Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

PENILAIAN KESEHATAN HUTAN DI HUTAN LINDUNG MUTIS

OLEH

DAHLIA KAHAR

2004070012

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izin dan
rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul : “ ”.
Penulisan laporan ini di maksudkan untuk memenuhi nilai tugas Teknologi Perbanyakan
Tanaman. Dalam penyajian hasil laporan ini penulis menyadari bahwa masih belum mendekati
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan koreksi dan saran yang bersifat
membangun sebagai bahan masukan yang bermanfaat demi perbaikan dan peningkatan diri dalam
bidang ilmu pengetahuan.
Penyelesaian hasil laporan ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak baik secara
moril maupun materil.

Kupang, 9 Mei 20023

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .........................................................................................................................
Daftar Isi ..................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................
1.2 Tujuan ................................................................................................................................
1.3 Rumusan Masalah ..............................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................
BAB III METODE PRAKTIKUM ..........................................................................................
3.1 Tempat dan Waktu .............................................................................................................
3.2 Alat dan Bahan ...................................................................................................................
3.3 Metode dan Prosedur Kerja ...............................................................................................
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................
4.1 Hasil dan Pembahasan .......................................................................................................
BAB V PENUTUP ..................................................................................................................
5.1 Kesimpulan ........................................................................................................................
5.2 Saran ..................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................
LAMPIRAN .............................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUHAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan hutan merupakan habitat alami flora dan fauna. Keanekaragaman hayati yang
ada di dalamnya membentuk suatu rantai makanan di dalam hutan yang saling berkaitan satu
sama lain. Definisi kawasan hutan telah diatur pada Undang-Undang Republik Indonesia No.
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Pasal 1 Angka 3), bahwa kawasan hutan adalah wilayah
tertentu yang ditunjuk dan atau telah ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan
keberadaannya sebagai hutan tetap.
Pemantauan status kesehatan hutan dalam pengelolaan HKm diharapkan dapat mengukur
dan terletak di Register 30 KPHL Kota Agung Utara. Melalui Izin Usaha Pemanfaatan Huatan
Kemasyarakatan (IUPHKM) diharapkan dapat menekan laju deforestasi di hutan lindung dan
konsep pengelolaan hutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat diharap dapat menjadi
sumber penghasilan masyarakat sekitar hutan (Kaskoyo et al, 2017). Pengelolaan hutan yang
dilakukan oleh Gapoktan Beringin Jaya akan berpengaruh terhadap status kesehatan hutan
yang dikelola (Safe’i et al, 2019).
Disisi lain, isu global yang terjadi saat ini, seperti: perubahan iklim global, kebakaran
hutan, banjir, dan peningkatan jumlah penduduk memiliki keterkaitan dengan kondisi dan
status hutan (Safe’i, 2017). Kondisi tersebut memerlukan solusi agar tidak sampai berdampak
pada kualitas kesehatan hutannya. Hal tersebut dikarenakan berbagai kegiatan manusia dalam
melakukan pengelolaan hutan secara tidak langsung menimbulkan gangguan terhadap hutan
yang berdampak terhadap kualitas kesehatan hutan. Selain itu, kesadaran petani hutan akan
pentingnya kesehatan hutan demi tercapainya pengelolaan hutan lestari saat ini masih rendah,
sehingga menjadi permasalahan yang harus mendapat perhatian serius (Permadi, 2017).
Persoalan yang terurai ini merupakan dampak dari kondisi sosial ekonomi masyarakat
yang mengalami degradasi dan sesungguhnya masyarakat memiliki nilai kearifan
lokal. Degradasi kondisi sosial ekonomi ini juga mempengaruhi modal sosial
masyarakat. Tekanan masyarakat sosial modal pada norma, kepercayaan, jaringan dan berada
pada katagori moderat. Peran stakeholder dalam pengelolaan HLMT berjalan tidak efektif dan
optimal karena belum memanfaatkan secara maksimal peran dan fungsinya. Sebagian besar
berada di posisi crowd dan hanya KPH Kabupaten TTS dan Dinas LHK NTT yang berada pada
posisi key player. Stakeholder posisi crowd ini dapat ditingkatkan menjadi key player, bila
KPH melibatkan para stakeholder berdasarkan tupoksinya untuk mengelola
HLMT. Berdasarkan pendekatan A'SWOT, strategi prioritas pengelolaan HLMT dengan
prinsip dasar sosial adalah mengembangkan model pengelolaan hutan bersama masyarakat
seperti HKm, hutan desa dan kemitraan kemitraan untuk mengatasi permasalahan sosial dan
pelestarian hutan serta memanfaatkan hasil penelitian dalam pengelolaan hutan. Strategi
prioritas ini dapat berjalan optimal apabila mengendapkan tiga pilar dalam pengelolaan HLMT
yaitu pemerintah (KPH Kabupaten TTS), gereja, dan budaya. Prinsip hukuman sosial menekan
pada partisipasi masyarakat dan pendistribusian manfaat hutan, sehingga dalam pengelolaan
HLMT perlu melibatkan partisipasi masyarakat secara inklusif mulai dari penataan proses,
penataan program dan kebijakan. Masyarakat memikul tanggung jawab yang sama dalam
pengelolaan hutan bersama KPH Kabupaten TTS, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat
ditingkatkan dan kelestarian ekologis tetap terjamin. Pengelolaan hutan dengan prinsip
tembakan sosial ini bersifat universal dan dapat diterapkan pada semua status hutan baik hutan
lindung, produksi maupun konservasi yang mengalami tekanan sosial karena mempunyai
mandat yang sama bahwa hutan harus memberikan distribusi manfaat kepada masyarakat dan
masyarakat berperan secara aktif (berpartisipasi) dalam pengelolaan hutan.

