Anda di halaman 1dari 18

MANAJEMEN TAMAN NASIONAL

(Laporan Praktikum Manajemen Hutan)

Oleh

Kelompok 2
Theresa Mutiara 2314151046
Dimas Tegar Saputra 2354151005
Akmal Shidqiyah Shada 2354151004

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2024
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Taman Nasional merupakan kawasan ekosistem asli yang dikelola dengan
sistem zonasi untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata,
dan rekreasi. Ekowisata terus mengalami pengembangan yang cukup pesat,
ekowisata didefinisikan sebagai bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan
keaslian lingkungan alam, terjadi interaksi antara lingkungan alam dan aktivitas
rekreasi, konservasi, dan pengembangan. Konsep yang diterapkan dalam
pengelolaan taman nasional adalah pengelolaan kawasan berbasis ekosistem.
Pelaksanaan prinsip-prinsip pengelolaan berbasis ekosistem memerlukan adanya
kerjasama atau kolaborasi seluruh pemangku kepentingan, sehingga
memungkinkan tercapainya kepuasan pihak-pihak yang berkepentingan dalam
merumuskan keseimbangan fungsi-fungsi ekologis, ekonomis dan sosial dari suatu
ekosistem hutan (Bagindo et al., 2016).
Taman nasional memiliki zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan,
pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi
publik, perancangan, tata batas, dan penetapan, dengan mempertimbangkan kajian
dari aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Wilayah di dalam
kawasan taman nasional, yang dibedakan menurut fungsi dan kondisi ekologis,
sosial, ekonomi dan budaya masyarakat disebut sebagai zona. Taman nasional
minimal mempunyai tiga zona yaitu inti, rimba, dan pemanfaatan. Keberadaan
zonasi taman nasional berakibat pada akses, terutama masyarakat sekitar, berupa
pembatasan, larangan atau kegiatan yang hanya diperbolehkan jika telah
memperoleh izin. Dalam konteks taman nasional, zonasi dan pembagiannya
dibentuk dengan mengacu pada fungsi tiap zona, seperti inti, rimba dan
pemanfaatan, berdasarkan kriteria ilmiah seperti kajian ekologi. Pembagian zona
menurut fungsinya bertujuan mengatur kegiatan pemanfaatan yang dilarang dan
yang diperbolehkan (Mahmud et al., 2015).
Pengelolaan taman nasional telah diarahkan agar dapat berfungsi untuk
melindungisistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati
beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati beserta
ekosistemnya secara lestari. Untuk mengelola keanekaragaman hayati ini
diperlukan strategi yang dapat dikembangkan. Ada tiga aspek yang tercakup di
dalamnya yaitu melindungi, mempelajari, dan memanfaatkan. Mempelajari struktur
dan komposisi vegetasi yang terdapat di dalam taman nasional merupakan salah
satu langkah untuk mendapatkan pengetahuan yang baik tentang ekologi dasar yang
diperlukan dalam pengembangan suatu skema pengelolaan hutan secara lestari. Di
sisi lain persoalan-persoalan dalam pengelolaan taman nasional terus meningkat,
seperti perambahan kawasan, ilegal logging, perburuan liar, dan sengketa tata batas.
Dinamika permasalahan sosial di atas, termasuk bencana alam yang pernah dan
mungkin akan terjadi, dan dapat mengubah struktur dan komposisi vegetasi
(Dendang et al., 2015).

1.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Mengenali manajemen taman nasional di Indonesia
2. Mengidentifikasi POAC di Taman Nasional di pulau Jawa dan luar Pulau
Jawa
II. TINJAUAN PUSTAKA

Taman nasional merupakan kawasan ekosistem asli yang dikelola melalui


sistem zonasi bentuk penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan
rekreasi. Ekowisata merupakan Suatu bentuk pariwisata yang memanfaatkan
keaslian lingkungan alam di mana terdapat interaksi antara lingkungan alam dengan
kegiatan rekreasi, konservasi dan pembangunan. Pengelolaan kawasan berbasis
ekosistem adalah konsep yang diterapkan dalam pengelolaan taman nasional.
Penerapan prinsip pengelolaan ini memerlukan kerjasama atau kolaborasi dengan
seluruh kelompok kepentingan yang memungkinkan untuk merumuskan
keseimbangan antara fungsi ekologi, ekonomi dan sosial ekosistem hutan untuk
kepuasan dari pihak-pihak yang berkepentingan (Bagindo et al., 2016).
Pariwisata merupakan unsur penting dalam proses pembangunan ekonomi,
baik di negara sedang berkembang maupun negara maju. Sektor pariwisata dapat
meningkatkan atau menambah lapangan kerja dan pekerjaan bagi orang-orang yang
tinggal di daerah pariwisata seperti di bisnis akomodasi, restoran, pemandu wisata,
biro perjalanan, dan jasa lainnya. Selain itu, sektor pariwisata memberikan dampak
langsung pada sektor lain, seperti pembuatan atau perbaikan jalan raya, pelabuhan,
bandara, dan program kebersihan, yang kesemuanya dapat bermanfaat bagi
masyarakat sekitar dan wisatawan. Pariwisata konservasi, sangat diminati oleh
Indonesia karena keanekaragaman budaya dan keindahan alamnya yang tersebar
dari Sabang hingga Merauke (Utami, 2017).
Taman nasional dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal
melalui kegiatan seperti wisata alam, yang dapat berkontribusi pada pendapatan
rumah tangga dan pekerjaan lokal. Pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan wisata
alam di taman nasional dapat memenuhi sebagian besar pengeluaran rumah tangga,
memberikan dukungan keuangan kepada masyarakat setempat. Selain itu, taman
nasional dapat menghasilkan pendapatan melalui pendapatan negara non-pajak,
yang dapat digunakan untuk tujuan konservasi. Pengembangan pariwisata alam di
kawasan konservasi dapat menciptakan nilai tambahan bagi wilayah tersebut,
termasuk pendapatan dari bisnis dan peluang kerja lokal, sambil tetap menjaga
integritas ekologis daerah tersebut. Manfaat ekonomi yang diperoleh dari kegiatan
wisata alam tergantung pada konservasi dan pelestarian sumber daya alam dan
lingkungan (Istiqomah et al., 2019).
Dalam taman nasional juga terdapat berbagai jenis flora dan fauna. Flora
adalah tanaman namun secara umum, flora adalah semua jenis tumbuhan atau
tanaman yang ada di dunia. Flora memiliki jenis yang sangat banyak dan beragam.
Bahkan jumlahnya tidak terhitung lagi. Beragam tumbuhan dan hewan tersebar di
seluruh muka bumi. Baik di darat maupun di laut. Istilah kata flora berasal dari
bahasa latin. Yaitu dari kata flora yang memiliki arti "alamat tumbuhan dan
nabatah". Flora dapat diartikan sebagai sekelompok tanaman atau tumbuhan. Di
dalam dunia tumbuhan, ada yang dinamakan flora endemik. Flora endemic adalah
sekelompok jenis tanaman yang hidup di daerah tertentu. Seperti flora daerah
sumatera, flora jawa, flora endemik Kalimantan dan lain-lain. Flora endemic pada
suatu daerah memiliki jenis-jenis tertentu. Terkadang, flora di suatu daerah tidak
dapat ditemukan di daerah lain. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki ciri khas
tertentu. Seperti perbedaan iklim atau perbedaan cuaca. Selain itu, jenis tanah juga
mempengaruhi perbedaan pada tiap daerah. Contohnya seperti bunga melati yang
merupakan flora endemik di Jawa (Wijaya et al., 2020).
Sementara fauna adalah hewan. Secara umum fauna dapat dikatakan sebagai
segala jenis hewan yang hidup di dunia. Kata fauna berasal dari bahasa latin, kata
tersebut memiliki arti alam hewan. Tidak hanya flora, fauna juga memiliki banyak
kelompok yang beragam di tiap daerah. Contohnya seperti burung cendrawasih
yang merupakan fauna endemik asli dari Papua. Fauna endemik yang berasal dari
Jawa adalah badak bercula satu. Fauna memiliki nama imbuhan geografi.
Contohnya seperti hewan Asia, hewan Australia, dan hewan Peralihan (Wijaya et
al., 2020).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis 7 Maret 2024 pada pukul 13.30-
15.30 WIB di Ruang kelas 3.3, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum adalah alat tulis dan laptop. Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah modul praktikum dan referensi dari
berbagai sumber.

3.3 Prosedur Kerja


Metode praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Peserta praktikum dibagi menjadi 5 kelompok praktikum.
2. Setiap kelompok browsing manajemen taman nasional di pulau Jawa,
Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi serta Papua.
3. Identifikasi kegiatan POAC dari setiap taman nasional tersebut.
4. Susunlah bahasan keterkaitannya dan juga kelemahan atau kekurangannya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Analisis Zonasi dan Manajeman Taman Nasional Gunung Halimun Salak
dan Taman Nasional Berbak
No. Taman Sistem Zonasi POAC
Nasional
1. Taman Zona Inti : Planning (Perencanaan)
Nasional • Perlindungan dan Visi : “Taman Nasional
Gunung pengamanan, Gunung Halimun Salak
Halimun • Inventarisasi, sebagai pusat konservasi
Salak • Penelitian dan keanekaragaman hayati hutan
pengembangan hujan tropis pegunungan di
• Pembangunan sarana Pulau Jawa”.
prasarana non Misi :
permanen 1. Menetapkan perlindungan
dan pengawetan
Zona Rimba : keanekaragaman hayati dan
• Pemanfaatan jasa ekosistemnya.
lingkungan dan wisata 2. Membangun kesepakatan
alam ruang kelola dengan para
• Pendidikan pihak.
3. Mengoptimalkan
• Penelitian
pemanfaatan sumber daya
• Monitoring
alam TNGHS secara
keanekaragaman hayati
berkelanjutan.
Zona Pemanfaatan :
Organizing
• Pengembangan potensi
(Pengorganisasian)
• Penelitian dan
Pengembangan ilmu
pengetahuan
• Pembinaan habitat dan
populasi
• Pemanfaatan jasa
lingkungan
Tabel 1. Lanjutan
No. Taman Sistem Zonasi POAC
Nasional
Zona Rehabilitas : Actuating (Pelaksanaan)
• Rehabilitas/Restorasi 1. Melaksanakan pemulihan
kawasan ekosistem secara
• Pendidikan lingkungan berkelanjutan
• Pemulihan ekosistem 2. Melaksanakan pengemanan
• Penelitian dan pemantauan kegiata
illegal
Zona Tradisional : 3. Mengendalikan penggunaan
• Pemanfaatan jasa lahan di dalam Kawasan
lingkungan 4. Penyusunan regulasi
• Penelitian pemanfaatan sumber daya
alam TNGHS
• Budidaya tumbuhan
dan satwa liar
Controlling (Pengawasan)
• Pemanfaatan hasil
1. Pelaksanaan pengendalian
hutan bukan kayu
penggunaan lahan di dalam
kawasan sesuai SOP
Zona Khusus :
2. Pelaksanaan penyusun
• Aktifitas
strategi dan rencana aksi
pengembangan sosial
konservasi spesies penting
• Pemulihan kawasan 3. Rencana pengelolaan
secara swadaya pemanfaatan SDA telah
• Perlindungan sesuai dengan pedoman
• Pengamanan 4. Penyelenggaraan wisata alam
yang berkelanjutan
Zona Budaya :
• Penyelenggaraan
upacara adat
• Pemeliharaan situs
religi
• Wisata alam terbatas
• Perlindungan

2. Taman Zona Inti : Planning (Perencanaan)


Nasional • Perlindungan dan Visi : “Berbak sebagai
Berbak pengamanan ekosistem lahan basah yang
• Penelitian dan secara ekologi berfungsi
pengembangan ilmu dengan baik sebagai habitat
pengetahuan Harimau Sumatera, Tapir Asia
• Penyimpanan/Penyerpa dan Burung Air”.
n karbon Misi :
• Pemanfaatan sumber 1. Melindungi dan
daya genetik meningkatkan kualitas
ekosistem lahan basah
kawasan TN Berbak
Tabel 1. Lanjutan
No. Taman Sistem Zonasi POAC
Nasional
Zona Rimba : 2. Mempertahankan populasi
• Wisata alam terbatas Harimau Sumatera di
• Pembinaan habitat Kawasan TN Berbak
• Peningkatan 3. Meningkatkan ketersediaan
kesadartahuan data dan informasi bio-
konservasi alam ekologi Tapir Asia untuk
• Penelitian efektifitas konservasinya di
Kawasan TN Berbak
Zona Pemanfaatan : 4. Meningkatkan ketersediaan
• Perlindungan dan data dan informasi bio-
pengawasan ekologi Burung Air untuk
• Pengembangan potensi efektivitas konservasinya di
dan daya tarik wisata Kawasan TN Berbak
alam
Organizing
• Pemulihan ekosistem
(Pengorganisasian)
• Pembinaan habitat dan
populasi

Zona Rehabilitasi :
• Pemulihan ekosistem
• Penelitian
• Pelepasliaran/reintrodu
ksi satwa liar
• Penyerapan dan
penyimpanan jasa Actuating (Pelaksanaan)
lingkungan 1. Pemulihan ekosistem
dalam kawasan yang
Zona Tradisional : terdegradasi
• Pembinaan habitat dan 2. Peningkatan kapasitas staf
populasi Balai TNBS dalam
• Wisata alam terbatas pengelolaan lahan basah
• Pemanfaatan sumber 3. Pemberdayaan masyarakat
daya genetik untuk sekitar Kawasan Berbak
penunjang budidaya dan dukungan peningkatan
• Pemanfaatan potensi pendapatan masyarakat
dan kondisi sumber 4. Mitigasi dan pengamanan
daya alam oleh karhutla di sekitar Kawasan
masyarakat dan di dalam Kawasan

Zona Khusus : Controlling (Pengawasan)


• Perlindungan dan 1. Melindungi dan
pengamanan meningkatkan kualitas
• Restorasi dan Ekosistem Lahan Basah
rehabilitasi Berbak
Tabel 1. Lanjutan
No. Taman Sistem Zonasi POAC
Nasional
• Pemanfaatan untuk 2. Mempertahankan
menunjang kehidupan populasi Harimau
masyarakat Sumatera di Kawasan
• Penelitian dan Berbak
pengembangnan 3. Meningkatkan
efektivitas konservasi
Tapir Air
4. Meningkatkan
efektivitas konservasi
Burung Air

4.2 Pembahasan
(Akmal Shidqiyah Shada_2354151004)
Persamaan pada taman nasional gunung halimun salak (TNGHS) dan
Taman Nasional Berbak adalah memiliki 3 zona yang terdiri dari zona inti, zona
rimba dan zona pemanfaatan. Ketiga zona tersebut mempunyai peran yang berbeda,
dan meiliki fungsi sama di setiap taman nasional. Zona Inti, zona inti merupakan
bagian dari taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota ataupun
fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak
dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati
yang asli dan khas. Zona Rimba, zona rimba merupakan bagian dari taman nasional
yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan
pelestarian pada Zona Inti, Zona Pemanfaatan dan zona lainnya. Zona Pemanfaatan,
zona pemanfaatan merupakan bagian dari kawasan taman nasional yang letak,
kondisi dan potensi alamnya, yang dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata
alam dan jasa lingkungan lainnya (Hakim et al., 2016).
Perbedaan sistem zonasi yang ada di Taman Nasional Gunung Halimun
Salak (TNGHS) dan Taman Nasional Berbak adalah, mulai dari kawasan yang di
kelola. Taman Nasional Gunung Halimun Salak umumnya berada di kawasan
pegunungan dan dataran tinggi. Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)
merupakan kawasan hutan hujan tropis daratan pegunungan yang terletak di
wilayah administrasi Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor di Provinsi Jawa
Barat serta Kabupaten Lebak di Provinsi Banten dengan luas ± 87.699 Ha. Fokus
kedua taman nasional ini pun berbeda di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
fokus kepada kawasan hutan hujan tropis, sedangkan di Taman Nasional Berbak
lebih banyak mengelola kawasan hutan rawa dan kawasan hutan dataran rendah
yang berada di ketinggian yang berkisar 0-20 m dpl. Pengeloaan kedua taman
nasional tersebut justru untuk tetap melestarikan hutan dan ekosistem yang ada di
dalamnya supaya tidak disalah gunakan dan tetap dapan menjadi penyokong untuk
kehidupan yang akan mendatang (Yahya et al, 2019).
Perluasan kawasan TNGHS yang meliputi pemukiman, lahan pertanian, dan
kawasan dimana masyarakat melakukan aktivitas ekonomi menuai benturan
kepentingan antara kepentingan ekologi (konservasi) dan ekonomi yang bersifat
trade-off. Balai Konservasi Sumber daya Hutan (BKSDH) memiliki kepentingan
untuk memulihkan kembali fungsi ekologis (konservasi) TNGHS, sedangkan
masyarakat yang memanfaatkan hutan untuk pemenuhan ekonomi tidak bisa lagi
memanfaatkan hutan tersebut. Ancaman kelestarian TNGHS semakin besar apabila
masyarakat memanfaatkan hutan secara illegal karena tidak ada solusi bagi
pemenuhan kebutuhan ekonomi mereka. Selain itu untuk kegiatan konservasi
diperlukan biaya yang tidak sedikit, disamping perlunya dukungan dan partisipasi
masyarakat sekitar.Oleh karena itu diperlukan suatu bentuk pemanfaatan hutan
yang dapat memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat sekaligus dapat mendukung
kegiatan konservasi taman nasional. Salah satu kawasan mangrove terbaik di Pulau
Sumatera adalah di Taman Nasional Berbak Sembilang (TNBS) wilayah Sumatera
Selatan dan merupakan kawasan mangrove terluas di wilayah Indonesia bagian
barat. Kondisi mangrove sebagai ekosistem unik di pesisir (Ulqodry, 2016)
senantiasa mengalami dinamika dari waktu ke waktu. Luasan dan sebaran
mangrove dapat berubah karena adanya kegiatan - kegiatan yang dapat
meningkatkan luasan mangrove serta aktivitas yang mendegradasi mangrove.
Lembaga Internasional JICA (Japan International Cooperation Agency) bersama
dengan pihak TNBS dan Universitas Sriewijaya telah melaksanakan kegiatan
restorasi mangrove di kawasan TNBS wilayah Sumatera Selatan selama periode
2010-2014. Kegiatan restorasi mangrove tersebut dilaksanakan pada tambak yang
tidak beroperasi lagi bersama - sama dengan pertumbuhan mangrove alami
sehingga berperan dalam perubahan mangrove.
(Theresa Mutiara_2314151046)
Kesamaan sistem zonasi dari Taman Nasional Gunung Halimun Salak
dengan Taman Nasional Berbak yaitu terdapat beberapa zona yang umumnya
diterapkan dalam taman nasional di Indonesia, seperti zona inti, zona rimba, zona
pemanfaatan, dll. Sistem zonasi yang terdapat pada Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) meliputi beberapa zona yang ditetapkan untuk
pengelolaan yang lebih terarah dan berkelanjutan. Dengan adanya sistem zonasi ini,
Taman Nasional Gunung Halimun Salak dapat dikelola secara terpadu untuk
menjaga keberagaman hayati, ekosistem alam, serta memberikan manfaat bagi
masyarakat sekitar secara berkelanjutan (Mugiono, 2021). Sistem zonasi yang
terdapat pada Taman Nasional Berbak meliputi beberapa zona yang ditetapkan
untuk pengelolaan kawasan tersebut. Dengan adanya sistem zonasi yang terstruktur,
Taman Nasional Berbak Sembilang dapat lebih efektif dalam menjaga
keberlanjutan ekosistem mangrove dan keanekaragaman hayati yang ada di
dalamnya. Sistem zonasi ini membantu dalam mengatur aktivitas manusia sehingga
dapat terjadi keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan pemanfaatan sumber
daya alam secara berkelanjutan (Ulqodry et al., 2021).
Perbedaan sistem zonasi pada Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS) dengan Taman Nasional Berbak yaitu. Pada Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) merupakan kawasan hujan tropis daratan pegunungan
yang terletak di wilayah administrasi Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor
di Provinsi Jawa Barat serta Kabupaten Lebak di Provinsi Banten. TNGHS
memiliki zonasi yang disahkan berdasarkan surat Keputusan Direktur Jendral
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam nomor SK 142/IV-SET/2013 tanggal 19
April 2013. Akan tetapi dengan adanya perubahan dalam hal peraturan terkait
pengelolaan taman nasional dan kondisi lapangan, maka pada tahun 2016 TNGHS
telah melakukan revisi terhadap zonasi tersebut dan telah di tetapkan kembali
berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem nomor SK. 216/KSDAE/PIKA/KSA.0/7/2016 tanggal 29 Juli 2016
(Supranata, 2017). Sementara Di Taman Nasional Berbak-Sembilang (TNBS) di
Sumatera Selatan, terdapat sistem zonasi yang bertujuan untuk mengatur
pengelolaan dan perlindungan lingkungan. Zonasi ini mencakup beberapa zona
dengan fungsi dan aturan yang berbeda. Dengan adanya sistem zonasi ini,
diharapkan TNBS dapat terjaga keberlanjutannya sebagai habitat bagi flora dan
fauna yang ada di dalamnya serta sebagai sumber daya alam yang berkelanjutan.
Sistem zonasi membantu dalam mengatur dan mengelola taman secara efektif
dengan mengalokasikan tanggung jawab dan tugas khusus untuk setiap bagian
(Sarnubi et al., 2020).
Wisata alam Taman Nasional Gunung Halimun salak (TNHGS) merupakan
destinasi wisata yang banyak diminati pengunjung, terlihat dari semakin
meningkatnya jumlah kunjungan dari tahun ke tahun. Kawasan TNHGS yang
berada di Kabupaten Bogor memiliki wisata alam berupa bumi perkemahan kawah,
pemandian air panas dan air terjun yang semuanya mengandalkan keindahan dan
kelestarian sumberdaya alam sebagai obyek wisata. Kegiatan wisata alam di
TNGHS memiliki peranan penting bagi perekonomian lokal, banyak masyarakat di
TNGHS yang terlibat dan menggantungkan hudupnya dari kegiatan wisata tersebut.
Pengembangan wisata alam di taman nasional merupakan skema yang memberikan
nilai tambah bagi kawasan konservasi, dengan memanfaatkan jasa ekosistem yang
tidak bersifat eksploitasi (Ekayani et al., 2014). Sementara Taman Nasional Berbak
merupakan kawasan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk konservasi alam dan
keanekaragaman hayati. Taman Nasional Berbak dikenal karna peran vitalnya
dalam menjaga fungsi ekologis seperti stabilitas iklim, pencegahan erosi,
pengendalian banjir, penelitian, pendidikan dan pelestarian keanekaragaman hayati.
Taman ini berfungsi sebagai habitat bagi beragam flora dan fauna, serta
berkontribusi pada konservasi keanekaragaman hayati. Perlindungan Taman
Nasional Berbak dilakukan melalui pengelolaan hutan yang bijaksana dan
pemanfaatan sumber daya hutan yang terencana sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk mencegah dan meminimalkan kerusakan
hutan dan mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan (Yahya et al., 2019).
(Dimas Tegar Saputra_2354151005)
Persamaan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan
Taman Nasional Berbak keduanya memiliki tiga zona, masing-masing terdiri dari
zona inti, zona rimba, dan zona pemanfaatan. Setiap taman nasional memiliki
fungsi yang sama, meskipun masing-masing zona memiliki tujuan yang berbeda.
Zona inti adalah bagian dari taman nasional yang dilindungi sepenuhnya untuk
mengekspresikan keanekaragaman hayati yang asli dan unik. Kondisi alamnya,
baik biota maupun fisiknya, masih asli dan tidak atau belum dirusak oleh manusia,
disebut sebagai zona inti. Zona Rimba adalah bagian dari taman nasional yang
karena lokasinya, kondisinya, dan potensinya dapat mendukung kepentingan
pelestarian untuk Zona Inti, Zona Pemanfaatan, dan zona lainnya. Zona
Pemanfaatan adalah bagian dari taman nasional yang lokasinya, kondisinya, dan
potensi alamnya dimanfaatkan untuk pelestarian dan juga untuk pariwisata di taman
nasional tersebut (Luthfi, 2020).
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan Taman Nasional
Berbak memiliki sistem zonasi yang berbeda. Ini dimulai dengan wilayah mana
yang dikelola. Taman Nasional Gunung Halimun Salak sebagian besar terletak di
daerah pegunungan dan tidak setinggi halimun salak. Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) adalah kawasan hutan hujan tropis daratan pegunungan
yang terletak di dataran tinggi. Fokus kedua taman nasional ini berbeda, karena
Taman Nasional Berbak lebih fokus pada hutan rawa terluas di asia tenggara karena
itu taman nasional berbak sebagian besar lebih fokus pada pengelolaan hutan rawa
dan kawasan hutan dataran rendah yang berada di ketinggan. Sedangkan fokus dari
taman nasional gunung halimun salak lebih ke pengelolaan mempertahankan
ekosistem hutan pegunungan Jawa Barat yang unik dengan keanekaragaman hayati
yang tinggi dan juga pengawetan ekosistem juga salah satu tujuan dari taman
nasional gunung halimun salak (Jubei et al., 2017).
Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) memiliki fungsi
penting sebagai sistem penyangga kehidupan dengan fokus pengelolaan
mempertahankan ekosistem hutan pegunungan Jawa Barat yang unik dengan
keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagai kawasan konservasi, TNGHS
memiliki banyak manfaat baik tangible maupun intangible, yang apabila
dimoneterkan merupakan nilai ekonomiyang sangat tinggi. Manfaat tangible
merupakan manfaat berwujud, seperti hasil hutan kayu dan non kayu. Adapun
manfaat intangible merupakan manfaat tidak berwujud yang kebanyakan berupa
jasa lingkungan seperti diantaranya habitat satwa, tata air, serap karbon, dan wisata
alam. Taman Nasional Sembilang memiliki ekosistem mangrove dengan luas
tutupan sebesar ± 83.447,23Ha. Ekosistem mangrove memiliki manfaat langsung
hasil perikanan dan hasilhutan. Manfaat tidak langsung berupa manfaat pencegah
intrusi air laut dan serapan karbon sedimen mangrove. Sumberdaya ekosistem
mangrove dapat menjadi nilai jual dan meningkatkan ekonomi masyarakat.
Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sumberdaya ekosistem mangrove
menyebabkan masalah seperti penebangan liar, penggunaan alat tangkap ikan
terlarang dan kebakaran hutan sehingga analisis valuasi ekonomi sehingga perlu
dilakukan untuk kebijakan pengelolaan pemanfaatan potensi ekosistem mangrove.
(Raffi, 2020).
V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Manajemen taman nasional di Indonesia melibatkan serangkaian kegiatan dan
kebijakan untuk melindungi, mengelola, dan memanfaatkan secara
berkelanjutan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati di dalamnya.
2. Planning (Perencanaan), Organizing (Pengorganisasian), Actuating
(Pelaksanaan), Controlling (Pengawasan) atau yang biasanya dikenal sebagai
POAC merupakan metode untuk merencanakan tujuan dan metode
untuk mencapainya. Pada praktikum ini kami menggunakan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak dan Taman Nasional Berbak untuk didentifikasi POAC
yang terdapat di Taman Nasional tersebut. Cara mengidentifikasinya yaitu
dengan menggunakan bantuan RPJP dari masing-masing Taman Nasional lalu
kita menganalisa hingga memperoleh hasil dari POAC tersebut yang
kemudianan di masukkan ke dalam tabel.

5.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan untuk praktikum kali ini adalah supaya waktu
pengumpulan tugas di vclass dibuat lebih lama dan di umumkan di grup tidak
mendadak bang mba.
DAFTAR PUSTAKA

Bagindo, M. P., Sanim, B., Saptono, T. 2016. Model bisnis ekowisata di taman
nasional laut Bunaken dengan pendekatan business model
canvas. MANAJEMEN IKM: Jurnal Manajemen Pengembangan Industri
Kecil Menengah, 11(1), 80-88.

Dendang, Benyamin., Handayani, W. 2015. Struktur dan komposisi tegakan hutan


di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Pros sem nas
masy biodiv indon, 1(4), 691-695.

Ekayani, M., Shaffitri, L. R. 2014. Taman nasional untuk siapa? Tantangan


membangun wisata alam berbasis masyarakat di Taman Nasional Gunung
Halimun Salak. RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN
Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan, 1(1), 46-52.

Hakim, N., Murtilaksono, K., Rusdiana, O. 2016. Konflik Penggunaan Lahan di


Taman Nasional Gunung Halimun Salak Kabupaten Lebak. Jurnal
Sosiologi Pedesaan, 4(2), 128-138.

Istiqomah, A., Ekayani, M., Pramudita, D., Idris, B. 2019. Manfaat Ekonomi Wisata
Alam pada Pemenuhan Pengeluaran Rumah Tangga dan Konservasi Taman
Nasional. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 24(3), 280-288.

Jubei, S., Kusumoarto, A., Ernawati, A. 2017. Analisis trend pengunjung objek
ekowisata di Kawasan Resor Gunung Salak II, Taman Nasional Gunung
Halimun Salak. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2017, 25-30.

Luthfi, M., Elfidasari, D., Pairah, P. 2020. Aktivitas Harian Elang Jawa (Nisaetus
bartelsi) di Bumi Perkemahan Sukamantri Taman Nasional Gunung
Halimun Salak. Jurnal Bios Logos, 10(2), 99-105.

Mahmud, A., Satria, A., Kinseng, R. A. 2015. Zonasi Konservasi untuk Siapa?
Pengaturan Perairan Laut Taman Nasional Bali Barat. Jurnal Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, 18(3), 237-251.

Mugiono, I. 2021. Pembelajaran Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa (Studi di KPH


Yogyakarta, TN Gunung Halimun Salak, dan TN Gunung Ciremai). Jurnal
Good Governance.
RAFFI, M. F. A. 2020. ANALISIS VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA
EKOSISTEM MANGROVE DI TAMAN NASIONAL SEMBILANG
KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN.

Sarnubi, S., Sarno, S., Marisa, H. 2020. Struktur dan komposisi mangrove di
arboretum Taman Nasional Berbak dan Sembilang Kabupaten Banyuasin
Provinsi Sumatera Selatan. Sriwijaya Bioscientia, 1(1), 21-30.

Supranata, A. 2017. Rphjp tnghs tahun 2018-2027. Kabandungan, 1(100)

Tnberbaksembilang.com. 2020. Rpjp. https://tnberbaksembilang.com/rpjp/. Di


akses pada 10 Maret 2024 Pukul 13.00 WIB.

Ulqodry, T. Z., Aprianto, A. E., Agussalim, A., Aryawati, R., Absori, A. 2021.
Analisis Tutupan Mangrove Taman Nasional Berbak–Sembilang melalui
Citra Landsat-8 dan Pemantauan LAI. Jurnal Kelautan Tropis, 24(3), 393-
401.

Utami, H. S. 2017. Pengelolaan Kawasan Pariwisata (Studi di Balai Besar Taman


Nasional Bromo Tengger Semeru). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 3(1).

Wijaya, A., Sahputra, E., Kornengsih, R. 2020. Implementasi Resource


Assignement Algorithm Pada Aplikasi Bahasa Latin Flora Dan Fauna
Untuk Pelajar Berbasis Android. Jurnal Media Infotama, 16(1).

Yahya, T., Idris, I. 2019. Perlindungan Kawasan Hutan Dalam Rangka Pelestarian
Alam Di Taman Nasional Berbak Provinsi Jambi. Jurnal Sains Sosio
Humaniora, 3(2), 206-213.

Anda mungkin juga menyukai