Anda di halaman 1dari 22

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 18 No. 1, Mei 2021: 59-78 p-


ISSN 0216-0897
e-ISSN 2502-6267
Terakreditasi RISTEKDIKTI No.30/E/KPT/2018

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) SEBAGAI MODEL KOLABORASI


PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Badan
Usaha Milik Desa-BUMDes sebagai Model Kolaboratif Pengelolaan Lingkungan) Jagad
Aditya Dewantara1, Efriani2, La Ode Topo Jers3, Wibowo Heru Prasetiyo4, & Sulistyarini1

1Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof.
Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, Indonesia; email: jagad02@fkip.untan.ac.id ,2Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, Indonesia; email:
efriani@fisip.untan.ac.id
3Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo, Kampus Hijau Bumi Tridharma, Kendari,
Indonesia; email: laode.topojers@uho.ac.id
Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah, Jl. A. Yani
4

Mendungan-Pabelan, Surakarta, Indonesia; email: whp823@ums.ac.id

Dikirim 29 Januari 2021, direvisi 29 April 2021, diterima 30 April 2021

ABSTRAK

Beberapa kasus pengelolaan lahan gambut, khususnya di Kalimantan, menimbulkan masalah lingkungan yang
serius, terutama lahan yang mudah terbakar. Penduduk lokal di sekitar kawasan itu adalah yang pertama
menerima dampak. Oleh karena itu, pengelolaan lahan gambut perlu dilakukan secara hati-hati dan membutuhkan
pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Tujuan penelitian adalah untuk menemukan model pengelolaan lahan
gambut yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat lokal melalui program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Berdasarkan wawancara dan observasi lapangan, ditemukan pengelolaan lahan gambut dengan model kolaboratif
antara pemerintah (negara) dan masyarakat lokal di Desa Rasau Jaya Tiga dalam bentuk BUMDes Maju Jaya. Hasil
penelitian mencakup perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, dan pengawasan kawasan lahan gambut.
Pemerintah menyediakan dana dan legalitas masyarakat lokal untuk melakukan pemanfaatan, pengelolaan, dan
pengawasan lahan gambut melalui budaya gotong royong. Dalam kajian ini, fungsi lahan gambut sebagai objek
wisata yang dikelola oleh masyarakat setempat (ekowisata). Implementasi nyata dari kolaborasi pemerintah
dengan masyarakat setempat telah membuka mata pencaharian baru bagi masyarakat tanpa merusak ekosistem
lahan gambut.

Kata kunci: Kolaborasi manajemen sumber daya; lahan gambut; BUMDes.

ABSTRAK

Beberapa kasus pengelolaan lahan gambut, khususnya di Kalimantan, menimbulkan masalah lingkungan yang serius, terutama di
lahan yang mudah terbakar. Masyarakat lokal di sekitar kawasan adalah yang pertama menerima dampak. Oleh karena itu,
pengelolaan lahan gambut perlu dilakukan secara prudent dan memerlukan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan model pengelolaan lahan gambut yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
setempat melalui program BUMDes. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapangan, pengelolaan lahan gambut dengan
model kolaboratif antara pemerintah (negara) dan masyarakat lokal di Desa Rasau Jaya ditemukan dalam bentuk Badan Usaha
Milik Desa (BUMDes) Maju Jaya. Penelitian ini meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, dan pengawasan kawasan
gambut. Pemerintah menyediakan dana dan legalitas, sedangkan masyarakat lokal melakukan pemanfaatan, pengelolaan, dan
pemeliharaan lahan gambut melalui budaya gotong royong. Dalam penelitian ini, lahan gambut berfungsi sebagai objek wisata
yang dikelola oleh masyarakat setempat (ekowisata). Implementasi nyata kerjasama pemerintah dengan masyarakat setempat
telah membuka mata pencaharian baru bagi masyarakat tanpa merusak ekosistem ekologis lahan gambut.
Kata kunci: Kolaborasi pengelolaan sumber daya; lahan gambut; Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).©2020 JAKK All

hak dilindungi. Buka akses di bawah lisensi CC BY-NC-SA. doi: http://dx.doi.org/10.20886/jakk.2021.18.1.59-7859

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 18 No. 1, Mei 2021: 59-78


2016; Masganti, Anwar, & Susanti, 2017;
Widyati, 2010), terutama di Barat
Kalimantan. Banyak orang Barat tidak
I. PENDAHULUAN Kalimantan mematuhi
Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari sekedar kebijakan pemerintah tentang
larangan
tanah itu
14,95 juta hektar lahan gambut yang membakar lahan gambut; Hal ini menunjukkan
sosial
penyebaran di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, kerusakan disebabkan oleh kesengajaan
dan pulau Papua. Oleh karena itu, proses Indonesia yang mengakibatkan kurangnya
menempati posisi keempat dalam peradaban masyarakat dunia terhadap alam setelah
Kanada, Uni Soviet, dan pengelolaan sumber daya dan lingkungan. Ke
adalah
Amerika Serikat dengan luas lahan gambut terluas mengatasi hal ini, pelibatan masyarakat
(Wahyunto, Nugroho, Ritung, & Sulaeman, diperlukan dalam menjaga lingkungan seperti 2014).
Kawasan lahan gambut sangat rawan terhadap
rusak dan akan sulit untuk dipulihkan. Oleh karena itu,
sebagai sumber daya alam, lahan gambut harus
modal penting bagi setiap individu untuk
dilindungi dari kerusakan selain pemanfaatannya untuk
budidaya, penggunaan aturan yang tepat dan lestari. melestarikan sumber daya alam (Liao, Ho, &
Pemanfaatan lahan gambut dan Yang, pengelolaannya 2016). Kontribusi masing-masing
individu sebagai soft power pro lingkungan
harus dilakukan dengan baik berdasarkan prinsip-prinsip
konservasi dan berkelanjutan sangat dibutuhkan karena kesadaran masyarakat
perkembangan tentang berasal dari individu kesadaran (Prasetiyo,
ekologis, ekonomi, sosial, dan budaya Kamarudin, & Dewantara, 2019; Steg &
aspek (Glenk & Martin-ortega, 2018; Vlek, 2009). Oleh karena itu, pro-lingkungan harus
kebutuhan perilaku diterapkan sebagai dasar untuk
Miettinen, Shi, & Liew, 2012; Suriadikarta,
2012). pemikiran awal dalam membesarkan komunitas

Kawasan gambut memiliki ekosistem yang rapuh


kesadaran, khususnya di lahan gambut, dan
karena lingkungan gambut merupakan rawa. Ekosistem
daerah lain yang berpotensi bencana.
gambut memiliki unsur-unsur yang tidak dapat dipisahkan
Konstitusi Indonesia tentang
yang membentuk satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh
perlindungan dan pengelolaan kawasan
saling mempengaruhi dalam membentuknya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 Pasal 1 Ayat 2. Undang-undang ini bersifat
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas. Oleh
sistematis dan terdiri dari langkah-langkah terpadu
karena itu, perlindungan dan pengelolaan ekosistem
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup. Upaya
gambut harus dilakukan secara sistematis dan
sistematis dan terpadu dalam pengelolaan lahan
terpadu upaya agar fungsi gambut
ekosistem lestari terwujud dan gambut gambut tercermin dalam salah satu yang berkaitan

ekosistem kerusakan dapat dicegah determinan dengan kesejahteraan masyarakat.

(Robiyanto S., Nurmala, Setiadi, & Nurholis, Masyarakat keterlibatan di lahan gambut
2017). manajemen bisa meningkatkan kemampuan masyarakat
untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam
Isu kerusakan lahan gambut menambah
catatan panjang kerusakan lingkungan di
tanpa merusak lingkungan.
Indonesia (Aswandi, Sadono, Supriyo, & Hartono,
Keterlibatan masyarakat berupa
masyarakat adat dalam mengelola
lingkungan telah menunjukkan nilai-nilai positif. Sebab (Alcorn, 2010; Berkes,
Colding, & Folke, misalnya, praktik perladangan berpindah 2000; Puspaningrum,
2015). Iskandar menyatakan oleh masyarakat Dayak di Kalimantan (Hijjang, bahwa
masyarakat Indonesia, khususnya yang 2019); kearifan lokal masyarakat Utara
yang tinggal di pedesaan, umumnya memiliki Sumatera yang kuat telah
mewujudkan pelestarian hubungan dengan lingkungannya, seperti taman wisata
alam dan sumber daya air di dalam kawasan hutan (Iskandar, 2012). Padahal, di
kawasan hutan TWA Sicike-Cike (Odorlina, banyak kasus, sebelum kawasan hutan
ditetapkan Situmorang, & Simanjuntak, 2015), dan sebagai kawasan konservasi
alam,
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebagai Model Kolaborasi Pengelolaan Lingkungan ...........(Jagad Aditya
Dewantara, Efriani, La Ode Topo Jers, Wibowo Heru Prasetiyo, & Sulistyarini)
legalitas pengelolaan lingkungan
berbasis masyarakat lokal juga telah
tahun atau lebih. Masing-masing suku bangsa memiliki pelaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah melalui

berbagai pengetahuan tradisional terkait program pemberdayaan masyarakat desa. keanekaragaman


hayati di sekitarnya (Darajatidkk., Program Bimbingan umumnya mencapai keberhasilan
karena kepercayaan masyarakat kepada
2016).
pemerintah. Bagaimanapun, program ini
Pengelolaan lingkungan komunal disebut
dilaksanakan dengan prinsip keterbukaan dan
Common Property Regime (Bromley & Cernea,
keadilan, yang membentuk nilai-nilai solidaritas
1989). Studi tentang Rezim Properti Umum
dan tanggung jawab
sebagian besar dilakukan oleh peneliti
dalam komunitas. Seperti terlihat pada
sebelumnya, tetapi beberapa di antaranya
program pemberdayaan masyarakat yang
sebagian besar
mempelajari penggunaan alam bersama
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serdang
sumber daya (Vatn, 2001), hak-hak
Bedagai Provinsi Sumatera Utara kepada
masyarakat kelompok dalam sumber daya alam
masyarakat nelayan di Desa Kwala Lama yang
pengelolaan (Barsimantov & Kendall,
membantu memperbaiki kerusakan lingkungan
2012), dan di sana bahkan studi tentang
pesisir. Dalam fenomena ini tampak proses
Umum Properti rezim berdiskusi
pemberdayaan menunjukkan keberhasilannya
fenomena itu terjadi di dalam mengembangkan
(Fitriansah, 2012). Melibatkan kegiatan
negara, terutama ekonomi pembangunan
yang menekankan
masyarakat dalam berbagai kegiatan
kinerja (Wiersum, Singhal, & 2004).berdasarkan
konservasi juga merupakan strategi
Pengelolaan lingkungan secara komunal Benneker,
pemerintah dalam pengelolaan lingkungan.
telah menunjukkan keberhasilan dalam
Dalam kasus pengelolaan ekowisata berbasis
memanfaatkan lingkungan yang
masyarakat lokal yang dilakukan oleh Balai
berkelanjutan (Agrawal, 2014; Al-Fattal, 2009;
Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Provinsi
Baharudin, 2012; Barbieri & Aguilar, 2011;
Riau, telah menunjukkan keberhasilan
Efriani, Gunawan, & Judistira, 2019). Oleh
pemerintah dalam mengatasi perburuan liar,
karena itu, di banyak negara, pengelolaan
perambahan, dan kebakaran hutan. Dalam
lingkungan berbasis masyarakat lokal telah
strategi ini, pemerintah berperan sebagai
mendapat legalitas dari pemerintah (negara
pemberi bantuan dan masyarakat sebagai
bagian). Fenomena di beberapa negara di
penerima bantuan, menciptakan pengelolaan
Eropa telah melibatkan masyarakat untuk
ekowisata yang kolaboratif dengan
aktif dan tanggap dalam menjaga dan
memadukan program pemerintah dengan
mengelola sumber daya alam secara
potensi masyarakat lokal (Putri & Kahfi, 2019).
bijaksana (Wiersumdkk., 2004). Sebagai
Dalam artikel ini, peneliti memaparkan
perbandingan negara-negara Asia dan
fenomena pengelolaan lingkungan yang
Amerika, pemerintah India melalui
dilakukan oleh masyarakat setempat dan oleh
departemen kehutanan juga bekerjasama dengan
pemerintah Indonesia. Fenomena ini terlihat
masyarakat sekitar di dalam lingkungan
pada program BUMDes Maju Jaya di Rasau Jaya
manajemen (Singh, 2003); hal yang sama
Tiga yaitu pengelolaan kawasan gambut.
dilakukan oleh Pemerintah dari Peru
Oleh karena itu, BUMDes Rasau Jaya
(Barbieri & Aguilar, 2011).
Tiga menjadi model kerjasama negara
Dalam kasus Indonesia, tampak bahwa
program melibatkan asli masyarakat, manajemen di Desa Rasau Jaya Tiga,
khususnya dalam pengelolaan sumber daya berbasis Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah
lingkungan yang berkelanjutan. Fenomena alternatif pengelolaan lingkungan ini menjadi
menarik untuk dideskripsikan dan bentuk kolaboratif antara Barang Milik Negara dijelaskan
sebagai model kolaboratif Rezim dan Rezim Barang Bersama. pengelolaan lingkungan antara
penelitian ini Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan model baru dalam pengelolaan
lingkungan pemerintah (negara bagian) dan masyarakat lokal yang dipelopori berdasarkan
kebajikan sipil. Dalam kasus lahan gambut

61
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 18 No. 1, Mei 2021: 59-78

II. METODE
Pelajaran ini mengimplementasikan kualitatif
oleh masyarakat lokal melalui metode komunitas dengan desain penelitian studi kasus. program
pemberdayaan yang disebut BUMDes. Peneliti melakukan penelitian ini dan pada penelitian ini
didasarkan pada sebuah pertanyaan penelitian: bagaimana sekaligus menjadi peserta dalam
program BUMDes dapat menjadi kerja lapangan kolaboratif untuk memperoleh data melalui
observasi, model antara pemerintah dan wawancara lokal, dan dokumentasi (Creswell,
masyarakat dalam lingkungan berkelanjutan 2009). Data awal dikumpulkan melalui
pengelolaan di lahan gambut? pengamatan dan itu melakukan signifikansi dalam
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa artikel ini
menambahkan referensi tentang keterlibatan lokal pemanfaatan lahan gambut dalam pertanian dan
ekonomi masyarakat yang pro lingkungan ke sektor. Setelah melakukan observasi, cegah bencana di
lahan gambut. Ini juga berhubungan peneliti melakukan pendalaman data melalui
program BUMDes dari pemerintah wawancara dengan informan dan dokumen
yang mampu bersinergi dengan analisis lokal. Studi ini menggunakan komunitas studi
kasus yang berkontribusi dalam pencegahan karena dapat merekonstruksi temuan secara alami.
kebakaran lahan gambut, keterlibatan masyarakat dalam Oleh karena itu, gejala dan fakta dari lapangan
menjaga lingkungan, dan pemberdayaan dapat diperoleh secara faktual dan dapat menghadirkan
masyarakat lokal di sekitar kawasan gambut. pengetahuan untuk menyediakan data holistik. Alasan-
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keberhasilan alasan inilah yang menjadi dasar pengambilan metode
BUMDes program sebagai negara kolaborasi studi kasus kualitatif.
di antara baru Rezim Properti dan Purposive sampling dipilih untuk menentukan
Properti Umum Rezim, yang di dalamnya subjek penelitian yaitu masyarakat Desa Rasau
implementasi, bisa mengubah lahan gambut menjadi Jaya Tiga dan masyarakat pemimpin sebagai

lahan pertanian serta usaha sebanyak 18 informan. Penggunaan bersama analisis


data. Hal ini dilakukan dengan teknik lokal dilakukan melalui data
masyarakat Desa Rasau Jaya Tiga terhadap reduksi, display data, verifikasi, dan
mengembangkan kebajikan dalam masyarakat dalam gambaran umum, dan kesimpulan khusus bidang
lingkungan yang bertujuan untuk membangun alam (Miles & Huberman, 1994). Studi ini adalah
sumber daya dan mata pencaharian di lahan bersama yang dilakukan di Kalimantan Barat,
kepemilikan Kubu Raya. Keberadaan BUMDes tersebut
Kabupaten yang terletak di Desa Rasau Jaya
memiliki konsekuensi positif dan wajar bagi Tiga. Luas tanah Rasau Jaya Tiga adalah
pengelolaan lahan gambut yang awalnya sekitar 21,30 km² yang terdiri dari tantangan
untuk mengolah aset yang menguntungkan sawah tadah hujan, sawah terbuka, pemukiman, lahan pasang
bagi masyarakat Rasau Jaya Tiga. BUMDes hadir surut, lahan perkebunan, lahan perkebunan negara, lahan
untuk menciptakan keterlibatan sosial di masyarakat fasilitas umum, kas desa, pekarangan, perkantoran, dan lain-
untuk mengelola lahan gambut dengan baik. lain dengan lahan gambut yang tebal
Bahkan lahan gambut merupakan kondisi geografis yang memadai. Orang-orang di
Rasau berpesan agar keseimbangan alam Jaya Desa Tiga sebagian besar merupakan pendatang
dan manusia terpelihara dengan baik. Jawa yang masuk ke Kalimantan Barat melalui program
NS transmigrasi pada tahun 1970. As
petani, mereka menjunjung tinggi tradisi unik mereka pemimpin masyarakat, terlibat dalam
dan yang dikenal sebagai gotong royong. program BUMDes. Total dari 18 informan
Model purposive sampling yang diambil terdiri dari 12 warga dalam menentukan Rasau
dan Jaya, 4
memperoleh data lapangan. tokoh masyarakat, dan 2 PNS Peneliti menggunakan model ini untuk
mengetahui secara mendalam terlibat dalam program BUMDes. Dalam memperoleh informasi dari
para informan di lapangan. data dari lapangan, peneliti Informan penelitian ini meliputi wawancara
mengadakan

dan observasi masyarakat adat sebagai masyarakat yang tinggal di Desa Rasau Jaya Tiga, juga
dokumentasi hasil lapangan. NS

62
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebagai Model Kolaborasi Pengelolaan Lingkungan ...........(Jagad Aditya
Dewantara, Efriani, La Ode Topo Jers, Wibowo Heru Prasetiyo, & Sulistyarini)
4,7 juta hektar yang tersebar di Provinsi
Kalimantan Barat dan Tengah
peneliti kemudian membandingkan hasilnya dengan Kalimantan seluas 1.729.000 hektar dan
wawancara dengan penduduk lain dari 18 3.070.000 hektar masing-masing. Di
Barat dipilih informan. Tujuan Kalimantan ini, ada empat Satuan Hidrologi
perbandingan adalah untuk mendapatkan data kualitas Gambut (HUP) yang valid yang pada tahun 2019
ditargetkan dengan hasil yang memuaskan (Denzin, 2009; untuk restorasi gambut, HU Pungur Besar
Sungai–Sungai Kapuas, HUP Sungai
Naeem dkk., 2016).
Matan–Sungai Rantau Panjang, HUP
Untuk mendapatkan data penelitian,
Sungai Mading–
peneliti datang ke desa tersebut dan
Sungai Jelai dan HUP Sungai Keramat–Sungai
melakukan observasi awal. Peneliti
Jelai (Noviar, 2018).
melakukan wawancara dengan informan di
Dari beberapa kabupaten yang ditetapkan sebagai
Desa Rasau Jaya Tiga.
Pertanyaan wawancara berfokus pada 4
target restorasi, Kabupaten Kubu Raya memiliki
poin, yaitu lingkungan gambut
konsep program BUMDes, 48.763 hektar (40,76%) dari total
pengelolaan,
target restorasi seluas 119.634 hektar di Provinsi
dan dampak program BUMDes
Kalimantan Barat. Desa Rasau Jaya Tiga merupakan
implementasi untuk Komunitas. Lagipula,
salah satu dari 6 kecamatan yang ada di Rasau Jaya
data dikumpulkan, peneliti melakukan data
coding model Kecamatan A, di Kabupaten Kubu Raya, yang
analisis menggunakan data
dianggap sebagai target restorasi HUP. Desa
(komunitas), B (publik gambar), C
Rasau Jaya Tiga merupakan bagian dari HUP
(pengelola lingkungan), dan informan D).
(mendukung
pernah Sungai Pungur Besar-Sungai Kapuas, Kubu
Pengkodean data yang diperoleh kemudian
Kabupaten Raya (Darajati dkk., 2016; Noviar,
dianalisis melalui reduksi dan pembacaan data
2018).
ulang untuk mengetahui kelayakan data
Dalam Pembangunan Jangka Menengah Rasau Jaya 3
masing-masing informan.
deskripsi untuk memudahkan peneliti dalam Rencana (RPJM) yang berlaku selama 6 tahun, yaitu
Pada 2019-2025, terdapat 4 arah kebijakan dan
triangulasi dan pengelompokan data penelitian
prioritas pembangunan desa. BUMDes dapat
(Strauss & Corbin, 1998).
berperan dalam mewujudkan arah kebijakan
Penelitian ini tidak hanya mengungkap fakta
dan pedoman pembangunan di bidang
bahwa BUMDes sebagai lembaga ekonomi, tetapi
juga merupakan model kerjasama antara State Community Development dan Community
Property Rezim dan Common Property Empowerment. Kedua daerah ini mengandung
rencana dari: (1) Meningkatkan pertanian
Rezim dalam pengelolaan lahan gambut. Ini adalah
pembangunan, baik lahan basah (sawah) maupun
dilakukan untuk menemukan deskripsi kolaboratif
pengelolaan lahan gambut yang ekonomis dan lahan kering (perkebunan) melalui peningkatan
produksi, pasca panen dan pemasaran yang
nilai ekologis.
berorientasi agribisnis, dengan memperhatikan
kelestarian sumber daya lahan dan air yang
AKU AKU AKU. HASIL DAN
tersedia; (2) Mendirikan usaha desa yang
PEMBAHASAN A. Hasil disesuaikan dengan sumber daya yang ada untuk
meringankan beban masyarakat dan mendukung
Luas lahan gambut di pulau Kalimantan mencapai
pembangunan fisik dan non fisik; (3) rehabilitasi, berkolaborasi dengan non
Meningkatkan peran serta masyarakat untuk membantu organisasi pemerintahan melalui
pembinaan baik pemerintah pusat maupun daerah dalam program dan penyuluhan
(pengelolaan Rasa Jaya Tiga dan pelestarian hidup Peraturan Desa Nomor 1 Tahun 2020). Dalam
sumber daya alam dan ekosistemnya; Dalam RPJM Desa Rasau Jaya Tiga, terdapat peningkatan
minat masyarakat terhadap upaya tidak adanya arah kebijakan dan program prioritas
pelestarian keanekaragaman hayati dan lingkungan terkait pengelolaan lahan gambut.
melalui penangkaran dan habitat

