Anda di halaman 1dari 22

SEMINAR HASIL PENELITIAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS NUSA BANGSA
TAHUN AJARAN 2020 – 2021

Judul Makalah : Persepsi Masyarakat Terhadap Kemitraan Konservasi Di Resort


Pengelolaan Taman Nasional Wilayah Gunung Botol, Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (Studi Kasus : Kelompok Tani
Hutan Konservasi Malasari Lestari Desa Malasari Kecamatan
Nanggung Kabupaten Bogor)
Pemrasaran / NIM : Ibnu Aromi / 41205425119041
Hari / Tanggal : Sabtu /20/Juni/2021
Pembimbing I : Tun Susdiyanti, S.Hut, M.Pd.
Pembimbing II : Abdul Rahman Rusli, S.Hut., M.Si.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia memiliki kawasan konservasi dengan luas mencapai 27,04 juta hektare, yang
terbagi menjadi 552 unit pengelolaan kawasan konservasi. Rincian 552 unit pengelolaan
kawasan konservasi meliputi: 214 cagar alam, 79 suaka margasatwa, 131 taman wisata alam,
34 taman hutan raya, 11 taman buru, 54 taman nasional, dan 29 unit kawasan yang masih
berstatus Kawasan Suaka Alam (KSA)/Kawasan Pelestarian Alam (KPA). Selain itu, hingga
tahun 2017, telah terbentuk 12 unit kelembagaan kawasan ekosistem esensial (KEE), yang
terdiri dari 6 taman keanekaragaman hayati, 2 KEE mangrove, dan 4 KEE koridor satwa
(Direktorat Jenderal KSDAE, 2017).
Kawasan konservasi Indonesia yang luasnya mencapai 27,14 juta hektar dikelilingi
kurang lebih 6.381 desa yang menggantungkan kehidupannya kepada kawasan konservasi.
Akibatnya terjadi konflik antara masyarakat dengan pengelola kawasan konservasi. Konflik
terjadi karena adanya perbedaan kepentingan. Di satu sisi, masyarakat membutuhkan
penghidupan dari kawasan konservasi, kemudian di sisi yang lain, pengelola kawasan
konservasi memiliki mandat untuk menjaga keutuhan, keaslian, dan kelestarian kawasan
konservasi. Hal tersebut wajar terjadi karena populasi penduduk Indonesia yang semakin
besar. Kerusakan yang terjadi antara lain disebabkan oleh tumpang tindih penguasaan lahan
kawasan konservasi dengan lahan yang dimanfaatkan dan diusahakan oleh masyarakat,
penebang liar, perburuan liar serta kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh faktor-faktor
alam. Selain permasalahan tumpang tindih penguasaan lahan kawasan konservasi, keberadaan
masyarakat hukum adat di dalam kawasan konservasi juga semakin dituntut untuk segera
mencapai kesepahaman penyelesaiannya (Prayitno 2020). Menurut Adiwibowo, et.al (2009)
perubahan rezim dari de-facto customary property regime (hutan adat) ke de-jure state common
property regime (hutan negara) membawa pengaruh besar pada tatanan kehidupan masyarakat
sekitar hutan. Perubahan rejim pengelolaan kawasan hutan akan mengubah struktur akses dan
kontrol masyarakat terhadap sumber daya hutan yang telah terjali lama
Penyebab kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia sangat beragam, baik akibat
kegiatan manusia ataupun bencana alam. Hal yang sama terjadi di Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS), yang merupakan kawasan hutan hujan tropis terluas di Pulau Jawa.
TNGHS merupakan kawasan pelestarian alam yang wilayah administratifnya terletak pada 3
(tiga) Kabupaten dan 2 (dua) Provinsi yaitu Kabupaten Lebak Provinsi Banten, Kabupaten
Bogor dan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat, dengan luas 87.699 Ha. Di dalam
TNGHS terdapat berbagai potensi sumber daya alam hayati dan non hayati yang menjadi
sistem penyangga kehidupan yang harus dijaga dan dipertahankan.
