Oleh :
Teddy Laszuardy
NPM. E3B023004
1
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Penyayang
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah review
jurnal ini. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mereview artikel ilmiah
yang mengkaji tentang valuasi total dari kawasan hutan. Hasil dari review ini diharapkan
dapat menjadi bahan/referensi dalam memperkaya pengetahuan tentang review pada
artikel-artikel yang memuat kajian valuasi manfaat total dari ekosistem hutan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran demi kesempurnaannya.
Teddy Laszuardy
ii 2
DAFTAR ISI
33
BAB I. PENDAHULUAN
2
BAB II. RINGKASAN DASAR TEORI
Salah satu ekosistem yang menawarkan banyak manfaat lingkungan adalah hutan.
menghasilkan barang yang terbuat dari kayu, menjaga keberadaan berbagai spesies flora
dan fauna, menjaga sistem hidrologi, dan sebagainya. Hutan memiliki banyak
keanekaragaman hayati, yang menghasilkan banyak manfaat lingkungan. Oleh karena itu,
hutan yang lebih besar dan lebih baik akan memberikan manfaat lingkungan yang baik.
Sebaliknya, hutan yang lebih kecil dan terisolasi akan memberikan pelayanan yang lebih
buruk.
Namun, banyak hutan ditebangi dan dikelola secara intensif untuk penggunaan
lahan lain, seperti perkebunan dan pertanian, untuk memperoleh manfaat ekonomi dan
sosial, yang mengakibatkan penurunan jasa lingkungan setelah hutan disediakan.
Lingkungan hutan mencakup sekitar 31% dari total wilayah kehidupan darat di dunia. Ini
dikenal karena manfaatnya yang signifikan, seperti pengelolaan air, pengolahan nutrisi,
konservasi tanah, asimilasi kontaminasi udara, dan pembersihan air. Karena nilainya tidak
dapat diperdagangkan secara kolektif, para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan
lainnya harus mempertimbangkannya.
Hutan mangrove merupakan salah satu tipe hutan yang khas dan tumbuh di
sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan
banyak dijumpai di daerah pantai dan daerah miring di daerah tropis dan sub tropis.
Ekosistem mangrove merupakan batas yang menghubungkan ekosistem darat dan laut.
Kombinasi ekosistem darat dan perairan menjadikan ekosistem mangrove penuh dengan
sumber daya produktif. Kajian Valuasi Nilai Ekonomi Hutan Hutan mangrove merupakan
salah satu ekosistem pesisir yang banyak terdapat di wilayah tropis.
Nilai yang diberikan terhadap fasilitas hutan oleh masyarakat tertentu di wilayah
tersebut biasanya tidak teridentifikasi di negara-negara yang belum terindustrialisasi.
Penilaian dan estimasi yang tepat merupakan penerapan yang dapat diprediksi jika
pemasok lokal secara eksplisit terus menawarkan barang dan jasa mereka dalam sumber
pengembalian yang berkelanjutan. Oleh karena itu, penilaian sumber daya lingkungan
dengan menetapkan harga ekonomis atas kerusakan atau pembangunan ekologi
memungkinkan para ekonom untuk memperkirakan nilai optimal, terutama ketika pasar
gagal mendistribusikan sumber daya secara optimal. Penting juga untuk menerapkan
prinsip-prinsip ekologi ke dalam prosedur pengambilan keputusan ekonomi karena
kegagalan dalam melakukan hal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi yang
3
konfrontatif tidak hanya bagi generasi sekarang, tetapi juga generasi mendatang. Oleh
karena itu, konsep dasar penyelidikan penilaian ekonomi hutan alam adalah studi yang
tepat waktu, jika manfaat konservasi dapat ditingkatkan.
Dalam melakukan valuasi ekonomi, perlu diketahui seberapa jauh disparitas antara
harga pasar dengan nilai riil yang seharusnya dialokasikan pada sumber daya yang
digunakan. Ilmu ekonomi sebagai alat dalam melakukan penilaian ekonomi adalah ilmu
tentang pengambilan pilihan. Secara konvensional, ilmu ekonomi didefinisikan sebagai
studi tentang bagaimana orang mengalokasikan sumber daya yang langka. Penilaian
ekonomi terhadap sumber daya alam dapat diartikan sebagai studi tentang alokasi sumber
daya alam seperti air, tanah, ikan dan hutan. Manfaat yang dapat diberikan oleh sumber
daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia sangat banyak, namun keterbatasan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta tatanan kelembagaan yang kaku menghambat jenis dan
jumlah pemanfaatannya sehingga manfaat yang diperoleh masih sangat rendah. Penetapan
pilihan terhadap beberapa alternatif pengelolaan lingkungan hidup lebih kompleks,
dibandingkan pemilihan pilihan dalam konteks barang privat murni.
