EKONOMI LINGKUNGAN
Disusun Oleh :
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas mata kuliah Ekonomi Lingkungan.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan orang tua, kerabat dan teman-teman kami, sehingga kendala-
kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang telah membantu menyusun makalah ini.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………..
Daftar Isi …………………………………………………………………………………..
BAB. I PENDAHULUAN ………………………………………………………………
1.1 Latar Belakang..............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................
1.3 Tujuan...........................................................................................................................
1.4 Manfaat........................................................................................................................
BAB.II PEMBAHASAN........................................................................................................
2.1 Pengertian Sumber Daya Hutan........................................................................................
2.2 Manfaat dan Nilai Ekonomi Sumber Daya Hutan............................................................
2.3 Emisi Karbon Dioksida.....................................................................................................
2.4 Cara Pelestarian Sumber Daya Hutan...............................................................................
2.5 Konsep WTP dan WTA....................................................................................................
2.6 Konsep WTP dan WTA pada Oksigen yang Dihasilkan Hutan.......................................
BAB. III PENUTUP ………………………………………………………………………..
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................................
3.2 Saran..................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
Berbagai fungsi yang terkait dengan sumber daya hutan (fungsi ekologis, sosial, dan
ekonomi) dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan untuk kelangsungan kehidupan
ekosistem juga dapat menjadi nilai lebih ketika dimanfaatkan dengan baik. Hutan sebagai
salah satu sumber daya yang sangat potensila mengahsilkan penghidupan bagi seluruh
makhluk hidup, kondisi saat ini banyak hutan yangrusak dan pelestarian yang sangat minim,
pelaksanaan upaya pelestarianhutan yang telah rusakdan demi tersedianya oksigen akan
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu diharapkan bagi masyarakat untuk peduli
akan hutan terutama hutan lindung untuk ikut membayar dan melakukan suatu tindakan
dalam pelestariannya. Makalah ini membahas mengenai WTP dan WTA yaitu kesediaan
untuk membayarkan sejumlah uang untuk memperoleh manfaat dari sumber daya yang
diinginkan serta kesediaan individu untuk menerima kompensasi bila sumber daya tersebut
dimanfaatkan oleh individu lain atau diubah pemanfaatannya seperti hutan yang akan
mengahasilkan oksigen.
Memahami tentang konsep WTP dan WTA yaitu kesediaan untuk membayarkan
sejumlah uang untuk memperoleh manfaat dari sumber daya yang diinginkan serta kesediaan
individu untuk menerima kompensasi bila sumber daya tersebut dimanfaatkan oleh individu
lain atau diubah pemanfaatannya seperti hutan yang akan mengahasilkan oksigen seta nilai
ekonomi Sumber Daya Hutan.
BAB II
PEMBAHASAN
Sumber daya alam adalah semua yang terdapat di alam (kekayaan alam) yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Sumber daya alam
terbagidua yaitu sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non hayati. Sumber daya
alam hayatidisebut juga sumber daya alam biotik yaitu semua yang terdapat di alam
(kekayaan alam) berupa makhluk hidup. Sedangkan sumber daya alam non hayati atau
sumber daya alam abiotik adalahsemua kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia berupa benda mati.
Sumber Daya Hutan merupakan sumber daya alam hayati diamana pengertian dari
sumber daya alam ini adalah sumber daya alam yang dapat dipulihkan karena proses
regenerasi, baik secara alamiah maupun secara buatan dapat terjadi dalam periode waktu
yang tidak sangat lama (10 tahun, 20 tahun, 30 tahun, 40 tahun, 50 tahun, 70 tahun, atau 100
tahun) sehingga manusia yang melakukan proses pemulihan hutan memungkinkan dapat
melihat kembali wujud hutan yang dibangun, bahkan memungkinkan memanfaatkan
hasilnya. Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, mendefinisikan hutan
sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang
didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan dengan lingkungannya, yang satu dengan lain
tidak dapat dipisahkan. Berbeda dengan bahan-bahan tambang, misalnya minyak bumi dan
batu bara, dikatagorikan sebagai sumber daya alam yang tidak dapat dipulihkan
(nonrenewable resources). Mengingat terbentuknya bahan tersebut hanya terjadi secara
alamiah dan memerlukan waktu yang sangat lama (ratusan bahkan ribuan tahun), sehingga
pemanfaatannya harus sehemat mungkin.
