga lokal mampu meresap hasil tersebut
dan mampu diaplikasikan ke masyarakat. Setelah masyarakat mampu menyerap hasil-hasil
tersebut, masyarakat akan memiliki pengetahuan-pengetahuan tentang pembangunan hutan
yang mampu merubah pola pikir dan menciptakan perubahan bagi lingkungannya juga. Hal
seperti ini juga mampu menghasilkan dampak yang positif bagi masyarakat sekitar hutan
khususnya petani hutan. Mereka bisa mendirikan lembaga lokal yang bergerak pada
pembudidayaan tanaman hutan dan produk-produk itu bisa menciptakan pangsa pasar yang
tinggi. Dengan adanya jaminan pasar tersebut, masyarakat bisa merasakan dampaknya berupa
sumber pendapatan baru bagi mereka dan itu ada pada Kemagahan.

KESIMPULAN

1. Kecamatan Bahorok memiliki potensi alam yang masih terjaga keindahan dan
kealamiannya terutama di sektor kehutanan. Potensi hutan yang dimiliki dilindungi
oleh pemerintah yang berbentuk kawasan hutan konservasi. Hutan ini dikenal dengan
Hutan Taman Nasional Gunung Leuser.
2. Keberadaan kelompok lokal yang dibentuk oleh masyarakat lokal di sekitar kawasan
hutan, ternyata mampu mengelola pembudidayaan tanaman hutan. Potensi alam yang
tersedia membuat masyarakat sadar akan pentingnya menjaga hutan.
3. Kesadaran dari salah satu anggota masyarakat Pekan Bahorok untuk membentuk
KEMAGAHAN (Kelompok Masyarakat Gaharu) bisa disebut sebagai agen perubahan
untuk desa tersebut dan di dalam prosesnya Bapak Sanny tidak mementingkan

12
kepentingan pribadinya, tetapi mengajak masyarakat bersama-sama untuk mengelola
kelompok.
4. Sampai saat ini KEMAGAHAN masih menghadapi beberapa kendala seperti
pengetahuan administrasi dari pengurus kelompok masih tergolong rendah dan
kurangnya pelatihan dalam mengelola kelembagaan.
5. Masyarakat masih sedikit yang tergabung dalam KEMAGAHAN karena belum
terlalu percaya terhadap aspek ekonomi yang dihasilkan oleh pohon gaharu.
Masyarakat masih mengandalkan komoditas lama seperti sawit dan karet.
6. Konsep Perhutanan Sosial khususnya pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh
masyarakat Pekan Bahorok dilaksanakan secara swadaya walaupun masyarakat tidak
tahu konsep perhutanan sosial secara langsung yang telah mereka kerjakan.
7. Tujuandidirikannyakelompokiniadalahuntukmengkoordiniranggotamasyarakat yang
tergabung di dalam kelompok untuk membudidayakan pohon gaharu. Pohon gaharu
menjadi pilihan untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi
dibandingkan jenis komoditas lainnya. Secara tidak langsung kelompok ini juga telah
menjaga kelestarian salah satu tanaman hutan yang sudah masuk kategori Apendix-II
atau jenis tanaman yang sudah tergolong langka yang dikeluarkan oleh Convention on
International Trade in Endangered Species Of Wild Fauna and Flora (CITES) pada
tahun 1995 sehingga di dalam penyebarannya juga mendapat perhatian oleh
pemerintah yaitu denga kuota 250 ton/tahun (Suharti, 2010: 163).

SARAN

1. Pemerintah Daerah melalui dinas-dinas terkait seharusnya ikut berpartisipasi terhadap


pengembangan kelompok yang ada di Kelurahan Pekan Bahorok khususnya
KEMAGAHAN. Kelompok ini tergolong masih muda dan perlu diberikan pelatihan-
pelatihan bagi pengembangan kelompok seperti pelatihan pembibitan, teknik
inokulasi, pengembangan jamur, hingga pelatihan tentang kelembagaan.
2. KEMAGAHAN harus lebih giat lagi dalam melakukan sosialisasi tentang
pemanfaatan potensi hutan yang telah tersedia yang mampu memberikan sumber
pendapatan baru bagi masyarakat lokal.
3. Perlunya penanaman nilai-nilai kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga dan
mengelola potensi hutan mereka yang berbasis hutan lestari. Hal ini perlu dilakukan
karena masyarakat masih mempertimbangkan manfaat ekonomi dari apa yang ingin
dikembangkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Akhmar, Andi M. Syarifuddin.2007. Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi Selatan.


Makassar: Masagena Press
Ambler, John S. 1991. Irigasi di Indonesia : Dinamika Kelembagaan Petani. Jakarta : LP3ES
Arief, Arifin . 2001. Hutan dan Kehutanan. Yogyakarta: Kanisius
Awang, SA, Dkk. 2002. Hutan Rakyat : Sosial Ekonomi dan Pemasaran.Yogyakarta : BPFE
Awang, SA. 2004. Dekonstruksi Sosial Forestri : Reposisi Masyarakat dan Keadilan
Lingkungan. Yogyakarta: BIGRAF Publishing
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2009. Buku Executive Summar: Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). Langkat : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Langkat
Batten, T.R. 1967. Communities and Their Development. London : Oxford University
Press
Bungin, H.M.Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Ekawati, Sulistya. 2009. Kelembagaan Pengurusan Kehutanan Pada Era Desentralisasi.
Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 6 (1): 69-81
Hakim, Ismatul. 2010. Orientasi Makro Kebijakan Social Forestry di Indonesia. Dalam
Anwar, Saiful., Hakim, Ismatul (Eds.), Social Forestry: Menuju Restorasi
Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan (1-28) : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perubahan Iklim dan Kebijakan
Horton, Paul. B. dan Chester L. Hunt. 1996. Sosiologi. Terjemahan oleh Aminuddin dan
Tita.Jakarta : Erlangga
Moleong, Lexi.J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif.Bandung : Remaja Rosdakarya
Suharti, Sri. 2010. Prospek Pengusahaan Gaharu Melalui Pola Pengelolaan Hutan Berbasis
Masyarakat (PHBM) . dalam Siran, Sulistyo A., Turjaman Maman (Eds.),
Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat
Sekitar Hutan (157-180) : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi
Alam
Sumber Internet :

Awang, SA. 2003. Perhutanan Sosial. Warta Kebijakan. No. 9. Februari (Online),
(www.cifor.org/acm/download/pub/wk/warta09.pdf, diakses 22 November 2011)

14
Jariyah, Ainun N. Wahyuningrum, Nining. 2008. Karakteristik Hutan Rakyat Di Jawa.
Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan.(Online), Vol. 5 No. 1, (www.forda-
mof.org/jurnal.php?kategori=26, diakses 1 Desember 2011)
Rahmawaty. 2004. Tinjauan Aspek Pengembangan Hutan Rakyat. e-USU Repository
(Online), (www.library.usu.ac.id/download/fp/hutan-rahmawaty9, diakses 30
November 2011)

15

Anda mungkin juga menyukai