4
BAB III. PEMBAHASAN
5
hutan mangrove yang paling tinggi adalah fungsi hutan mangrove sebagai ketahanan abrasi
sebesar USD 2,287,849.11 atau 44.99%, disusul fungsi manfaat hutan mangrove sebagai
penyedia hara sebesar USD 1,829,762.36 atau 35.98% dan manfaat terendah adalah fungsi
mangrove sebagai penahan intrusi air laut sebesar USD 968.033.81 atau 19,03%.
Secara umum hasil valuasi ekonomi menunjukkan total nilai ekonomi hutan
mangrove di Kabupaten Bengkalis sebesar USD 5.888.794,99 per tahun, nilai manfaat
tertinggi adalah nilai manfaat tidak langsung sebesar USD 5.085.645,27 per tahun atau
sebesar 86,36%, disusul nilai manfaat keberadaan hutan mangrove di Kabupaten
Bengkalis. USD 463,029.72 per tahun atau 7,86%, nilai manfaat langsung sebesar USD
197,282.36 per tahun atau sekitar 3,35%, dan nilai manfaat terendah adalah nilai manfaat
opsi sebesar USD 142,837.64 per tahun atau sekitar 2,43%.
Artikel tersebut ditulis oleh Suharti et al. (2016) dengan tujuan untuk
memperkirakan total nilai potensi manfaat sumber daya mangroveKajian ini menggunakan
nilai ekonomi total sebagai kerangka untuk memperkirakan nilai berbagai pemanfaatan
mangrove di Kecamatan Sinjai Timur, Sulawesi Selatan. Metode survei dilakukan mulai
September 2014 Februari 2015. Parameter yang menjadi kajian dalam penelitian ini
diantaranya adalah identifikasi jenis hutan mangrove, manfaat langsung, manfaat tidak
langsung.
Manfaat langsung hutan mangrove yang dikaji meliputi manfaat dari budidaya
tambak polikultur (bandeng dan udang), dari budidaya tambak polikultur, biota kuatik
mangrove, pengumpulan benih, serta pengumpulan kayu bakar. Selanjutnya manfaat tidak
langsung dari hutan mangrove yang diamati meliputi mencegah abrasi, intrusi air laut,
penyerapan dan sekuestrasi karbon.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total nilai ekosistem mangrove di Sinjai
Timur dengan luas total 758 ha adalah Rp37.535.809.496tahun. Nilai tersebut diperoleh
dari manfaat langsung (polikultur kolam ikan, penangkapan biota perairan seperti ikan,
udang, kepiting dan bandeng, pengumpulan kayu bakar dan penangkapan kelelawar) dan
manfaat tidak langsung yaitu fungsinya untuk menghindari abrasi dan intrusi air laut,
fungsinya seperti penyerap dan penyerapan karbon, nilai-nilai keanekaragaman hayati dan
manfaat keberadaannya. Permasalahan yang perlu diantisipasi adalah potensi perluasan
6
tambak polikultur yang mendorong pembukaan hutan mangrove secara utuh karena
memberikan kontribusi pendapatan yang cepat dan langsung kepada masyarakat setempat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan
rekomendasi pemerintah daerah yang berkelanjutan mengenai pengelolaan mangrove di
Sinjai Timur.
Artikel ini ditulis oleh Sondak et al. (2019) yang bertujuan untuk memperkirakan
nilai ekonomi jasa ekosistem yang disediakan oleh hutan mangrove Lansa, Kecamatan
Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Artikel ini
mengurai nilai manfaat (nilai langsung dan tidak langsung) dan nilai non-guna (nilai
pilihan dan keberadaan), dan menekankan komponen jasa ekosistem sumber daya ikan,
kayu bakar, perlindungan pantai, keanekaragaman hayati, penghilangan karbon (C) dan
keberlanjutan mangrove. Karena hal ini secara langsung mempengaruhi kesejahteraan
manusia. Harga pasarnya memperhitungkan nilai penghilangan ikan dan C. Penghalang
pantai dan kayu bakar didekati dengan menggunakan metode biaya penggantian. Nilai
keanekaragaman hayati dihitung menggunakan nilai keanekaragaman hayati hutan
mangrove Indonesia. Metode Contingent Valuation digunakan untuk mengetahui
masyarakat yang bersedia membayar demi kelestarian hutan mangrove. Nilai non guna
adalah nilai yang tidak melibatkan pemanfaatan jasa ekosistem secara langsung dan tidak
langsung (TEEB 2010). Nilai-nilai tersebut dapat dikategorikan dalam nilai pilihan, nilai
keberadaan, dan nilai warisan.