1.2 Tujuan
1. Untuk Mengetaui Produktivitas di hutan lindung mutis
2. Untuk Mengetaui Biodiversitas di hutan lindung mutis
3. Untuk Mengetaui Vitalitas di hutan lindung mutis

1.3 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Produktivitas kesehatan hutan di hutan lindung mutis
2. Bagaimana Biodiversitas kesehatan hutan di hutan lindung mutis
3. Bagaimana Vitalitas kesehatan hutan di hutan lindung mutis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Lindung Mutis adalah sebuah kawasan hutan lindung yang terletak di Pulau Timor,
Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Kawasan hutan ini memiliki luas sekitar 72.000 hektar dan
terletak di ketinggian antara 1.000 - 2.427 meter di atas permukaan laut. Hutan Lindung Mutis
memiliki beragam flora dan fauna yang langka dan dilindungi, seperti elang Jawa, ayam hutan
merah, tarsius, serta berbagai jenis orkid dan anggrek. Kawasan ini juga merupakan habitat bagi
beberapa spesies tumbuhan endemik, seperti pohon kemenyan dan pohon tanjung. Selain
keindahan alamnya, Hutan Lindung Mutis juga memiliki nilai sejarah dan budaya yang penting
bagi masyarakat setempat. Di kawasan hutan ini terdapat situs-situs bersejarah, seperti makam
Raja Mutis, tempat pemakaman nenek moyang suku Atoni, dan beberapa rumah adat. Hutan
Lindung Mutis memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan konservasi
sumber daya alam. Kawasan ini menjadi tempat konservasi dan penelitian bagi para ahli
lingkungan dan biologi, serta menjadi sumber air bagi wilayah sekitarnya. Oleh karena itu,
kawasan ini dilindungi oleh undang-undang dan hanya dapat diakses dengan izin khusus dari pihak
yang berwenang.
Menurut Kadri et al, (1992) Klasifikasi pohon dalam sebuah hutan sangat berguna untuk
keperluan pengelolaan hutan itu sendiri. Klasifikasi pohon dapat didasarkan pada ukuran pohon
atau posisi tajuk pohon di dalam hutan.

Direktorat Jenderal Kehutanan (1990) dalam Kadri et al, (1992) Parameter ukuran yang
dimaksudkan berupa diameter batang setinggi dada (130 cm di atas tanah) dan tinggi pohon.
Untuk setiap fase pertumbuhan, ukuran tersebut akan selalu berbeda. Oleh karena itu, klasifikasi
pohon berdasarkan ukuran berdasarkan ukuran dibedakan dalam fase sebagai berikut:
a) Semai (seedlings), yaitu pohonyang tingginya kurang dari atau sama 1,5 meter.
b) Serpihan atau pancang (saplings), yaitu pohon yang tingginya lebih dari 1,5 meter dengan
diameter batang kurang dari 10 cm
c) Tiang (poles), yaitu pohon dengan diameter batang 10cm-19cm.
d) Pohon inti (nucleus trees), yaitu pohon dengan diameter 20 cm-40 cm. Pohon inti adalah pohon
jenis komersial dengan diameter batang 20 cm-49 cm yang akan membentuk tegakan utama
dan yang akan ditebang pada rotasi tebang berikutnya.
e) Pohon besar (trees), yaitu pohon dengan diameter batang lebih dari 50 cm.

Konsep penilaian kesehatan hutan menurut kerusakannya (Mangold, 1997) menilai


kesehatan hutan berdasarkan kesehatan pohon penyusunnya, sedangkan kesehatan pohon
dipengaruhi oleh kerusakan yang terjadi pada pohon tersebut. Kerusakan atau cacat yang dimaksud
dalam penilaian ini adalah segala macam kerusakan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman selanjutnya. Nilai penting kerusakan bagi pertumbuhan ditentukan oleh tipe, lokasi pada
tanaman dan tingkat keparahan kerusakan yang terjadi.
Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dalam
perkembangan kehidupan dan peradaban manusia. Pemanfaatan hutan dilakukan dengan cara dan
intensitas yang sangat bervariasi, mulai dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi
kondisi klimaks hutan sampai pada tidakan-tindakan yang menimbulkan perubahan komposisi
hutan yang sangat mencolok. Banyak faktor yang diketahui dapat menyebabkan kerusakan bagi
hutan dan tanaman penyusunnya. Kerusakan itu baik bisa dari lingkungan hutan yang ada yang
sangat berhubungan dengan faktor penyusunnya maupun berasal dari luar hutan itu sendiri.
Penyebab-penyebab kerusakan hutan dapat dikenali dan dievaluasi, kemudian ditekan sedini
mungkin sebelum kerusakan yang besar terjadi dan kondisi menjadi semakin parah. (Sumardi,
Widyaastuti, 2004).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu Praktikum


3.1.1 Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksakan di Kawasan Hutan Lindung Mutis.
3.1.2 Waktu Praktikum
Kegiatan praktikum dilaksanakan tanggal 14-16 April 2023.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Alat Tulis Menulis, Kamera HP, Tali
Rafia, Pita Meter, Roll Meter, Hagameter, Peta Lokasi, Avensa Maps.
3.2.2 Bahan
Bahan yang akan di gunakan dalam praktikum ini adalah Tegakan yang ada dalam klaster
plot.

3.3 Pengumpulan Data


3.3.1 Data Primer
Data primer meliputi seluruh fase tegakan yang ada di dalam klaster plot yang sudah
ditentukan dan diambil titik koordinatnya.
3.3.2 Data Sekunder
Data sekunder meliputi studi pustaka yang mendukung praktikum berupa karateristik
lokasi praktikum serta data pendukung lainnya yang sesuai dengan topik praktikum.

3.4 Metode dan Cara Kerja


3.4.1 Forest Health Monitoring (FHM)
Metode forest health monitoring (FHM), kerusakan dicatat berdasarkan definisi
tipe kerusakan, yaitu kerusakan tersebut dapat mematikan pohon atau mempengaruhi
kemampuan hidup dalam jangka panjang pohon tersebut. Pengamatan tegakan
dilakukan pada seluruh sisi dimulai dari akar sampai daun. Kerusakan dicatat pada
masing-masing tegakan yaitu maksimal tiga kerusakan dan dicatat pada masing-masing
lokasi kerusakan. Ketika ada kerusakan ganda terjadi ditempat yang sama, maka ditulis
hanya nilai kerusakan yang paling parah yang ditulis. Data kerusakan pohon yang
digunakan untuk mengetahui indikator kerusakan pohon, tipe kerusakan, lokasi
kerusakan, dan nilai ambang batas keparahan (Mangold 1997).
3.4.2 Pembuatan Klaster Plot
Pembuatan plot ukur kesehatan hutan ini didasarkan pada metode Forest Health
Monitoring (FHM) (Mangold 1997; USDA-FS 1999). Penetapan plot ukur berdasarkan
tipe hutan. Pembuatan klaster plot FHM kesehatan hutan pada berbagai tipe hutan
sebanyak delapan klaster plot (32 plot ukur).
Sebelum pengambilan data primer dilakukan langkah pertama yaitupembuatan
klaster plot FHM. Klaster plot adalah desain plot contoh yangdigunakan dalam
pembuatan plot ukur. Berdasarkan Metode FHM terdapat beberapa kriteria pembuatan
Klaster plot yaituPengambilan data kesehatan dilakukan melalui pengambilan beberapa
objek yang mewakili seluruh wilayah yang diamati menggunakan klaster-plot atau
petak ukur. Desain klaster-plot yang dibuat menggunakan teknik FHM (Mangold,
1997; USDA-FS, 1999).
Berdasarkan Metode FHM terdapat beberapa kriteria pembuatan Klaster plot
yaitu:
1. Mempunyai anular plot berupa lingkaran dengan jari-jari 17,95 m dan sub plot
dengan jari-jari 7,32 m dengan demikian luas yang tercakupdalam satu buah klaster
plot seluas 4046,86 m2. Penelitian dilakukan di 8 klaster plot (32 plot ukur) dengan
luas lokasi penelitian seluas 4699,32 ha.
2. Titik pusat subplot 1 merupakan titik pusat bagi keseluruhan plot, titikpusat sub
plot 2 terletak pada arah 0° atau 360° dari titik pusat sub plot 1. Titik sub plot 3
terletak pada arah 120° dari titik pusat sub plot 1 dan titik sub plot 4 terletak pada
arah 240° dari titk sub plot 1 dengan masing-masing jarak antara titik pusat sub plot
adalah 36,6 m.
3. Klaster plot terdiri dari 4 anular plot untuk fase pohon, sub plot untuk fase tiang,
mikroplot untuk semai dan panjang.
4. Pengambilan sampel di setiap plot dilakukan sesuai arah jarum jam.
Gambar Desai Klaster Plot

3.4.3 Indikator Yang Diamati Dalam Metode FHM


Pemantauan kesehatan hutan dilakukan dengan pengumpulan dan pengukuran
data berdasarkan parameter indikator ekologis kesehatan hutan, meliputi produktivitas
(pertumbuhan pohon), biodiversitas (keanekaragaman jenis pohon), serta vitalitas
(kondisi kerusakan pohon dan kondisi tajuk). Selanjutnya dilakukan pengolahan dan
analisis data terhadap hasil dari pengumpulan data di lapangan berupa pengukuran
parameter dari indikator ekologis kesehatan hutan:
a) Pertumbuhan pohon dihitung sebagai volume pohon dan pertumbuhan luas bidang
dasar (LBDS). LBDS merupakan luas penampang melintang suatu batang yang
diukur setinggi dada, sehingga dapat dinyatakan sebagai LBDS = 1/4π(dbh)2
(Cline, 1995) sedangkan volume pohon dinyatakan dengan rumus V = ¼ π.(d)2 .T.
F. T adalah tinggi pohon dan F adalah angka faktor yang diwakili nilai 0,7 (Simon,
1996).
Keterangan : LBDS : luas bidang dasar
Dbh : diameter setinggi dada
T : tinggi pohon
F : angka faktor yang diwakili nilai 0,7 (Simon, 1996)
Tabel Nilai Ambang Batas Status Kesehatan Hutan (Rahmat Safe’I, 2019)
No. Kategori Kelas Nilai
1 Baik 8,97 - 11,49
2 Sedang 6,44 - 8,96
3 Buruk 3,90 - 6,43
b) Biodiversitas dihitung berdasarkan indeks keanekaragaman spesies atau diversity
index menggunakan rumus perhitungan Shannon-Weiner Index, yaitu: H’= -Σ pi ln
pi dimana Pi = ni/N (Kent dan Paddy, 1992)
Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
Ni = Jumlah individu jenis jenis ke- i
N = Jumlah individu seluruh jenis
Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)
H1 : keanekaragaman rendah
1≤H≤3 : keanekaragaman sedang
H3 : keanekaragaman tinggi
c) Vitalitas diperoleh berdasarkan kerusakan pohon dan kondisi tajuk, kondisi
kerusakan pohon dihitung berdasarkan nilai indeks kerusakan pohon tingkat klaster
plot (Cluster plot Level Index-CLI) (Nuhamara et al, 2001).
Indikator vitalis terdiri dari dua indikator yaitu:
• Pengukuran Kerusakan Pohon
Adapun parameter untuk mengukur kerusakan pohon antara lain Lokasi
kerusakan, tipe kerusakan, dan nilai ambang keparahan pohon penyusun
hutanyang berada di dalam klaster plot FHM.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Dan Pembahasan