Oleh karena itu, kelestariaan sumber daya alam tersebut bergantung pada tingkat
eksploitasi yang dilakukan manusia. Untuk sumber daya hutan sebagai pengahsil oksigen
kelestariannya sangat bergantung kepada tingkat eksploitasi dan upaya rehabilitasi yang
seimbang dengan eksploitasinya. Melalui upaya rehabilitasi lahan hutan diharapkan
keseimbangan ekologi tetap terjaga artinya keseimbangan dinamis antara manusia, hewan,
tumbuhan dan lingkungan hidup akan lestari.
2.2 Manfaat Dan Nilai Ekonomi Sumber Daya Hutan
Manfaat dari sumber daya hutan semakin nyata dirasakan saat ini. Apalagi dengan
terjadinya bencana alam dimana-mana, akibat dari pengundulan dan pengrusakan hutan.
Selain bencana alam seperti banjir dan tanah longsor pada musim hujan, pada musim
kemarau terjadi kekeringan di beberapa tempat. Manfaat hutan dapat berupa pemanfaatan
kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pengikat air bagi pohon serta pengikat karbon
dioksida untuk mengahasilkan oksigen.
Karbon dioksida adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen
yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan
temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi. “Karbon dioksida adalah gas
rumah kaca yang penting karena ia menyerap gelombang inframerah dengan kuat. Emisi
karbon dioksida adalah Buangan atau hasil dari gas gas yang dikeluarkan dari hasil
pembakaran senyawa yang mngandung karbon khususnya karbon dioksida. Contohnya : CFC
(Chlor Fluoro Karbon) dari Gas Pendingin (gas Freon) pada AC, Kulkas, Cat Piloks, Obat
nyamuk semprot, Hair spray semprot, dll.”
Untuk terlibat dalam tindakan iklim internasional, pemerintah China harus mengambil
langkah-langkah untuk mengurangi emisi CO2. Asumsikan bahwa pemerintah China akan
menyiapkan target pengurangan emisi untuk sektor padat energi-, seperti industri listrik,
kimia, dan semen. Pada tahun 2010, pemerintah China berkomitmen untuk mengurangi emisi
CO2 per unit GDP dengan 40% -45% pada 2020 dibandingkan dengan tingkat tahun 2005,
meningkatkan pangsa bahan bakar non-fosil di dasar konsumsi energi sebesar 15%, dan
meningkatkan penyerapan karbon dari hutan sementara pelaksanaan rencana aksi untuk
perlindungan hutan. (Hong Xia, 2014)
Hutan adalah paru-paru dunia yang dapat menyerap karbondioksida dan menyediakan
oksigen bagi kehidupan dimuka bumi ini. Pelestarian dalam pengertian yang luas merupakan
salah satu penerapan yang penting dari ekologi. Tujuan dari pelestarian yang sebenarnya
adalah memastikan pengawetan kualitas lingkungan yang mengindahkan estitika dan
kebutuhan maupun hasilnya serta memastikan kelanjutan hasil tanaman, hewan, bahan-bahan
yang berguna dengan menciptakan siklus seimbang antara panenan dan pembaharuan.
Cara pelestarian hutan yang dapat dilakukan adalah dengan reboisasi. Biaya yang
dikeluarkan untuk reboisasi dan penghijauan sudah sangat besar namun hasilnya tidak
menggembirakan, banyak pohon yang ditanam untuk penghijauan dan reboisasi dimatikan
lagi oleh penduduk karena perpindahan ladang dan pembukaan lahan baru, untuk itu salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk reboisasi adalah dengan sistem tumpang sari, dalam
sistem ini peladang diperbolehkan menanam tanaman pangan diantara larikan pohon dengan
perjanjian petani memelihara pohon hutan yang ditanam dan setelah kira-kira lima tahun
waktu pohon sudah besar petani harus pindah, namun dalam kenyataan petani banyak tidak
memelihara pohon atau bahkan mematikan pohon tersebut karena dianggap mengganggu
tanaman usaha taninya sehingga tidak jarang mereka menetap di tempat tersebut.
