Anda di halaman 1dari 4

FMSC

Beranda

Friday, March 30, 2012

Pengelolaan Hutan Rakyat Berbasis Agroforestry

Bogor, 30 Maret 2012

Oleh Mutiono*)

Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 49 tahun 2011 tentang Rencana Kehutanan Tingkat
Nasional (RKTN) tahun 2011-2030, berdasarkan perkembangan pengukuhan kawasan sampai dengan
April 2011, luas kawasan hutan dan perairan seluruh Indonesia adalah 130,68 juta ha. Menurut
fungsinya kawasan tersebut terdiri dari Hutan Konservasi (HK) seluas 26,82 juta ha, Hutan Lindung (HL)
seluas 28,86 juta ha, Hutan Produksi (HP) seluas 32,60 juta ha, Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas
24,46 juta ha, dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) seluas 17,94 juta ha. Melihat hutan
Indonesia yang cukup luas tersebut, pengelolaan hutan di Indonesia harus sampai pada tingkat
pengelolaan hutan yang berkelanjutan (sustainable forest management).

Pada umumnya pengelolaan hutan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu pengelolaan hutan skala
besar (large scale forestry) dan pengelolaan hutan skala kecil (small scale forestry). Pengelolaan hutan
skala besar merupakan segala proses pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pemilik modal untuk
mengelola hutan dengan skala besar, sedangkat pengelolaan hutan skala kecil merupakan segala proses
pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengelola hutan dengan skala kecil.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, membagi hutan berdasarkan statusnya
menjadi dua, yaitu hutan negara dan hutan hak. Secara definisi pada pasal 1, hutan negara adalah hutan
yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah, sedangkan hutan hak adalah hutan yang
berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Dari pembagian hutan tersebut, terdapat beberapa
opsi pengelolaan hutan berbasis masyarakat (community based forest management) dalam small scale
forestry yang dapat dilakukan. Pada hutan negara dapat dilakukan pengelolaan hutan menggunakan
beberapa konsep, yaitu hutan kemasyarakatan yang diatur dalam Permenhut No. P. 37/Menhut-II/2007
Jo No. P. 52/Menhut-II/2011, hutan desa yang diatur dalam Permenhut No. P. 49/Menhut-II/2008 Jo No.
P. 53/Menhut-II/2011, hutan tanaman rakyat yang diatur dalam Permenhut No. P. 23/Menhut-II/2007
Jo No. P. 5/Menhut-II/2008, dan hutan adat.

Pada hutan hak, konsep pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang dapat dilakukan adalah dengan
hutan rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik dengan luas minimal 0,25 ha.
Penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500
batang (Dephut, 1999). Pengelolaan hutan berbasis hutan rakyat memiliki kelebihan dibanding dengan
pengelolaan hutan pada hutan negara, yaitu tidak terkendala oleh peraturan-peraturan yang mengikat
didalamnya karena memang murni hutan tersebut pada tanah hak sehingga rakyat bebas melakukan
apa saja pada hutan mereka, sedangkan pengelolaan hutan pada hutan negara, kendala utamanya
adalah pada peraturan-peraturan yang mengikatnya, mulai dari perizinan hingga pelaporan yang harus
dilakukan masyarakat dalam mengelola hutan padahal hampir keseluruhan masyarakat lokal disekitar
hutan masih sangat banyak yang buta huruf, buta teknologi, buta informasi serta belum berpendidikan
sehingga menjadi kendala tersendiri untuk memperoleh akses pengelolaan hutan dalam hutan negara.

Saat berbicara pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest management), pastilah yang
menjadi pertanyaan pertama apakah memberikan manfaat secara ekonomi, sosial, dan ekologi? Tenyata
dari beberapa data dan fakta yang diperoleh, hutan rakyat mencakup tiga manfaat tersebut. Secara
ekonomi hutan rakyat memberikan manfaat, data tahun 2009 menunjukkan bahwa dalam luasan total
yang hanya 3,5 juta ha, hutan rakyat mampu memasok hampir 30 juta m3 kayu, kontribusi ini jelas lebih
baik dibandingkan pasokan kayu yang mempunyai izin legal negara pada tahun 2003-2006 hanya 20 juta
m3. Hutan rakyat di Ciamis dapat memproduksi 0.5 juta kubik kayu/tahun dengan jumlah perputaran
uang mencapai 357 milyar Rupiah.

Hutan rakyat juga memberikan fungsi sosial, Di Tasikmalaya, kesejahteraan masyarakat yang terbangun
dari skema ini, istilah “haji sengon” banyak ditemukan pada petani hutan rakyat dari hasil usahanya.
Hutan rakyat juga sebagai salah satu media yang dapat mendukung kegiatan sosial kemasyarakatan,
ketika ada kegiatan gotong-royong/kebudayaan yang membutuhkan kayu atau hasil hutan maka hutan
rakyat dapat menjadi salah satu penyedianya. Ketika masyarakat membutuhkan kayu untuk
membangun atau memperbaiki rumah maka hutan rakyat dapat menjadi penyedia kayu tanpa harus
membeli. Pada masyarakat Jawa, warisan atas tanah kepada anggota keluarga merupakan salah satu
kebiasaan turun temurun, sehingga tanah yang ditumbuhi hutan rakyat jelas akan menjadi warisan yang
memiliki nilai tinggi dibanding tanah kosong atau berbangunan.

Selain fungsi ekonomi dan sosial, hutan rakyat juga memberikan fungsi ekologi. Hutan rakyat dapat
membuat iklim mikro (micro climate) daerah di dalam dan sekitar hutan sehingga memberikan suasana
sejuk dan indah. Hutan rakyat juga memberikan sumbangsih terhadap penyerapan emisi carbon dan
pengurangan efek global warming. Di daerah ciamis dan puncak, hutan rakyat dapat merehabilitasi serta
memunculkan mata air pada lahan yang sudah kritis. Terpenuhinya fungsi ekonomi, sosial, dan ekologi
dalam pengelolaan hutan rakyat menunjukkan bahwa hutan rakyat adalah contoh positif pengelolaan
hutan oleh masyarakat serta membuktikan bahwa masyarakat dapat mengelola hutan secara lestari
walaupun tanpa mengenyam bangku perkuliahan sekalipun.
Salah satu bentuk pengelolaan hutan rakyat oleh masyarakat adalah dengan teknik Agroforestry.
Agroforestry adalah sistem usaha tani yang mengkombinasikan antara tanaman pertanian dan tanaman
kehutanan untuk meningkatkan keuntungan serta memberikan nilai tambah. Dalam satu kawasan hutan
terdapat pepohonan baik homogen maupun heterogen yang dikombinasikan dengan satu atau lebih
jenis tanaman pertanian. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan cara ini adalah, masyarakat dapat
mendapatkan hasil dari lahan hutan tanpa harus menunggu lama tanaman hutan dapat dipanen karena
dapat memperoleh hasil dari tanaman pertanian baik perbulan atau pertahun tergantung jenis tanaman
pertaniannya. Selain itu produktivitas tanaman kehutanan menjadi meningkat karena adanya pasokan
unsur hara dan pupuk dari pengolahan tanaman pertanian serta daur ulang sisa tanaman. Hal ini jelas
sangat menguntungkan petani karena dapat memperoleh manfaat ganda dari tanaman pertanian dan
tanaman kehutanan.

Himpunan profesi Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB akan mengadakan rangkaian
kegiatan Pengelolaan Hutan Rakyat berbasis Agroforestry di Desa cimanggu, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor Jawa Barat. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi, pembelajaran
bersama, serta melakukan kegiatan pengelolaan bersama antara mahasiswa dan masyarakat sehingga
masing-masing dapat memperoleh manfaat positif dari kegiatan ini, bukan sekedar even tetapi lebih
kepeningkatan keilmuan dan wawasan serta kebermanfaatan bagi semua pihak.

Pengelolaan Hutan Rakyat berbasis Agroforestry merupakan kegiatan yang sangat positif bagi
mahasiswa khususnya sebagai media pembelajaran diluar kuliah untuk memperluas wawasan dan
meningkatkan keilmuan serta pengetahuan tentang kehutanan secara nyata dan aplikatif. Bagi
masyarakatpun hal ini sangat membantu karena peran serta mahasiswa untuk membantu masyarakat
benar nyata, dari yang diperoleh mahasiswa diperkuliahan dapat memberikan kontribusi kepada
peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

FMSC Jam 00:20

Share

No comments:

Post a Comment

Home

View web version


FMSC IPB

FMSC

Teganai Bogor

Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai