Elmanna Kasifya M
190107013
TPPL 1B
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL ..................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................................4
1.3 Tujuan .............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sumber Daya Alam ........................................................................................5
2.2 Penggolongan Sumber Daya Alam ..................................................................................5
2.3 Dasar Pengelolaan Sumber Daya Alam ...........................................................................6
2.4 Pengertian Konservasi Lingkungan .................................................................................7
2.5 Konservasi Lingkungan Yang Berkorelasi Dengan Biomonitoring ................................8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .....................................................................................................................12
3.2 Saran ...............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................13
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
• Untuk mengetahui pengertian sumber daya alam
• Untuk mengetahui penggolongan sumber daya alam
• Untuk mengetahui dasar pengelolaan sumber daya alam
• Untuk mengetahui pengertian konservasi lingkungan
• Untuk mengetahui konservasi lingkungan yang berkorelasi dengan biomonitoring
4
BAB II
PEMBAHASAN
6
1. Memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan hati-hati dan efisien,
misalnya air, tanah, dan udara
2. Menggunakan bahan pengganti, misalnya metalurgi (campuran)
3. Mengembangkan metode menambang dan memproses efisien serta pendaurulang
(recycling)
4. Melaksanakan etika lingkungan berdasarkan falsafah hidup secara damai dengan alam.
7
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keanekaragamannya.
Pengertian konservasi sumber daya alam dapat mengandung tiga aspek, yaitu :
1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan
Sistem penyangga kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur hayati dan
non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk. Perlindungan sistem penyangga
kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan
kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
2. Pengawetan dan pemeliharaan keanekaragaman, jenis baik flora dan fauna beserta
ekosistemnya.
Tujuan pengawetan jenis tumbuhan dan satwa untuk:
a. Menghindarkan jenis tumbuhan dan satwa dari bahaya kepunahan.
b. Menjaga kemurnian genetik dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa.
c. Memelihara keseimbangan dan kemantapan ekosistem yang ada.
d. Agar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia secara berkelanjutan.
Upaya yang dilakukan untuk pengawetan jenis tumbuhan dan satwa melalui:
a. Penetapan dan penggolongan yang dilindungi dan tidak dilindungi.
b. Pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa serta habitatnya.
c. Pemeliharaan dan pengembangbiakan.
3. Pemanfaatan secara lestari bagi terjaminnya sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui
kegiatan:
a. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam.
b. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.
8
kepentingan. Sebagai upaya menjaga kelestarian ekosistem air maka perlu mempertimbangkan
tingkat konservasi spesies bioindikator dan pengembangan pengelolaan ekosistem air
berkelanjutan dari sumber daya alam.
Konservasi lingkungan yang berkorelasi dengan biomonitoring dapat dilakukan dengan
pengenalan dan pengembangan bioindikator untuk kualitas lingkungan. Sebagai contoh
pengelolaan bioindikator kualitas air sungai. Biomonitoring adalah monitoring kualitas air secara
biologi yang dilakukan dengan melihat keberadaan kelompok organisme petunjuk (indikator) yang
hidup di dalam air.
Biomonitoring merupakan kajian pemantauan kualitas lingkungan menggunakan
organisme. Monitoring secara biologis terhadap toksikan di alam sangat dinamis terhadap waktu
dan tempat. Sistem biologi tersebut dapat mengintegrasikan hampir semua aspek variabel
lingkungan dengan organisme dalam skala waktu yang besar dengan pengukuran yang lebih
mudah. Biomonitoring dapat digunakan untuk guna menduga dampak yang lebih luas dari
pencemaran udara, air, dan tanah terhadap organisme sebagai landangan dalam pengembangan
pengelolaannya. Namun, faktor sosial, ekonomi, dan politik juga diperlukan guna mendukung
keberhasilan pengelolaannya dan konservasi lingkungan.
kualitas air permukaan dengan parameter kimia-fisika belum efektif dalam memberikan
perlindungan dan pengendalian kerusakan ekosistem bada air. Sehingga pada umumnya parameter
tersebut hanya menggambarkan kondiei kualitas air pada saat pengambilan sampel dan tidak
mencerminkan kualitas air secara real. Oleh karena itu diperlukan indikator yang ada dilokasi air
tercemar.
1. Makrozoobentos sebagai bioindikator penilaian kualitas air permukaan
penggunaan makrozoobentos sebagai bioindikator memiliki beberapa keuntungan, yaitu mampu
meefkleksikan kondisi lokal suatu ekosistem sungai, mempunyai siklus hidup yang panjang (lebih
dari 1 tahun), mudah disampling, tingkat sensitivitasnya yang beragam terhadap polutan, dan
keberadaannya yang relative melimpah. Penggunaan bioindikator sebagai pendeteksi pencemaran
air sungai juga dibarengi oleh uji analisis ualitas iar dengan metode Family Biotic Index (FBI),
Lynclon Quality Index (LQI) serta Shannon Wiener untuk mengonfirmasi pencemaran lingkungan
secara analitis.