63
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 18 No. 1, Mei 2021: 59-78
BUMDes Maju Jaya didirikan sebagai pendekatan
baru untuk meningkatkan perekonomian desa
berbasis kebutuhan dan alam
Saat ini, pemanfaatan lahan gambut di Rasau merupakan potensi sumberdaya yang ada di desa
tersebut. BUMDes Jaya Tiga Desa mulai terbatas karena Maju Jaya dikelola secara mandiri oleh
terhadap kerusakan lingkungan yang sedang berlangsung, dimana masyarakat Desa Rasau Jaya
Tiga dalam dampak perubahan iklim. Mengelola gotong royong. BUMDes Maju Jaya
lahan gambut dengan mengubah lahan menjadi industri menjadi unit usaha yang membuka kegiatan
penanaman hutan ekonomi berupa kelapa sawit bagi masyarakat sekitar. komunitas dan adalah
perkebunan menyebabkan berkurangnya kadar air yang dikelola secara profesional. Melalui BUMDes
gambut yang bisa menyebabkan kebakaran lahan, Maju Jaya, masyarakat Rasau Jaya Tiga
menurunkan kualitas lingkungan, oksidasi Desa telah menunjukkan mereka
proses pengurangan yang meningkatkan kemandirian desa rumah kaca untuk meningkatkan
emisi gas (Widyati, 2010). Kesejahteraan masyarakat lahan gambut (Zulkarnaen, 2016).
pemanfaatannya memerlukan kehati-hatian yang Awalnya Desa Rasau Jaya Tiga merupakan
besar dan dikelola dengan baik agar tidak kawasan parit, namun masyarakat tidak menjaga
menyebabkan kerusakan lahan (subsidence), dan aset desa sehingga parit tersebut lama kelamaan
kerusakan lingkungan akibat pencemaran dan dipenuhi sampah. Selain itu, perdu yang tumbuh
peningkatan emisi karbon (Sawerah, Muljono, & di sekitar parit juga memperburuk kondisi
Tjitropranoto, 2016). Oleh karena itu, perlu memiliki lingkungan. Oleh karena itu,
solusi dan sosialisasi dalam memanfaatkan atau kepala Desa Rasau Jaya Tiga yang saat itu
mengelola lahan gambut oleh masyarakat menginovasi sebuah ide untuk mengembangkan desa
tanpa membakar dan merusak gambut melalui revitalisasi parit sebagai aset
ekosistem. desa menjadi daya tarik wisata. NS
Dalam penelitian ini, ide BUMDes Maju Jaya kemudian dibawa ke Desa
memiliki inovasi dan temuan baru dalam Forum Musyawarah dengan BUMDes pengelolaan
lahan gambut. BUMDes adalah pengurus. Awalnya, rencana itu memunculkan
kelembagaan yang dibangun untuk mengoptimalkan pro dan kontra dari masyarakat. Beberapa orang
sumber daya alam dan mewadahi kegiatan ekonomi senang dan senang dengan ide itu karena mereka
masyarakat sehingga sumber daya alam di Desa Rasau akan memiliki objek wisata yang dekat dengan
Jaya Tiga dapat terpelihara dengan baik. pemukiman mereka dengan harga yang terjangkau
dikelola dan lebih terstruktur. Tambahan, sehingga secara ekonomi terjangkau. Namun,
BUMDes Maju Jaya memiliki sejumlah beberapa orang lain yang mengkritiknya karena turis
bisnis unit seperti persewaan tenda dan kursi, Daya tariknya waktu itu dianggap mengganggu
kios di kawasan taman BUMDes, tabungan dan jalur lalu lintas. Forum Musyawarah Desa,
pinjaman
unit usaha ekonomi, gedung akhirnya sepakat bahwa Dana Desa akan
bahan layanan pasokan, dan Bunga Rajati dialokasikan untuk membangun taman bunga, dan
Kebun pembangunan taman wisata yang memiliki pada September 2018, pembangunan taman
terbukti mampu memberdayakan masyarakat dilakukan. Satu bulan kemudian, Rajati
potensi dalam mengelola bisnis BUMDes Flower Garden resmi diumumkan dan dibuka
unit. untuk umum dan telah memberikan manfaat
untuk masyarakat. untuk pembangunan ekonomi desa
Pemuda di Desa Rasau Jaya Tiga, (Zulkarnaen, 2016).
kecamatan Rasau Jaya, Kubu Raya Keberhasilan Taman Bunga Rajati Kabupaten, di provinsi
Kalimantan Barat tidak terlepas dari kerjasama antara waktu itu mampu menginisiasi
perubahan pemerintah dan masyarakat sekitar yang semula hanya lahan kosong dengan lahan
gambut. Karang taruna (kaum muda) gambut yang lebat, banyak ilalang, dan sampah menjadi
satu di Desa Rasau Jaya Tiga mampu menjadi Destinasi Wisata Alam yang disebut Rajati
merangkul dan mengerahkan puluhan temannya (Rasau Jaya Tiga) Taman Bunga. BUMDes
untuk mulai melakukan perubahan di desanya. Mereka memprogram mampu menghasilkan
hasil yang positif membangun

64
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebagai Model Kolaborasi Pengelolaan Lingkungan ...........(Jagad Aditya
Dewantara, Efriani, La Ode Topo Jers, Wibowo Heru Prasetiyo, & Sulistyarini)
contoh, Rajati Tim penjaga taman
terdiri dari bunga karang taruna
konsep desa wisata Bunga Rajati Rasau Jaya Tiga yang memiliki tugas untuk mengelola
Kebun. Taman Bunga Rajati ditanami area parkir, perahu dayung bebek, dan berbagai
tanaman hias untuk mempercantik area taman bermain anak-anak. Personilnya
suasana. Berbagai jenis bunga yang ditanam oleh tim mangemant Bunga Rajati,
terutama bunga matahari, yang banyak bekerja dalam dua shift: pagi dan sore.
menarik wisatawan yang berkunjung. Tidak ada malam yang unik. Sebagian besar masyarakat di Rasau
Jaya Tiga teknologi yang diterapkan di Desa Tanam telah mengubah diri mereka menjadi kuliner
proses di lahan gambut yang memiliki pengusaha dengan membuka toko di tempat wisata
Desa Tiga
Ketebalan gambut dangkal sampai sedang di sekitar area. Akibatnya, Rasau Jaya 0,5 m
waktu yang sama
sampai 3 m. Bunga ekowisata Rajati memiliki pendapatan yang lebih tinggi dan di
taman merupakan alternatif pengelolaan yang juga bisa menyerap lebih banyak lagi
lahan gambut yang telah dikelola untuk tenaga kerja baru. Keadaan tersebut terjadi karena
sekitar 50-60% lahan gambut untuk kreativitas pemerintah desa dalam produksi
tanaman pangan dan hortikultura merevitalisasi aset desa yang
(Masganti dkk., 2017). Bunga Rajati yang awalnya kotor parit dan semak, sekarang menjadi
berubah menjadi taman bunga yang indah.
Taman tidak hanya memanfaatkan lahan tetapi
Program BUMDes memiliki dampak besar
juga parit sebagai wisata air dengan dua perahu
pedal bebek. Perahu pedal bebek ini bisa
terhadap lingkungan. Ini menjadi baru
disewakan oleh pengunjung untuk menyeberang di sepanjang sungai melalui pengelolaan
NS
lingkungan sambil menikmati indahnya bunga matahari dan konsep kelembagaan lokal (umum
tanaman lain yang disediakan di daerah tersebut. Rezim Properti). Program BUMDes juga
Pengunjung taman tidak hanya dari nilai-nilai kewarganegaraan di bidang lingkungan
karena masyarakat di Rasau Jaya masih bertahan
Desa Rasau Jaya, tetapi juga dari Teluk
Jawa tradisi budaya yang disebut mutual
Pakedai kecamatan dan bahkan penduduk
kerja sama (Adha, Budimansyah,
Pontianak di wilayah Siantan dan Kota Baru.
keindahan alam dan Kartadinata, & Sundawa, 2019; Prochaska,
Mereka menikmati
2002; Richard, 1997). saling
penghijauan di Desa Rasau Jaya Tiga.
Budaya gotong royong yang dilakukan di Rasau Jaya
Jumlah kunjungan wisatawan ke Taman
Tiga adalah menjaga alam sumber daya dan
Bunga Rajati relatif tinggi, terutama pada
lingkungan. Pada kasus ini, bekerja bersama
akhir pekan; jumlah sekitar
pengunjung dapat mencapai
sehingga sumber daya alam yang disediakan oleh
500 orang mencapai lebih di atau bahkan bisa
bumi dilindungi bersama sebagai mata pencaharian
tahun baru, orang. sekitar 1.000
yang juga merupakan perilaku pro-lingkungan
Pendapatan harian dari tiket pintu masuk
(Jagers, Martinsson, & Matti, 2014).
mencapai Rp 2-3 juta.
Program BUMDes dapat merangsang
Masyarakat juga membentuk tim
masyarakat Desa Rasau Jaya Tiga dalam belajar
pengelola Taman Bunga Rajati sebagai
tentang ekologi dan desa ramah lingkungan.
mitra BUMDes. Sebagai
Program BUMDes dapat terwujud karena selain itu, berbagai donasi material juga
partisipasi dan gotong royong yang disampaikan untuk pembangunan Rajati dari
masyarakat Desa Rasau Jaya Tiga, ekowisata Taman Bunga berupa melalui
partisipasi masyarakat dalam cat, pot, polybag, dan barang lainnya. Yang juga
mengimplementasikan komunitas material dan non material berpartisipasi dan terlibat dalam
kegiatan pengelolaan lahan gambut. Komunitas menyumbangkan ide dan waktu. Partisipasi materi
masyarakat yang disampaikan dalam beberapa partisipasi dapat dilihat dari bentuk dukungan
masyarakat seperti sumbangan dana, kegiatan pengabdian atau gotong royong. persediaan
tanaman, dan persediaan barang lainnya. Partisipasi masyarakat dalam
Berbagai jenis bibit tanaman yang dihibahkan oleh pengelolaan, pemanfaatan, dan pengawasan
masyarakat Desa Rasau Jaya Tiga, antara lain:
seperti bunga, sayuran, dan biji buah. Di dalam

65
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 18 No. 1, Mei 2021: 59-78
Kesadaran akan budaya kewarganegaraan sangat
penting bagi kehidupan bermasyarakat di Indonesia, oleh
karena itu perlu dilestarikan nilai-nilai budaya agar
lahan gambut yang dioptimalkan keberadaannya agar tidak tergerus atau bahkan punah.
Sumber daya alam Indonesia tanpa merusak rakyat perlu memiliki kesadaran dan kuat
lingkungan (Schnee, Better, & Cummings, keinginan untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan
2016). Berbagai peran masyarakat yang diterapkan dalam melestarikan budaya lokal dan nasional
sebagai lahan gambut seharusnya mampu menciptakan job civic culture. Selain sebagai budaya
peluang, peluang usaha, dan jati diri sebagai kearifan lokal masyarakat, saling menguntungkan yang
dapat meningkatkan kerjasama sosial tentunya dapat menjadi keutamaan kewarganegaraan
masyarakat kesejahteraan sambil mempertahankan representasi yang dapat membuat individu
berkelanjutan lahan gambut lingkungan pada warga negara yang bijaksana terkait dengan bagaimana berperilaku, bertindak

sesuai dengan aturan ekologi (Miettinen dan untuk mengendalikan diri. Selain itu, dasar
dkk., 2012). nilai dari kebersamaan dari saling
kerja sama
Gotong royong erat kaitannya dengan kehidupan konsepnya sesuai dengan
masyarakat pedesaan dimana sering dianggap konsep kebajikan sipil. Konsep keutamaan

sebagai representasi ideal kehidupan masyarakatkewarganegaraan tidak hanya mencerminkan tindakan

terkait bagaimana implementasi nilai-nilai gotong


dan pola pikir yang mengacu untuk
padakebajikan sipil yang a

royong selalu ada secara turun temurun dan telah


seseorang memiliki tetapi juga nilai interaksi
menjadi warisan budaya. Kehidupan gotong royongdengan orang lain (Moore, 2012; White, 2010).
di pedesaan tidak luput dari tantangan bahkan
B. Diskusi
hambatan yang dapat mempengaruhi keberadaan
1. Kolaborasi Rezim Barang Milik Negara
gotong royong itu sendiri, terlebih dengan kondisi
masyarakat saat ini yang dinamis dan kompleks, dan Barang Milik Bersama dalam
Program BUMDes di Indonesia
pengaruh modernisasi, globalisasi, dan ditambah lagi
terkait Pengelolaan lingkungan sangat erat
ke kepemilikan dan Sumber
dengan masyarakat Rezim Manajemen Rasau Jaya Tiga (Bromley & Cernea, Desa yang
sebagian besar transmigran. Tahun 1989). Bromley & Cernea (1989) membagi tentu
saja, tidak mudah bagi masyarakat untuk Rezim Manajemen Sumber Daya menjadi
empat: menjaga eksistensi gotong royong. milik pribadi, milik bersama, negara
Meskipun ada kondisi seperti itu, itu adalah properti, dan akses terbuka.
diharapkan nilai-nilai gotong royong Banyak kasus terjadi dalam 4 bentuk kepemilikan yang
tetap menjadi nilai dasar diklasifikasikan oleh Bromley & Cernea, 1989). Di dalam
kehidupan sosial masyarakat yang akan mengakibatkan beberapa kasus, rezim kepemilikan pribadi
dalam manifestasi identitas nasional dan menunjukkan manajemen sumber daya yang buruk.
budaya sipil (Couldry, Stephansen, contoh, Untuk komunitas petani di Loma Alta
Fotopoulou, Clark, & Dickens, 2014). pedesaan daerah, berdasarkan pengakuan dari
Ekuador pemerintah, sumber daya yang dibentuk secara tradisional. Dalam rezim kepemilikan bersama,
satu set aturan khusus dan internal untuk mengelola lingkungan dikelola secara komunal di
hutan sebagai sebanyak mungkin ke titik komunitas, terutama NS masyarakat
eksploitasi (Barbieri & Aguilar, 2011). Di sekitar sumber daya. Secara umum, orang-orang yang

kasus lain, ada eksploitasi yang dekat dengan sumber daya adalah masyarakat adat atau
milik pribadi lahan pertanian masyarakat lokal.
petani Australia (Reev, 1996). Ini Dalam interaksi timbal balik mereka dengan
kasus menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya berbasis lingkungan, selain dipengaruhi
oleh milik pribadi rezim bergeser ke sistem kepercayaan mereka, masyarakat adat
rezim akses terbuka. Namun, ada juga yang dipengaruhi oleh kearifan lokalnya
kasus, milik bersama rezim berkontribusi sistem (Iskandar, 2012). PBB
banyak ke konservatif nilai alam

66
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebagai Model Kolaborasi Pengelolaan Lingkungan ...........(Jagad Aditya
Dewantara, Efriani, La Ode Topo Jers, Wibowo Heru Prasetiyo, & Sulistyarini)
Aguilar, 2011). Chatla di distrik Cachar di Assam
menggunakan rezim kepemilikan bersama
(UN) telah menjadi forum utama bagi pengelolaan perikanan (Laughlin, 2013).
mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat lokal Di Nepal, masyarakat secara tradisional
memiliki masyarakat dalam pengelolaan alam yang dikelola untuk mengelola hutan berdasarkan
norma melalui tradisi
(Kalland, 2000). Dalam kaitannya dengan lingkungan
(Wiersum dkk., 2004);
tradisional, masyarakat lokal telah menunjukkan keberhasilan
lingkungan Sistem pengelolaan air berbasis adat
institusi dalam melestarikan
dkk., 2019). di pedesaan India adalah berakar pada komunitas
(Baharudin, 2012; Efriani
tentang NS hubungan
Aktor-aktor di masyarakat lokal mampu memecahkan
mereka antara air sebagai alam sumber daya dan
masalah lingkungan kosmologi di sekitar
Barbieri & supranatural dan tatanan sosial (Singh, 2006).
(Agrawal, 2014; Al-Fattal, 2009;
Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa
Aguilar, 2011; Setyawan, 2010).
Di Indonesia, terdapat komunitas dalam rezim kepemilikan bersama yang merupakan jawaban atas
kawasan kars Gunung Kidul yang dimanfaatkan petani untuk pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. di dalam

metode konvensional yang diturunkan dari masyarakat lokal (Sick, 2008). Lokal
masyarakat institusi menjadi A
nenek moyang mereka dalam mengelola lahan
pengelolaan model ditawarkan di dalam
pertanian dan irigasi. Tradisi ini membuat petani
pengelolaan. Di dalam
berwawasan lingkungan (Baharudin, sustainable-environment
beberapa negara, pengelolaan lingkungan oleh
2012). Masyarakat Dayak memiliki tradisi
masyarakat lokal diakui oleh
menunjukkan manajemen konservatif
adalah

pemerintah. NS pemerintah menyediakan


(Efriani dkk., 2019; Seftyono, 2011;
legalitas, mendorong, dan memberikan perlindungan
Setyawan, 2010). Selain pengetahuan
untuk hak-hak masyarakat lokal. Untuk
(Yuliani dkk., 2018), lokal
ekologi tradisional
misalnya, orang India pemerintah menyediakan
komunitas juga memiliki lembaga khusus di
pengelolaan. Di lain legalitas dan membuat lokal masyarakat
lingkungan
di California dan institusi berfungsi dengan baik di sumber
belahan bumi, yaitu
pengelolaan melalui kehutanan mereka hukum
Oregon, ada masyarakat lokal yang dapat
1927 (Singh, 2003). Pada tahun 1991, Peru
mengelola perikanan dengan pengelolaan
Pemerintah juga mengeluarkan keputusan yang
sumber daya melalui lembaga milik masyarakat
6531 yang melibatkan masyarakat adat dengan memberi
dengan kelestarian lingkungan yang efektif (Al-
komunal
mereka "hak pakai" tanah untuk melindungi
Fattal, 2009). Hal yang sama juga dapat
beberapa hewan langka dari
ditemukan di daerah pedesaan Afrika Barat, yaitu
tradisi Tongo sebagai bentuk perburuan liar (Barbieri & Aguilar, 2011).
Berdasarkan pengelolaan lingkungan yang
manajemen sumber daya bersama di Gambia,
dikategorikan oleh Bromley & Cernea (1989), itu
Guinea, Sierra, dan Leano. Tongo adalah bentuk
konservasi sumber daya alam (Barbieri & muncul masing-masing dari empat bentuk memiliki
kekurangan dan kelebihan. Dalam beberapa kasus, itu Manajemen sumber daya properti bersama
tampak bahwa milik pribadi, milik negara, memerlukan dukungan kebijakan pemerintah. dan
milik bersama berhasil dalam pengelolaannya Pemerintah memberikan dukungan terhadap
kegiatan kelestarian lingkungan, namun pada sebagian masyarakat lokal dalam kasus
lingkungan, tampak pula adanya pengelolaan pengelolaan. Negara harus menyajikan yang
gagal. Dalam artikel ini, peneliti mendeskripsikan dukungan terhadap aktivitas masyarakat lokal
dalam model baru pengelolaan lingkungan kolaboratif lingkungan. Pengelolaan lembaga lokal
antara milik bersama dan menjadi efektif dengan dukungan dari
milik negara. Pengelolaan kolaboratif milik (Reev, 1996). Sebagai contoh,
antara pribadi pemerintah yang dikelola di hadapan dari pemerintah India dalam
milik bersama telah diungkapkan oleh komunitas pengelolaan hutan di Orissa
Wiersum dkk. (2004) yaitu kolaboratif (Singh, 2004).
pengelolaan hutan bersama.

67
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 18 No. 1, Mei 2021: 59-78
badan usaha yang didirikan dan dikelola oleh
desa yang berfungsi untuk pengembangan
usaha masyarakat dan desa
Sistem manajemen sumber daya mencapai pengembangan. BUMDes juga dapat menjadi sarana
penyelenggaraan pemerintahan yang kolaboratif dan efektif. agar pemerintah (negara bagian) mendorong
Rezim milik bersama membutuhkan kemandirian kebijakan masyarakat desa. NS
dukungan dari pemerintah negara bagian melalui pemerintah (state) dapat mendorong
BUMDes instansi atau dinas terkait (Singh, sebagai usaha mandiri desa dengan
bantuan permodalan, legitimasi,
2003). Seperti negara-negara di Eropa yang telah menyediakan kerjasama
dengan masyarakat lokal dalam pengelolaan teknis hutan (Wiersumdkk., dalam mengelola dan
bantuan
2004), memanfaatkan peraturan tentang kelembagaan lokal harusDesaOleh sumber daya/potensi.
karena itu, BUMDes pendirian adalah
diterima oleh negara (Singh, 2006). Dalam hal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi semua kegiatan di
Dalam hal ini, negara tidak mengambil alih bidang ekonomi dan pelayanan publik yang dikelola
yang telah dikelola secara bersama oleh desa dan/atau antar
masyarakat, tetapi negara hadir dengan kerjasama desa. Ini dapat digunakan sebagai
menyediakan perlindungan melalui undang-undang dan indikator dalam meningkatkan perekonomian desa,

kebijakan. mengoptimalkan sumber daya alam desa dan


Dalam hal pengelolaan lahan gambut di
Rasau memanfaatkan aset desa untuk kesejahteraan
Desa Jaya Tiga, BUMDes merupakan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, dan
alternatif pengelolaan lingkungan dalam pemerataan di desa, serta meningkatkan
bentuk kolaboratif antara rezim milik negara pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa.
dan milik bersama. Melalui Undang-Undang Desa Rasau Jaya Tiga membangun BUMDes berdasarkan

Republik Indonesia (Nomor 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 90,

Tahun 2014) tentang Desa dan Peraturan Daerah khususnya pada huruf c. Bisa jadi
Menteri Desa, Pembangunan menyimpulkan bahwa dalam mengelola alam desa
Daerah Tertinggal, dan Sumber Daya Transmigrasi, BUMDes Maju Jaya bertujuan untuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tentang kesejahteraan bersama. BUMDes Rasau Jaya Tiga
Pendirian, Kepengurusan, dan Desa berdasarkan klasifikasi pemberhentian
BUMDes, jenis usaha Indonesia sebagai badan usaha milik bersama Peraturan
Pemerintah (Nomor 4 Tahun 2015) badan (memegang); dalam hal ini
secara langsung memberikan ruang dan alternatif sebagai usaha utama unit usaha lainnya
untuk pengelolaan sumber daya di sekitar masyarakat berupa desa wisata. Desa wisata ini
dengan menerapkan rezim kepemilikan bersama. dikelola secara komunal oleh masyarakat
Secara khusus, BUMDes diatur dalam Undang- setempat di Desa Rasau Jaya Tiga.
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa BUMDes Maju Jaya tampil aktif
Bab X pasal 87-90. BUMDes adalah peran pemerintah (negara bagian) dengan daerah
masyarakat dalam mengelola potensi desa, dan menjaga kawasan gambut di Rasau khususnya
dalam memanfaatkan dan mengelola Desa Jaya Tiga merupakan perwujudan dari lingkungan
lahan gambut. Kolaborasi dalam upaya masyarakat lokal melalui pengelolaan lingkungan
BUMDes antar program. Namun tidak berhenti sampai di situ, pemerintah dan masyarakat desa
setempat beberapa faktor lain yang juga mungkin menjadi pendorong dapat dijadikan acuan
bagi perilaku kesadaran lingkungan lahan gambut seperti pengelolaannya. sebagai

dan perlindungan termasuk infrastruktur yang memadai, masyarakat, pemanfaatan


perencanaan, budaya, manajemen, kondisi, dan politik otoritas (Lee dkk.,
pemeliharaan, dan pengawasan. 2005). Kesadaran lingkungan di BUMDes
Pemanfaatan ekosistem gambut dapat diprogramkan merupakan suatu skema dan bentuk
baru yang dihasilkan melalui fungsi perlindungan dari kerjasama antara milik negara dan
budidaya serta memelihara rejim gambut dan milik bersama, dalam sistem hidrologi lainnya.
Upaya dalam mengelola pandangan, dapat diartikan sebagai warga negara

68
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebagai Model Kolaborasi Pengelolaan Lingkungan ...........(Jagad Aditya
Dewantara, Efriani, La Ode Topo Jers, Wibowo Heru Prasetiyo, & Sulistyarini)

Tabel 1 Kerjasama masyarakat dan pemerintah (negara) dalam pengelolaan lahan gambut melalui
BUMDes Maju Jaya
Tabel 1 Kolaborasi masyarakat dengan pemerintah dalam pengelolaan lahan gambut melalui
BUMDes Maju Jaya
Kontribusi (Kontribusi)
Kolaborasi Hasil/efek
Bentuk kerjasama
aspek (Aspek

(Hasil/dampak) Pemerintah
kolaborasi) Lahan gambut berpartisipasi dalam program yang direncanakan oleh

perencanaan (Pemerintah) bentuk tenaga kerja lingkungan setempat

- Restorasi lahan gambut kontribusi pemerintah


program - Komunitas lokal
- Berbasis desa memanfaatkan lahan gambut

kapasitas kelembagaan berdasarkan tradisional


bangunan Pemerintah ekologi Penyediaan modal oleh
- Perkembangan mengeluarkan peraturan pemerintah untuk
alternatif tentang pemantauan dan Komunitas masyarakat sekitar
lahan gambut komoditas larangan membakar mengelola lahan gambut sebagai sumber
pemanfaatan hutan dan tanah— dengan tidak membakar dana BUMDes
Pemerintah peraturan tanah dan dikelola oleh
menyediakan keuangan pengawasan dan tidak merusak komunitas sebagai

sumber daya dan modal larangan membakar ekosistem ekowisata lahan gambut
dukungan berupa hutan dan lahan
dukungan materi (H.8/MENLHK/ Pemerintah
SETJEN/ lokal yang terlibat
KUM.1/3/2018) orang-orang di
lahan gambut Masyarakat Komunitas adalah pengembangan dari seorang
pengelolaan (masyarakat) supervisor dan berbasis desa wisata
Pemerintah Berpartisipasi dalam pengontrol dari di lokal
memberikan legalitas dalam daerah berkembang komunitas lain' organisasi seperti
mengembangkan perawatan gambut perencanaan sebagai perilaku yang menyebabkan “pemuda karang
Desa sumber potensial kerusakan lahan gambut dan taruna” (api
aset desa pemuda organisasi)
mata pencaharian Komunitas
(Bentuk kolaborasi)
berpartisipasi dalam

Komunitas pemerintah
lahan gambut mendukung kebijakan, yaitu
pengawasan - Masyarakat desa restorasi gambut “pemangku kepentingan
kolaboratif hasilkan baru dari desa komunitas adalah perilaku terhadap
pemerintahan“ mata pencaharian komunitas terpenuhi terbentuk lahan gambut yang tidak bijaksana

untuk desa - Berkelanjutan terbakar adalah

masyarakat lingkungan dikurangi


Sukses dalam perkembangan
pemetaan daerah yang - Ditingkatkan Desa
punya ekonomis ekowisata dan
potensi untuk dan kesejahteraan pro lingkungan Masyarakat
tanggung jawab masyarakat sekitar untuk membangun
lingkungan yang baik dan dimanfaatkan

Sumber (Sumber): Hasil triangulasi data lapangan, 2020. sebagai mata pencaharian bersama (Adler &
Goggin, 2005; Lawry, Laurison, & VanAntwerpen,
2006; Shandas & Messer, 2008; Stamm, 2009).
keterlibatan untuk perilaku pro-lingkungan. Yang
Program BUMDes sebagai upaya masyarakat
dimaksud dengan civic engagement pada dasarnya
Desa Rasau Jaya Tiga dalam mewujudkan
merupakan bagian penting dari unsur-unsur
pengelolaan dan perlindungan lahan gambut
pembentuk masyarakat sipil yang meliputi rasa

69
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 18 No. 1, Mei 2021: 59-78

Kolaborasi pada dasarnya adalah tindakan


bersama yang diperlukan di setiap level organisasi.
Kolaborasi adalah tindakan kolektif tingkat tinggi
merupakan instrumen pemberdayaan masyarakat lokal sekaligus sebagai bentuk komitmen dan
ekonomi dengan berbagai jenis potensi. tindakan kompleks (Campbell, 2016). Pada dasarnya
BUMDes berkontribusi terhadap peningkatan kerjasama yang dilakukan dalam suatu sumber
pendapatan desa yang memungkinkan organisasi desa atau antar organisasi untuk
untuk melaksanakan pembangunan dan peningkatan mencapai tujuan bersama yang tidak mungkin atau
kesejahteraan rakyat secara optimal. BUMDes Maju sulit dicapai secara mandiri (Campbell, Jaya
adalah organisasi ekonomi pedesaan yang memiliki 2016; D'Amour, Ferrada-Videla, San Martin
nilai bagus dan prospek. Oleh karena itu, Rodriguez, & Beaulieu, 2005; Gajda, 2004;
solusi di lahan gambut Riskasari, 2018).
programnya adalah

manajemen, umum Kolaborasi rezim properti diyakini memiliki inovasi, dan


manajemen lingkungan potensi untuk menghasilkan hasil yang baik (Argo &
kebajikan di bidang lingkungan untuk orang-orang Araz, nd; D'Amourdkk., 2005;
Febrian, dari Desa Rasau Jaya Tiga. 2016; Argo & Araz, 2017; Riskasari, 2018;
BUMDes, yang dikelola oleh Thompson & Story, 2002), meskipun tidak semua
masyarakat Desa Rasau Jaya Tiga, adalah kolaborasi dapat mewujudkan tujuan
bersama. berbasis sosial, ekonomi dan Pada hakekatnya kolaborasi merupakan interaksi
permasalahan lingkungan, menjadi solusi antar kelompok kolektif untuk memberikan hasil
pengelolaan lahan gambut. Solusi ini memiliki yang bermanfaat (Gajendran & Brewer, 2012).
dampak yang seimbang antara meningkatkan Lima model kolaborasi dapat terbentuk ketika
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan organisasi bekerja sama (Raharja, 2008).
keberlanjutan lahan gambut di desa, Model interdependen, model negasi,
seperti merevitalisasi parit menjadi tempat model dependen, model kompromi, dan
wisata, mengelola lahan gambut menjadi taman model independen (D'Amour dkk., 2005;
bunga dan melibatkan masyarakat secara aktif Raharja, 2008).
dalam pengelolaannya, baik berupa keterlibatan Dalam kasus pengelolaan BUMDes
material maupun non material. Maju Jaya, tampaknya pemerintah
dan masyarakat lokal mengembangkan
2. Skema Kolaborasi Antara (negara)
Masyarakat Adat dan Pemerintah model kolaboratif yang saling bergantung. NS
pemerintah (negara bagian) dan masyarakat lokal
(Negara Bagian) di BUMDes Maju Jaya
merumuskan bersama berbagai kegiatan seperti menjadi sarana melestarikan
lahan gambut. BUMDes perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan lahan gambut,
Maju Jaya didirikan melalui desa dan pengawasan. Pemerintah dan rapat pada ini
Agustus 2016. Melalui komitmen bersama, bentuk, dan musyawarah, peraturan memiliki
pemerintah mengoptimalkan struktur dalam bentuk Witas yang didirikan di Desa
Rasau Jaya Tiga dengan Desa (desa peduli gambut). Pemerintah dan Perda Nomor 31
06 Tahun 2016, tentang Masyarakat setempat memiliki kemampuan yang memadai memiliki

Desember 2016. BUMDes Maju Jaya dan kapasitas sumber daya untuk mendukung
empat unit usaha yang didirikan, yaitu kerjasama (mandiri) dan memiliki usaha
jasa, usaha dana, sikap dan perilaku material untuk sukarela membantu
pengadaan usaha, dan desa wisata berdaya dan mandiri. Perkembangan.

mewujudkan perencanaan, pemanfaatan, Pemerintah (negara) melalui desa


pengelolaan, dan pengawasan lahan gambut yang pemerintah menjadi penyedia modal/
mencapai tujuan ekonomi dan ekologi. dana. Pada tahun 2017, pemerintah Rasau
Berdasarkan profilnya, BUMDes Maju Jaya di Desa Jaya Tiga berkontribusi
desa Rasau Jaya Tiga tidak dimaksudkan untuk

70
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebagai Model Kolaborasi Pengelolaan Lingkungan ...........(Jagad Aditya
Dewantara, Efriani, La Ode Topo Jers, Wibowo Heru Prasetiyo, & Sulistyarini)
Khusus bagi pemerintah Indonesia,
fenomena ini telah memberikan contoh
unit yang dikembangkan oleh desa
Rp50.000.000 dengan Rp30.000.000 untuk unit usaha jasa
pemerintahan yang dikelola secara mandiri
bisnis dan Rp20.000.000 untuk unit usaha dana simpan
oleh masyarakat setempat dan secara nyata
pinjam. Pada tahun 2018, pemerintah desa kembali
memberikan nilai ekonomi serta nilai ekologis.
memberikan dukungan dana sebesar Rp75.000.000 dengan
Tabel 1 menyajikan bentuk kolaboratif
Rp65.000.000 untuk Bunga Rajati antara pengembangan
desa wisata Taman dan masyarakat sebesar Rp10.000.000
NS pemerintah dan lokal
dalam perencanaan, penggunaan, dan lahan
untuk usaha jasa. Secara kepengurusan 2019, BUMDes Maju
gambut pengawasan. Ini
Jaya melaporkan omzet
kolaborasi menjadi lahan gambut
pengelolaan model itu adalah de facto
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.
rentan terhadap kerusakan. Nampaknya
Pada grafik di atas terlihat bahwa omzet
melalui kerjasama negara dan masyarakat,
BUMDes desa Maju Jaya yang paling besar
lahan gambut dapat direncanakan sebagai
berasal dari unit usaha desa wisata dengan
sarana pembangunan dan pemberdayaan
produk berupa ekowisata dan agrowisata
masyarakat. Keterlibatan masyarakat lokal
(57%). Taman Bunga Rajati sebagai
dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan
kawasan ekowisata memiliki beragam
gambut berkorelasi baik dengan pencapaian
tanaman bunga, terutama bunga
ekonomi dan ekologi.
matahari, dan taman bermain air.
Desa Rasau Jaya sudah tidak asing lagi
Sementara itu, ada juga agrowisata berupa
edupark atau tempat pelatihan penanaman. Dalam “kebakaran lahan gambut”, yang terus berlanjut
terbitkan setiap tahun. Kebakaran gambut terkait
edupark agrowisata, ada taman mini
dengan kegiatan pertanian yang menjadi mata
strawberry, jambu biji
dan tanaman hidroponik
pencaharian utama masyarakat Desa Rasau Jaya.
Kebun. Dua ini tujuan wisata adalah
aspek
Oleh karena itu, aspek ekonomi dan lingkungan
dikelola dengan memanfaatkan lahan gambut dan juga
perlu diperhatikan
parit yang awalnya tanah kosong di
merupakan desa.
Sumber (Sumber): Mujiono, Suharyati, & Susiana (2019)

Gambar 1 Persentase Pendapatan BUMDes Maju Jaya-2019Gambar 1


Persentase omset unit usaha BUMDes Maju Jaya tahun 2019.

71
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 18 No. 1, Mei 2021: 59-78

Sumber (Sumber): Hasil observasi, 2019

Gambar 2 Ekowisata Taman Bunga Rajati


Gambar 2 Taman Bunga Ekowisata Rajati.
Sumber (Sumber): Hasil observasi, 2019

Gambar 3 Agrowisata eduparks RJ-3


Gambar 3 Agrowisata eduparks RJ-3.
Pengelolaan lahan gambut ini
mengurangi kemiskinan, meningkatkan ketahanan pangan, dan
terintegrasi ke dalam manajemen. Sekarang, meningkat keberlanjutan kontekstual dan
melalui BUMDes, lahan gambut telah dikelola masyarakat kesejahteraan. Secara ekologis,
dalam bentuk lain dan telah difungsikan secara ekologis, ini lahan gambut berbasis ekowisata
sebagai ekowisata yang dapat menciptakan
pengelolaan menghemat keanekaragaman hayati dan
keseimbangan antara ekonomi dan
kemakmuran
mengurangi limbah dan kerugian akibat pembakaran
danuntuk
alternatif kelestarian lingkungan menjadi lahan. Pengelolaan
mencegah deforestasi.

72
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebagai Model Kolaborasi Pengelolaan Lingkungan ...........(Jagad Aditya
Dewantara, Efriani, La Ode Topo Jers, Wibowo Heru Prasetiyo, & Sulistyarini)
Sumber (Sumber): Hasil triangulasi data lapangan

Gambar 4 Model skema kolaborasi


Gambar 4 Skema model kolaborasi.
masyarakat dapat menciptakan mata pencaharian
baru di Taman Bunga Rajati yang dipelopori oleh
dengan model kolaboratif membawa perubahan
Rasau Komunitas pemuda Jaya Tiga disebut
pola pikir, meningkatkan pengetahuan dan
karang taruna. Para pemuda yang aktif di
keterampilan masyarakat di lahan gambut. Model
karang organisasi taruna bertujuan untuk
kolaborasi juga telah meningkatkan nilai
memberdayakan desa masyarakat, bahkan mereka
persahabatan dan memelihara budaya gotong
memiliki inisiatif untuk mendekati orang berdua
royong dalam menyelesaikan masalah sosial. secara individu dan secara komunal pada saat tertentu
Kolaborasi antara acara pemerintah. Dari dan masyarakat skema di atas,
perlu dilakukan agar kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah
memperkuat basis kelembagaan antara dan masyarakat sekitar membuat BUMDes Maju
pemerintah desa dan masyarakat sekitar. Program Jaya menjadi Seperti yang tidak hanya
digambarkan pada Gambar 4, program kerjasama pemerintah ini ditujukan harus
bertujuan untuk membentuk lingkungan yang berkelanjutan
serta mampu menyumbangkan gagasan dan
meningkatkan perekonomian desa dalam pengelolaan
73
sumber daya alam. Hal ini membuktikan bahwa
kerjasama antara pemerintah dan masyarakat adat
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 18 No. 1, Mei 2021: 59-78
masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya
alam, khususnya lahan gambut, telah dikembangkan.
Dengan demikian, masyarakat yang tinggal di sekitar
meningkatkan perekonomian masyarakat tetapi juga lahan gambut dapat menjadi mitra pemerintah dalam
merupakan bentuk sikap politik para pengambil kebijakan mewujudkan desa peduli gambut. Pada saat yang
terhadap isu lingkungan dan sumber daya alam sama, pemerintah adalah mitra untuk
(Kostka & Mol, 2013). Selain itu, masyarakat lokal negara dalam mengelola potensi
properti rezim didorong oleh pemerintah mata pencaharian untuk meningkatkan perekonomian
akan berjalan dengan sukses jika melibatkan mereka. Masyarakat lokal di Desa Rasau Jaya Tiga
lingkungan yang pro dan masyarakat beradab yang memiliki manajemen komunal dalam mengelola

sadar bahwa menjaga lingkungan adalah lahan gambut yang berlandaskan gotong royong
menjadi prioritas utama untuk kelangsungan hidup masa depan (budaya Kollmuss (rejim properti umum),
sementara & Agyeman, 2010). Oleh karena itu, saling negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam

kerjasama dan kesukarelaan masyarakat pengelola alami sumber daya (1945


lokal menjadi indikator penting untuk UUD 33 ayat 3) untuk rakyat Indonesia.
kesejahteraan
Gambut
menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap NS yang sangat besar di Desa Rasau potensi
Jaya Tiga dari
perbaikan kualitas lingkungan. Padahal, legalitas Di dalam
dikelola secara arif sehingga memberikan
daerahnilai
adalah

dan pemberian modal atas rezim kepemilikan ekonomi tanpa merusak fungsi alami lahan
bersama yang diberikan negara kepada masyarakat gambut tersebut.
lokal berdampak pada peningkatan pendapatan
masyarakat. Dalam hal ini, tindakan ini merupakan Temuan lain dalam penelitian ini adalah bahwa

sumber mata pencaharian baru, seperti BUMDes bukanlah lembaga yang ditujukan untuk

serta mengubah pola pikir masyarakat sehingga pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, tetapi sebagai
pemegang hak milik tidak akan memanfaatkan badan usaha milik desa yang
sumber daya alam secara sembarangan. Dengan digunakan untuk mengelola aset, jasa, dan usaha
demikian, pelestarian lingkungan dalam sumber daya lainnya untuk kesejahteraan masyarakat. BUMDes
alam (common rezim properti) program manajemen yang dikembangkan oleh Indonesia
harus memiliki dampak positif bagi adat pemerintah telah menjadi media untuk
hak (milik) pemegang saham, pemerintah, konservasi sumber daya alam seperti di Desa
masyarakat, bahkan lingkungan. Rasau Jaya Tiga. Bahkan pembentukan desa
wisata berbasis ekowisata dengan
IV. KESIMPULAN DAN memanfaatkan dan mengelola lahan gambut
dampak positif bagi masyarakat.
telah memberikan
SARAN A. Kesimpulan lahan gambut manajemen berupa
Dalam beberapa kasus, pengelolaan sumber daya ekowisata (wisata desa) telah mencapai
mengarah pada eksploitasi. Eksploitasi sumber daya keseimbangan antara ekologi, ekonomi,
dapat terjadi dalam 4 bentuk pengelolaan lingkungan fungsi sosial, dan budaya dalam satu wilayah.
yang diidentifikasi oleh Bromley & Cernea (1989). Kerjasama antar masyarakat
Oleh karena itu, banyak penelitian terus dilakukan dan pemerintah di BUMDes Maju Jaya yang
dilakukan untuk menemukan lingkungan yang berkelanjutan telah menunjukkan upaya yang
baik untuk mengelola konsep dan model pengelolaan lahan gambut. Ini dalam bentuk ekowisata
taman bunga dan studi telah menghadirkan eduparks sumber daya kolaboratif. Hal ini tentunya
telah menjadi model pengelolaan antara solusi milik negara dalam mengatasi masalah rejim dan
rejim milik bersama. Ini deforestasi lahan gambut di Rasau Jaya. Keterlibatan
Kajian ini juga memperkuat teori fungsi langsung masyarakat dalam pengelolaan lahan
kolaborasi, yaitu kolaborasi sebagai upaya gambut telah meningkatkan pengetahuan dan
mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai keterampilan berkelanjutan lingkungan
secara mandiri. pengelolaan. Bunga Rajati Taman dan
Melalui artikel ini, model edupark itu nyata
kolaboratif antara pemerintah dan

74
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebagai Model Kolaborasi Pengelolaan Lingkungan ...........(Jagad Aditya
Dewantara, Efriani, La Ode Topo Jers, Wibowo Heru Prasetiyo, & Sulistyarini)
tingkat lokal dan UE. Tinjauan Ekonomi
Politik, 21(4), 537–547. https://doi. org/
10.1080/09538250903214834. Alcorn, J.
bentuk penguasaan lahan gambut yang berkelanjutan di (2010). Masyarakat adat dan
Rasau Jaya Tiga. konservasi masyarakat adat dan konservasi -
buku putih yang disiapkan untuk Ringkasan
B. Saran Eksekutif MacArthur Foundation.Masyarakat
Adat dan Konservasi, 1–25. Argo, MR & Araz,
Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti
SS (nd).Model pemangku kepentingan
menyarankan agar: tata kelola kolaboratif dalam pengelolaan
1. Kementerian Desa melalui Kubu Raya lingkungan Kampung Hijau Gambiran.
Pemerintah Kabupaten perlu Diakses pada 3 Februari 2020, dari
meningkatkan pengawasan pembakaran https://www.
academia.edu situs web:
perilaku sampah di lahan gambut; kurangnya
https://www.akademisi.
perhatian dan kerusakan pengawasan membuat edu/36817035/Model_Stakeholder_
area intensif di beberapa aspek dan lahan Collaborative_Governance_Dalam_
api menyebar terus menerus. Sehingga merusak Pengelolaan_Lingkungan_Hidup_Kampung_
ekosistem alam dan menimbulkan bencana kabut Hijau_Gambiran_Umbulharjo_Yogyakarta.
Aswandi, Sadono, R., Supriyo, H., & Hartono. (2016).
asap.
Lahan gambut tropika di Trumon dan Singkil,
2. Pemerintah Indonesia perlu melakukan Aceh. Jurnal Manusia dan Lingkungan,23(3),
kerjasama kebijakan dengan masyarakat 334–341. Diperoleh dari https://
adat yang memiliki struktur kewilayahan journal.ugm.ac.id/JML/article/view/18807.
khusus, misalnya lahan gambut, jadi Baharudin, E. (2012).Kearifan lokal, pengetahuan

bahwa mereka dapat membawa komunitas lokal dan degradasi lingkungan. Universitas Esa
Unggul.
potensi dalam berbagai aspek kehidupan.
Barbieri, C. & Aguilar, FX (2011). Ius di Re
Model untuk menganalisis hak pengguna dalam
PENGAKUAN rezim properti yang kompleks: dua aplikasi ex
post di Amerika Selatan. Masyarakat dan Sumber
Ucapan terima kasih disampaikan kepada setiap
Daya Alam, 24(3), 292–302. https://doi. org/
informan dan pemuda-pemuda di Rasau Jaya, serta 10.1080/08941920903278178. Barsimantov, J. &
personil di BUMDes Maju Jaya yang bersedia Kendall, J. (2012). Hutan kemasyarakatan, milik
menjadi nara sumber untuk melakukan penelitian bersama, dan deforestasi. Di dalam
Delapan Negara Bagian Meksiko. https://
ini. Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan
doi. org/10.1177/1070496512447249.
kepada Pemerintah Kabupaten Kubu Raya atas
Berkes, F., Colding, J., & Folke, C. (2000).
keramahan dan bantuannya selama proses Penemuan kembali tradisional ekologis
pendataan lapangan. pengetahuan sebagai adaptif pengelolaan.
Aplikasi Ekologis, 10(5), https://doi.org/
1251-1262.
10.1890/1051-
0761(2000)010[1251:ROTEKA]2.0.CO;2.
REFERENSI
Bromley, DW & Cernea, MM (1989). Pengelolaan
sumber daya alam milik bersama.Ekologi Manusia
Adha, MM, Budimansyah, D., Kartadinata, S., &
, 17. https://doi. org/10.1007/BF01047654.
Sundawa, D. (2019). Kesukarelaan yang
muncul untuk generasi milenial Indonesia:
Campbell, JW (2016). Model berbasis kolaborasi
Partisipasi dan tanggung jawab relawan.
motivasi kerja dan ambiguitas peran dalam
Jurnal Perilaku Manusia di Lingkungan
organisasi publik. Tinjauan Kinerja dan
Sosial, 29(4), 467–483. https://doi.org /
Manajemen Publik, 39(3), 655–675. https://
10.1080/10911359.2018.1550459.
doi.org/10.1080/15309576.2015.1137763. Couldry, N.,
Adler, RP & Goggin, J. (2005). Apa yang kita maksud?
Stephansen, H., Fotopoulou, A., Clark, W., & Dickens,
dengan "keterlibatan sipil"?Jurnal dari
L. (2014). Kewarganegaraan digital? Pertukaran
Pendidikan Transformatif, 3(3), 236–253.
naratif dan perubahan istilah budaya sipil.
https://doi.org/10.1177/1541344605276792.
Studi Kewarganegaraan, (November
Agrawal, A. (2014). Pribumi dan ilmiah
pengetahuan: beberapa komentar kritis.
Antropologi Indonesia, 0(55). https://doi.
org/10.7454/ai.v0i55.3331.
Al Fattal, R. (2009). Tragedi milik bersama:
kelembagaan dan pengelolaan perikanan di
75
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 18 No. 1, Mei 2021: 59-78
Yayasan M63.
Jagers, SC, Martinsson, J., & Matti, S. (2014).
Kewarganegaraan ekologis: pendorong perilaku pro
lingkungan?Politik Lingkungan, 23(3), 434–453.
2014), 37–41. https://doi.org/10.1 080/09644016.2013.835202.
https://doi.org/10.1080/136210 Kalland, A. (2000). Pengetahuan asli: prospek
25.2013.865903. dan keterbatasan. Dalam R. Ellen, P. Parkes, &
Creswell, JW (2009). Desain penelitian: kualitatif, A. Bicker (Eds.),Pengetahuan Lingkungan Adat
pendekatan kuantitatif, dan metode campuran dan Transformasinya: Perspektif Antropologi
(Edisi Ketiga). Bandung: SAGE Publications, Kritis (hlm. 316–331). Amsterdam: Penerbit
Inc. Darajati, W., Pratiwi, S., Herwinda, E., Radiansyah, Akademik Harwood. Kollmuss, A. & Agyeman,
A.D, Nalang, VS, Nooryanto, B., …, & Hakim, F. J. (2010). Perhatikan celahnya:
(2016). Strategi dan rencana aksi mengapa orang bertindak terhadap
keanekaragaman hayati Indonesia 2015-2020. lingkungan dan apa hambatan untuk perilaku
Jakarta: Kementerian Perencanaan pro-lingkungan? Penelitian Pendidikan
Pembangunan Nasional/BAPPENAS. Lingkungan,4622.
D'Amour, D., Ferrada-Videla, M., San Martin https://doi.org/10.1080/1350462022014540.
Rodriguez, L., & Beaulieu, MD (2005). Dasar Kostka, G. & Mol, APJ (2013). Implementasi dan
konseptual untuk kolaborasi partisipasi dalam politik lingkungan lokal
interprofessional: konsep inti dan kerangka Cina: tantangan dan inovasi. Jurnal
teoritis.Jurnal Perawatan Interprofessional, Kebijakan & Perencanaan Lingkungan,
19(SUPPL. 1), 116-131. https://doi. org/ (September 2013), 37–41. https://doi.org/10.
10.1080/13561820500082529. Efriani, 1080/1523908X.2013.763629.
Gunawan, B., & Judistira, KG (2019). Laughlin, CD (2013). Kesadaran dan
Kosmologi dan konservasi alam pada commons: neurofenomenologi budaya dari
komunitas Dayak Tamambaloh di keadaan pikiran, lanskap, dan properti
Kalimantan Barat. Studi Desain, 2(2), 66–74. bersama. Waktu dan Pikiran, 6(3), 287–312.
Febrian, RA (2016). Tata kelola kolaboratif https://doi.org
dalam pembangunan kawasan perdesaan /10.2752/175169713X13673499387046. Undang-
(tinjauan konsep dan regulasi). WEDANA: Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014
Jurnal Kajian Pemerintahan,Politik dan tentang Desa.
Birokrasi, II(1), 200–208. Diterima dari Lawry, S., Laurison, DL, & Van Antwerpen, J.
https:// (2006). Pendidikan liberal dan kewarganegaraan
journal.uir.ac.id/index.php/wedana/article/ keterlibatan: proyek program
view/1824. pengetahuan, kreativitas, dan kebebasan
Fitriansah, H. (2012). Keberlanjutan pengelolaan Ford Foundation (Nopember 2015).
lingkungan pesisir melalui pemberdayaan Diperoleh dari http://www.fordfound. org/
masyarakat di Desa Kwala Lama, Kabupaten elibrary/documents/5029/toc.cfm.
Serdang Bedagai. Jurnal Pembangunan Lee, S., Jeong, M., Penulis, F., Bydlowski, S.,
Wilayah & Kota, 8(4), 360–370. Karton, S., Valle, F., ..., & Psikologi, E.
Gajda, R. (2004). Memanfaatkan teori kolaborasi (2005). Pengetahuan pengalaman dan
untuk mengevaluasi aliansi strategis.Jurnal Amerika informasi, pemasaran arsitektur.Prentice-
Evolusi, 25(1), 65–77. https://doi. org/ Hall, Inc., 40(2), 49–58. https://doi. org/
10.1177/109821400402500105. 10.1080/1350462022014540.
Gajendran, T. & Brewer, G. (2012). Kolaborasi di dalam
Liao, Y., Ho, SS, & Yang, X. (2016). Motivator dari
proyek sektor publik: menggali tantangan perilaku pro-lingkungan: memeriksa
kontekstual yang ditimbulkan dalam proses yang mendasari pengaruh model
lingkungan proyek. Proyek Rekayasa pengaruh media yang diduga. Ilmu
Jurnal Organisasi, 2(3), 112–126. https:// Komunikasi, 38(1), 51–73. https://doi. org/
doi.org/10.1080/21573727.2012.714776. 10.1177/1075547015616256.
Glenk, K. & Martin-ortega, J. (2018).ekonomi Masganti, Anwar, K., & Susanti, MA (2017).
restorasi gambut (6544). https://doi.org Potensi dan pemanfaatan lahan gambut
/10.1080/21606544.2018.1434562. dangkal untuk pertanian. Sumberdaya
Hijjang, P. (2019). Sistem Desai, pengetahuan lokal Lahan,11(1), 43–52.
Dayak Benuaq dalam aktivitas https://doi.org/10.2018/jsdl.v11i1.8191.
perladangan di Desa Melapen Baru, Miettinen, J., Shi, C., & Liew, SC (2012). Dua
Kabupaten Kuati Barat, Kalimantan dekade perusakan di hutan rawa gambut Asia
Timur.Studi Desain, 2(1), 20–24. Tenggara. Perbatasan dalam Ekologi dan
Iskandar, J. (2012). Etnobiologi dan pembangunan Lingkungan, 10(3), 124-128. https://doi. org/
berkelanjutan. Bandung: AIPI Bandung, 10.1890/100236.
Puslitbang KPK LPPM Unpad Bandung, dan
76
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebagai Model Kolaborasi Pengelolaan Lingkungan ...........(Jagad Aditya
Dewantara, Efriani, La Ode Topo Jers, Wibowo Heru Prasetiyo, & Sulistyarini)
Reeve, I. (1996). Properti dan partisipasi: an
analisis kelembagaan sumber daya pedesaan
manajemen dan perawatan lahan di Australia.
Miles, M. & Huberman, M. (1994). Data kualitatif Masyarakat Pedesaan, 6(4), 25–35. https://doi.org/
analisis: buku sumber yang diperluas (Edisi 10.5172/ rsj.6.4.25.
Kedua). London: Sage Publications, Inc. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Moore, J. (2012). Sebuah tantangan untuk studi sosial Kehutanan Republik Indonesia Nomor:
pendidik: Meningkatkan kesopanan di sekolah dan
masyarakat dengan memodelkan kebajikan sipil. P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2018 tentang
Ilmu Sosial, 103(4), 140-148. https://doi.org/10.1 Tata Cara Pemeriksaan Lapangan Informasi
080/00377996.2011.596860. Titik Panas dan/atau Informasi Kebakaran
Mujiono, Suharyati, S., & Susiana, H. (2019). Profil Hutan dan Lahan.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDESA) MAJU Peraturan Menteri Desa, Pembangunan
JAYA. Rasau Jaya, Kubu Raya: Badan Usaha Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Milik Desa Maju Jaya. Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015
NK Denzin. (2009).Tindakan penelitian: teori tentang Pendirian, Pengurusan, dan
pengantar metode sosiologis. Somerset, Pemberhentian Badan Usaha Milik Desa.
Amerika Serikat: Penerbit Transaksi.
Richard, D. (1997). Kebajikan kewarganegaraan: hak, kewarganegaraan,
Naeem, F., Habib, N., Gul, M., Khalid, M., Saeed, S., dan liberalisme republik (DM dan A. Ryan,
Farooq, S., …, & Kingdon, D. (2016). Sebuah studi Ed.). New York: Teori Politik Oxford.
kualitatif untuk mengeksplorasi pandangan
pasien, perawat, dan profesional kesehatan Riskasari, N. (2018). Kolaborasi aktor pembangunan
untuk mengadaptasi CBT untuk Psikosis (CBTp) dalam mewujudkan desa mandiri di Desa
secara budaya di Pakistan.Psikoterapi Perilaku Bongki Lengkese, Kecamatan Sinjai Timur,
dan Kognitif,44(1), 43–55. https://doi.org/ Kabupaten Sinjai. Jurnal Pemikiran dan
10.1017/ S1352465814000332. Penelitian Administrasi Publik, 8, 121–126.
Noviar. (2018).Rencana tindakan restorasi tahunan Sawerah, S., Muljono, P., & Tjitropranoto, P. (2016).
gambut Provinsi Kalimantan Barat tahun Partisipasi masyarakat dalam kebakaran
2019. Jakarta: Badan Restorasi Gambut. lahan gambut di Kabupaten Mempawah,
Odorlina, R., Situmorang, P., & Simanjuntak, ER Provinsi Kalimantan Barat.Jurnal
(2015). Pengelolaan hutan melalui Penyuluhan, 12(1). https://doi. org/
kearifan lokal masyarakat di sekitar 10.25015/penyuluhan.v12i1.11323. Schnee,
Taman Wisata Alam Sicike-Cike, Sumatera E., Lebih Baik, A., & Cummings, MC (2016).
Utara.Widyariset, 18(1), 145-154. Pedagogi keterlibatan sipil dalam komunitas
Prasetiyo, WH, Kamarudin, KR, & Dewantara, J. kuliah: teori dan praktik. https://doi.
A. (2019). Surabaya hijau dan bersih: org/10.1007/978-3-319-22945-4_13.
melindungilingkungan perkotaan melalui civic Seftyono, C. (2011). Pengetahuan ekologi tradisional
keterikatan masyarakat. Jurnal Manusia masyarakat Orang Asli Jakun dalam menilai
Perilaku dalam Lingkungan Sosial, 29(8), ekosistem servis di Tasik Chini, Malaysia.
997–1014. JSP:Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,15(1),
https://doi.org/10.1080/10911359.2019.1642 55–67. https://doi.org/10.22146/
821. jsp.10925.
Prochaska, F. (2002). Sekolah kewarganegaraan: amal Setyawan, ADWI (2010). Konservasi Dayak
dan kebajikan sipil. London: Civitas: Institut pengetahuan. Biosains, 2(2), 97–108. Shandas, V.
Studi Masyarakat Sipil London. & Messer, WB (2008). Menumbuhkan hijau
Puspaningrum, D. (2015). Kearifan lokal dalam masyarakat melalui keterlibatan sipil:
pengelolaan sumberdaya alam hutan dan pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat
ekosistem (SDHAE) pada masyarakat desa di daerah Portland. Jurnal Asosiasi
penyangga taman nasional meru betiri. JSEP,8 Perencanaan Amerika, 74(4), 408–418. https://
(1), 11–24. doi.org/10.1080/01944360802291265.
Putri, R. & Kahfi, F. (2019). Pengelolaan lingkungan Sakit, D. (2008). Konteks sosial dan konsekuensi dari
melalui ekowisata berbasis masyarakat di perubahan kelembagaan dalam pengelolaan
Taman Nasional Tesso Nilo-Riau. Jurnal sumber daya bersama. Masyarakat dan Sumber
Daya Saing, 5(3), 261–272. Daya Alam, 21(2), 94–105. https://doi. org/
Raharja, SJ (2008). Model kolaborasi dalam 10.1080/08941920701681524.
pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum. Singh, N. (2006). Pengelolaan air adat
Depok: Universitas Indonesia. sistem: menafsirkan dimensi simbolik dalam
rezim sumber daya milik bersama. Masyarakat https://doi.org/10.1080/08941920500519297.
dan Sumber Daya Alam, 19(4), 357–366.

77
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 18 No. 1, Mei 2021: 59-78

Singh, S. (2004). Kesamaan dalam teori: asumsi umum


dalam praktik.Hutan Pohon dan Mata Pencaharian,
14(2–4), 109–120. https://doi.or g/
10.1080/14728028.2004.9752486. SKR
Singh, (2003). Pelajaran dari komunitas
alami sumber
institusi manajemenHutan di Orisa,
Pohon danIndia.
Mata Pencaharian, 233–246. https:// 13(3),
doi.org/10.1080/1472
8028.2003.9752460.
Singh, S. (2006). Komunitas dalam transisi:
implikasi untuk pengelolaan sumber daya milik
bersama. Hutan Pohon dan Mata Pencaharian,16
78
(4), 311–328. https://doi.org/10.1080/1472
Vatn, A. (2001). Sumber daya lingkungan, properti
8028.2006.9752571.
rezim, dan efisiensi. Lingkungan dan
Robiyanto S., Nurmala, M., Setiadi, B., & Nurholis.
Perencanaan C: Pemerintah dan Kebijakan, 19
(2017). Desa Peduli Gambut Provinsi
(1), 665–680. https://doi.org/10.1068/c17s.
Kalimantan Barat Desa Sungai Rasau.
Wahyunto, Nugroho, K., Ritung, S., & Sulaeman, Y.
Diperoleh dari website Badan Restorasi
(2014). Peta lahan gambut Indonesia: metode,
Gambut: http://brg.go.id/wp-content/
kepastian, dan pemanfaatannya (hlm. Prosiding
uploads/2019/03/FINAL-PROFIL-DESA
81-96).Seminar Nasional: pengelolaan
SUNGAI-RASAU.pdf
Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi
Stamm, L. (2009). Keterlibatan masyarakat dalam pendidikan
untuk Mitigasi GRK dan Peningkatan nilai
tinggi: konsep dan praktik.Jurnal Perguruan Tinggi
Ekonomi, Jakarta 18-19 Agustus 2014.
dan Karakter, 10(4). https://doi.
dan
Jakarta: Balai Besar Penelitian Pengembangan
org/10.2202/1940-1639.1050.
Sumberdaya Lahan Pertanian. Putih, P. (2010).
Steg, L. & Vlek, C. (2009). Mendorong
Ulasan Oxford tentang politik pendidikan
perilaku pro lingkungan: tinjauan integratif dan
pendidikan di tahun-tahun awal: tempat kewarganegaraan
agenda penelitian. Jurnal Lingkungan
kebajikan. (Desember 2014). https://doi.
Psikologi, 29(3), 309–317.
org/10.1080/030549899104125. Widyati, E.
https://doi.org/10.1016/j.jenvp.2008.10.004.
(2010). Kajian optimasi pengelolaan lahan gambut
Strauss, A. & Corbin, J. (1998). Dasar-dasar kualitatif
dan isu perubahan iklim.Tekno Hutan
penelitian: teknik dan prosedur untuk
tanaman, 4(2), 57–68. https://doi. org/
mengembangkan grounded theory. London:
10.1007/s10556-007-0052-6. Wiersum, KF,
Sage Publications, Inc.
Singhal, R., & Benneker, C. (2004).
Suriadikarta, DA (2012). Teknologi pengelolaan
Properti bersama dan pengelolaan hutan
lahan rawa berkelanjutan: studi kasus
kolaboratif: dinamika pedesaan dan evolusi
kawasan ex PLG Kalimantan Tengah. Jurnal
dalam rezim kehutanan masyarakat. Hutan
Sumberdaya Lahan, 6(1). https://doi. org/
Pohon dan Mata Pencaharian, 14(2–4), 281–293.
10.2018/jsdl.v6i1.6301.
https://doi.org/10.1080/14728028.2004.9752498.
Thompson, LS & Cerita, M. (2002). Sebuah kolaborasi
Yuliani, EL, Adnan, H., Sunderland, RA, Bakara,
model untuk meningkatkan partisipasi masyarakat.
D., Heri, V., Sammy, J., & Terry, AS (2018).
Kebijakan, Politik, & Praktik Keperawatan, 3(3), 264–
Peran sistem pengetahuan tradisional
273.
pada orangutan Pongo spp. dan
konservasi hutan: studi kasus Danau
Sentarum, Kalimantan Barat, Indonesia.
Tradisional Pengetahuan dalam Konservasi,
52(1), 156–165.
https://doi.org/10.1017/S0030605316000636.
Zulkarnaen, R. (2016). Pengembangan potensi
ekonomi desa melalui Badan Usaha Milik
Desa (BUMDES) Pondok Salam Kabupaten
Purwakarta. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi
Iptek Untuk Masyarakat, 5(1), 1-4.

Anda mungkin juga menyukai