4.1.1 Pohon

Nama Keliling Tinggi Tingkat Jenis penyakit Lokasi penyakit


pohon pohon pohon kepearahan
Ampupu 310cm 9,3 m 20% Mati pucuk ,batang Batang bagian
( sedang) pecah bawah,batang
bagian cabang
Ampupu 240cm 8,9 m Luka terbuka,sarang Batang bagian
rayap,cabang atas,cabang ,batang
patah,kanker,batang bagian bawah
pecah
Ampupu 66cm 12m 20-29% Batang pecah dan Batang pohon
liana
Ampupu 230cm 8m 40-49% Kanker,batang Akar,batang bawah
pecah,akar mati
Ampupu 85cm 10m Mati

4.1.2 Tiang

Nama Keliling Tinggi Tingkat Jenis penyakit Lokasi penyakit


pohon pohon pohon keparaha
n
Ampupu 40cm 5m 50-59% Kanker batang Batang pohon
Ampupu 52cm 4m 30-39% Jamur,batang pecah Daun dan Batang
bawah pohon
Ampupu 32cm 6m 20-29% Lumut ,cabang Batang pohon
patah
Ampupu 54cm 6m 60-69% Tumor batang Batangb bawah
pohon
Ampupu 42cm 4m 30-39% Lumut ,batang Batang pohon
pecah
Ampupu 37`cm 4m 40-49% Batang pecah Batang pohon
,hama ulat bulu
4.1.3 Pancang

Nama Keliling Tinggi Tingkat Jenis penyakit Lokasi penyakit


pohon pohon pohon keparahan
Ampupu 13 cm 2m 20-29% Jamur ,batang patah Batang dan cabang
batang pohon
Ampupu 28 cm 3m 30-39% Hama Batang pohon
Ampupu 13cm 2m 20-29% Lumut dan jamur Batang bawah
Ampupu 14cm 1m 30-39% Luka terbuka Batang pohon
Ampupu
Ampupu 21cm 2,8m 20-29% Jamur Daun
Ampupu 13cm 1,5m 40-49% Batang pecah Batang pohon
Ampupu 14cm 2,4m 30-39% Jamur dan lumut Batang pohon
Ampupu 15cm 1,4m 30-39% Batang pecah Batang bawah
Ampupu 21cm 2,3m 30-39% Hama ,cabang mati Daun dan cabang
pohon
Ampupu 22cm 3,2m 20-29% Pucuk rusak Pucuk pohon
Ampupu 24cm 1,6m 30-39% Sarang hama ulat bulu Batang pohon

Dalam praktikum kali ini kami mendapatkan hasil seperti pada table diatas, Jenis yang
paling dominan dalam praktikum ini adalah pohon ampupu dengan jenis kerusakan yang paling
dominan adalah kanker batang dan batang pecah pada beberapa klaster plot yang dibuat dan
diamati disimpulkan bahwa tingkat keparahan yang ada pada setiap klaster plot adalah dari yang
sedang sampai parah.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Pada praktikum kali ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kerusakan pohon pada lokasi
kawasan hutan lindung dapat dikatakan parah dari presentase yang ada pada hasil dan
pembahasan yang ada. Dan dengan metode forest health monitoring kita dapat mengetahui dan
membedakan seua penyakit yang terdapat pada setiap pohon.

5.2 Saran

Kesehatan hutan adalah suatu hal yang sangat penting untuk diketahui dan sangat bagus
untuk dipelajari ada beberapa kekurangan dalam praktikum kali ini yang dapat dilengkapi dalam
praktikum kali yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/191865
https://online-journal.unja.ac.id/STP/article/download/8066/9819/20313
http://repository.lppm.unila.ac.id/21723/1/document%282%29.pdf
TREE HEALTH ANALYSIS USING FOREST HEALTH MONITORING METHOD (A Case Study of
Three Forest Functions in Lampung Province) Rahmat Safe’ia) , Hari Kaskoyob) , Arief Darmawanc) a,
b, c) Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Ir. Soemantri
Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145, rahmat.safei@fp.unila.ac.id, hari.kaskoyo@fp.unila.ac.id,
arief.darmawan@fp.unila.ac.id
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai