Anda di halaman 1dari 14

675 Dewi Gunawati: pengelolaan taman nasional gunung merbabu dalam dialektika ...

PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU


DALAM DIALEKTIKA NORMA DAN REALITA1

Oleh :
Dewi Gunawati2
Alamat E-mail: dewigunawatiuns@yahoo.co.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dialektika normativikasi dan
kontekstualisasi pengelolaan sumber daya alam di kawasan konservasi di Taman
Nasional Gunung Merbabu. Desain penelitian adalah kualitatif. Metode pengumpulan
data yang digunakan adalah dokumentasi, wawancara dan observasi. Hasil
penelitian menunjukkan: Pengelolaan Taman Nasional Gunung Merbabu dalam
praktiknya belum optimal dalam mengatasi gangguan keamanan kawasan yang
meliputi: kebakaran hutan, pencurian sumber daya alam, perburuan satwa liar dan
perambahan. Faktor penyebab inefektivitas pengelolaan Taman Nasional Gunung
Merbabu : a) praktek pengelolaan taman nasional yang dilaksanakan selama ini
berpijak pada “sistem nilai” konservasi alam yang terpatri pada “pengawetan dan
perlindungan” melalui upaya menekan interaksi hutan dengan aktivitas masyarakat
disekitar hutan b), belum terciptanya keterpaduan atau titik temu karena
masyarakat terkendala oleh hak akses terhadap sumber daya alam sedangkan
pengelola Taman Nasional Gunung Merbabu terkendala oleh regulasi yang berlaku.

Keywords: Pengelolaan, Taman Nasional Gunung Merbabu, Dialektika, Norma,


Realita

1 Artikel Penelitian
2 Program Studi PPKn FKIP UNS Surakarta
PKn Progresif, Vol. 12 No. 2 Desember 2017 676

PENDAHULUAN NO.5 Tahun 1990).Taman nasional


Kawasan konservasi ditetapkan sebagai basis sumber daya alam hayati
pemerintah dalam rangka harus dijaga kelestarian fungsi dan
mempertahankan ekosistem dan manfaatnya, terutama terkait dengan
keanekaragaman hayati. Pemerintah upaya mitigasi perubahan iklim. Kaitan
Indonesia telah menetapkan sebanyak kawasan konservasi dan upaya
527 unit kawasan konservasi daratan mitigasi perubahan iklim global
dan lautan,terdiri dari: (1) kawasan merujuk pada fungsi kawasan
konservasi daratan, yang meliputi 50 konservasi untuk mencegah polusi
unit taman nasional (TN) ,118 Tawan udara dan pengendali pemanasan
Wisata Alam (TWA), 22 Unit Taman global, sebagai paru-paru dunia untuk
Hutan Raya (Tahura),14 unit Taman membersihkan dari pencemaran
Buru (TB), 248 unit Cagar Alam (CA), udara, penghasil carbon sink untuk
dan 75 unit suaka margasatwa (SM); mereduksi gas emisi dimana berbagai
dan (2) kawasan konservasi laut yang jenis tumbuhan mulai dari semak
meliputi 7 unit taman nasional, 5 unit belukar sampai pohon memiliki
cagar alam, 2 unit suaka margasatwa, kemampuan untuk menyerap gas
dan 14 unit taman wisata alam. karbondioksida untuk kemudian
(Kementrian Kehutanan, 2012) diubah menjadi gas oksigen yang
Perlindungan dan pengelolaan membuat iklim makro dan iklim mikro
taman nasional diperlukan mengingat menjadi lebih nyaman. Selain itu
beberapa hal yang meliputi: Pertama, kawasan konservasi merupakan
eksistensi taman nasional sebagai sumber hidrologi, daerah tangkapan
benteng terakhir pelestarian air, pemasok air bagi daerah aliran
keanekaragaman hayati yang sungai, untuk menjaga dan
ditetapkan berdasarkan tujuan untuk mengembangkan biodiversity bagi flora
melestarikan keperwakilan tipe-tipe dan fauna, penyedia jasa lingkungan
ekosistem yang ada, Kedua, dikelola dan ekotourisme.(Endang,2004:95)
relative paling intensif dalam Namun dalam tataran riil
pengertian bahwa satu unit kawasan terdapat gangguan yang berwujud
dikelola oleh satu unit pengelolaan deforestasi dan degradasi yang
(unit pelaksana teknis:Balai Taman mengancam kelestarian taman
Nasional), Ketiga, Multi fungsi, nasional. One cannot deny the fact that
Penerapan sistem zonasi dalam protected areas, including national
pengelolaan kawasan memungkinkan parks, also suffer from deforestation,
diperankannya beberapa fungsi. (UU as supported by the findings of Treves,
677 Dewi Gunawati: pengelolaan taman nasional gunung merbabu dalam dialektika ...

Holland, and Brandon, (2005). They efektivitas pemanfaatan dan


explain that human population density pengelolaan sumber daya alam hayati
has a potentially confounding effect on dan ekosistemnya. Namun dalam
deforestation in national parks; realitanya ditemukan kompleksitas
deforestation is much faster in the permasalahan pengelolaan Taman
densely populated land beyond the Nasional Gunung Merbabu.
national park boundaries than in Mencermati perihal tersebut penelitian
sparsely inhabited areas. ini bertujuan untuk menganalisis
Fokus kajian penelitian adalah dialektika normativikasi dan
Taman Nasional Gunung Merbabu yang kontekstualisasi pengelolaan sumber
terletak di Boyolali. Taman Nasional daya alam di kawasan konservasi di
Gunung Merbabu secara secara Taman Nasional Gunung Merbabu
administratif termasuk ke dalam 3 sebagai upaya terwujudnya
kabupaten yaitu Kabupaten Boyolali, pengelolaan taman nasional yang
Kabupaten Magelang dan Kabupaten harmonis yang selaras dengan
Semarang. Dasar penetapan kawasan masalah dilapangan. Melalui
Taman Nasional Gunung Merbabu pengelolaan yang harmonis akan
berdasarkan Keputusan Menteri tercermin kesatuan gerak dan langkah
Kehutanan No. 135/Menhut-II/2004 yang terpatri pada prinsip
Tanggal 4 mei 2004 Tentang pembangunan hutan lestari yang
Perubahan Fungsi Kawasan Lindung berkelanjutan sehingga akan
dan Taman Wisata Alam . Kawasan mencerminkan konsep kelestarian
Taman Nasional Gunung Merbabu ekosistem yang mendayagunakan
memiliki dimensi aspek biologis, nilai-nilai sosial (Sustinability of
fisik,sosial,ekonomi dan budaya, dikaji Ecosystem who leverage Social Values).
dari aspek ekonomi, kawasan ini PERUMUSAN MASALAH
memiliki sumber mata air yang sangat 1. Bagaimanakah permasalahan
dibutuhkan oleh masyarakat sekitar. pengelolaan Taman Nasional
(BTNGM,2014) Gunung Merbabu selama ini?
Merujuk Peraturan Menteri 2. Apakah faktor penyebab belum
No.56/Menhut-II/2006, Kawasan optimalnya pengelolaan Taman
Taman Nasional Gunung Merbabu di Nasional Gunung Merbabu?
tetapkan dalam zona inti, zona rimba, METODE PENELITIAN
zona pemanfaatan dan zona Penelitian ini bersifat deskriptif
rehabilitasi. Pembagian zonasi kualitatif. Penelitian yang berupaya
bertujuan kearah efisiensi dan memberikan gambaran secara lengkap
PKn Progresif, Vol. 12 No. 2 Desember 2017 678

dan jelas mengenai pengelolaan HASIL DAN PEMBAHASAN


konservasi sumber daya alam hayati Hukum Indonesia adalah
Taman Nasional Gunung Merbabu. hukum yang mewarisi tradisi barat
Lokasi penelitian dilakukan di Balai sebagian besar pengaturan aspek-
Taman Nasional Gunung Merbabu, aspek kehidupan menjelaskan bahwa
Boyolali. Studi dokumentasi dilakukan terjadi perubahan dalam berhukum,
terhadap Peraturan perundang- terlebih lagi tradisi hukum barat
undangan pengelolaan taman nasional menawarkan nilai-nilai preskripsi yang
serta dokumen pengelolaan yang potensial berbeda dengan tradisi
meliputi : i) Undang-Undang No.5 hukum lokal yang dianut sebelumnya.
Tahun 1990 Tentang Konservasi Bercermin dari hal tersebut proses
Sumber Daya Hayati dan Ekosistem, pertumbuhan hukum yang bersifat a-
Rencana Pengelolaan Taman Nasional histori, dalam pembentukan hukum
dan ii) Rencana Strategis Pengelolaan dipengaruhi oleh persoalan pemilihan
Taman Nasional. Teknik pengumpulan nilai dan norma dari tradisi hukum
data dalam penelitian ini dilakukan tertentu seperti mempertimbangkan
dengan dua cara yaitu observasi dan konteks dalam (inner context),
dokumentasi yang akan penulis hubungan kesejarahan (historical
uraikan sebagai berikut: 1).Observasi, relationship), maupun aspek
yaitu teknik pengumpulan data dengan globalisasi, oleh karena itu bisa
pengamatan, pencatatan langsung dikatakan bahwa pembentukan hukum
dilapangan secara sistemik terhadap merupakan hal yang bersifat kompleks
subyek yang diteliti. (Sugiyono, 2008). dan artifisial yang dimaknai sangat
Data dalam penelitian ini diperoleh ditentukan oleh nilai-nilai yang
menggunakan teknik komunikasi diidealkan dan dijunjung tinggi yang
antara pengumpul data dengan sumber disesuaikan dengan tujuan hukum
data (responden). (Hadi,1991).2). tersebut untuk instrumen kontrol,
Wawancara dengan Kepala Balai sosial change,atau menyesuaikan
Taman Nasional Gunung Merbabu dan dengan dinamika internasional atau
Kepala Bagian Hukum Taman Nasional sekedar mendinamisasi masyarakat. (
Gunung Merbabu serta Tenaga Purwadi,2013:3)
Fungsional di Balai Taman Nasional Rekonstruksi hukum dan
Gunung Merbabu dan masyarakat keadilan berbicara tentang
disekitar Taman Nasional Gunung pembangunan hukum secara
Merbabu. fundamental. Dalam rekonstruksi kita
bisa mengetahui sebuah peraturan
679 Dewi Gunawati: pengelolaan taman nasional gunung merbabu dalam dialektika ...

perundang undangan dibentuk peraturan perundang-undangan bukan


,dilaksanakan dan dievaluasi secara hanya sekedar endapan dari konstelasi
terus menerus sesuai dengan empirical politik namun juga sarat
kebutuhan masyarakat dan normativikasi. Unsur idiil
perkembangan zaman. (Rosadi, 2012: pembentukan peraturan perundang-
139). Rekonstruksi hukum sangat undangan mengimplikasikan bahwa ia
terkait dengan pandangan hukum merealisasikan apa yang menurut asas
dalam dialektik moralitas. Mengacu –asas hukum (ide hukum, cita hukum)
pada pandangan Fuller yang membagi dan lalu politik hukum seharusnya
moralitas dalam delapan syarat, direalisasikan. Kedua, perundang-
menurut Mauwissen bahwa undangan memiliki sifat teknikal. Yang
rekonstruksi hukum dalam aktivitas mensyaratkan adanya kompetensi
pembentukan hukum merupakan merumuskan pemahaman umum ke
sebuah tool untuk mengukur apakah dalam naskah normatif yang konkret.
prinsip keadilan sosial (Attamimi,1992).
diinkorporasikan dalam pembentukan Masalah krusial terkait
hukum. Pandangan Mauwissen bahwa pengelolaan taman nasional adalah
pembentukan perundang-undangan adanya ancaman degradasi dan
adalah model perilaku abstrak yang deforestasi terhadap kelestarian
bisa berkontribsi dalam penyelesaian ekosistem sehingga berdampak pada
masalah sosial. (Rosadi, 2012: 140) minimnya keanekaragaman hayati
Lebih lanjut menurut Mauwissen, tumbuhan pada ekosistem hutan hujan
terdapat dua momen sentral tropika pegunungan rendah. Masalah
pembentukan hukum yaitu pertama, ini terjadi pada saat pengelolaan
momen politik-idiil , yang taman nasional gunung merbabu
menampilkan substansi undang- dibawah kendali Perum Perhutani
undang yang diaspirasikan. (Rosadi, yang melakukan penanaman tanaman
2012: 141) Hal ini berkorelasi dengan monokultur (pinus) pada eksosistem
artikulasi tujuan politik oleh policy hutan hujan tropika pegunungan
Maker. Statement diatas berkonotasi rendah. Keberadaan tanaman
bahwa proses pembentukan monokultur berdampak pada tiadanya
perundang-undangan adalah tindakan tempat hidup/berlindung dan pakan
politik. Sedangkan peraturan bagi fauna yang hidup pada ekosistem
perundang-undangan adalah proses sehingga berdampak pada penurunan
politik. (Mahfud MD, 2003:676). kualitas kelangsungan hidup fauna dan
Walaupun sesungguhnya, penyusunan kepunahan jenis dan habitat fauna.
PKn Progresif, Vol. 12 No. 2 Desember 2017 680

Ancaman penurunan spesies mengarah dan Wahyono, 2000). Menurut hasil


kepada kepunahan spesies-spesies wawancara dengan Kepala Bagan
yang dilindungi. Spesies yang Hukum Taman Nasional Gunung
dilindungi namun terancam punah di Merbabu, merujuk hasil identifikasi
kawasan Taman Nasional Gunung keanekaragaman hayati di kawasan
Merbabu adalah Rek-rekan/Surili Jawa Taman Nasional Gunung Merbabu
(Presbytis fredericae) dan Elang Jawa ditemukan spesies endemik prioritas
(Nisaetus bartelsi). (Presbytis yaitu: Elang jawa (Nisaetus bartelsi)
fredericae Sody, 1930) merupakan dan Rek-rekan (Presbytis fredericae)
salah satu primata endemik Pulau Jawa yang termasuk dalam daftar 25
yang keberadaannya kian terancam. spesies terancam punah menurut IUCN
Dalam IUCN Red List 2011 Presbytis Red List of Threatened Species.
fredericae merupakan sinonim bagi (BTNGM,2014:44).
Presbytis comata yang termasuk dalam Mencermati perihal tersebut
kategori endangered C2a(i) (Nijman perlu adanya action plan penyelamatan
dan Richardson, 2008). Satwa ini juga spesies, identifikasi dan inventarisasi
dikategorikan dalam highly threatened yang mencakup kondisi habitat, tingkat
dalam The World’s 25 Most populasi, serta sebarannya di kawasan
Endangered Primates (Mittermeier Taman Nasional Gunung Merbabu.
dkk., 2012). Ancaman utama Namun upaya tersebut terkendala oleh
keberadaan satwa ini adalah kualitas dan kuantitas sumber daya
kerusakan habitat (Nijman & manusia pengelola Taman Nasional
Richardson, 2008). Diperkirakan Gunung Merbabu yang memiliki
habitat Surili Jawa di Pulau Jawa telah keterbatasan terkait kompetensi
menyusut sekitar 96% dari semula tenaga ahli dan teknik pengelolaan
43.274 km2, kini tinggal 1.608 km2 keanekaragaman hayati. Sumber daya
(Supriatna dan Wahyono, 2000). manusia pengelola Taman Gunung
Populasi Surili Jawa yang tersisa saat Merbabu sebanyak 44 orang. Sebaran
ini menempati fragmen-fragmen hutan sumber daya manusia Balai Taman
pegunungan yakni di Gunung Slamet, Gunung Merbabu disajikan dalam
Pegunungan Dieng, Gunung Sindoro- Gambar 1. Kompisisi Sumber Daya
Sumbing, Gunung Merbabu serta Alam Pengelola Taman Nasional
Gunung Lawu (Haryoso, 2011; Nijman, Gunung Merbabu 2014:
1997b; Setiawan dkk., 2010; Supriatna
681 Dewi Gunawati: pengelolaan taman nasional gunung merbabu dalam dialektika ...

(Sumber: TNGM 2014)


Berdasarkan grafik di atas, pencurian satwa, llegal logging dan
dapat dijelaskan proporsi pegawai kebakaran hutan. Namun keadaan
berdasarkan jabatan meliputi: tersebut juga didukung oleh : i)
Struktural : 4 orang (9,09 %) , banyaknya jalur/akses masuk ke
Fungsional Umum : 8 orang (18,18%) kawasan, ii) tingginya angka
Fungsional PEH : 12 orang (27,27%) , kemiskinan masyarakat sekitar
Fungsional Polisi hutan : 16 orang kawasan yang berdampak pada
(36,36%) ,Fungsional Penyuluh ketergantungan pada sumber daya
Kehutanan : 2 orang (4,55%) , hutan. Ketergantungan mengancam
Fungsional Analis Kepegawaian : 2 kualitas sumber daya hutan. iii) tingkat
orang (4.55%). kesadaran masyarakat yang masih
Data diatas menunjukkan rendah dalam mendukung upaya
komposisi jumlah Sumber Daya konservasi intensitas
Manusia fungsional umum yang belum penjagaan/pengawasan kawasan yang
optimal dalam melaksanakan tugas tidak memungkinkan untuk dilakukan
pengelolaan Taman Nasional Gunung secara penuh waktu.
Merbabu. Keterbatasan jumlah PNS Taman Nasional Gunung
fungsional umum berdampak pada Merbabu sangat rentan dengan
double burden pelaksana teknis (PEH, kebakaran hutan. Kebakaran hutan
Polhut dan Penyuluh) yang harus berdampak pada perubahan iklim dan
menangani tugas-tugas fungsional menurunnya keanekaragaman sumber
umum. Keterbatasan sumber daya daya alam hayati dan ekosistem yang
manusia pengelola taman nasional merupakan sumber plasma
berdampak pada kurang optimalnya nutfah/genetik yang tidak ternilai.
pengelolaan kawasan taman dalam Kebakaran yang besar terjadi pada
mengatasi tindak perambahan hutan, tahun 2006 seluas 463 ha dan 2011
PKn Progresif, Vol. 12 No. 2 Desember 2017 682

seluas 630,9 ha. Secara rinci, kejadian melalui pelibatan partisipasi


kebakaran hutan di kawasan Taman masyarakat disekitar kawasan untuk
Nasional Gunung Merbabu mulai tahun terlibat aktif dalam pengelolaan
2006 – 2013 adalah sebagai berikut: kawasan. Pengelolaan kawasan Taman
Tabel 1. Kebakaran hutan di nasional mengalami perubahan
kawasan Taman Nasional Gunung nomenklatur. Sebelum menjadi
Merbabu tahun 2006 – 2013 Kawasan Pelestarian Alam, Kawasan
No Tahun Luas (Ha) Taman Nasional Gunung Merbabu
1 2007 463,00 dikelola oleh Perum Perhutani yang
2 2008 10,00 memiliki tujuan untuk menghasilkan
3 2009 12,70 produksi hasil hutan dan memberikan
4 2010 - kesempatan kerja kepada masyarakat
5 2011 630,90 di sekitar kawasan untuk mengelola
6 2012 41,00 kawasan hutan guna meningkatkan
7 2013 31,20 kesejahteraannya.(RPTN,2014) Seiring
(Sumber: TNGM ,2014) perubahan zaman selanjutnya
Berbagai hambatan dalam pengelolaan taman nasional dibawah
pengendalian kebakaran hutan di kendali Balai Taman Nasional. Balai
kawasan Taman Nasional Gunung taman nasional memiliki tugas
Merbabu meliputi:i) lemahnya sistem melindungi kawasan dan sumber daya
komunikasi, ii) belum seragamnya alam yang ada di dalamnya yang tugas
persepsi dalam upaya pemadaman tersebut tertuang dalam “Visi Balai
mulai dari sistem dan jalur pelaporan Taman Nasional Gunung Merbabu
kejadian kebakaran hutan, iii) “Memperbaiki ekosistem kawasan
kurangnya komunikasi dan koordinasi Gunung Merbabu yang memiliki fungsi
(jalur komando), iv) mobilisasi massa konservasi dan ekowisata”.(Renstra
(petugas/masyarakat), v) Kurang TNGM,2014) Visi tersebut kurang
efektif nya pemadaman yang dipahami dan diterima oleh
disebabkan karena kondisi topografi masyarakat yang masih memiliki
pegunungan yang naik-turun dengan persepsi bahwa sumber daya alam
aksesibiltas yang tidak mudah yang ada di kawasan Taman Nasional
dijangkau dan sulit mendapatkan Gunung Merbabu dapat dimanfaatkan
sumber air penanganan paska sesuai keperluannya. Hal tersebut
kebakaran hutan. berdampak pada konflik antara
Keterbatasan sumber daya pengelola kawasan Taman Nasional
pengelola taman nasional dapat diatasi
683 Dewi Gunawati: pengelolaan taman nasional gunung merbabu dalam dialektika ...

Gunung Merbabu dengan masyarakat hewani (satwa) yang bersama dengan


yang sekitar kawasan. unsur non hayati disekitarnya secara
Berdasarkan hasil wawancara keseluruhan membentuk ekosistem.”
penulis dengan masyarakat sekitar, Pasal 1 Angka 3
masyarakat sekitar Taman Nasional “Ekosistem sumber daya alam hayati
Gunung Merbabu menggantungkan adalah sistem hubungan timbal balik
hidupnya pada sumber daya alam antara unsure dalam alam,baik hayati
hutan disekitarnya, oleh karena itu maupun non hayati yang saling
mereka akan memelihara sumber daya tergantung dan pengaruh
alam yang ada demi keberlangsungan mempengaruhi.”
hidupnya. Mencermati ilustrasi diatas, Pasal 2
dapat disimpulkan bahwa “Konservasi sumber daya alam hayati
permasalahan pengelolaan taman dan ekosistemnya berasaskan
nasional sangat terkait dengan pelestarian kemampuan dan
implementasi regulasi sebagaimana pemanfaatan sumber daya alam hayati
tertuang dalam Undang-undang No.5 dan ekosistemnya secara serasi dan
Tahun 1990 Tentang Konservasi seimbang”
Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Pasal 3
Dan Peraturan Pemerintah No.28 “Konservasi sumber daya alam hayati
Tahun 2011. Undang-undang tersebut dan ekosistemnya bertujuan
menganut asas kelestarian ekosistem. mengusahakan terwujudnya
Undang-undang ini hanya terfokus kelestarian sumber daya alam hayati
pada upaya pelestarian sumber daya serta keseimbangan ekosistemnya
hayati dan ekosistem dalam suatu sehingga dapat lebih mendukung
kesatuan yang holistik dan upaya peningkatan kesejahteraan
terintegrasi yang bertujuan pada masyarakat dan mutu kehidupan
terwujudnya kelestarian sumber daya manusia.”
alam hayati dan keseimbangan Pasal 5
ekosistem. Ketentuan tersebut “Konservasi sumber daya alam hayati
tertuang dalam Pasal 1 angka 1 dan dan ekosistemnya dilakukan melalui
angka 3 , Pasal 2 , Pasal 3 dan Pasal 5. kegiatan:
Pasal 1 Angka 1 a. Perlindungan sistem penyangga
“Sumber daya alam hayati adalah kehidupan;
unsur-unsur hayati dialam yang terdiri b. Pengawetan keanekaragaman jenis
dari sumber daya alam nabati tumbuhan dan satwa beserta
(tumbuhan) dan sumber daya alam ekosistemnya;
PKn Progresif, Vol. 12 No. 2 Desember 2017 684

c. Pemanfaatan secara lestari sumber memindah satwa dari habitatnya); (3)


daya alam hayati dan setia terhadap alam (semacam “janji”
ekosistemnya;” kepada satwa liar untuk tidak
Mencermati ketentuan dalam diperdaya, dijerat); (4) kewajiban
Pasal-pasal diatas menjelaskan bahwa restitutif atau keadilan retributif, di
Undang-Undang No.5 Tahun 1990 mana menuntut manusia agar
memandang ekosistem sebagai memulihkan kembali kesalahan yang
kesatuan yang utuh, holistic dan saling pernah dibuatnya terhadap alam.
mendukung eksistensinya. Paradigma Menyimak paparan diatas,
yang dikandung dalam Undang- dapat disimpulkan bahwa pengelolaan
Undang No.5 Tahun 1990 adalah kawasan konservasi yang
biosentrisme. Dalam etika lingkungan berparadigma biosentrime memaknai
biosentrisme memiliki pokok-pokok eksosistem terlepas dari campur
pandangan sebagai berikut: (Keraf, tangan manusia. Hal tersebut
2002:56-58) Pertama, alam memiliki berdampak pada penegasian eksistensi
nilai pada dirinya sendiri (intrinsic) masyarakat disekitar hutan dalam
lepas dari kepentingan manusia, hal ini aktivitas pengelolaan kawasan
dimaknai bahwa setiap kehidupan dan konservasi. Nilai-nilai biosentrisme
makluk hidup mempunyai nilai dan dipandang aneh karena membiarkan
berharga pada dirinya sendiri, tanpa alam dan organisme seperti apa
harus dihubungkan dengan persoalan adanya seperti halnya tidak mengambil
bagaimana hubungan makluk hidup keuntungan untuk kebutuhan manusia.
dengan kebutuhan manusia. Pandangan biosentrisme yang dianut
Kedua,Alam diperlakukan sebagai dalam kebijakan konservasi di
moral, terlepas bagi manusia ia Indonesia dalam tataran operasional
bermanfaat atau tidak, sebab alam menyisakan permasalahan yang
adalah komunitas moral sebagai subjek berujung pada konflik vertikal dan
moral untuk menghargai dan horizontal (Hidayat, 2010:54) yang
menghormati alam, yang sikap hormat terkait dengan pengelolaan dan
ini diwujudkan: (1) tidak melakukan pemanfaatan sumber daya alam di
perbuatan yang merugikan alam; (2) kawasan konservasi yang dilakukan
tidak membatasi dan menghambat oleh masyarakat sekitar. Kebijakan
kebebasan organisme untuk konservasi sumber daya alam hayati
berkembang serta membiarkan tidak mengintegrasikan manusia dan
organisme berkembang sesuai perilakunya sebagai bagian dari
hakikatnya (misalnya saja tidak boleh pengelolaan sumber daya alam hayati,
685 Dewi Gunawati: pengelolaan taman nasional gunung merbabu dalam dialektika ...

hal tersebut menurut Arne Naess bahwa pemerintah pusat beranggapan


(Susilo,2012:109-110) sebagai shallow bahwa penyerahan pengelolaan taman
Ekology. Paradigma Biosentrisme nasional kepada pemerintah daerah
tersebut berlawanan dengan identik dengan menghancurkan
Paradigma ekosentrisme yang memiliki kawasan konservasi itu sendiri.
cakupan yang luas Biosentrisme dalam Menambahkan argumentasi diatas,
perkembangannya tergeser oleh menurut Wiratno (Wiratno,2012:12)
paradigma ekosentrisme atau deep yang merujuk pada Kaimowitz tentang
ecology (Capra,2003:16)yakni sebuah implementasi pengelolaan taman
pandangan yang holistik, yang nasional di Bolivia, “bahwa
menyatakan bahwa manusia atau desentralisasi kewenangan
apapun itu tidak terpisah dari pengelolaan alam yang mungkin baik
lingkungan alamiahnya. diterapkan untuk melanjutkan tipe-
Adapun dasar pertimbangan tipe kegiatan kehutanan yang lain,
pengelolaan taman nasional bercorak / namun kurang baik untuk taman
Pandangan biosentrisme yang dianut nasional dan kawasan konservasi.
Kementrian Kehutanan melalui Perlindungan total untuk tujuan
Direktur Jenderal PHKA , karena taman melindungi keanekaragaman hayati
nasional merupakan areal konservasi yang tersembunyi(esotoris) tidak dapat
yang harus dilindungi dari berbagai menampung aspirasi petani miskin
aktivitas (disterilkan), kecuali pada yang banyak bergantung pada produk-
zona-zona pemanfaatan lainnya, produk alam.
kegiatan atau program yang dinilai Berdasarkan ilutrasi diatas
tidak merusak ekosistem diizinkan. dapat disimpulkan bahwa terdapat
Selain itu argumentasi yang kesenjangan ditataran “konsep” dan
dikedepankan Direktorat “aplikasi”. Konsep pengelolaan yang
PHKA(Habba, 2010:18) adalah bahwa bertujuan pada upaya perlindungan
kawasan konservasi merupakan paru- dan pelestarian sumber daya alam
paru bumi dan sumber daya hayati hayati namun dalam aplikasinya
yang tidak tergantikan. Pemberian menegasikan eksistensi masyarakat
konsesi atau wewenang kepada daerah sekitar hutan dalam pengelolaan
untuk mengelola taman nasional akan taman nasional yang berujung pada
berubah menjadi malapetaka konflik tenurial, Menurut penulis
lingkungan sebab tiadanya fenomena tersebut menyiratkan
pengawasan yang dapat menjamin adanya “ambiguitas” antara upaya
keutuhan areal konservasi maknanya konservasi dan tujuan untuk
PKn Progresif, Vol. 12 No. 2 Desember 2017 686

mensejahterakan masyarakat. kawasan baik yang disebabkan oleh


Dampaknya regulasi yang disusun kondisi alam maupun aktivitas
tidak sesuai dengan kebutuhan manusia yang meliputi: kebakaran
masyarakat hal tersebut karena hutan, pencurian sumber daya
regulasi yang ada tidak disusun untuk alam, perburuan satwa liar dan
mengatasi akar masalah konservasi perambahan.
yaitu interaksi masyarakat lokal 2. Faktor penyebab belum
dengan sumber daya taman nasional harmonisnya perlindungan dan
yang belum pernah secara tuntas dikaji pengelolaan dalam Taman Nasional
dan direkayasa agar menjadi interaksi Gunung Merbabu meliputi:
positif yang saling menguntungkan. Pertama, praktek pengelolaan
Menurut Barda, (Arief,2008:10) suatu taman nasional yang dilaksanakan
kebijakan yang baik jika mampu selama ini berpijak pada “sistem
mengatasi akar masalah melalui nilai” konservasi alam yang terpatri
pendekatan simtomatik bukan secara pada “pengawetan dan
fragmentair (parsial) sehingga perlindungan” melalui upaya
kebijakan tersebut mampu manjadi menekan interaksi hutan dengan
tool yang dapat dioperasionalkan di aktivitas masyarakat. Kedua, Belum
lapangan. Berpijak pada fenomena terciptanya keterpaduan atau titik
tersebut diatas menurut penulis perlu temu karena masyarakat
diupayakan penyelarasan antara terkendala oleh hak akses terhadap
regulasi yang mengatur perlindungan sumber daya alam sedangkan
dan pengelolaan hutan dengan pengelola TNGM terkendala oleh
kebutuhan masyarakat, yang regulasi yang berlaku
memposisikan masyarakat sebagai SARAN
subyek yang terlibat aktif dalam Kepada Balai Taman Nasional Gunung
konservasi. Merbabu:
1. Mencermati kompleksitas
KESIMPULAN permasalahan pengelolaan taman
1. Permasalahan pengelolaan nasional, Balai Taman Nasional
kawasan taman nasional adalah Gunung Merbabu sebagai ujung
terbatasnya sumber daya manusia tombak pengelolaan taman
pengelola taman nasional gunung nasional harus kreatif, akomodatif
merbabu sehingga berdampak pada terhadap permasalahan di wilayah
belum optimalnya upaya pengelolaannya melalui partisipasi
mengatasi gangguan keamanan aktif masyarakat disekitar kawasan
687 Dewi Gunawati: pengelolaan taman nasional gunung merbabu dalam dialektika ...

dalam perencanaan, dan pembahasan mengenai rencana


pengelolaan kawasan.i pengelolaan taman nasional yang
2. Balai Taman Nasional sebagai memadu serasikan program
ujung tombak pengelolaan taman seluruh stake holders yang
nasional harus harus mendorong terintegrasi dalam rencana
terwujudnya grand design atau pembangunan,
perencanaan menyeluruh serta

DAFTAR PUSTAKA

A.Hamid At-Tamimi. 1993. Pancasila, Cita Hukum dalam kehidupan Hukum Bangsa
Indonesia,makalah disampaikan pada BP7 Pusat, Jakarta
Barda Nawawi Arief, 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana
(perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenada Media
Group
Endang Suhendang.2004. Ilmu Kehutanan, Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan,
Bogor
Frijov Capra.2003.The Hidden Connection: Strategi Sistemik untuk melawan
kapitalisme baru, Jalasutra,Yogyakarta
Hari Purwadi. 2013. Pembentukan hukum dalam kecenderungan bias tradisi hukum
barat, Konferensi Nasional ke-3 Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia ,
melampaui perdebatan positivisme hukum dan teori hukum kodrat, Jakarta,
Epistema Istitute& Fakultas Hukum Airlangga, Surabaya, Agustus, 2013
Herman Hidayat et all. 2011. Politik Ekologi Pengelolaan Taman Nasional di Era
Orde Baru, LIPI Press, Jakarta, Pustaka Obor
Kementrian Kehutanan Republik Indonesia.2014. Rencana Strategis Pengelolaan
Taman Nasional Gunung Merbabu, Balai Taman Nasional Gunung
Merbabu,Boyolali
Kementrian Kehutanan Republik Indonesia.2014. Rencana Pengelolaan Taman
Nasional Gunung Merbabu, Balai Taman Nasional Gunung Merbabu,Boyolali
Otong Rosadi,2012. Quo Vadis Hukum Ekologi & Keadilan Sosial Dalam
perenungan pemikiran filsafat hukum, Yogyakarta, Thafa Media
Moh.Mahfud MD, 1993. Perkembangan Politik Hukum, Studi tentang Pengaruh
Konfigurasi Politik terhadap Produk Hukum di Indonesia, Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta
PKn Progresif, Vol. 12 No. 2 Desember 2017 688

Pokharel BK, Byrne S.2009. Climate change mitigation and adaptation strategies in
Nepal’s forest sector: How can rural communities benefit? Nepal Swiss
Community Forestry Project, Kathmandu, Nepal, pp. 43.
Rahmat Dwi Sulistiono. 2012.Sosiologi Lingkungan dan Sumber Daya
Alam,Perspektif Teori dan Isu-isu mutakhir, Ar Ruza Media, Yogyakarta
Rachmat Dwi Susilo.2012. Sosiologi Lingkungan, Rajagrafindo Persada,Jakarta,
Sonny Keraf,2002. Etika Lingkungan,Jakarta
Sugiyono, 2008.Metode penelitian Kuantitatif dan R&D,PT Alfabeta ,Bandung
Sutrisno Hadi,1991. Metode Research, Andy Offset, Yogyakarta
Wiratno&Indriyo.2005.Berkaca di Cermin Retak.Refleksi Konservasi dan Implikasi
bagi Pengelolaan Taman Nasional,Jakarta, Forest Press,The Gibbon
Foundation Indonesia,Departemen Kehutanan,PILI-NGO Movement

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Menteri Kehutanan P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis
Kementrian Kehutanan Tahun 2010-2014.
Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka
Alam dan Kawasan Pelestarian alam
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.135/Menhut-II/2004
Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati
dan Ekosistem

Anda mungkin juga menyukai