Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum Pemanenan Hasil Hutan Medan, April 2021

DELINIASI KAWASAN LINDUNG

DosenPenanggungjawab :
Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si.

Oleh:
Sri Lestari
191201049
HUT 4 C

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Praktikum
Pemanenan Hasil Hutan yang berjudul “Deliniasi Kawasan Lindung” ini dengan
semaksimal mungkin dan dalam waktu yang telah ditentukan. Adapun laporan ini
ditulis sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Praktikum Pemanenan Hasil
Hutan selanjutnya di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penulisan laporan ini penulis menerima banyak bantuan
dari berbagai pihak, penulis mengucapkan terimakasih kepada
Dr. Muhdi, S.Hut., M.Si. sebagai dosen penanggungjawab praktikum Pemanenan
Hasil Hutan yang telah memberikan pelajaran dan bimbingannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Begitu juga kepada kakak asisten dan
teman-teman sekalian yang telah ikut berpartisipasi dalam penyelesaian laporan
ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat menjadi sumber informasi
kepada setiap pembaca.

Medan, April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................... 1
Tujuan........................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat .................................................................................... 5
Alat dan Bahan .......................................................................................... 5
Prosedur Praktikum ................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil .......................................................................................................... 7
Pembahasan ............................................................................................... 7
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan................................................................................................ 9
Saran .......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR TABEL

No Teks Halaman
1. Data Panjang Ordo ......................................................................................... 7
2. Data Deliniasi Kawasan Lindung .................................................................. 7

iii
1

PENDAHULUAN

Latar belakang
Hutan sering diartikan sebagai suatu ekosistem yang dicirikan oleh
penutup pohon yang kurang lebih rapat dan luas. Pengusahaan hutan bertujuan
untuk memperoleh dan meninggikan produksi hasil hutan demi pembangunan
ekonomi bagi masyarakat, peningkatan devisa dan pendapatan negara serta
pemerataan kesempatan kerja, kesempatan berusaha, pengembangan sumber
energi non-minyak. Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang
tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik yang
lainnya di permukaan tersebut sulit untuk ditentukan. Hubungan geometris
tersebut yang secara praktis dapat dinyatakan dalam bentuk peta topografi,
merupakan informasi penting bagi berbagai keperluan baik untuk pembangunan
fisik maupun penelitian ilmiah (Godefrianus et al., 2019).
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi,
ekologi dan sosial yang tinggi. Kondisi hutan, dilihat dari penutupan
lahan/vegetasi, mengalami perubahan yang cepat dan dinamis, sesuai
perkembangan pembangunan dan perjalanan waktu. Banyak faktor yang
mengakibatkan perubahan tersebut antara lain pertambahan penduduk, dan
pembangunan diluar sektor kehutanan yang sangat pesat memberikan pengaruh
besar terhadap meningkatnya kebutuhan akan lahan dan produk- produk dari
hutan serta ketidakjelasan institusi pengelola kawasan hutan tersebut. Delineasi
dengan metode fixedboundary dan metode generalboundary pada bidang yang
telah terdaftar dilakukan untuk mengetahui bagaimana delineasi yang sesuai dan
masuk toleransi ketelitian luas berdasarkan standarisasi (Deiby etal., 2019).
Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hutan merupakan
upaya pengelolaan sumberdaya alam di dalam kawasan hutan melalui fungsi
lindung, konservasi dan produksi dengan perhitungkan kelangsungan persediaan
dan lingkungan sekitar sesuai pasal 6 Undang-Undang No.41 tahun 1999 (tentang
Kehutanan). Tujuannya untuk mengupayakan kelestarian sumberdaya hutan dan
keseimbangan ekosistem, Secara khusus fungsi lindung, pemerintah telah
2