Dalam hal ini WTP merupakan nilai kegunaan potensial darisumberdaya alam dan jasa
lingkungan. Penghitungan WTP dapatdilakukan secara langsung (direct method) dengan
melakukan survey, dan secara tidak langsung (indirect method), yaitu penghitungan terhadap
nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi.
WTP adalah harga maksimum dari suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada
waktu tertentu. WTP dapat diartikan pula kesanggupan konsumen untuk membeli suatu
barang. WTP adalah harga pada tingkat konsumen yang merefleksikan nilai barang atau jasa
dan pengorbanan untuk memperolehnya. Disisi lain, WTP ditujukan untuk mengetahui daya
beli konsumen berdasarkan persepsi konsumen.
Metode memperoleh WTP adalah untuk memperoleh taksiran WTP dari suatu barang
atau jasa publik serta sumber daya dapat digunakan metode atau teknik stated or revealed
preferences survey (survei preferensi konsumen). Metode atau teknik stated preferences (SP)
adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur preferensi masyarakat atau konsumen
apabila kepada mereka diberikan alternatif atau pilihan.
Dalam operasionalnya, survei dapat dilakukan dengan metode Contingent Valuation
(CV) atau sering juga disebut sebagai WTP Survey, yang secara langsung dapat memperoleh
nilai-nilai WTP dari konsumen. Pendekatan dasar dari metode CV adalah menjelaskan suatu
skenario kebijakan tertentu secara hipotetik yang dituangkan dalam suatu kuesioner, dan
kemudian ditanyakan atau diserahkan kepada konsumen untuk mengetahui WTP yang
sebenarnya dari suatu barang atau jasa tertentu, ada dua manfaat melakukan survei CV,
yaitu :
1. Dapat memperoleh opini dan preferensi konsumen terhadap suatu barang atau jasa
secara langsung.
2. Metode CV adalah bentuk eksperimen lapangan yang praktis.
Di negara Cina sudah mulai diterapkan CVM yang dimana CVM adalah pendekatan
populer digunakan untuk langsung mengevaluasi nilai-nilai non-pasar, terutama untuk estimasi nilai
moneter bagi lingkungan. Menggunakan teknik survey, CVM melibatkan simulasi pasar hipotetical
dan meminta sampel acak responden untuk WTP mereka untuk jelas dari sumber publik. Meskipun
CVM memiliki keterbatasan, metode ini masih dianggap sebagai pendekatan yang berharga untuk
diterapkan di lebih dari 50 negara untuk memperkirakan vironment ronmental keuntungan dan nilai-
nilai perlindungan ekosistem oleh pemerintah mereka atau organisasi-organisasi internasional.
Metode penilaian manfaat hutan pada dasarnya dibagi dalam dua kelompok yaitu
metode atas dasar pasar dan metode pendekatan terhadap pasar yaitu pendekatan terhadap
kesediaan membayar. Metode pendekatan terhadap pasar ini oleh beberapa ahli ekonomi
telah dikembangkan dan diaplikasikan untuk menilai manfaat hutan yang tidak memiliki
harga pasar dalam satuan moneter. Metode ini mencoba untuk menggambarkan permintaan
konsumen, sebagai contoh kesediaan membayar konsumen (willingness to pay-WTP)
terhadap manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter, atau
kesediaan menerima konsumen (willingness to accept – WTA) terhadap kompensasi yang
diberikan kepada konsumen untuk manfaat yang hilang dalam satuan moneter.
A. Membuat Pasar Hipotetik
Tahap awal dalam menjalankan CVM adalah membuat pasar hipotetik. Pasar
hipotetik tersebut dibangun untuk memberikan suatu alasan mengapa masyarakat seharusnya
membayar terhadap suatu barang/jasa lingkungan dimana tidak terdapat nilai dalam mata
uang berapa harga barang/jasa lingkungan tersebut. Dalam pasar hipotetik harus
menggambarkan bagaimana mekanisme pembayaran yang dilakukan. Skenario kegiatan
harus diuraikan secara jelas dalam kuisioner sehingga responden dapat memahami barang
lingkungan yang dipertanyakan serta keterlibatan masyarakat dalam rencana kegiatan. Selain
itu, di dalam kuisioner juga perlu dijelaskan perubahan yang akan terjadi jika terdapat
keinginan masyrakat membayar.