Nilai ekonomi total (TEV) hutan mangrove Lansa adalah Rp 4.431.197.603 atau
setara dengan US$ 305.600 (US$ 1.959 ha -1). Keberhasilan penilaian mangrove ini
mempunyai potensi implikasi besar terhadap pengambilan kebijakan di masa depan
mengenai nilai jasa ekosistemnya.
7
Kajian valuasi ekonomi manfaat konservasi Hutan Alam Gedo dengan
menggunakan metode contingent valuation menjadi tujuan utama penelitian ini. Data
primer dan sekunder digunakan untuk penelitian ini. Model ekonometrik dan statistik
deskriptif digunakan untuk menganalisis respon survei terhadap 342 rumah tangga yang
dipilih dari tiga kebele di sekitar hutan alam Gedo yang dikumpulkan melalui prosedur
purposive dan random sampling melalui bentuk semi-struktur. Format biner terbatas yang
dikelola dengan penyelidikan terbuka merupakan teknik yang digunakan untuk mengetahui
kesediaan membayar rumah tangga atas manfaat konservasi hutan alam Gedo. Dalam hal
ini, lima set tawaran, (10, 5, 20), (15, 7.5, 30), (20, 10, 40), (25, 12.5, 50), dan (30, 15, 60),
diserahkan kepada masing-masing responden untuk memutuskan berapa yang akan mereka
bayarkan untuk manfaat konservasi hutan Gedo.
Kesediaan membayar untuk manfaat konservasi hutan Gedo diperiksa dengan
mempertimbangkan model Regresi Probit Bivariat yang Tampaknya Tidak Berhubungan.
Kesediaan membayar rata-rata yang dihitung dari pengaturan pilihan dikotomis melalui
sistem Krinsky – Robb adalah 24,97 birr per tahun. Di sisi lain, rata-rata kesediaan
membayar dari permintaan terbuka adalah 23,91 birr per tahun. Perolehan manfaat
kumulatif (agregat) yang diharapkan dari konservasi hutan alam Gedo dari rangkaian
pilihan terbuka dan berbatas ganda diperkirakan masing-masing sebesar 5.076.630,98 dan
5.301.692,82 per tahun. Hasilnya, nilai agregat dari format pilihan dikotomis lebih unggul
dibandingkan format terbuka. Hal ini menegaskan bahwa output yang undervalued berasal
dari format open-ended yang merupakan konsekuensi dari observasi free riding sebagai
jawaban terhadap kesediaan untuk membayar atas pasokan yang diberikan secara alami
dan sebagian besar hutan.
Faktor-faktor yang menentukan kesediaan membayar dan jumlah maksimum uang
yang akan dibayarkan rumah tangga untuk manfaat konservasi ekosistem hutan alam Gedo
telah dianalisis dengan model Tobit dalam penelitian ini. Oleh karena itu, total unit ternak,
total pendapatan tahunan rumah tangga, dan pemanfaatan kredit merupakan variabel
penting yang berhubungan positif dan bermakna dengan kemungkinan kesediaan
membayar untuk manfaat konservasi hutan Gedo. Jumlah anggota keluarga, usia rumah
tangga, dan harga penawaran awal merupakan variabel kunci lainnya yang berdampak
negatif dan signifikan terhadap kesediaan membayar rumah tangga untuk manfaat
konservasi hutan alam Gedo. Secara umum, penelitian ini menghasilkan hasil rata-rata
kesediaan membayar rumah tangga, faktor-faktor yang menentukan kesediaan membayar,
dan jumlah sebenarnya yang akan dibayarkan rumah tangga berdasarkan variabel eksogen
8
yang signifikan untuk manfaat konservasi hutan Gedo. Oleh karena itu, jika situasi
kesediaan untuk membayar menjadi efektif di wilayah studi, maka hutan alam Gedo dapat
dilestarikan dan dikelola dengan memberikan kesejahteraan yang terukur kepada rumah
tangga, dan memungkinkan rumah tangga tersebut untuk lebih sadar di masa depan.
5. Artikel Ilmiah Berjudul “Analysis of land cover change due to mining and its
potential economic loss: A case study in the Bukit Soeharto Forest Park, East
Kalimantan, Indonesia”
Penelitian yang dilakukan oleh Sunarto et al. (2023) ini bertujuan untuk
menganalisis perubahan tutupan lahan dan potensi kerugian ekonomi akibat degradasi
hutan akibat penambangan di Hutan Penelitian dan Pendidikan Bukit Soeharto (BSREF)
Universitas Mulawarman. Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Oktober 2022, dan
analisis tutupan lahan dilakukan menggunakan serangkaian peta dari tahun 2016 hingga
2022, yang diklasifikasikan berdasarkan teknik overlay dengan bantuan program komputer
GIS.
Nilai ekonomi kerusakan lingkungan hidup akibat pertambangan dihitung dengan
menentukan kerugian berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kalimantan
nomor; 7/2014. Mengingat beragamnya pendekatan yang dapat digunakan untuk tujuan ini
(Suparmoko dkk. 2019), pemilihan metode yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan
sangatlah penting. Sehubungan dengan itu, penilaian ekonomi dampak kerusakan
lingkungan hidup akibat pertambangan didasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Republik Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup. Peraturan tersebut memberikan bahasa
dan aturan hukum yang jelas dan tepat. Oleh karena itu, pendekatan berdasarkan Prinsip
Biaya Penuh yang dimodifikasi digunakan dalam penilaian ekonomi kerusakan di BSREF
akibat penambangan di kawasan lindung. Kompensasinya meliputi kerugian ekologis,
kerugian ekonomi, dan biaya pemulihan ekologis. Angka penilaian dari database tersebut
kemudian disesuaikan dengan kondisi tahun 2022 dengan asumsi tingkat diskonto sebesar
3,5% per tahun. Oleh karena itu, untuk memperkirakan nilai saat ini pada tahun 2022, data
dasar digabungkan dengan tingkat bunga tahunan sebesar 3,5% (berdasarkan suku bunga
deposito).
9
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan BSREF seluas 20.271 ha mengalami
perubahan fungsi kawasan dengan luas konversi sebesar 702,86 ha sehingga total valuasi
ekonomi kerusakan lingkungan akibat pertambangan mencapai kurang lebih 29,6 triliun
rupiah. Oleh karena itu, tindakan tegas dari pemerintah daerah diperlukan untuk
mengurangi separuh konversi dan memastikan BSREF berfungsi dengan baik sebagai
kawasan konservasi.
Penelitian yangh dilakukan oleh Sari et al. (2022) ini bertujuan untuk menghitung
secara komprehensif total nilai ekonomi jasa lingkungan yang dihasilkan oleh tiga
kawasan hutan di Ogan Komering Ulu Selatan, yaitu Suaka Margasatwa Gunung Raya,
Hutan Produksi Saka, dan Hutan Produksi Terbatas Saka. Parameter yang diamati meliputi
nilai ekonomi: (i) nilai manfaat yang terdiri atas nilai manfaat langsung dan nilai manfaat
tidak langsung; dan (ii) nilai bukan manfaat yang terdiri atas nilai opsi, nilai keberadaan,
dan nilai warisan. Nilai manfaat langsung yang diamati adalah produk kayu dan hewan.
Sedangkan nilai manfaat tidak langsung meliputi penyediaan air bersih, penyerapan
karbon, pengendalian erosi, dan penyediaan unsur hara. Selain nilai ekonomi, perlu juga
menghitung dan menilai berkurangnya sumber daya alam dan nilai kerusakan lingkungan
sebagai dampak samping dari kegiatan ekonomi yang dilakukan dan mencapai
pembangunan berkelanjutan. Perhitungan masing-masing nilai disajikan di bawah ini.
Hasilnya, total nilai ekonomi ketiga kawasan hutan tersebut adalah Rp
863.868.883.037. Lebih rincinya, nilai guna tersebut terdiri dari nilai guna langsung
sebesar Rp354.378.792.460 memberikan kontribusi sebesar 41,02% dan nilai guna tidak
langsung sebesar Rp509.309.370.324 memberikan kontribusi sebesar 58,96% terhadap
total nilai ekonomi. Nilai bukan guna dari nilai opsi, nilai keberadaan dan nilai warisan
masing-masing sebesar Rp 97.449.120 (0,01%), Rp 65.512.153 (0,01%) dan Rp
17.758.980 (0,0021). Kajian kami menunjukkan bahwa hutan mempunyai fungsi ekologis
yang sangat besar dan memberikan nilai ekonomi dan jasa lingkungan yang sangat tinggi,
namun seringkali fungsi tersebut terabaikan.
10
4.2 Hasil Kritisi Jurnal
Artikel ilmiah Novizantara et al. (2022), Suharti et al. (2016) dan Sondak et al.
(2019) sudah memuat pembahasan terkait analisis valuasi nilai manfaat dari hutan
mangrove. Namun demikian ada beberapa unsur manfaat yang tidak dikaji dalam artikel
ini diantaranya adalah manfaat langsung hutan mangrove berupa pengembangan kawasan
wisata. Selain itu terkait manfaat hutan mangrove sebagai tempat untuk memancing juga
luput dari pembahasan. Sebagai contoh hutan mangrove di Bengkulu juga dimanfaatkan
oleh nelayan untuk menawarkan jasa pemancingan (Gambar 1).
Gambar 1. Contoh manfaat langsung dari hutan mangrove untuk pemancingan (sumber :
https://www.facebook.com/search/top?q=mancing%20di%20jenggalu%20”)
Ketiga artikel tersebut sebenarnya memiliki kesamaan dalam hal membahasan nilai
manfaat baik langsung maupun tidak langsung. Namun demikian, penelitian Sondak et al.
(2019) cenderung lebih tajam jika dibandingkan dengan Novizantara et al. (2022) dan
Suharti et al. (2016). Hal tersebut karena penelitian Novizantara et al. (2022) dan Suharti
et al. (2016) tidak membahas terkait manfaat tidak langung hutan mangrove terkait
cadangan karbon dan meminimalisir emisi carbon.
Kajian terkait nilai manfaat hutan yang dilakukan oleh Tolera (2022), Sunarto et
al. (2023) dan Sari et al. (2022) sudah mencakup manfaat langsung maupun tidak
11
langsung. Penelitian yang dilakukan oleh Tolera (2022) hanya berfokus kepada
kemampuan masyarakat untuk membayar biaya konservasi hutan. Selanjutnya Sunarto et
al. (2023) hanya berfokus kepada potensi kerugian ekonomi akibat degradasi hutan akibat
penambangan di Hutan. Sedangkan Sari et al. (2022) memiliki fokus penelitian lebih luas
yaitu nilai ekonomi dan non ekonomi. Namun demikian ketiga artikel tersebut kurang
mendetail membahas terkait nilai manfaat dari hutan. Nilai ekonomi dari non kayu
misalnya getah karet, atau buah-buahan tidak dipertimbangkan. Selanjutnya nilai masing-
masing jenis tanaman/pohon dari hutan yang diteliti juga luput dari analisis. Kemampuan
hutan dalam mereduksi senyawa emissi carbon juga tidak dikaji mendalam.
12
BAB IV. SIMPULAN DAN SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Novizantara, A., A. Mulyadi, U.M. Tang dan R.M. Putra. 2022. Calculating Economic
Valuation of Mangrove Forest in Bengkalis Regency, Indonesia. Calculating
Economic Valuation of Mangrove Forest in Bengkalis Regency, Indonesia.
International Journal of Sustainable Development and Planning. 17(5) : 1629-
1634
Sari EK, Mulyana A, Antoni M, dan Adriani D. 2022. Economic values of environmental
services of three forest areas in South Ogan Komering Ulu District, South Sumatra,
Indonesia. Biodiversitas 23: 6180-6190.
Sondak CFA, Kaligis EY, Bara RA. 2019. Economic valuation of Lansa Mangrove Forest,
North Sulawesi, Indonesia. Biodiversitas 20: 978-986
Suharti, S., D. Darusman., B. Nugroho dan L. Sundawati. 2016. Economic Valuation As a
Basis for Sustainable Mangrove Resource Management A Case in East Sinjai,
South Sulawesi. JMHT. 2(1): 13-23
Sunarto, Aipassa MI, Rujehan, Suhardiman A, Kristiningrum R, Ruslim Y dan Sari WI.
2023. Analysis of land cover change due to mining and its potential economic loss:
A case study in the Bukit Soeharto Forest Park, East Kalimantan, Indonesia.
Biodiversitas, 24: 1206-1214.
Tolera, T. 2022. The economic valuation of Gedo Natural Forest conservation benefits,
Ethiopia. Journal of Innovation and Entrepreneurship. 11(63) : 1-13.
https://doi.org/10.1186/s13731-022-00254-z
14
LAMPIRAN JURNAL YANG DIKRITISI
15