Kawasan TNGHS sebagai ekosistem hutan pegunungan tropis terluas yang tersisa di
Pulau Jawa diharapkan menjadi area yang dikhususkan untuk konservasi segala biodiversitas
dan ekosistem asli yang ada di dalam kawasan seluas hampir 87.000 ha ini. Namun demikian,
fakta di lapangan menunjukan bahwa terdapat area-area di dalam kawasan ini yang telah
dimanfaatkan masyarakat setempat dalam bentuk pemukiman, perladangan, persawahan serta
area-area pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (Getah Pinus, Kopal, Getah Karet, cengkeh,
getah aren dsb), terutama yang telah terjadi sejak sebelum adanya penunjukan kawasan
TNGHS. Terkait hal tersebut, upaya represif berupa penindakan dan pengusiran secara paksa
terhadap masyarakat penggarap dan/pemanfaat Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di TNGHS
dinilai tidak memberikan solusi yang baik dan bahkan cenderung meningkatkan resiko
terjadinya konflik sosial. Selain itu, banyak masyarakat setempat dimana mata pencaharian
mereka sangat tergantung dengan penggarapan lahan dan/atau pemanfaatan HHBK di dalam
kawasan TNGHS.
Oleh karena itu, seiring dengan regulasi yang ada, perlu dilakukan kolaborasi antara
pihak pemerintah dengan masyarakat setempat, guna mencari solusi terhadap permasalahan
tersebut sehingga aktifitas masyarakat di dalam kawasan dapat diarahkan untuk tetap
berkontribusi terhadap kehidupan ekonomi mereka juga dalam waktu yang sama bersinergi
positif dengan upaya-upaya konservasi sumber daya alam dan ekosistem di dalam kawasan
TNGHS. Seiring dengan terbitnya berbagai peraturan perundangan, antara lain Peraturan
Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5217) jo. Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun
2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011; Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 tentang Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; dan Peraturan Direktur Jenderal
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/6/2018
tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi pada Kawasan Pelestarian Alam (KPA), maka
dimungkinkan adanya kegiatan kolaboratif antara pengelola kawasan, dalam hal ini Balai
TNGHS, dengan kelompok masyarakat setempat melalui sekema Kemitraan Konservasi, baik
dalam bentuk pemberian akses pemanfaatan HHBK, Budidaya Tradisional dan lainya, ataupun
dalam bentuk pemulihan ekosistem. Lokasi kemitraan dalam rangka pemberdayaan masyarakat
meliputi zona tradisional dan zona pemanfaatan. Sedangkan kemitraan konservasi dalam
rangka pemulihan ekosistem dapat dilakukan pada zona rehabilitasi atau areal yang telah
mengalami kerusakan dan bukan pada areal jelajah satwa dilindungi atau habitat satwa
dilindungi.
Kemitraan Konservasi adalah kerjasama antara kepala unit pengelola kawasan atau
pemegang izin pada kawasan konservasi dengan masyarakat setempat berdasarkan prinsip
saling menghargai, saling percaya dan saling menguntungkan. Satu Desa/Kelompok Tani pada
tahun 2020 yang lalu sudah menjalan kerjasama Kemitraan Konservasi dengan pihak TNGHS
yaitu Kelompok Tani Hutan Konservasi (KTHK) “Malasari Lestari” yang berada di Desa
Malasari Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Desa tersebut berbatasan langsung dengan
kawasan TNGHS sehingga tidak heran sebagian masyarakat melakukan aktivitas dalam
memenuhi hidupnya tidak jauh dari kawasan TNGHS seperti berladang. Hasil observasi warga
sekitar bahwa lokasi berladang sebagian besar berada di kawasan TNGHS, kegiatan berladang
tersebut sudah lama mereka lakukan bahkan sebelum kawasan TNGHS tersebut ditunjuk
menjadi Taman Nasional. Dengan telah terjalinnya kerjasama Kemitraan Konservasi tersebut
diharapkan program atau kegiatan dapat berhasil sesuai harapan kedua belah pihak.
Pengelolaan kawasan konservasi dan pembinaan masyarakat disekitarnya adalah bagian yang
tidak dapat dipisahkan. Masyarakat sekitar kawasan merupakan komponen yang berinterakasi
secara langsung dengan kawasan hutan. Jika interaksi masyarakat merupakan tindakan yang
dapat merusak maka keberadaannya akan menjadi ancaman terhadap keutuhan kawasan hutan.
Tekanan masyarakat di daerah penyangga kedalam kawasan merupakan dampak dari beberapa
faktor seperti kepentingan dalam mata pencaharian, tingkat pendidikan, tingkat kepadatan
penduduk, dan kepemilikan lahan (Reny Sawitri dan/and M. Bismark 2013).
Pelaksanaan Kemitraan Konservasi ini memiliki peranan penting karena dengan adanya
kemitraan konservasi tersebut memberikan kejelasan dalam pengelolaan lahan secara lestari
dan mempunyai ekonomi bagi masyarakat yang menggarap. Hal tersebut ditekankan karena
terdapat kebun masyarakat yang berada di kawasan taman nasional dan masuk ke dalam area
yang direhabilitasi. Tentunya hal ini akan menimbulkan persepsi yang akan mempengaruhi
terhadap kegiatan Kemitraan Konservasi. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan Kemitraan
Konservasi sebaiknya memperhatikan pandangan atau persepsi masyarakat, khususnya yang
langsung bersentuhan dengan kawasan TNGHS. Persepsi masyarakat dalam kegiatan
Kemitraan Konservasi ini menjadi suatu hal yang penting karena sangat mempengaruhi cara
masyarakat bersikap dan berprilaku terhadap kegiatan tersebut. Adanya persepsi yang baik
diharapkan dapat mendukung kesuksesan kegiatan Kemitraan Konservasi yang dilaksanakan
antara Desa/Kelompok Tani dengan TNGHS.
Sehubungan dengan pentingnya persepsi masyarakat tersebut, maka peneliti tertarik
untuk mengambil judul “Persepsi Masyarakat Terhadap Kemitraan Konservasi Di Taman
Nasional Gunung Halimun Salak”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah persepsi masyarakat Desa Malasari terhadap Kemitraan Konservasi
dengan TNGHS.
2. Faktor – faktor apakah yang mempengaruhi persepsi masyarakat Desa Malasari terhadap
Kemitraan Konservasi dengan TNGHS.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui persepsi masyarakat Desa Malasari terhadap Kemitraan Konservasi dengan
TNGHS.
2. Mengetahui Faktor – faktor apakah yang mempengaruhi persepsi masyarakat Desa
Malasari terhadap Kemitraan Konservasi dengan TNGHS.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ataupun rujukan
bagi mahasiswa dan peneliti dalam hal persepsi masyarakat dan faktor – faktor
yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kegiatan Kemitraan Konservasi.
2. Manfaat Praktis
a. Masyarakat, sebagai informasi tentang persepsi masyarakat terhadap Kemitraan
Konservasi dengan TNGHS.
b. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam rangka kebijakan
pengembangan Kemitraan Konservasi yang akan dibentuk.
E. Kerangka Pemikiran
Untuk mencapai keberhasilan kegiatan Kemitraan Konservasi perlu adanya persepsi
yang baik dari masyarakat karena akan sangat mempengaruhi cara masyarakat bersikap dan
berprilaku terhadap kegiatan Kemitraan Konservasi tersebut. Adanya persepsi yang baik
diharapkan dapat mendukung kesuksesan kegiatan Kemitraan Konservasi yang dilaksanakan
di TNGHS sehingga kawasan hutan lestari dan masyarakat sekitar sejahtera.

Keterangan : langsung
Tidak langsung --------------

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


II. KONDISI UMUM

A. Lokasi dan Kondisi Geografis


Desa Malasari adalah salah satu desa yang terletak dikawasan Halimun Utara-Timur
Secara administrasi Malasari masuk kedalam Kecamatan Nanggung Kabupaten
Bogor,Propinsi Jawa barat .Malasari berjarak + 65 Km dari arah barat daya Cibinong (Ibukota
Kabupaten Bogor) dan + 17 Km dari pusat Kecamatan Nanggung dengan luas wilayah 8.262,22
Ha, yang terdiri dari 4 (Empat) Dusun dengan 12 (Dua Belas) Rukun Warga (RW) dan 49
Rukun Tetangga (RT).
Desa Malasari memiliki Batas wilayah administratif sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Curug Bitung dan Desa Cisarua
Sebelah Timur : Desa Bantarkaret
Sebelah Selatan : Desa Cipeteuy Kec. Kebandungan Kab. Sukabumi dan
Kec. Cibeber Kab. Lebak Prov. Banten

Gambar 2. Peta Area Kerjasama Kemitraan Konservasi di Desa Malasari

B. Topografi
Secara fisik Desa Malasari merupakan daerah pegunungan dan memiliki bentuk
permukaan bumi yang bervariasi dari dataran hingga berbukit dengan kemiringan lahan yang
bervariasi pula yaitu 0-5 % (datar), 5-15 % (bukit-pegunungan). Jenis tanah kompleks latosol
merah kekuningan, lotosol coklat, podsolik merah kekuningan dan litosol.Desa Malasari
berada pada posisi 0663 000m E-0673 000m E dan 9254 000m N-9265 000m N atau 06,38,51,5
LS-06,44,50,6.LS dan 106,28,30,0,BT-106,33,54,5, BT.
Desa Malasari merupakan Desa yang berada di daerah kawasan Gunung Halimun sebelah
selatan, barat, timur tepatnya kaki Gunung Keneng, Sanga Buana Gunung Botol, Gunung
Gudang dan Gunung dengan ketinggian 600 mdpl (diatas permukaan laut). Sebagian besar
wilayah Desa Malasari adalah lereng gunung dan dikelilingi oleh gunung dan di sebelah timur
dibatasi Sungai Cikaniki, sebelah barat Sungai Cisangku, utara sungai Ciparigi dan selatan
dibatasi Gunung Kendeng, dan Gunung Sangga Buana dan Gunung Botol.

C. Hidrologi
Aspek hidrologi suatu wilayah desa sangat diperlukan dalam pengendalian dan
pengaturan tata air wilayah desa. Desa Malasari memiliki beberapa sumber mata air yaitu
Cikaniki, Cikeris, Cisarua I, Cisarua II, Cisaibah, Cibedog, Cigarung, Cimalani, Cileles,
Ciangsana, Citamiang, Cibantar, Cijagur, Cikiara, Cisalada, Cisangku, Cijaha, Cibako,
Cipesing, Cikopo I, Cikopo II, Cisumpit dan masih banyak sumber air lainnya.
Secara umum akhir-akhir ini terjadi penurunan kualitas curah hujan dan jumlah hujan
dibandingkan keadaan selama tahun-tahun sebelumnya, hal ini dapat menjadi sangat
berpengaruh terhadap beberapa sumber mata air yang menjadi sumber kehidupan masyarakat
penggarap sawah.
III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di Resort Pengelolaan Taman
Nasional Wilayah Gunung Botol, Desa Malasari Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini akan dilaksanakan 1 (satu) bulan yaitu pada
bulan Juni 2021 untuk melengkapi data yang dibutuhkan, baik data primer dan data
sekunder. Pelaksanaan penelitian disusun berdasarkan tata waktu pelaksanaan
penelitian sebagaimana disajikan pada tabel 1.
Table 1 Rencana Tata Waktu Pelaksanaan Penelitian
Rencana Tata Waktu
No Uraian Maret April Mei Juni Juli Agustus
Kegiatan 2021 2021 2021 2021 2021 2021
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Penyusunan Proposal
2. Seminar Proposal
3. Pelaksanaan
Penelitian
4. Pengolahan Data dan
membuat Laporan
Penelitian
5. Seminar Hasil dan
Sidang Skripsi

B. Objek Penelitian
Objek Penelitian ini adalah masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan
Konservasi Malasari Lestari di Desa Malasari Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor.

C. Batasan Penelitian
Adapun batasan penelitian ini yaitu berkaitan dengan Persepsi Masyarakat Terhadap
Kemitraan Konservasi di TNGHS desa Malasari.
D. Alat dan Bahan

Kegiatan penelitian ini membutuhkan alat dan bahan berdasarkan fungsinya yang
digunakan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan pengambilan data di lapangan. Adapun
alat dan bahan yang dibutuhkan dan fungsinya disajikan pada Tabel 2.
Table 2 Alat dan Bahan

No Alat/Bahan Fungsi
1 Alat tulis Mencatat semua hasil data yang diperoleh
2 Kamera Mendokumentasikan segala obyek yang dapat
menunjang kegiatan dan penyusunan lapooran
penelitian
3 Laptop/Komputer Mempermudah dalam mengolah data dan untuk
pembuatan laporan
4 Kuisioner Memperoleh data primer dalam pelaksanaan penelitian

E. Metode Pengumpulan Data


1. Jenis Data
Jenis data terdiri dari Data Primer dan Data Sekunder. Data primer dalam penelitian
merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan bantuan
kuisioner dan observasi lapangan. Kuisioner merupakan panduan wawancara yang
digunakan dalam pengumpulan data penelitian, sedangkan Data Sekunder adalah data yang
berkaitan dengan penelitian tetapi diperoleh secara tidak langsung dari responden namun
informasi yang diperoleh dari dokumen, arsip dan laporan.
2. Teknik Pengamatan (Observasi)
Data dikumpulkan melalui pengamatan secara langsung terhadap berbagai kegiatan di
lapangan pada saat penelitian, keadaan daerah penelitian dan pengamatan kondisi fisik
kawasan.
3. Teknik Wawancara
Menurut Sugiyono (2017) wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil, sehingga wawancara dapat diartikan
sebagai cara mengumpulkan data dengan bertanya langsung kepada responden dan jawaban-
jawaban dicatat atau direkam dengan alat perekam. Data dikumpulkan melalui wawancara
secara terstruktur menggunakan bantuan kuisioner secara langsung terhadap responden.
4. Studi Pustaka
Data dikumpulkan melalui proses mencari, mencatat, dan mempelajari literatur serta
pengumpulan data-data dari instansi terkait.
F. Metode Pemilihan Responden
Pengertian sampel Menurut Sujarweni (2015), adalah bagian dari sejumlah karakteristik
yang dimiliki oleh populasi yang digunakan untuk penelitian. Sampel juga diambil dari
populasi yang benar-benar mewakili dan valid yaitu dapat mengukur sesuatu yang seharusnya
diukur.
Metode Pengambilan Sampel Penelitian ini adalah dengan meggunakan teknik purposive
sampling. Untuk penentuan sampel responden terbagi menjadi dua yaitu responden anggota
KTHK yang ikut berperan aktif dalam kegiatan Kemitraan Konservasi yang berjumlah
seluruhnya 98 orang, Menurut Arikunto (2002), Jika jumlah populasinya kurang dari 100
orang, maka jumlah sampelnya diambil secara keseluruhan, tetapi jika polulasinya lebih besar
dari 100 orang, maka bisa diambil 10-15 % atau 20-25% dari jumlah populasinya dan
responden lain non anggota KTHK sebanyak 2 orang yang tidak teribat secara langsung dalam
kegiatan Kemitraan Konservasi yaitu Kepala Desa Malasari dan Kepala Resort PTNW Gunung
Botol TNGHS.
G. Metode Pengolahan dan Analisis Data
1. Analisis Data
Data primer dan sekunder yang terkumpul dari hasil kegiatan selanjutnya dianalisis
dengan cara kualitatif, kemudian diuraikan secara deskriptif dan menginterpretasikannya
sesuai dengan tujuan dan fakta yang terjadi di lapangan. Selanjutnya, dilakukan analisa
data yang menjadi fokus penelitian, dan ditarik kesimpulan akhir. Metode deskriptif
adalah penelitian yang berusaha menggambarkan atau memvisualisasikan
fenomena/hubungan antar fenomena yang diteliti dengan sistematis, aktual dan akurat.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis langkah penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Pengumpulan informasi hasil dan wawancara observasi lapangan
b. Pemilihan informasi sesuai denah kategori-kategorinya
c. Penyajian dalam bentuk uraian penjelasan dan table
d. Penarikan kesimpulan
2. Analisia Tingkat Persepsi
Pengelolaan data hasil pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner dianalisa
menggunakan dengan sekala likert. Skala likert merupakan skala fisiometerik yang
umum digunakan dalam kuisioner dan merupakan skala yang paling banyak
digunakan dalam riset survei. Menurut Sugiyono (2013) berpendapat bahwa skala
Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban setiap item instrumen yang
menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari yang sangat positif sampai
sangat negatif. Pengukuran persepsi dilakukan untuk mengetahui bagaimana
pandangan sikap masyarakat terhadap kegiatan Kemitraan Konservasi tersebut.
Pertanyaan yang dimuat dalam kuisioner dijawab oleh responden dengan cara
memilih salah satu dari sejumlah kategori, dan diberi skor seperti :
a. Sangat setuju – diberi skor 5
b. Setuju – diberi skor 4
c. Kurang setuju – diberi skor 3
d. Tidak setuju – diberi skor 2
e. Sangat tidak setuju – diberi skor 1

Setelah skor diproleh lalu dicari rata – rata skor per responden. Data secara individu
didistribusikan secara kualitatif. Rumus interval adalah rumus yang digunakan
sebelum penyelesaian akhir, jika sudah diketahui maka bisa menyelesaikan rumus
interpretasi yang berpatokan pada kriteria interpretasi berdasarkan interval , yaitu :
𝑋𝑛 − 𝑋𝑖
𝐼=
𝐾
Skor Maksimum − Skor Minimum
Nilai Jenjang Interval =
Jumlah Skor (Likert)
5 −1
𝐼= = 0,8
5
Berikut kriteria interpretasi skor berdasarkan interval disajikan pada Tabel berikut
ini :
Table 3 Tingkat Persepsi berdasarkan Skala Likert
No Interval Nilai Kriteria
1 1.0 – 1.8 Sangat Buruk
2 1.9 – 2.6 Buruk
3 2.7 – 3.4 Sedang
4 3.5 – 4.2 Baik
5 4.3 – 5.0 Sangat Baik
3. Pengujian Validasi

Validasi adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau


kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto 2002). Uji validasi dilakukan untuk mengukur
sah dan valid tidaknya suatu kuisioner, pada setiap instrumen baik test maupun non test
terdapat butir-butir (item) pertanyaan atau pertanyaan pada kuisioner mampu
mengungkap suatu yang diukur dalam kuisioner tersebut.

Cara yang dipakai untuk menguji tingkat validitas adalah dengan variabel internal, yaitu
menguji apakah terdapat kesesuaian antara bagian instrumen secara keseluruhan. Untuk
mengukurnya menggunakan analisis butir. Pengukuran pada analisis butir yaitu dengan
cara skor-skor yang ada kemudian dikorelasikan dengan menggunakan rumus korelasi
product moment product moment dari Karl Pearson (Arikunto,2002) sebagai berikut :

∑ xy − {∑ x}{∑ y}
R xy = N
∑ x 2 − (∑ x 2 ) ∑ y 2 − (∑ x 2 )
√{ }{ }
N N
Keterangan
Rxy : Koefisien korelasi antara x dan y
N : Jumlah responden
X : Skor item
Y : Skor total
Σx : Jumlah skor total
Σy : Jumlah skor total
Σx2 : Jumlah kuadrat skor item
Σy2 : Jumlah kuadrat skor total
Kesesuaian nilai Rxy diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus di atas yang
dikonsultasikan dengan tabel nilai regresi moment nilai Rxy lebih besar atau sama dengan
regresi tabel, maka butir instrumen tersebut valid dan jika Rxy lebih kecil dari regresi tabel
maka butir instrumen tersebut tidak valid.
4. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, yaitu
apabila dalam beberapa pelaksanaan terhadap kelompok yang sama diperoleh hasil
relatif sama (Azwar, 2000). Sedangkan menurut Arikunto (2002) Reliabilitas adalah
sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan
data karena instrumen tersebut sudah baik. Pada penelitian ini untuk mencari
reliabilitas instrumen menggunakan rumus alpha (α), karena instrumen dalam
penelitian ini berbentuk angket atau daftar pertanyaan yang skornya merupakan
rentang 1 sampai 5 dan uji validitas menggunakan item total, di mana untuk mencari
reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk
uraian maka menggunakan rumus alpha (α). Dalam penelitian ini, uji reliabilitas
dilakukan dengan menggunakan teknik formula Alpha Cronbach dan dengan
menggunakan program Microsoft Excel 2010.
𝑘 ∑ s2 𝑗
𝑟𝑖 = (1 − 2 )
𝑘−1 s 𝑥
Keterangan :
ri : Koefisien reliabilitas alpha
k : Jumlah item
Sj : Varians responden untuk item I
Sx : Jumlah varians skor total

Indikator pengukuran reliabilitas menurut Sekaran (2000) yang membagi


tingkatan reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut :

Jika alpha atau r hitung :

a. 0.80 - ri 1.00 reliabilitas sangat tinggi


b. 0.60 - ri 0.79 reliabilitas tinggi
c. 0.40 - ri 0.59 reliabilitas sedang
d. 0.20 - ri 0.39 reliabilitas rendah
e. -0.1 - ri 0.20 reliabilitas sangat rendah (tidak reliabel)
DAFTAR PUSTAKA

Adiwibowo, Soeryo et al. 2009. “Analisis Isu Di Tiga Taman Nasional Lndonesia.” : 105.

Alex Sobour, Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2003)
Hal. 518-519.