Setelah data mengenai nilai WTP terkumpul, tahap selanjutnya adalah menghitung
nilai tengah (median) dan nilai rata-rata (mean) dari WTP tersebut. Nilai tengah digunakan
apabila terjadi rentang nilai penawaran yang terlalu jauh. Jika penghitungan nilai penawaran
menggunakan rata-rata, maka akan diperoleh nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya.
Oleh karena itu, lebih baik menggunakan nilai tengah karena nilai tengah tidak dipengaruhi
oleh rentang penawaran yang cukup besar. Nilai tengah penawaran selalu lebih kecil daripada
nilai rata-rata penawaran.
Suatu kurva WTP dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai WTP sebagai
variabel dependen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut sebagai variabel
independen. Kurva WTP ini dapat digunakan untuk memperkirakan perubahan nilai WTP
karena perubahan sejumlah variabel independen yang berhubungan dengan mutu lingkungan.
Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dapat berkorelasi linier dengan bentuk
persamaan umum sebagai berikut :
E. Menjumlahkan Data
Pada tahap ini dilakukan penilaian sejauh mana penerapan CVM telah berhasil
dilakukan. Penilaian tersebut dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan seperti
apakah responden benar-benar mengerti dan memahami mengenai pasar hipotetik, berapa
banyak kepemilikan responden terhadap barang/jasa lingkungan yang terdapat dalam pasar
hipotetik, seberapa baik pasar hipotetik yang dibuat dapat mencakup semua aspek barang/jasa
lingkungan, asumsi apa yang diperlukan untuk menghasilkan nilai tengah dan
menggambarkan nilai tawaran agregat, dan pertanyaan sejenis lainnya.
Penelitian mengenai “Konsep Nilai Ekonomi Total Dan Metode Penilaian Sumberdaya
Hutan” yang berlokasi di Bogor.
Kajian ini merupakan hasil kajian desk study yaitu dengan melakukan pengumpulan
data dengan cara studi literatur melalui pengumpulan berbagai referensi yang memuat
berbagai konsep dan teori mengenai nilai ekonomi total sumber daya alam dan metode
penilaian sumber daya hutan. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif untuk
mengklasifikasikan teori yang berkaitan dengan nilai ekonomi total dan metode penilaian
sumber daya hutan. Hasilnya adalah bahwa nilai merupakan persepsi manusia tentang makna
suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh
karena itu akan terjadi keragaman nilai sumberdaya hutan berdasarkan pada persepsi dan
lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai sumberdaya hutan sendiri bersumber dari
berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara
langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan, dan hal
tersebut dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai sumberdaya hutan tersebut. Hal tersebut
mungkin berbeda dengan persepsi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan tidak
menerima manfaat secara langsung. Nilai sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasi
berdasarkan beberapa kelompok. Terdapat nilai berdasarkan cara penilaian atau penentuan
besar nilai dilakukan, yaitu : (a) nilai pasar, yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi
pasar, (b) nilai kegunaan, yaitu nilai yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut
oleh individu tertentu, dan (c) nilai sosial, yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan,
hukum, ataupun perwakilan masyarakat. Kemudian terdapat klasifikasi nilai manfaat yang
menggambarkan Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) berdasarkan cara atau proses
manfaat tersebut diperoleh.
Metode contingent valuation ialah metode penilaian WTP yang digunakan pada
studi ini. Metode contingent valuation adalah teknik survai yang mencoba untuk
mendapatkan informasi tentang preferensi individu/rumahtangga untuk suatu
barang atau jasa/pelayanan.
WTA adalah nilai kegunaan awal individu dari barang dan jasa sebelum ada perubahan
atau kesediaan individu untuk menerima kompensasi bila barang dan jasa tersebut
dimanfaatkan oleh individu lain atau diubah pemanfaatannya.
Pemilihan penggunaan konsep WTP dan WTA dalam menilai sumberdaya berkaitan erat
dengan status kepemilikan sumberdaya (property right). Dimana sumberdaya hutantelah
memiliki sistem pengelolaan yang sudah baik, WTA untuk kompensasi kehilangan hak
pengelolaan, misalnya daerah tambang menjadi lebih relevan daripada WTP. Secara umum
konsep WTP digunakan dalam situasi dimana pengguna sumberdaya tidak secara jelas
memiliki sumberdaya tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa peraturan dan
perundang-undangan mengenai kehutanan yang ada.
