Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENDAMPINGAN PERHUTANAN SOSIAL


DI WILAYAH KAWASAN HUTAN LINDUNG REGISTER 3
GUNUNG RAJABASA

Oleh :

Iqbal Amiruddin Ihsanu, S.Hut.


NIP. 19910910 202012 1 013

KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN WAY PISANG

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah Pendampingan
Perhutanan Sosial di Wilayah Kawasan Hutan Lindung Register 3 Gunung
Rajabasa ini Tepat Pada Waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pokok dan fungsi sebagai penyuluh kehutanan. Selain itu, makalah
bertujuan untuk menambah wawasan tentang kegiatan kerja yang dilaksanakan di
Hutan Desa yang ada di Register 3 Gunung Rajabasa bagi para pembaca dan
penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang terlibat


dalam kegiatan kerja penyuluh, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga masih
diperlukan kritik dan saran untuk ke depannya.

Kalianda, November 2022


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi


sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Keberadaan hutan di
suatu wilayah menjadi sebuah tanda akan adanya keseimbangan lingkungan.

Berdasarkan SK Menhutbun No. 256/Kpts-II/2000 bahwa Provinsi


Lampung saat ini memiliki wilayah kawasan hutan seluas 1.004.735 Hektar
(28,45 % dari luas wilayah), dimana 564.954 hektar diantaranya dikelola oleh
Pemerintah Provinsi Lampung dalam hal ini Dinas Kehutanan Provinsi
Lampung. Untuk melakukan pengelolaan hutan dengan efisien maka Dinas
Kehutanan Provinsi Lampung membagi wilayah pengelolaannya kepada 17
UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan di seluruh Kabupaten/Kota Provinsi
Lampung.

Salah satu unit wilayah pengelolaan yang ada di Kabupaten Lampung


Selatan adalah UPTD KPH Way Pisang, yang luas wilayah kelolanya
berjumlah 15.374,50 hektar. Gunung Rajabasa adalah salah satu wilayah
kelola dari UPTD KPH Way Pisang yang berstatus sebagai Kawasan Hutan
Lindung (KHL) Register 3 Gunung Rajabasa yang mempunyai luas 5.200
hektar.

Pada Register 3 Gunung Rajabasa saat ini juga terdapat Izin/Persetujuan


Perhutanan Sosial dengan skema hutan desa. Persetujuan Perhutanan Sosial
tersebut diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat pada tahun 2017
dengan tujuan untuk bisa mengakomodir masyarakat yang terlanjur
menggantungkan hidupnya kepada kawasan hutan. Sebanyak lebih dari 9.000
an Kepala Keluarga di sekitar Gunung Rajabasa saat ini mempunyai mata
pencaharian sebagai petani hutan. Selain itu fungsi keberadaan perhutanan
sosial ini juga untuk mengembangkan dan memaksimalkan potensi yang ada
di dalam kawasan hutan termasuk diantaranya jasa lingkungan berupa potensi
ekowisata yang ada di dalam Gunung Rajabasa.
Hutan desa merupakan salah satu dari 4 skema pengelolaan hutan berbasis
masyarakat yang ditawarkan oleh pemerintah. Model pengelolaan hutan desa
dapat dilakukan pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi dengan
jangka waktu pengelolaan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang
berdasarkan evaluasi yang dilakukan paling lama setiap 5 tahun. Kebijakan
mengenai hutan desa diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10//2016
tentang Perhutanan Sosial.
Pemegang izin pengelola hutan desa adalah suatu lembaga pengelola yang
dibentuk melalui Peraturan Desa (Perdes). Ijin pengelolaan dapat berupa Ijin
Usaha Pemanfaatan Kawasan (IUPK), Ijin Usaha Pemanfaatan Jasa
Lingkungan (IUPJL), Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
(IUPHHBK), Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHK). Ijin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu (IPHHK) diperbolehkan pada hutan desa yang terletak di kawasan hutan
produksi.
Tujuan dari dilaksanakannya program Perhutanan Sosial dalam skema
Hutan Desa sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor : P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10//2016 tentang Perhutanan
Sosial adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2. Menjaga keseimbangan lingkungan
3. Menjaga dinamika sosial budaya

Berdasarkan hal di atas, maka makalah ini mencoba menguraikan bagaimana


penerapan pendampingan perhutanan sosial dalam pengelolaan hutan sebagai
sarana peningkatan kesejahteraaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan
hutan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola pengelolaan hutan di Kawasan Hutan Lindung Register 3


Gunung Rajabasa?
2. Bagaimana respon dari masyarakat terhadap program perhutanan sosial?
3. Bagaimana bentuk-bentuk pendampingan dari pihak kehutanan terhadap
kelompok perhutanan sosial?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pola pengelolaan hutan di Kawasan Hutan Lindung


Register 3 Gunung Rajabasa yang dikolaborasikan dengan kearifan lokal
2. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat terhadap keberadaan program
perhutanan sosial di Kawasan Hutan Lindung Register 3 Gunung Rajabasa

1.4 Metode
Metode yang digunakan yaitu pendekatan sosial yang dilakukan pada seluruh
kelompok perhutanan sosial dengan memberikan sosialisasi dan pembinaan
tentang manfaat dan keberadaan hutan lindung sebagai pengatur tata air, serta
memberikan arahan dalam pengelolaan hutan yang efektif dengan tetap
mempertahankan kelestarian hutan serta meningkatkan perekonomian
masyarakat.
BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1.Perhutanan Sosial

Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan


dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan
oleh Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku
utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan
dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan,
Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan (Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan).

Keberadaan perhutanan sosial merupakan solusi dari keberadaan masyarakat


yang berada dan beraktifitas di dalam maupun di sekitar kawasan hutan.
Masyarakat yang sudah terlanjur menggantungkan hidupnya dari kawasan
hutan diberikan akses kelola terhadap kawasan hutan dengan mengikuti syarat
dan ketentuan yang berlaku.

Pada Kawasan Hutan Lindung (KHL) Register 3 Gunung Rajabasa terdapat


22 persetujuan perhutanan sosial dengan skema hutan desa dengan total
luasan yang diberikan akses kelola sebanyak 2.015 hektar. Beberapa dari
persetujuan perhutanan sosial yang ada di Gunung Rajabasa termasuk ke
dalam wilayah binaan penyuluh kehutanan.

2.2.Hutan Desa

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun


2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial, definisi dari perhutanan Sosial
adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan
hutan negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh Masyarakat
Setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk
meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika
sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan
Tanaman Rakyat, Hutan Adat dan kemitraan kehutanan. Sedangkan definisi
dari hutan desa yang selanjutnya disingkat HD adalah kawasan hutan yang
belum dibebani izin, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk
kesejahteraan desa. Skema-skema perhutanan sosial diberikan dalam bentuk
Persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada masyarakat
sebagai solusi bagi masyarakat yang terlanjut mengelola dan menggarap di
dalam kawasan hutan.

Adapun bentuk Persetujuan HD dapat diberikan kepada satu atau gabungan


beberapa Lembaga Desa. Adapun kepengurusan Lembaga Desa yang
dimaksud meliputi:
a. warga desa yang memiliki ketergantungan terhadap kawasan hutan, yang
telah dan/atau akan melakukan pengelolaan terhadap areal kawasan hutan
yang dimohon;
b. Perseorangan yang memiliki kompetensi di bidang kehutanan; dan/atau
c. tokoh atau pelopor lokal yang memiliki kepedulian terhadap kelestarian
hutan.

Beberapa ketentuan lainnya tentang HD antara lain:


Penerima manfaat HD merupakan warga desa setempat dengan ketentuan:
a. 1 (satu) keluarga diwakili 1 (satu) orang dengan memberikan kesempatan
yang sama baik laki-laki maupun perempuan; dan
b. belum terdaftar sebagai pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan
Sosial.
Penerima manfaat HD terdiri atas:
a. penerima manfaat langsung; dan
b. penerima manfaat tidak langsung.

Penerima manfaat langsung, merupakan penggarap atau pengelola pada areal


kerja. Dalam hal penggarap atau pengelola berasal dari luar desa setempat,
dapat menjadi penerima manfaat langsung dengan melengkapi surat
keterangan garapan dari kepala desa. Sedangkan untuk penerima manfaat
tidak langsung merupakan masyarakat desa setempat yang bukan penggarap
atau pengelola pada areal kerja Persetujuan Pengelolaan HD, namun secara
tidak langsung mendapatkan manfaat dari hasil kegiatan pengelolaan HD.
2.3.Pendampingan Perhutanan Sosial

Program Perhutanan Sosial sendiri bertujuan untuk meningkatkan


kesejahteraan masyarakat melalui pola pemberdayaan dan dengan tetap
berpedoman pada aspek kelestarian. Program Perhutanan Sosial akan
membuka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan
hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah. Dalam rangka mendorong
masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian
hutan melalui perhutanan sosial maka diperlukan pendampingan perhutanan
sosial.

Pendampingan Perhutanan Sosial (PS) merupakan kegiatan yang dilakukan


bersama masyarakat secara kontinu untuk pengelolaan hutan lestari yang
dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat,
sehingga masyarakat mampu mengorganisasikan dirinya maupun
kelompoknya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, pemodalan dan
sumber daya lainnya sebagai upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi
usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dan
kemandirian dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Prinsip Pendampingan Perhutanan Sosial adalah:


1) Transparan Proses pendampingan dilakukan secara nyata, jelas, terbuka
dan dapat dipertanggungjawabkan.
2) Akuntabel Sesuatu yang dilaksanakan dapat dipertanggungjawabkan
sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
3) Tidak Diskriminatif Memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki
dan perempuan, tidak memandang golongan, suku, ras dan agama.
4) Partisipatif Berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan
pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
5) Keterbukaan Setiap orang dapat memperoleh informasi tentang
penyelenggaraan proses pendampingan yakni informasi tentang kebijakan
dan proses pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai

Menurut Direktur Kemitraan Lingkungan dari Kementerian Lingkungan


Hidup dan Kehutanan tujuan Pendampingan Perhutanan Sosial, secara umum
yakni membantu percepatan program perhutanan sosial dalam penyebarluasan
informasi secara timbal balik berkaitan dengan tujuan pendekatan dan
implementasi berbagai kegiatan perhutanan sosial di tingkat tapak,
menyediakan sebuah kerangka kerja bagi para pendamping dalam membantu
masyarakat penerima izin akses kelola hutan, baik dalam skema Hutan Desa,
Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan
Kehutanan.

Tujuan pendampingan PS juga untuk menyediakan kerangka kerjasama


multipihak dalam proses pendampingan perhutanan sosial, endpipe dari
pendampingan adalah masyarakat/kelompok tani hutan mandiri melalui 3
kelola, kelola kelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha.
BAB III
PEMBAHASAN

Program Perhutanan Sosial merupakan implementasi dari model pengelolaan


kawasan hutan negara oleh masyarakat, yang diharapkan mampu mengubah tata
kelola hutan menjadi model kelola bersama masyarakat yang dapat memberikan
jaminan bagi kelestarian sumber daya hutan. Dalam mencapai target Program
Perhutanan Sosial dibutuhkan pendampingan terhadap masyarakat baik tahap pra-
persetujuan maupun pasca-persetujuan akses kelola perhutanan sosial.
Pendampingan merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan
target Program Perhutanan Sosial.

Keberadaan pendamping sangat dibutuhkan oleh masyarakat penerima akses


kelola perhutanan sosial yang berperan sebagai; pendorong, penggerak, motivator,
mediator, katalisator, dan fasilitator dalam mencapai target program perhutanan
sosial. Pendampingan perhutanan sosial dapat dilakukan oleh penyuluh kehutanan
pegawai negeri sipil, penyuluh kehutanan swadaya masyarakat, bakti rimbawan,
penyuluh kementerian/lembaga terkait, penyuluh kehutanan swasta, badan usaha
milik negara, lembaga swadaya Masyarakat, organisasi Masyarakat, praktisi,
akademisi, tokoh Masyarakat atau tokoh adat.

Dalam kegiatan pendampingan pasca persetujuan pengelolaan perhutanan sosial,


peran pendamping menjadi salah satu kunci utama kesuksesan perhutanan
sosial,oleh karena itu dengan berbagai keterbatasannya pendamping harus mampu
memposisikan dirinya dalam berbagai situasi pendampingan. Contohnya dalam
kondisi KPS yang didampingi sedang berkonfik, pendamping dengan kemampuan
yang ada harus bisa menjadi mediator konflik, namun jika tidak mampu maka
pendamping segera bertindak sebagai fasilitator yang membantu KPS mencari
dukungan mediator dari pihak yang paling berwenang. Contohnya selanjutnya
dalam kondisi KPS selalu mengalami kegagalan ketika mengembangkan usaha
KUPS nya, dalam kondisi ini pendamping sebisa mungkin memposisikan diri
sebagai motivator bagi KPS dan KUPS namun secara pararel pendamping juga
mengajak KPS-KUPS untuk menyusun ulang strategi usaha yang tepat agar
keberhasilan dapat dicapai. Contoh yang selanjutnya dalam kondisi KPS
menghadapi kesulitan teknis dalam proses penandaan batas, pendataan/identifikasi
potensi dan pembuatan ruang kelola areal perhutanan sosial. Dalam kondisi ini
pendamping sebisa mungkin menjadi mentor bagi KPS yang didampingi agar
mereka bisa menyelesaikan permasalahan kapasitas teknisnya, namun jika
pendamping tidak memiliki kemampuan menjadi mentor, maka pendamping
segera memposisikan diri untuk menjadi fasilitator yang membantu
mempersambungkan pihak yang memiliki kompetensi teknis agar bisa melatih
KPS yang didampingi. Selanjutnya dalam kondisi KPS dan KUPS yang
didampingi kesulitan mengembangkan usaha karena kekurangan permodalan dan
belum memiliki akses pasar, dalam kondisi ini pendamping dengan kemampuan
yang dimiliki dapat segera membantu menjadi fasilitator yang menghubungkan
KPS-KUPS dengan sumber – sumber permodalan dan membantu mencari
informasi jaringan pemasaran baik melalui jaringan offline maupun online.

Terdapat 3 (tiga) aspek Kelola yang dilakukan dalam pendampingan perhutanan


sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan Kawasan hutan
oleh pemegang izin atau persetujuan perhutanan sosial. Aspek Kelola tersebut
adalah:

1. Aspek Kelola Kawasan


Dilakukan pendampingan Kelola Kawasan dalam rangka untuk
memulihkan kondisi Kawasan hutan agar sesuai dengan peruntukannya.
Beberapa Langkah yang dilakukan antara lain:
a. Sosialisasi Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial yang telah
diterima
Untuk melaksanakan Kelola Kawasan yang baik dan sesuai dengan
fungsi serta peruntukannya, terlebih dahulu dilaksanakan sosialisasi
tentang persetujuan areal yang telah diterima serta hak dan kewajiban
para pemegang dan penerima izin atau persetujuan perhutanan sosial.
Tujuannya adalah memberikan penyadaran dan persamaan persepsi
terhadap kondisi Kawasan hutan terkini dan visi pengelolaan hutan ke
depannya agar tetap lestari dan juga bisa meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

Pelaksanaan Sosialisasi Persetujuan Perhutanan Sosial dan Hak &


Kewajiban

Pengarahan Kepala Desa kepada Masyarakat tentang Perhutanan


Sosial
Dalam pelaksanaan sosialisasi melibatkan seluruh pengurus LPHD
serta anggota dan juga didampingi oleh aparat desa setempat.
Dukungan dan arahan dari Kepala Desa merupakan salah satu kunci
untuk memperkuat penerapan program perhutanan sosial di lapangan.
Kerjasama dan sinergi dengan aparat desa diperlukan dalam
pengelolaan persetujuan perhutanan sosial dan berpengaruh cukup
tinggi terhadap tingkat keberhasilan dan kepatuhan masyarakat dalam
melaksanakan pengelolaan kawasan.

b. Identifikasi Potensi
Dalam rangka penataan dan pengelolaan jenis tanaman di dalam
kawasan hutan, diperlukan data kondisi terkini keadaan di dalam
kawasan hutan. Setelah didapatkan data potensinya maka akan terlihat
kebutuhan dari jenis jumlah dan jenis tanaman yang ada.

Rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah melakukan inventarisasi


serta penyebaran kuesioner kepada anggota LPHD. Dari hasil rekapan
kuesioner dan juga inventarisasi nantinya akan terlihat potensi jenis
dan jumlah tegakan yang telah ada di dalam Kawasan. Setelah itu
dilakukan pengkajian dan diskusi untuk jenis pengelolaan kawasan apa
yang akan dilaksanakan (penanaman, pemeliharaan atau penataan).

Pendataan Potensi
2. Aspek Kelola Kelembagaan
Selain itu, dalam pengelolaan Kawasan hutan diperlukan kapasitas Sumber
Daya Manusia (SDM) yang cukup baik dan kompak. Karena itu
diperlukan pendampingan dalam pengelolaan kelembagaan untuk
membangun kekompakan di internal kelompok perhutanan sosial.
a. Pendampingan Penyusunan Rencana Pengelolaan (RKPS dan
RKT)
Dalam pelaksanaan pengelolaan persetujuan perhutanan sosial,
diperlukan perencanaan sesuai dengan hasil identifikasi potensi di
awal. Perencanaan tersebut merupakan hasil diskusi dan kesepakatan
dengan seluruh anggota kelompok pengelola perhutanan sosial. Pada
pelaksanaan pengelolaan ke depannya nantinya kegiatan yang
dilakukan kelompok selalu berpedoman kepada Rencana Kelola
Perhutanan Sosial (RKPS) yang merupakan rencana selama 10 tahun
ke depan, kemudian Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang merupakan
rencana tahunan di kelompok

Pendampingan Penyusunan Rencana Pengelolaan


b. Pendampingan Penyusunan aturan kelompok atau AD/ART
Selain menyepakati rencana pengelolaan, diperlukan juga aturan
kelompok yang mengikat setiap anggota kelompok yang tergabung
dalam persetujuan perhutanan sosial, dalam hal ini pada Lembaga
Pengelola Hutan Desa (LPHD). Aturan kelompok ini dituangkan
dalam sebuah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)

Pendampingan Penyusunan AD/ART

Pendampingan Penyusunan AD/ART


c. Pendampingan Penyusunan Administrasi dan Aset Kelompok
Untuk menata administrasi keuangan dan asset yang dimiliki oleh
kelompok, diperlukan keperluan administrasi tertulis untuk
mendokumentasikan setiap kegiatan kelompok dan fasilitas serta
sarana prasaran yang dimiliki kelompok

Pendampingan Penyusunan Administrasi Keuangan dan Aset Kelompok

Pendampingan Penyusunan Administrasi Keuangan dan Aset Kelompok


d. Pendampingan Pembentukan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial
(KUPS)
Setelah memastikan kekuatan dan kekompakan di internal
kelembagaan, maka kemudian diinisiasi suatu komoditas yang akan
dikembangkan usahanya sesuai dengan potensi yang dimiliki pada
masing-masing kelompok perhutanan sosial.

Musyawarah Penetapan KUPS

Penetapan KUPS oleh Kepala Desa setempat


3. Aspek Kelola Usaha
Setelah dibentuk wadah pengelolaan komoditi usaha, maka diperlukan
pendampingan dalam pengembangan usaha dalam beberapa sisi dan aspek.
Contoh pendampingan dalam aspek Kelola usaha adalah pendampingan
untuk pengolahan hasil hutan, pengemasan, pemasaran serta pengurusan
legalitas edar produk serta akses permodalan.

Pendampingan Pasca Panen Budidaya Lebah Madu

Pendampingan Branding Produk Madu


BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Pendampingan Perhutanan
Sosial merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pengelolaan perhutanan
sosial. Faktor keterbatasan pengelola atau penggarap Kawasan hutan merupakan
factor utama diperlukannya pendampingan perhutanan sosial khususnya di
wilayah Register 3 Gunung Rajabasa. Selain itu peran pendampingan perhutanan
sosial juga sebagai katalisator bagi keberlangsungan dan keberhasilan bagi
program atau kegiatan perhutanan sosial. Adapun beberapa aspek utama yang
diperlukan dalam pendampingan perhutanan sosial adalah:
1. Aspek Kawasan : outputnya adalah kelestarian hutan
2. Aspek Kelembagaan : outputnya adalah kekompakan dan kemandirian
3. Aspek Usaha : outputnya adalah peningkatan kesejahteraan
masyarakat

4.2. Saran

Berdasarkan pembahasan tersebut, saran saya adalah sebagai berikut :


1. Integrasi pengelolaan dan pendampingan perhutanan sosial di seluruh
persetujuan perhutanan sosial di Kawasan hutan lindung Register 3 Gunung
Rajabasa perlu dioptimalkan.
2. Pelibatan multistakeholder termasuk generasi muda sangat dibutuhkan dalam
pendampingan perhutanan sosial ke depan
3. Perlu adanya prioritas pengembangan sentra usaha di masing-masing
kelompok sesuai dengan potensi dan kebutuhan di setiap kelompok
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. 2022. Paparan Kepala Dinas Kehutanan


Provinsi Lampung tentang Perkembangan Kehutanan di Provinsi
Lampung

Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian


Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2021. Panduan Role Model
Pendampingan Pasca Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor


P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10//2016 tentang Perhutanan Sosial

Tim Penyusun RPHJP KPH Way Pisang. 2021. Rencana Pengelolaan Hutan
Jangka Panjang KPH Way Pisang 2021-2030

Diketahui oleh: Disusun Oleh:

Kepala UPTD KPH Way Pisang Penyuluh Kehutanan

WAHYUDI KURNIAWAN, S.Hut. IQBAL AMIRUDDIN IHSANU, S.Hut.


NIP. 19720725 199902 1 001 NIP. 19910910 202012 1 013

Anda mungkin juga menyukai