Aditya, Tedi. 2017. “Modal Sosial Kelompok Tani Hutan (KTH) Dalam Pengelolaan Hutan
(Desa Giri Mekar, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung – Provinsi Jawa Barat).”
Universitas Nusa Bangsa.

Arifin, Hadi Suprapto. 2017. “Syariah di Kota Serang Factor Analysis That Effect University
Student Perception in UNTIRTA about Existence of Region Regulation in Serang City”
Jurnal Penelitian Komunikasi dan Opini Publik 21(1): 88–101.

Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian : Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arti Kata – Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Onlie, [online],


(http://www.kbbi.web.id/stiker, diakses tanggal 18 Februari 2017).

Aruan, Nakkok. 2020. “Implementasi Model Pengelolaan Hutan.” : 23–52.

Azwar, Saifuddin. 2000. Reabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Bhoko, Yoseph Cafasso. 2019. Persepsi Masyarakat Terhadap Upaya Konservasi Tanah dan
Air di Desa Leuwisadeng, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Bogor; Fakultas
Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa.

Gibson, Ivancevich Donelly. 1989. Organisasi dan Manajemen Perilaku, Struktur dan Proses.
(editor: Agus Dharma, SH, M, Ed), Jakarta: Erlangga.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Renstra Ditjen KSDAE 2020-2024.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan Nomor P.76/Menlhk-Setjen/2015 tentang Kriteria Zona Pengelolaan
Taman Nasional Dan Blok Pengelolaan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan
Raya, Dan Taman Wisata Alam. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jakarta.

Kepala Sub Bagian Data dan Informasi Sekretariat Direktorat Jenderal KSDAE. Statistik
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem 2017, Jakarta:
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber
Daya Alam dan Ekosistem, 2018.

Aruan, Nakkok. 2020. “Implementasi Model Pengelolaan Hutan,” 23–52.

Khoirun, Zuhaida, and Soeryo Adiwibowo. 2013. “Strategi Nafkah Masyarakat Adat
Kasepuhan Siner Resmi Di Taman Nasional Gunung Halimun Salak’” 01 (01): 78–84.

Ni Nyoman Sukerti & IG.A A. Ari Krisnawati. 2018. “Asosiasi Pengajar Hukum Adat ( Apha
) Indonesia” 2: 68–69.
Nurhidayat, Muh, and Saida Tjoneng, Amir. 2019. “Program Model Desa Konservasi Di
Taman Nasional Bantimurung Bulusarung ( Level of Community Participation in the
Implementation of the Village Conservation Model Program in Bantimurung Bulusaraung
National Park ( Case Study of Labuaja Village , Cendrana” 3 (2): 180–93.

Prayitno, Dessy Eko. 2020. “Kemitraan Konservasi Sebagai Upaya Penyelesaian Konflik
Tenurial Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Di Indonesia.” Jurnal Hukum
Lingkungan Indonesia 6 (2): 184–209. https://doi.org/10.38011/jhli.v6i2.175.

Reny Sawitri dan/and M. Bismark. 2013. “Persepsi Masyarakat Terhadap Restorasi Zona
Rehabilitasi Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (,” 91–111.
KUESIONER

FAKULTAS KEHUTANAN

Kuesioner ini digunakan untuk memperoleh data berupa karakteristik, dan partisipasi
untuk penyusunan Skripsi dengan judul “Persepsi Masyarakat Terhadap Kemitraan Konservasi
Di Taman Nasional Gunung Halimun Salak’’

No. Responden : ........

Nama : Ibnu Aromi Lokasi penyebaran :


NIM : 41205425119041 Tanggal penyebaran :

Beri tanda silang (X) pada jawaban yang menurut Anda paling tepat!
A. Karakteristik Responden
1. Nama :

2. Alamat Rumah :

3. Jenis Kelamin
a. Laki-Laki b. Perempuan
4. Umur
a. 6 – 12 tahun d. > 45 tahun
b. 13 – 24 tahun
c. 25 – 45 tahun
5. Pendidikan Terakhir
a. SD/MI d. Diploma (D1/D2/D3)
b. SMP/MTs e. Sarjana (S1/S2/S3)
c. SMA/SMK f. Lainnya ...
:
6. Pekerjaan Utama
a. Pelajar d. Wiraswasta
b. PNS e. Petani / Buruh Tani
c. TNI / Polri f. Lainnya .....
7. Penghasilan dalam sebulan
a. < Rp. 500.000 d. Rp. 3.000.000 – Rp. 5.000.000
b. Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 e. > Rp. 5.000.0000
c. Rp. 1.000.000 – Rp. 3.000.000
8. Pengalaman dalam berkebun/bertani?
a. <1 tahun c. 2 tahun e. 4 tahun
b. 1 tahun d. 3 tahun f. >5 tahun
9. Lama keterlibatan dalam Kelompok Tani Hutan?
a. <1 tahun d. 3 tahun
b. 1 tahun e. 4 tahun
c. 2 tahun f. >5 tahun

B. Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Hutan TNGHS


Silahkan beri tanda silang () pada jawaban yang sesuai dengan anda.
No Pernyataan SS S CS TS STS
1 2 3 4 5 6 7
1. Hutan adalah suatu wilayah yang
memiliki banyak tumbuh-tumbuhan
lebat yang berisi antara lain pohon,
semak, paku-pakuan, rumput, jamur,
binatang dan lain sebagainya serta
menempati daerah yang cukup luas
2. Taman Nasional adalah hutan milik
negara yang dilindungi
3. Keberadaan Hutan TNGHS sangat
dipengaruhi oleh tutupan lahan berupa
pepohonan
4. Adanya Hutan TNGHS cuaca sekitar
tidak panas
5 Hutan TNGHS memberikan manfaat
langsung bagi masyarakat
6 Berburu Binatang tidak dapat di
lakukan di hutan TNGHS
7 Dengan adanya Hutan TNGHS
persediaan air tanah yang cukup
8. Dengan rusaknya hutan TNGHS maka
ketersedian air menjadi berkurang
9. Bencana alam diakibatkan salah
satunya karena rusaknya kawasan
hutan TNGHS
10. Bencana banjir dan tanah longsor
diakibatkan oleh rusaknya hutan
TNGHS
11. Masyarakat diizinkan menanam pohon
di hutan TNGHS
12. Menjaga kelestarian hutan TNGHS
merupakan tanggung jawab Balai
TNGHS
13. Masyarakat boleh melapor bila ada
yang merusak hutan TNGHS
14. Menjaga kelestarian hutan TNGHS
merupakan tanggung jawab semua
pihak
C. Persepsi Masyarakat terhadap Kemitraan Konservasi di Kawasan
TNGHS
Silahkan beri tanda silang (x) pada jawaban yang sesuai dengan anda.
No Pernyataan SS S CS TS STS
1 2 3 4 5 6 7
1. Kemitraan Konservasi di kawasan TNGHS adalah
kerjasama antara kepala TNGHS dengan masyarakat
untuk hutan lestari.
2. Manfaat Kemitraan Konservasi adalah kawasan
hutan lestari dan masyarakat dapat meningkatkan
perekonomian mereka
3. Lokasi Kemitraan Konservasi adalah lahan yang
berada di kawasan TNGHS yang telah lama
dimanfaatkan masyarakat berupa ladang pertanian
kering
4 Masyarakat telah lama memanfaatkan lahan yang
berada di TNGHS untuk lahan pertanian kering
5. Kegiatan Kemitraan Konservasi untuk pemulihan
ekosistem berada pada zona rehabilitasi TNGHS
6. Masyarakat diwajibkan menanam jenis pohon
kehutanan selain jenis tanaman yang dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat
7. Kegiatan Kemitraan Konservasi membuat hutan
menjadi lestari
8. Kegiatan Kemitraan Konservasi dapat membuat
masyarakat tidak khawatir berladang di lahan
TNGHS
9. Kegiatan Kemitraan Konservasi hanya melibatkan
masyarakat yang tergabung dalam Kelomok Tani
Hutan Konservasi
10. Peran petugas TNGHS sebagai pendamping
kegiatan Kemitraan Konservasi yang membantu
kelancaran proses Kemitraan Konservasi
11. Keberhasilan jenis pohon kehutanan dalam kegiatan
Kemitraan Konservasi merupakan tanggung jawab
masyarakat saja
12. Keberhasilan jenis pohon kehutanan dalam kegiatan
Kemitraan Konservasi merupakan tanggung jawab
Balai TNGHS
13. Keberhasilan kegiatan Kemitraan Konservasi
merupakan tanggung jawab semua pihak

Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
CS : Cukup Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju

Anda mungkin juga menyukai