mengupayakan Undang-Undang 32 Tahun 2009 (tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan hidup) yang mengamanatkan bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran atau kerusakan (Sinery Dan Mahmud, 2014).
UU No. 41/1999 dan PP No. 34/2002 menyebutkan pula bahwa bentuk
pemanfaatan hutan lindung terbatas pada pemanfaatan kawasan, pemanfaatan
jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Pemanfaatan
kawasan pada hutan lindung dapat berupa budidaya tanaman obat,
perlebahan, penangkaran. Sedangkan pemanfaatan jasa lingkungan adalah
bentuk usaha yang memanfaatkan potensi hutan lindung dengan tidak merusak
lingkungan seperti ekowisata, wisata olah raga tantangan, pemanfaatan air, dan
perdagangan karbon. Bentuk-bentuk pemanfaatan hutan dan lingkungan ini
ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah, peningkatan kesejahteraan dan
kesadaran masyarakat sekitar hutan akan fungsi dan kelestarian hutan
lindung (Ginoga et al., 2015).
Pembangunan ekonomi Indonesia saat ini sangat bergantung pada
sumberdaya alam yang dimiliki, dari tahun ke tahun sumberdaya alam ini semakin
berkurang dan bahkan eksploitasinya tidak dapat dikendalikan dengan baik. Sejak
tahun 1970an ekonomi Indonesia bergantung pada sumberdaya hutan, hingga saat
ini hutan sudah semakin terdegradasi. Pembukaan hutan bukan lagi untuk diambil
hasil hutannya tetapi untuk mengambil sumberdaya yang berada di bawah hutan
(pertambangan) tanpa mampu mengembalikan kawasan hutan sebagaimana
mestinya. Penataan kawasan hutan di Indonesia berdasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini adalah Kementrian Kehutanan.
Penetapan kawasan hutan di setiap provinsi di Indonesia didasarkan pada
kesepakatan antar instansi (Zulkarnain, 2013).

Tujuan
Tujuan dari praktikum Pemanenan Hasil Hutan yang berjudul
“Deliniasi Kawasan Lindung” adalah untuk mengetahui persentase kelas
kelerengan, untuk mengetahui areal hutan atau tempat-tempat yang perlu
dilindungi, untuk menentukan fungsi deliniasi kawasan lindung.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan peraturan perundangan yang ada, diantaranya Undang-Undang


No. 41/1999 pasal 1, hutan lindung didefinisikan sebagai kawasan hutan yang
mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan
untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi
air laut dan memelihara kesuburan tanah. PP 44/2004 tentang Perencanaan
Kehutanan dan Keppres No. 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung,
menyebutkan enam kriteria hutan lindung yaitu kawasan hutan yang mempunyai
lereng lapangan 40 persen atau lebih, mempunyai ketinggian di atas permukaan
laut 2000 meter atau lebih, kawasan dengan faktor kelas lereng, jenis tanah dan
intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang
mempunyai jumlah nilai skor 175 atau lebih, kawasan hutan yang mempunyai
tanah sangat peka terhadap erosi dengan lereng lapangan lebih dari 15 persen,
kawasan yang merupakan daerah resapan air, dan kawasan hutan yang merupakan
daerah perlindungan pantai (Ginoga et al., 2015).
Berdasarkan Kepres Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung pada pasal 8 bahwa kriteria kawasan lindung adalah kawasan hutan
dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai
skor 175 dan atau kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau
lebih, dan atau kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut
2.000 meter atau lebih. Selanjutnya disebutkan kriteria-kriteria: a. Kawasan
bergambut dengan ketebalan ≥ 3 meter yang terdapat di bagian hulu sungai; b.
Kawasan resapan air adalah curah hujan tinggi dengan struktur tanah mudah
meresapkan air, bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara
besar-besaran; c. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang pantai
dengan jarak 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat; d. Kriteria
sempadan sungai adalah 100 meter kiri kanan sungai besar dan 50 meter kiri
kanan sungai kecil; e. Kriteria kawasan waduk atau danau adalah 50 – 100 meter
dari titik pasang ke arah darat; Kawasan sekitar mata air adalah dengan jari-jari
sekurang-kurangnya 200 meter (Zulkarnain, 2013).
4

Dalam perencanaan pemanenan hasil hutan dan pembukaan wilayah hutan


terdapat areal atau tempat – tempat yang perlu di lindungi agar kerusakan yang
disebabkan oleh kegiatan pemanenan hasil hutan dan pembukaan wilayah hutan
dapat diminimalkan. Pada deliniasi kawasan lindung, perencanaan pemanenan
hasil hutan terdapat di areal – areal yang perlu dilindungi agar kerusakan yang
disebabkan oleh kegiatan pemanenan hasil hutan dan pembukaan wilayah hutan
dapat diminimalkan. Deliniasi kawasan lindung merupakan kegiatan untuk
mengalokasikan areal – areal yang diisyaratkan (Rahajeng dan Ivan, 2015).
Kawasan hutan, terutama hutan lindung adalah kawasan resapan air yang
memiliki curah hujan tinggal dengan struktur dengan tanah yang mudah
meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu menyerapkan
air hujan secara besar – besaran. Hutan yang berfungsi sebagai pelindung
merupakan kawasan yang keadaan alamnya diperuntukkan sebagai pengaturan
tata air, pencegah banjir, pencegahan erosi, dan pemeliharaan kesuburan tanah.
Dengan adanya pendeliniasian pada kawasan lindung, maka dapat diarahkan
untuk mencapai nilai manfaat (usevalue), nilai pilihan (optionalvalue),
dan nilai keberadaan (existencevalue). Dalam hal ini, nilai manfaat lebih
ditujukan untuk pemanfaatan kawasan lindung, baik untuk ilmu
pengetahuan, sejarah, agama, jati diri, kebudayaan, maupun
ekonomi (Rohananda dan Suprihardjo, 2013)
Menurut UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 6 (2) bahwa
pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok yaitu fungsi konservasi,
fungsi lindung, dan fungsi produksi. Namun demikian hingga saat ini penetapan
kriteria kawasan hutan masih didasarkan pada SK Mentan Nomor
837/Kpts/Um/11/80 dan SK Mentan Nomor 683/Kpts/Um/8/81 dengan
menggunakan faktor penentu kelerengan, jenis tanah, dan curah hujan.
Peningkatan kebutuhan lahan bagi kepentingan sektor ekonomi
lainnya seperti pertanian, perumahan, infrastruktur, dan lain-lain yang
memerlukan lahan baru, tentunya akan menggunakan kawasan- kawasan hutan
yang sudah tidak memiliki fungsi sebagaimana hutan yang ditetapkan
melalui UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan maupun hutan sebagai
ekosistem hutan (Zulkarnain, 2013).
5

METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat


Praktikum Pemanenan Hasil Hutan yang berjudul “Klasifikasi Kemiringan
Lapangan” ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 26 Maret 2021 pada pukul 10.00
WIB sampai dengan selesai. Praktikum ini dilaksanakan secara online melalui
Google Classroom, Whatsapp, Dan Google Meet.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah penggaris 30 cm, pensil, stabilo atau pensil
warna, penghapus, kalkulator, planimeter. Bahan yang digunakan adalah peta
kontur 1:5000.

Prosedur Praktikum
1. Dibuat deliniasi areal kawasan lindung berdasarkan ketentuan- ketentuan
sebagai berikut:
a. Daerah radius 200 m dari tepi sungai atau kawasan lindung bagi mata air,
minimal 100 m dari tepi danau atau pantai laut yang diukur dari pasang
tertinggi ke arah darat, minimal 100 m dari kiri dan kanan sungai besar
dan 50 m kanan-kiri anak sungai minimal 100 m dari kiri dan kanan
sungai besar dan 50 m kanan- kiri anak sungai yang berada di lar
pemukiman dan mulai dari sungai ordo 3.
b. Jurang dan tebing curam.
c. Lokasi yang ditetapkan sebagai areal konservasi dan penelitian.
d. Jarak 500m dari batas persekutuan dan jarak 1.000 m dari batas luar areal
hutan yang belum dikukuhkan.
e. Areal yang berpotografi sangat curam.
2. Dihitung luas areal yang termasuk hutan produksi tetap (HP), hutan produksi
terbatas (HPT) dan hutan lindung (HL) dan hasil perhitungan dicatat dalam
tally sheet.
6

Contoh Tabel
Tabel 1. Deliniasi Kawasan Lindung
No Ordo Panjang Ordo (m) Lebar Ordo (m) Luas (m) Luas (ha) Luas (%)

Total
7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum yang berjudul “Deliniasi Kawasan
Lindung” adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Data Panjang Ordo
Warna Ordo 1 Ordo 2 Ordo 3 Ordo4
Hijau - - - -
Kuning 38,1 16,8 1,7 -
Biru 88,3 51,4 24,2 21,4
Pink 1,2 5 - -
Merah - - - -
Total 127,6 73,2 25,9 21,4

Tabel 2. Data Deliniasi Kawasan Lindung


Ordo P(m) L(m) Luas(m2) Luas(Ha) Luas (%)
1 6380 20 127.600 12,76 31,666
2 3660 40 146.400 14,64 36,322
3 1295 50 64.750 6,475 16,068
4 1295 60 64.200 6,42 15,932
Total 1070 170 402.950 40,295 99,998

Pembahasan
Dari hasil yang didapat, maka dapat dilihat bahwa luas total kawasan yang
dilindungi adalah sebesar 40, 295 Ha. Kawasan lindung diperoleh dari luasan
kanan kiri sungai yaitu pada ordo 1 luasnya 12,76 Ha, ordo 2 luasnya 14,64 Ha,
ordo 3 luasnya 6, 475 Ha, ordo 4 luasnya 6,42 Ha. Menurut pertanyaan Sulistiono
et al., (2018) deliniasi kawasan hutan lindung merupakan tahapan yang cukup
penting untuk menetapkan kawasan atau areal yang tidak boleh diganggu dalam
pelaksanaan kegiatan pemanenan kayu dan pembangunan prasarana pembukaan
wilayah hutan.
Dapat disimpulkan bahwa deliniasi kawasan lindung diperlukan untuk
mengetahui areal pemanenan yang produktif. Pada wilayah atau daerah yang
merupakan aliran sungai yang telah dihitung ordonya merupakan daerah yang
tidak boleh dilakukan aktivitas pemanenan artinya witlayah ini merupakan
wilayah yang dilindungi untuk kepentingan penahanan bencana seperti erosi dan
longsor dan penjagaan sumberdaya yang dapat hanyut pada aliran sungai. Luas
areal produktif pada kawasan ini adalah 859,707 Ha yang diperoleh dari hasil
8

pengurangan luas total kawasan pemanenan dengan luas deliniasi kawasan


lindung seluruhnya. Menurut Rahajeng dan Ivan (2015) pada deliniasi kawasan
lindung, perencanaan pemanenan hasil hutan terdapat di areal – areal yang perlu
dilindungi agar kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan pemanenan hasil hutan
dan pembukaan wilayah hutan dapat diminimalkan. Deliniasi kawasan lindung
merupakan kegiatan untuk mengalokasikan areal – areal yang diisyaratkan.
Berdasarkan kajian peraturan, kawasan lindung dibagi menjadi 7 kelompok
yaitu: 1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya yang
meliputi hutan lindung, daerah resapan air dan lahan gambut; 2. Kawasan
perlindungan setempat meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan
sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air dan ruang terbuka hijau; 3.
Kawasan suaka alam yang meliputi cagar alam dan suaka
margasatwa; 4. Kawasan pelestarian alam yang meliputi taman nasional,
taman wisata alam dan taman hutan raya; 5. Kawasan cagar budaya meliputi situs
budaya dan geologi; 6. Kawasan rawan bencana alam meliputi
bencana gunung berapi, bencana longsor, bencana banjir, gelombang
pasang dan gempa bumi (Niapele, 2014).
Pada pengelolaan kawasan lindung terdapat kriteria kawasan lindung yaitu
menurut Zulkarnain (2013) kriteria kawasan lindung adalah kawasan hutan
dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah hujan yang melebihi nilai
skor 175 dan atau kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau
lebih, dan atau kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut
2.000 meter atau lebih. Selanjutnya disebutkan kriteria-kriteria: a. Kawasan
bergambut dengan ketebalan ≥ 3 meter yang terdapat di bagian hulu sungai; b.
Kawasan resapan air adalah curah hujan tinggi dengan struktur tanah mudah
meresapkan air, bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara
besar-besaran; c. Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang pantai
dengan jarak 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat; d. Kriteria
sempadan sungai adalah 100 meter kiri kanan sungai besar dan 50 meter kiri
kanan sungai kecil; e. Kriteria kawasan waduk atau danau adalah 50 – 100 meter
dari titik pasang ke arah darat; Kawasan sekitar mata air adalah dengan jari-jari
sekurang-kurangnya 200 meter.
9

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Deliniasi kawasan lindung merupakan tahapan yang cukup penting untuk
menetapkan kawasan atau areal yang tidak boleh diganggu dalam pelaksanaan
kegiatan pemanenan kayu dan pembangunan prasarana pembukaan wilayah
hutan.
2. Luas totatal kanan kiri sungai yang diperoleh adalah 40,295 Ha
3. Luas masing-masing ordo yang diperoleh yaitu:
• Ordo 1 luasnya 12,76 Ha atau 31, 666%
• Ordo 2 luasnya 14,64 Ha atau 36,332%
• Ordo 3 luasnya 6,475 Ha atau 16,068%
• Ordo 4 luasnya 6,42 Ha atau 15,932%
4. Dari seluruh areal kawasan yaitu 900,0025 Ha luas areal produktifnya yaitu
859,707 Ha, dengan luas total kawasan lindungnya 0.
5. Kawasan lindung mempunyai kriteria kondisi lahan yang sangat curam serta
kawasan yang berada di derah aliran sungai.

Saran
Sebaiknya praktikan dalam melakukan perhitungan anak sungai harus teliti
agar data yang dihasilkan tidak terjadi kesalahan dan lebih akurat.
10

DAFTAR PUSTAKA

Deiby EG, Hengky DW, Zetly ET. 2019. Strategi Pengelolaan Hutan. jurnal Agri-
sosial Ekonomi, 15(1): 207-216.

Ginoga K, Mega L, Deden D. 2015. Kajian Kebijakan Pengelolaan Hutan


Lindung. Jurnal Penelitian Sosial & Ekonomi, 2(2): 203-231.

Godefrianus YS, Akbhar, Hasriani M. 2019. Pemetaan Kesesuaian Habitat Jenis


Kantong Semar (Nepenthes Spp) di Jalur Pendakian Rorekautimbu
Sulawesi Tengah. Jurnal Warta Rimba, 7(4): 193-199.

Niapele S. 2014. Kebijakan Perlindungan Hutan Pada Kawasan Hutan Lindung


Kie Matubu Kota Tidore Kepulauan. Jurnal Ilmiah Agribisnis Dan
Perikanan, 7(1): 79-86.

Rahajeng K, Ivan C. 2015. Pengelolaan Hutan Dalam Mengatasi Alih Fungsi


Lahan Hutan Di Wilayah Kabupaten Subang. Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota, 13(2): 1-11.

Rohananda CK, Dan Suprihardjo K. 2013. Penentuan Deliansi Kawasan Cagar


Budaya Di Kabupatenngawi. Jurnal Teknik Pornits, 2(1): 1-7.

Sinery AS, Dan Mahmud. 2014. Fungsi Kawasan Dan Strategi Pengelolaan Hutan
Lindung Wosi Rendani Kabupaten Manokwari. Jurnal Agrifor, 13(2):
130-140.

Sulistiono E, Muhammad S, Yohanes BS. 2018. Reevaluasi Dan Deliniasi


Kawasan Lindung Dalam Rangka Optimalisasi Pemantapan Kawasan
Hutan Lindung Pulau Nunukan Di Kabupaten Nunukan Provinsi
Kalimantan Utara. Jurnal AGRIFOR, 7(1): 67-80.

Zulkarnain. 2013. Analisis Penetapan Kriteria Kawasan Hutan. Jurnal Agrifor,


12(2): 230-245.

Anda mungkin juga menyukai