Pada studi Hong Xia (2014) tertuju pada tujuan untuk memberikan konsep WTP untuk
perbaikan lingkungan dengan tujuan nya yang lebih spesifik akan memberikan pengetahuan kepada
masyarakat China dan membangun kesadaran akan masalah perubahan iklim dan bagaimana
masyarakat dapat mendukung kebijakan pula pemerintah dalam mengurangi emisi CO2, dan juga
untuk memberikan pengambil keputusan dengan informasi untuk merancang kebijakan yang efektif
yang dapat memfasilitasi adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan transisi menuju masyarakat
karbon rendah.
2.6 Konsep WTP dan WTA pada oksigen yang di hasilkan hutan
Nilai ekonomi suatu fungsi ekosistem atau jasa berkaitan dengan kontribusinya untuk
mensejahterakan manusia, dimana kesejahteraan itu diukur dalam artian masing-masing
individu mempunyai penilaiannya sendiri terhadap kehidupan yang lebih baik. “Konsep
ekonomi untuk menilai sumberdaya alam dapat diketahui dari keinginan setiap individu
untuk membayar (individual willingness to pay) dari selera (taste) dan preferensi (preferences
) atas barang dan jasa yang dikonsumsi” (Suhermanto, 2014). Agregat jumlah nilai-nilai
individu menjadi nilai social dari sumberdaya hutan. Dengan demikian konsep penilaian
ekonomi sumberdaya hutan adalah upaya untuk memberikan nilai yang komprehensif
terhadap sumberdaya hutan baik yang tersedia dipasar dalam arti diperjualbelikan maupun
yang tidak dapat dipasarkan (non marketable) dalam satuan moneter.
Willingness to pay (WTP) atau kesediaan untuk membayar merupakan kesediaan individu
untuk membayar suatu kondisi lingkungan (penilaianterhadap sumberdaya alam dan jasa
alami) dalam rangka memperbaiki kualitas lingkungan.
Dari penelitian yang dilakukan Hong-Xia pada 2014, bahwa masyarakat Cina
bersedia membayar CNU 201,86 per tahun untuk mendukung kebijakan untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca. Peserta dari Beijing menunjukkan WTP tertinggi. Viscusi dan
Zeckhauser (2006) memperkirakan bahwa Amerika bersedia membayar US $ 1.500 di pajak gas
untuk mendukung mitigasi perubahan iklim. Solomon dan Johnson (2009) menemukan bahwa 83%
responden dari Michigan, Minnesota, Wisconsin dan bersedia membayar uang tambahan untuk
menggunakan biomassa untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dalam WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat
untuk membayar ataum engeluarkan uang dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan
sesuai dengan standar yangdiinginkannya. Kesediaan membayar ini didasarkan atas
pertimbangan biaya dan manfaat yang akan diperoleh konsumen tersebut. Hasil dari
penelitian Hong Xia (2014) pada pengamatannya menemukan suatu kesimpulan bahwa
peserta dengan pendapatan yang lebih tinggi, kepuasan yang lebih tinggi dengan kehidupan
mereka saat ini, dan kesadaran tentang isu-isu iklim bersedia membayar lebih untuk CO2 dan
pengurangan emisi. Dalam hal ini WTP merupakan nilai kegunaan potensial darisumberdaya
alam dan jasa lingkungan.
Saat WTA di terapkan kepada hutan, kurang lebih seperti nilai kegunaan hutan
tersebut sebelum ada perubahan atas hutan tersebut atau kesediaan pihak-pihak tertentu untuk
menerima kompensasi atau uang jika hutan tersebut dimanfaatkan oleh pihak lain atau diubah
pemanfaatannya namun tetap dalam bentuk hutan. Contohnya saat hutan tersebut memiliki
beberapa potensi dalam suatu hal seperti satwa langka, tanaman langka, atau jenis jenis
tanaman yang berguna yang tumbuh mendominasi dalam hutan tersebut namun pengguna
atau kepemilikan sumber daya yang tidak jelas, sehingga ada pihak yang ingin membuat
perubahan dan harus memberikan kompensasi kepada pihak-pihak daerah sekitar, biasanya
desa, kampung yang secara tidak langsung mempunyai atau memiliki sumber daya hutan di
daerah tersebut.
Nilai pasif sumber daya alam termasuk hutan atau sering juga dikenal dengan nilai
keberadaaan dapat diketahui dengan melihat keinginan membayar (Willingness To Pay) dari
masyarakat terhadap perbaikan lingkungan dan keinginan menerima kompensasi (Willingness
To Accept) dari kerusakan lingkungan. Sebagai contoh kesediaan membayar konsumen WTP
(willingness to pay) terhadap manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan
moneter, atau kesediaan menerima konsumen WTA (willingness to accept) terhadap
kompensasi yang diberikan kepada konsumen untuk manfaat yang hilang dalam satuan
moneter.
Respon dari kesediaan untuk membayar (willingness to pay) oksigen bersih pada
kelstarian hutan dan lingkungan yang berkelanjutan (sustainable), untuk melihat kesediaan
masyarakat dalam membayar kelestarian hutan dengan melalui keikutsertaan dalam reboisasi
maupun ikut melakukan iuran untuk kelangsungan hutan, terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi kesediaan konsumen tersebut. Faktor yang digunakan dalam bahasan ini
untuk mengetahui kesediaan masyarakat untuk membayar adalah manfaat dan nilai ekonomis
hutan, sumber daya yang dihasilkan hutan, dan kelestarian hutan dalam jangka panjang.
Nilai ekonomis hutan yakni hutan dapat menyediakan habitat dan air bersih, mengatur iklim
lokal dan global, menyangga kejadian cuaca, melindungi limpasan air, aliran air dan tanah,
menyimpan karbon, memproduksi oksigen dan mendukung penyerbukan serta siklus nutrisi. Hutan
juga menyediakan sumber daya genetik untuk pertanian dan memiliki nilai spiritual, budaya, rekreasi
dan pariwisata. Ketika seseorang menambahkan kerugian ekonomi berupa penyebaran emisi gas
rumah kaca berarti seseorang tersebut menerima untuk kehilangan sumber daya alam atau
kehilangan jasa dasar alam seperti simpanan karbon, perubahan iklim dan kesehatan terkait polusi.
Manfaat sosial dan kenyamanan jasa hutan juga bisa ditempatkan sebagai nilai ekonomi, pertanian
yang berkelanjutan yakni menghindari meluasnya deforestasi dan menyarankan bahwa manfaat
sosial dan meningkatnya panen atau lebih efisiennya air bisa dikuantifikasi. Meningkatnya panen
bisa meningkatkan nutrisi masyarakat lokal dan pekerja, meningkatkan kesehatan orang,
memanjangkan usia hidup, meningkatkan produktivitas, hal tersebut adalah manfaat ekonomi,
untuk itu banyak masyarakat yang bersedia membayar untuk kelestarian hutan karena selain
oksigen banyak juga nilai ekonomi dari hutan yang akan di dapat.
Estimasi manfaat dari penggunaan sumberdaya hutan juga mencakup biaya sosial. Pada
barang dan jasa yang dijual di pasar sempurna, harga pasar akan mencerminkan biaya
sesungguhnya dari masyarakat untuk memanfaatkannya dengan alternatif pemanfaatan
terbaik. Manfaat bersih yang dapat diturunkan dari alternatif pemanfaatan terbaik disebut
biaya korbanan sosial (social opportunity cost) atau harga bayangan (shadow price). Bagi
produsen biaya marjinal akan meningkat sejalan dengan jumlah output, karena faktor-faktor
teknologi dan karena sumberdaya sebagai bahan proses produksi akan semakin langka.
Penawaran pasar dari barang dicerminkan oleh kurva biaya marjinal yang meningkat sejalan
dengan jumlah produksi. Surplus produsen adalah perbedaan antara penerimaan dari
penjualan produk dengan biaya total produksi, atau biaya korbanan dalam pasar yang
sempurna. Surplus produsen umumnya disebut sebagai rente ekonomi (economic rent) atau
rente sumberdaya (resource rent) pada kasus sumberdaya alam.
Pada sumberdaya hutan atau oksigen yang dihasilkan yakni merupakan sumber daya
yang tidak diperdagangkan dalam pasar, biaya sosial adalah biaya korbanan dari hilangnya
manfaat bagi pengguna. Dalam hal ini sumber daya hutan termasuk kayu dari pohon yang
diambil untuk bahan bangunan juga dapat dimanfaatkan sebagai penyerap emisi karbon
dioksida dan menghasilkan oksigen, sebagaimana perannya sebagai paru-paru dunia. Nilai
pemanfaatan tersebut akan lenyap bila pohon-pohon diambil, yang mencakup biaya
korbanan, paling sedikit sama dengan surplus konsumen yang dihasilkan oleh pemanfaatan
untuk pengahsil oksigen. Dalam valuasi ekonomi ada kaitan antara biaya dan manfaat,
manfaat yang hilang adalah biaya dan biaya yang dapat dihindari adalah manfaat.
Nilai ekonomi total dan metode penilaian ekonomi berupa WTP dan WTA akan memberikan
“nilai” terhadap seluruh manfaat yang dihasilkan hutan baik yang bersifat diperdagangkan
dan memiliki harga pasar maupun yang tidak memiliki harga pasar seperti halnya oksigen
maupun kayu yang dihasilkan. Hal tersebut sangat dibutuhkan mengingat masalah yang
timbul pada saat pengambil kebijakan berusaha untuk menyeimbangkan antara dua tujuan
dalam pengelolaan hutan yaitu manfaat produksi dan manfaat lingkungan, membutuhkan
suatu dasar dan rekomendasi untuk menentukan alokasi sumberdaya alam yang adil.
Penilaian ekonomi, khususnya untuk penilaian manfaat barang dan jasa hasil hutan non kayu
seperti oksigen yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter ini, sangat membantu
dalam perumusan kebijakan pengelolaan hutan dan sistem pengelolaan hutan. Karakteristik
manfaat hutan yang spesifik ini membutuhkan pendekatan teknik penilaian yang berbeda
dengan manfaat hutan yang memiliki harga pasar dan diperdagangkan.Kemudian, dengan
diketahuinya nilai ekonomi total dari sumberdaya hutan, diharapkan akan menciptakan
masyarakat yang sadar akan pelestarian lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya hutan yang
lebih efisien karena manfaat hutan telah diperhitungkan secara memuaskan dalam
perhitungan ekonomis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Faktor-faktor manfaat dan nilai ekonomis hutan, sumber daya yang dihasilkan hutan,
dan kelestarian hutan dalam jangka panjang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
(willingness to pay) pada upaya kelestarian hutan. Faktor yang memiliki pengaruh terbesar
terhadap (willingness to pay) kelestarian hutan adalah nilai ekonomis hutan, dimana nilai
ekonomis ini akan mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat terutama ketersediaan
oksigen yang bersih. Dapat diketahui bahwa adanya keinginan membayar (Willingness To
Pay) dari masyarakat terhadap perbaikan sumber daya hutan untuk menghasilkan oksigen
bersih dan keinginan menerima kompensasi (Willingness To Accept) dari kerusakan
lingkungan. Konsumen memiliki respon dalam hal kesediaannya untuk membayar lebih pada
pelestarian hutan, hal ini akan terlihat pada kesediaan konsumen dalam membayar dan
mengikuti program-program pelestarian hutan, yaitu paling banyak responden bersedia untuk
membayar lebih dan menerima kompensasi dari kerusakan lingkungan jika melakukan
eksploitasi berlebih.
3.2 Saran
Hong-Xia, DUAN and LÄU Yan-Li, LI Yan (2014), Chinese Public's Willingness to Pay for
CO2 Emissions Reductions: A Case Study from Four Provinces/Cities, VOL 5(2): 100-110.
Solomon, B.D., Johnson, N.H., (2009). Valuing climate protection through willingness to pay
for biomass ethanol. Ecological Economics. 68, 2137- 2144.
Viscusi, W.K., Zeckhauser, R.J., (2006). The percep-tion and valuation of the risks of climate
change: A rational and behavioral blend. Climatic Change. 77, 151-177.