DISUSUN OLEH :
Nama : Afifah Nadia Azahri
NIM : D1051191081
DOSEN PENGAMPU :
Jumiati, S.Si., M.Si.
NIP. -
Alhamdulillah, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan makalah
berjudul “Aturan yang Digunakan dan Interaksi Lembaga dalam Komunitas
Berbasis Program Restorasi Gambut di Semenanjung Malaysia” ini dengan baik
dan tepat waktu. Saya selaku penulis berharap makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang aturan yang berlaku dan
peran pihak pemerintah dalam melaksanakan program restorasi gambut
berkelanjutan.
Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang sudah memberikan bantuan berupa semangat, motivasi hingga
bimbingan dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada dosen pembimbing saya
Ibu Jumiati, S.Si., M.Si., dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang
membantu saya dalam berbagai hal. Saya menyadari bahwa penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan, maka saya mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat positif dan membangun guna menyempurnakan penulisan makalah ini
maupun makalah selanjutnya.
Demikian makalah ini saya buat, apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan ataupun adanya ketidaksesuaian materi yang saya angkat pada makalah
ini, saya mohon maaf sebesar-besarnya.
PENDAHULUAN
Hutan rawa gambut atau yang dieknal juga dengan Peatland Swamp Forest
(PSF) menghasilkan banyak fungsi dan manfaat yang penting, baik bagi
lingkungan maupun manusia. Hutan-hutan ini memiliki fungsi ekologis yang
penting, dari penyimpanan air dan pengaturan aliran, penyerapan dan
penyimpanan karbon, dukungan mata pencaharian bagi masyarakat lokal serta
habitat banyak spesies endemik yang paling langka sekalipun. Terlepas dari
signifikasi ekologi, sosial-ekonomi dan iklimnya yang tinggi, penipisan hutan
rawa gambut tropis terus berlanjut di seluruh dunia pada tingkat yang
mengkhawatirkan.
I.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Perubahan tata kelola hutan rawa gambut dari status hutan hak milik negara
(hutan negara) menjadi status hutan dengan program restorasi hutan gambut
berbasis masyarakat (walau hanya terfokus pada 1000 Ha hutan Lindung Raja
Musa), membawa beberapa hasil positif dalam hal menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk partisipasi masyarakat yang lebih luas dan peluang mata
pencaharian bagi penduduk lokal. Dengan adanya pembentukan komunitas
organisasi merupakan salah satu pencapaian luar biasa terhadap keterlibatan
masyarakat lokal dalam progam rehabilitasi meskipun mereka hanya
memiliki sedikit konstribusi untuk proses perencanaan.
Perubahan status hukum lahan hutan negara menjadi kawasan hutan lindung
permanen, akses bebas masyarakat lokal selama berstatus menjadi lahan
hutan negara ke hutan rawa gambut untuk pengumpulan sumber daya dan
penggunaan lahan hutan untuk pertanian dibatasi. Proses pembatasan ini lah
yang berdampak negatif terhadap mata pencaharian mereka.
Lembaga inti secara aktif terlibat dalam semua dan/atau banyak dari fungsi
tata kelola Hutan Lindung Raja Musa (seperti perencanaan, implementasi,
pemeliharaan, keuangan, koordinasi, pemantauan), sementara lembaga
pendukung bisa bersifat lembaga ataupun individu berperan memberikan
dukungan terhadap lembaga inti.
II.1.5. Pembahasan
Salah satu hasil signifikan dari transisi tata kelola hutan rawa gambut
menjadi restorasi hutan gambut berbasis masyarakat adalah berkembangnya
cakupan yang lebih luas lagi bagi banyak lembaga yang terlibat dalam
pengelolaan hutan rawa gambut dan khususnya pembentukan lembaga
swadaya masyarakat. Partisipasi dan dukungan lokal yang berkelanjutan
dapat dicapai ketika masyarakat melihat bahwa mereka adalah bagian dari
proses pengambilan keputusan, mendapatkan materi dan manfaat hutan serta
mengamankan dukungan institusional. Meskipun pengurangan pelaksanaan
hak hutan yang berbeda mungkin berdampak negatif pada masyarakat lokal,
tetapi pembatasan ini bersama dengan beberapa kegiatan rehabilitasi yang
didorong oleh masyarakat seperti penanaman kembali, sekat kanal dan
patroli hutan berkontribusi pada perbaikan ekologi hutan rawa gambut.
Hutan partisipatif sudah efektif untuk dikonservasi dan meningkatkan
banyak mata pencaharian pedesaan contoh di Bangladesh dan Sri Lanka.
Dengan demikian dapat disarankan bahwa meskipun masyarakat lokal tidak
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, namun memiliki andil yang
cukup besar dalam hal partisipasi proses rehabilitasi hutan rawa gambut serta
mata pencaharian dan perbaikan ekologi adalah hal yang masuk akal.
II.1.6. Kesimpulan
II.2.6. Kesimpulan
PENUTUP
III. 1 Kesimpulan
1.) Kerusakan lahan gambut yang terjadi baik di Indonesia maupun di Luar
Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti cuaca kemarau yang
ekstrem, illegal fogging, kebakaran lahan akibat dari aktivitas pembukaan
lahan pertanian, perkebunan maupun industri, serta disebabkan oleh
ketidaksengajaan dari aktivitas harian manusia seperti membuang puntung
rokok sembarangan di dalam hutan dan lain sebagainya.
2.) Pentingnya peran pemerintah pusat maupun daerah dan lembaga yang
berkaitan dalam memperhatikan dan menggalakan program restorasi gambut
serta bertindak tegas dan menegakan hukum yang berlaku bagi para
pelanggar aturan yang sudah ditetapkan. Komunikasi antar lembaga menjadi
poin penting utama dalam mencapai kesuksesan program ini.
3.) Masyarakat lokal juga berperan penting dalam membantu memenuhi dan
memperlancar program kerja pemerintah, dikarenakan lahan tersebut
merupakan mata pencaharian bagi masyarakat lokal. Kerjasama seperti inilah
yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kondisi ekonomi
masyarakat lokal hingga kondisi ekonomi-sosial daerah yang bersangkutan.
4.) Program restorasi pada laahn rawa gambut dapat berupa pembuatan sumur
bor, sekat kana, revegetasi dan revitalisasi ekonomi masyarakat. Kinerjadi
dari program ini dapat diamati dari perubahan budaya/perilaku masyarakat
seperti menurunnya kasus kebakaran lahan gambut serta terbentuknya
pemahaman dan upaya tata kelola lahan gambut yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan oleh masyarakat.