2. Permodelan Pertumbuhan Makrozoobentos
Permodelan pertumbuhan makrozobentos dilakukan dengan tujuan sebagai model yang
memprediksi pengaruh lingkungan terhadap dinamika populasi makrozoobentos. Penggunaan
bioindikator serta pemodelan pertumbuhannya dapat menunjukkan kondisi ekologis perairan
secara lokal, spesifik, dan dapat menggambarkan integrasi efek perubahan lingkungan jangka
pendek. Penggunaan makrozoobentos di Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan
dan memberikan kemudahan dalam pemantauan di lapangan.
9
b. Pengenalan Dan Pengembangan Bioremediasi Untuk Kualitas Air
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang telah dipilih untuk
ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan tersebut. Pada
saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang
tidak beracun dan berbahaya.
Sehubungan dengan bioremediasi, Pemerintah Indonesia telah mempunyai payung hukum
yang mengatur standar baku kegiatan Bioremediasi dalam mengatasi permasalahan lingkungan
akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan
pestisida) melalui Kementerian Lingkungan Hidup, Kep Men LH No.128 tahun 2003, tentang
tatacara dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi
oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi) yang juga mencantumkan bahwa bioremediasi
dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal.
Pada dasarnya, pengolahan secara biologi dalam pengendalian pencemaran air, termasuk
upaya bioremediasi, dengan memanfaatkan bakteri bukan hal baru namun telah memainkan peran
sentral dalam pengolahan limbah konvensional sejak tahun 1900-an (Mara, Duncan and Horan,
2003). Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah yang mengandung
senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan dengan kegiatan
industri, antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik
terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida (Tortora, 2010), maupun nutrisi dalam air seperti
nitrogen dan fosfat pada perairan tergenang (Great Lakes Bio Systems. Inc. Co Orb-3.com/).
Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi untuk detoksifikasi atau menurunkan polutan
dalam pengendalian pencemaran air telah menjadikan metoda ini menjadi lebih menguntungkan
dibandingkan dengan metoda yang menggunakan bahan kimia. Bahkan, saat ini, flokulan umum
yang berbahan baku Alum untuk menurunkan bahan pencemar air sungai telah bisa digantikan
dengan bioflokulan yang mikroorganismanya diisolasi dari proses lumpur aktif dan diketahui dapat
menurunkan turbiditi sebesar 84-94%. Selain itu, kehandalan mikroba termasuk diantaranya
bakteri, jamur, dan protozoa dalam pengolahan air limbah dan peranannya dalam menjaga
keseimbangan ekologis perairan sudah banyak dielaborasi.
1. Prinsip Dasar
Pengolahan air tercemar secara biologi pada prinsipnya adalah meniru proses alami self
purification di sungai dalam mendegradasi polutan melalui peranan mikroorganisma.
Peranan mikroorganisma pada proses self purification ini pada prinsipnya ada dua
yaitu: pertumbuhan mikroorganisma menempel dan tersuspen
1) Pertumbuhan mikroorganisma menempel Mikroorganisme ini keberadaannya
menempel pada suatu permukaan misalnya pada batuan ataupun tanaman air.
Selanjutnya diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPA) misalnya
dengan sistem trickling filter. Selama pengolahan aerobik air limbah domestik,
10
genus bakteri yang sering ditemukan berupa Gram-negatif berbentuk batang
heterotrofik organisme, termasuk Zooglea, Pseudomonas, Chromobacter,
Achromobacter, Alcaligenes dan Flavobacterium. Filamentous bakteri seperti
genera Beggiatoa, Thiotrix dan Sphaerotilus juga ditemukan dalam biofilm,
sebagaimana organisme seperti Nitrosomonas dan nitrifikasi Nitrobacter.
2) Pertumbuhan mikroorganisma yang tersuspesi Mikroorganisme ini keberadaannya
dalam bentuk suspensi di dalam air yang tercemar. Selanjutnya diaplikasikan pada
IPAL dengan sistem lumpur aktif konvensional menggunakan bak aerasi maupun
sistem SBR (Sequence Batch Reactor). Berbeda dengan mikroorganisma yang
menempel, sistem pertumbuhan mikroorganisma yang tersuspensi terdiri dari
agregat mikroorganisma yang pada umumnya tumbuh sebagai flocs dalam kontak
dengan air limbah pada waktu pengolahan.
2. Teknik Isolasi Bakteri
Isolasi bakteri yang baik dan benar dapat menentukan bakteri yang cocok dalam proses
remediasi air limbah yang diinginkan. Oleh karena itu prinsip pemilihan bakteri hasil
isolasi dapat memberikan kinerja penurunan kadar polutan yang optimal Karena secara
alami jumlah bakteri yang diinginkan terdapat dalam jumlah sedikit, malah lebih
banyak bakteri yang tidak diinginkan, maka diperlukan proses isolasi untuk
memperbanyak bakteri yang dimaksud. Tujuan mengisolasi bakteri adalah untuk
mendapatkan bakteri yang diinginkan dengan cara mengambil sampel mikroba dari
lingkungan yang ingin diteliti. Dari sampel tersebut kemudian dikultur/dibiakkan
dengan menggunakan media universal atau media selektif, tergantung tujuan yang
ingin dicapai ( Tortora, 2010).
