Anda di halaman 1dari 3

1

HUTAN RAKYAT, PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS


MASYARAKAT DAN PEMANFAATAN HUTAN
Widiana nurfadilla (21.023.54.251.004)
Desyadefara (21.023.54.251.027)

 Hutan Rakyat
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik
maupun hak lainnya di luar kawasan hutan dengan ketentuan luas minimal 0,25
(dua puluh lima perseratus) hektar, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan
tanaman lainnya lebih dari 50 % (lima puluh perseratus).
Hutan rakyat adalah hutan-hutan yang dibangun dan dikelola oleh rakyat,
kebanyakan berada di atas tanah milik atau tanah adat; meskipun ada pula yang
berada di atas tanah negara atau kawasan hutan negara.
Secara teknik, hutan-hutan rakyat ini pada umumnya berbentuk wanatani; yakni
campuran antara pohon-pohonan dengan jenis-jenis tanaman bukan pohon. Baik
berupa wanatani sederhana, ataupun wanatani kompleks (agroforest) yang sangat
mirip strukturnya dengan hutan alam.
Ada beberapa macam hutan rakyat menurut status tanahnya. Di antaranya:

1. Hutan milik, yakni hutan rakyat yang dibangun di atas tanah-


tanah milik. Ini adalah model hutan rakyat yang paling umum,
terutama di Pulau Jawa. Luasnya bervariasi, mulai dari
seperempat hektare atau kurang, sampai sedemikian luas sehingga
bisa menutupi seluruh desa dan bahkan melebihinya.
2. Hutan adat, atau dalam bentuk lain: hutan desa, adalah hutan-
hutan rakyat yang dibangun di atas tanah komunal; biasanya juga
dikelola untuk tujuan-tujuan bersama atau untuk
kepentingan komunitas setempat.
3. Hutan kemasyarakatan (HKm), adalah hutan rakyat yang
dibangun di atas lahan-lahan milik negara, khususnya di
atas kawasan hutan negara. Dalam hal ini, hak pengelolaan atas
bidang kawasan hutan itu diberikan kepada sekelompok warga
masyarakat; biasanya berbentuk kelompok tani hutan atau
koperasi. Model HKm jarang disebut sebagai hutan rakyat, dan
umumnya dianggap terpisah.
2

Namun kini ada pula bentuk-bentuk peralihan atau gabungan. Yakni model-model
pengelolaan hutan secara bermitra, misalnya antara perusahaan-perusahaan
kehutanan (Perhutani, HPH, HPHTI) dengan warga masyarakat sekitar; atau juga
antara pengusaha-pengusaha perkebunan dengan petani di sekitarnya. Model
semacam ini, contohnya PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat),
biasanya juga tidak digolongkan sebagai hutan rakyat; terutama karena dominasi
kepentingan pengusaha.

 Hutan Berbasis Masyarakat


Kerangka peraturan perundang-undangan di Indonesia untuk sektor
Kehutanan diawali Undang-undang No 5 Tahun 1967 Tentang Ketentuan Pokok
Kehutanan yang berlaku hingga tahun 1999, kemudian dicabut dan diganti dengan
Undang-Undang 41 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
UndangUndang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang, juga
terkait dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi
Sumberdaya Alam dan Ekosistem dan peraturan pelaksana di bawahnya yang
merincikan pengelolaan kawasan hutan sesuai dengan fungsi dan statusnya.
Sedangkan pengelolaan hutan oleh dan atau bersama masyarakat
sebelumnya diatur dalam serangkaian peraturan Menteri Kehutanan, hingga
ditentukan dalam Peraturan Pemerintah No. 6/2007 Jo PP 3 Tahun 2008 tentang
Tata Hutan dan Perencanaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Pengelolaan hutan
oleh masyarakat yang diamanatkan PP ini dalam bentuk pemberdayaan
masyarakat setempat yakni Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan
Kemitraan.
Masing-masing bentuk pengelolaan tersebut dijabarkan ke dalam
serangkaian peraturan menteri yang mengakomodir pengelolaan hutan oleh
masyarakat seperti yang diamanatkan dalam PP 6 Tahun 2007 Jo PP 3 Tahun
2008. Beberapa Peraturan Menteri Kehutanan tersebut telah mengalami beberapa
kali perubahan seperti Permenhut No. P. 37/Menhut-II/2007 menjadi P.
52/Menhut- II/2011 tentang perubahan ketiga terkait pelaksanaan Hutan
Kemasyarakatan, perubahan ketiga ini khusus mengenai Pasal 8 terkait peran UPT
Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Pehutanan Sosial dalam
pengajuan HKm; P.23/ Menhut-II/2007 jo P. 5/Menhut-II/2008 tentang Hutan
Tanaman Rakyat (HTR); dan yang terbaru adalah Permenhut No. P. 49/Menhut-
II/2008 tentang Hutan Desa (HD) menjadi P. 53/Menhut-II/2011 tentang
Perubahan Kedua Peraturan Menteri Kehutanan mengenai Hutan Desa yang
mengubah keseluruhan isi Pasal 6 P.49/2008 terkait peran UPT Direktorat
3

Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Pehutanan Sosial dalam pengajuan Hutan
Desa.
Perundang-undangan dan peraturan teknis tersebut berupaya
merealisasikan bentuk-bentuk perijinan bagi pengelolaan hutan yang berbasis
masyarakat, baik masyarakat lokal, setempat dan adat dengan konsekuensi
administrasi dan implementasi yang berbeda. (Lihat skema Resmi Pengelolaan
Hutan Berbasis Masyarakat).

 PEMANFAATAN HUTAN
Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan hasil hutan
non-kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan
adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Di
Indonesia, pemanfaatan hutan diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 6 tahun
2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta
Pemanfaatan Hutan. Izin pemanfaatan merupakan izin yang diterbitkan oleh
pejabat yang berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan,
izin usaha pemanfaatan hasil kayu atau bukan kayu, ataupun izin pemungutan
hasil hutan kayu atau bukan kayu pada hutan yang telah diberikan izin.
Tujuan utama pemanfaatan hutan ialah untuk memberdayakan masyarakat
atau mensejahterakan masyarakat. Bagi para pemegang izin usaha pemanfaatan
hutan dikenakan pungutan sebagai peganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang
telah mereka dapatkan. Tata hutan dan rencana pengelolaan hutan serta
pemanfaatan hutan merupakan kewenangan pemerintah dan pemerintah
daerah Republik Indonesia. Dalam setiap pemanfaatan hutan wajib disertai
dengan izin pemanfaatan hutan. Jangka waktu pemanfaatan hutan pada hutan
lindung menurut undang-undang paling lama sepuluh tahun. Menurut undang-
undang dalam pemanfaatan hutan lindung yang diberikan perizinan paling luas
hanya 50 hektar.

Anda mungkin juga menyukai