3. Aplikasi bioremediasi
1) Isolasi bakteri dan Penurunan Kadar Pencemar Saat ini penelitian dan aplikasi
bioremediasi untuk air tercemar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bakteri
indigenous dan cakteri “commercial product.
2) Identifikasi bakteri Identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara termasuk :
Pengamatan morfologi sel, pewarnaan gram, dan uji biokimia. Beberapa contoh
morfologi sel bakteri yang berasal dari peternakan sapi di Kabupaten Bandung
3) Perbanyakan bakteri Setelah didapatkan isolat yang diinginkan, uji degradasi, dan
identifikasi bakteri, selanjutnya adalah membuat perbanyakan bakteri untuk uji
skala lapangan. Perbanyakan bakteri atau pengembangan inokulum ini merupakan
proses untuk memproduksi inokulum. Perbanyakan bakteri indigenous dilakukan
melalui tahapan: pembuatan kultur stok, pemeliharaan kultur, perbanyakan kultur
tahap I, perbanyakan kultur tahap II, dan pembuatan kultur produksi.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
• Sumber daya alam adalah sesuatu yang ada di sekitar alam lingkungan hidup kita
yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup
manusia agar dapat hidup lebih sejahtera. Sumber daya alam ialah segala sesuatu
yang berada di bawah maupun di atas bumi termasuk tanah itu sendiri.
• Penggolongan sumber daya alam dapat digolongkan berdasarkan pemanfaatannya,
asal proses pembentukannya, dan nilai kegunaannya
• Dalam suatu dasar pengelolaan sumber daya alam terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah prinsip-prinsip ekologi, Inventarisasi sumber daya alam secara
kontinu (terus-menerus), Perkiraan (estimasi) terhadap kebutuhan pada masa yang
akan datang, perencanaan pengembangan dan jadwal pengembangan
• konservasi sumber daya alam dapat diartikan sebagai pengelolaan sumber daya
alam yang dapat menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragamannya.
• Konservasi lingkungan yang berkorelasi dengan biomonitoring dapat dilakukan
dengan pengenalan dan pengembangan bioindikator untuk kualitas air dan
pengenalan dan pengembangan bioremediasi untuk kualitas air. Biomonitoring
adalah monitoring kualitas air secara biologi yang dilakukan dengan melihat
keberadaan kelompok organisme petunjuk (indikator) yang hidup di dalam air.
3.2 SARAN
Pengelolaan sumber daya alam harus didukung dengan konservasi sumber daya
alam agar keseimbangan dan keserasian di alam tetap terjaga. Konservasi sumber daya dalam
harus tetap memegang peranan penting dimasa sekarang dan yang akan datang. menjaga
kelestarian sumber daya alam perlu mempertimbangkan tingkat konservasi spesies bioindikator
dan pengembangan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Husamah, H. and Rahardjanto, A., 2019. BIOINDIKATOR (Teori dan Aplikasi dalam
Biomonitoring). Diakses pada 14 Mei 2020
Pongtuluran, Y., 2015. Manajemen sumber daya alam dan lingkungan. Penerbit Andi. Diakses
pada 14 Mei 2020
Pramita, A., 2018. Biomonitoring Lingkungan. Penerbit Samudra Biru.
Priadie, B., 2012. Teknik bioremediasi sebagai alternatif dalam upaya pengendalian pencemaran
air. Jurnal ilmu lingkungan, 10(1), pp.38-48. Diakses pada 16 Mei 2020
Prisilya., 2018. KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM. Dikutip dari
https://www.academia.edu/38739729/Makalah_Konservasi_Sumber_Daya_Alam. Diakses pada
13 Mei 2020
Puri, S.D.P., 2019. TINJAUAN TENTANG LARANGAN MEMPERDAGANGKAN SATWA LIAR
YANG DILINDUNGI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG
KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA (Studi Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam Riau) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau). Diakses pada 14 Mei 2020
Raha, S. PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN BAIK DAN BIJAKSANA.
Dikutip dari
https://www.academia.edu/6194329/MAKALAH_PENGELOLAAN_SUMBER_DAYA_ALA
M_DENGAN_BAIK_DAN_BIJAKSANA. Diakses pada 13 Mei 2020
Suparmoko, M., 2014. Ekonomi sumber daya alam dan lingkungan. Diakses pada 13 Mei 2020
Zulkifli, H. and Setiawan, D., 2011. Struktur komunitas makrozoobentos di perairan sungai musi
kawasan Pulokerto sebagai instrumen biomonitoring. Jurnal Natur Indonesia Wacana Sains
Indonesia, 14(1), pp.95-99. Diakses pada 14 Mei 2020
Dikutip dari https://www.itb.ac.id/news/read/57273/home/pengembangan-bioindikator-untuk-
pengelolaan-kualitas-air-sungai. Diakses pada 13 Mei 2020
13