Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KESEHATAN KESELAMATAN KERJA

PENGENDALIAN KEBAKARAN

Dosen Pengampu : Khamim, SHI, SH, MH

Disusun Oleh
1. Ahiap
2. Hanaa Nabilah
3. Ririn Kurniawati

KELAS: 1E AKK
PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatNya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak–pihak yang telah


mendukung dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Penyusun dengan senang hati menerima kritik dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat bermanfaat. Akhir kata
melalui kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih.

Pontianak, 14 April 2019

( )

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Penulisan ............................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 4

2.1 Sejarah Kebakaran Hutan ........................................................................................... 4

2.2 Definisi Kebakaran Hutan ........................................................................................... 4

2.3 Proses Kebakaran ......................................................................................................... 5

2.4 Tipe Kebakaran Hutan ................................................................................................. 6

2.5 Faktor Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan ....................................................... 7

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan ....................................................... 8

2.7 Faktor Pendukung Kerawanan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut ................. 10

2.8 Dampak Kebakaran Hutan .......................................................................................... 11

2.9 Upaya Pengendalian dan Pencegahan Kebakaran Hutan ......................................... 12

2.10 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan di Indonesia ............ 14

2.11 Kajian dan analisis kasus kebakaran hutan ............................................................. 16

BAB III PENUTUP .......................................................................................................................... 23

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 23

3.2 Saran .............................................................................................................................. 23

3.3 Pendapat dari Peserta Diskusi ..................................................................................... 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Makalah


Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang
dianugerahkan kepada bangsa Indonesia telah menempatkan Indonesia dikenal
sebagai salah satu negara pemilik hutan tropika terbesar di dunia setelah Brazil
dan Zaire. Suatu hal yang patut disyukuri dan bangga sebagai warga bangsa
Indonesia, mengingat hutan dapat memberikan manfaat ekonomis sebagai
penyumbang devisa bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia serta
memberikan jasa-jasa lingkungan untuk menopang kehidupan di muka bumi.
Akan tetapi, hutan yang seharusnya diurus dan dimanfaatkan secara optimal
dengan memperhatikan aspek kelestarian telah mengalami degradasi dan
deforestasi yang cukup mencengangkan bagi dunia Internasional. Indonesia
merupakan satu negara yang masuk dalam daftar rekor dunia guiness yang dirilis
oleh Greenpeace sebagai negara yang mempunyai tingkat laju deforestasi tahunan
tercepat di dunia. Sebanyak 72 persen dari hutan asli Indonesia telah musnah
dengan 1.8 juta hektar hutan dihancurkan per tahun antara tahun 2000 hingga
2005, sebuah tingkat kehancuran hutan sebesar 2% setiap tahunnya atau 51 km2
per hari atau dalam satu jam luas hutan Indonesia yang hancur setara dengan 300
lapangan sepakbola.
Disaat upaya untuk menjajaki, memulihkan dan mempertahankan kondisi
hutan melalui mekanisme jasa hutan sebagai penyerap karbon dilakukan, sebuah
prestasi Internasional tercatat kembali bagi bangsa Indonesia karena hutan yang
dimilikinya. Kebakaran hutan di Indonesia telah menempatkan Indonesia sebagai
negara yang termasuk dalam deretan negara penyumbang emisi CO2 terbesar di
dunia. Masalah kebakaran hutan telah menjadi isu nasional yang patut mendapat
perhatian serius dari pemerintah mengingat dampaknya yang sangat merugikan
bagi kehidupan manusia. Makalah ini ditulis dengan maksud untuk menggali
pemahaman secara keseluruhan dan dampak dari fenomena kebakaran hutan yang

1
sering terjadi di Indonesia terhadap berbagai sektor dan mencari alternatif
penanggulangannya baik berupa pencegahan maupun pengendaliannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diambil dalam
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah kebakaran hutan?
2. Apa definisi dari kebakaran hutan?
3. Bagaimana proses terjadinya kebakaran?
4. Apa saja tipe kebakaran hutan?
5. Apa faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan?
6. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran hutan?
7. Apa faktor pendukung kerawanan kebakaran hutan dan lahan gambut?
8. Bagaimana dampak dari kebakaran hutan?
9. Bagaimana upaya pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan?
10. Bagaimana upaya pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan di Indonesia?
11. Bagaimana Analisis Kasus Kejadian Kebakaran di Provinsi Riau pada Tahun
2014?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini ialah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui sejarah kebakaran hutan.
2. Untuk mengetahui definisi kebakaran hutan.
3. Untuk mengetahui proses terjadinya kebakaran.
4. Untuk mengetahui tipe kebakaran hutan.
5. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan.
6. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran hutan.
7. Untuk mengetahui faktor pendukung kerawanan kebakaran hutan dan lahan
gambut.
8. Untuk mengetahui dampak dari kebakaran hutan.
9. Untuk mengetahui upaya pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan.

2
10. Untuk mengetahui upaya pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan di
Indonesia.
11. Untuk menganalisis kasus kejadian kebakaran hutan di Riau pada tahun 2014.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan makalah tentang Kajian dan Analisis Kasus Kejadian Kebakaran
Hutan di Indonesia diharapkan dapat memberikan pemahaman secara keseluruhan
dan dampak dari fenomena kebakaran hutan yang sering terjadi di Indonesia
terhadap berbagai sektor dan mencari alternatif penanggulangannya baik berupa
pencegahan maupun pengendaliannya kepada mahasiswa khususnya mahasiswa
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan konsentrasi peminatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Selain itu juga diharapkan dari ilmu dan pemahaman yang
diperoleh mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan sarana pengembangan
yang telah didapat dalam perkuliahan sehingga diperoleh pengalaman langsung
khususnya mengenai kesehatan dan keselamatan kerja.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Kebakaran Hutan di Indonesia


Kebakaran hutan terutama hutan tropika basah (“tropical rain forest”) di
Indonesia telah diketahui terjadi sejak abad ke-18. Kebakaran yang terjadi pada
tahun 1877, diketahui di kawasan hutan antara Sungai Kalanaman dan Cempaka
(sekarang Sungai Sampit dan Sungai Katingan) Propinsi Kalimantan Tengah.
Laporan lain juga menyebutkan bahwa kebakaran hutan terjadi di wilayah timur
laut yang saat ini dikenal dengan Suaka Danau Sentarum, Propinsi Kalimantan
Barat (United Nations Development Programme and State Ministry for
Environment, 1998). Sayangnya kebakaran yang terjadi pada saat itu tidak
diketahui berapa luasnya dan disebabkan oleh apa. Sedangkan Bowen (1999),
menyatakan bahwa sekitar 400 tahun yang lalu, diceritakan bahwa seorang
penjelajah Eropa menemukan Pulau Borneo setelah para pelautnya mencium bau
asap; mereka berpaling ke arah angin dan menemukan pulau (Purbowaseso,
2004).

2.2 Definisi Kebakaran Hutan


Kebakaran dan pembakaran merupakan sebuah kata dengan kata dasar yang
sama tetapi mempunyai makna yang berbeda. Kebakaran indentik dengan
kejadian yang tidak disengaja sedangkan pembakaran identik dengan kejadian
yang sengaja diinginkan tetapi tindakan pembakaran dapat juga menimbulkan
terjadinya suatu kebakaran. Penggunaan istilah kebakaran hutan dengan
pembakaran terkendali merupakan suatu istilah yang berbeda. Penggunaan istilah
ini sering kali mengakibatkan timbulnya persepsi yang salah terhadap dampak
yang ditimbulkannya.
Kebakaran hutan menurut Saharjo (2003) adalah :
1. Pembakaran yang penjalaran apinya bebas serta mengkonsumsi bahan bakar
alam dari hutan seperti serasah, rumput, ranting/cabang pohon mati yang tetap
berdiri, logs, tunggak pohon, gulma, semak belukar, dedaunan dan pohon-pohon.

4
2. Setiap kebakaran yang bukan dilakukan secara sengaja pada areal-areal yang
tidak direncanakan.
Kebakaran hutan dibedakan dengan kebakaran lahan. Kebakaran hutan yaitu
kebakaran yang terjadi di dalam kawasan hutan, sedangkan kebakaran lahan
adalah kebakaran yang terjadi di luar kawasan hutan.

2.3 Proses Kebakaran


Menurut De Bano et al. (1998), proses pembakaran terdiri dari lima fase
yaitu:
1. Pre-ignition (Pra- Penyalaan)
Dehidrasi/distilasi dan pirolisis merupakan proses-proses yang terjadi pada
fase Pre-ignition. Karena bahan bakar berada di bagian depan nyala api, maka
pemanasan melalui radiasi dan konveksi akan lebih dari 100◦C, sehingga uap air,
bahan organik yang tidak terbakar, dan zat ekstraktif berkumpul di permukaan
bahan bakar dan dikeluarkan ke udara.
2. Flaming combustion (Penyalaan)
Fase ini berupa reaksi eksotermik yang menyebabkan kenaikan suhu dari 300
- 500◦C. Pirolisis mempercepat proses oksidasi (flaming) dari gas-gas yang mudah
terbakar. Akibatnya, gas-gas yang mudah terbakar dan uap hasil pirolisis bergerak
ke atas bahan bakar, bersatu dengan O2 dan terbakar selama fase flaming. Panas
yang di hasilkan dari reaksi flaming mempercepat laju pirolisis dan melepaskan
jumlah yang besar dari gas-gas yang mudah terbakar. Api akan membesar dan
sulit dikendalikan, terlebih jika ada angin. Pada fase ini dihasilkan berbagai
produk pemabakaran seperti: air, CO2, sulfur oksida, gas nitrogen dan nitrogen
oksida. Kemudian terjadi kodensasi dari tetesan ter dan soot < 1 urn membentuk
asap (smoke) yang merupakan polutan udara yang penting.
3. Smoldering (Pembaraan)
“Smoldering” adalah fase awal di dalam pembakaran untuk tipe bahan bakar
“duff” dan tanah organic. Laju penjalaran api menurun karena bahan bakar tidak
dapat mensuplai gas-gas yang mudah terbakar. Panas yang dilepaskan menurun
dan suhunya pun menurun, gas-gas lebih terkondensasi ke dalam asap.

5
4. Glowing (Pemijaran)
Fase glowing merupakan bagian akhir dari proses smoldering. Pada fase ini
sebahagian besar dari gas-gas yang mudah menguap akan hilang dan oksigen
mengadakan kontak langsung dengan permukaan dari bahan bakar yang
mengarang. Produk utama dari fase “glowing” adalah CO, CO2 dan abu sisa
pembakaran. Pada fase ini temperature puncak dari pembakaran bahan bakar
berkisar antara 300 – 600 0C.
5. Extinction
Kebakaran akhirnya berhenti pada saat semua bahan bakar yang tersedia
habis, atau pada saat panas yang dihasilkan dalam proses smoldering atau flaming
tidak cukup untuk menguapkan sejumlah air dari bahan bakar yang basah. Panas
yang diserap oleh air bahan bakar, udara sekitar, atau bahan inorganik (seperti
batu-batuan dan tanah mineral) mengurangi jumlah panas yang tersedia untuk
pembakaran, sehingga mempercepat proses extinction.

2.4 Tipe Kebakaran Hutan


Kebakaran hutan yang terjadi dapat diklasifikasikan berdasarkan posisi bahan
bakar yang terbakar, yaitu :
 Kebakaran Bawah (Ground Fire)
Kebakaran ini biasanya berkombinasi dengan kebakaran permukaan,
kebakaran yang terjadi dipermukaan akan merambat mengkonsumsi bahan bakar
berupa material organik yang terdapat di bawah permukaan tanah/lantai hutan
melalui pori-pori tanah atau akar pohon sehingga kadang hanyai dijumpai asap
putih yang keluar dari permukaan tanah. Kebakaran ini umum terjadi pada lahan
gambut.
 Kebakaran Permukaan (Surface Fire)
Kebakaran permukaan mengkonsumsi bahan bakar yang terdapat di lantai
hutan, baik berupa serasah, jatuhan ranting, dolok-dolok yang bergelimpangan di
lantai hutan, tumbuhan bawah, dan sebagainya yang berada di bawah tajuk pohon
dan di atas permukaan tanah.
 Kebakaran Tajuk (Crown Fire)

6
Kebakaran tajuk biasanya bergerak dari satu pohon ke tajuk pohon yan lain
dengan cara mengkonsumsi bahan bakar yang terdapat di tajuk pohon tersebut,
baik berupa daun, cangkang biji, ranting bagian atas pohon, dan sebagainya.

2.5 Faktor Penyebab Terjadinya Kebakaran Hutan


Penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia secara umum disebabkan
oleh dua faktor. Pertama, karena faktor kelalaian manusia yang sedang
melaksanakan aktivitasnya di dalam hutan. Kedua, karena faktor kesengajaan,
yaitu kesengajaan manusia yang membuka lahan dan perkebunan dengan cara
membakar.
Kebakaran hutan karena faktor kelalaian manusia jauh lebih kecil dibanding
dengan faktor kesengajaan membakar hutan. Pembukaan lahan dengan cara
membakar dilakukan pada saat pembukaan lahan baru atau untuk peremajaan
tanaman industri pada wilayah hutan. Pembukaan lahan dengan cara membakar
biayanya murah, tapi jelas cara ini tidak bertanggung jawab dan menimbulkan
dampak yang sangat luas. Kerugian yang ditimbulkannya juga sangat besar.
Penyebab kebakaran oleh manusia dapat dirinci sebagai berikut.
a. Pembakaran vegetasi
Kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari pembakaran
vegetasi yang disengaja tetapi tidak dikendalikan pada saat kegiatan,
misalnya dalm pembukaan areal HTI dan perkebunan serta penyiapan lahan
pertanian oleh masyarakat.
b. Aktivitas dalam pemanfaatan sumber daya alam
Kebakaran yang disebabkan oleh api yang berasal dari aktivitas manusia
selama pemanfaatan sumber daya alam, misalnya pembakaran semak belukar
yang menghalangi akses mereka dalam pemanfaatan sumber daya alam serta
pembuatan api untuk memasak oleh para penebang liar dan pencari ikan di
dalam hutan. Keteledoran mereka dalam memadamkan api dapat
menimbulkan kebakaran.

7
c. Penguasaan lahan
Api sering digunakan masyarakat local untuk memperoleh kembali hak-
hak mereka atas lahan.

2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebakaran Hutan


Faktor-faktor yang berperan dalam proses terjadinya kebakaran hutan adalah
bahan bakar, topografi, cuaca, waktu dan sumber api serta keterkaitan diantaranya
(Saharjo, 2006).
1. Bahan Bakar
Salah satu faktor yang berperan dalam kebakaran hutan adalah bahan bakar.
Selain itu faktor-faktor yang berperan yang masih dekat hubungannya dengan
bahan bakar adalah jenis vegetasi dan kerapatan tanaman. Jenis vegetasi dan
kerapatan untuk jenis hutan tropis terjadi proses siklus makanan yang tetap,
dimana jika kondisi stabil tanpa ada kegiatan penebangan maka proses
dekomposisi dapat berjalan dengan normal sehingga serasah, ranting dan lainnya
mengalami proses pembusukan alami untuk sumber makanan kembali bagi
tanaman. Sehingga tingkat kerawanan kebakaran pada hutan tropis sangat kecil
sekali. Akan tetapi kedua hal tersebut akan menjadi potensi bahan bakar yang
besar pada kondisi yang tidak stabil dan ekstrim untuk terjadinya kebakaran hutan
kalau ada sumber penyulut api.
Berdasarkan tingkatan atau susunan secara vertikal, bahan bakar dapat
diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Bahan bakar atas : semua bahan bakar hijau (hidup) dan mati yang terdapat di
kanopi hutan, meliputi cabang ranting dan mahkota pohon serta semak belukar
yang tinggi.
b. Bahan bakar permukaan : semua bahan yang dapat terbakar di atau dekat
permukaan tanah, meliputi daun-daun kering, rumput, batang, ranting belukar dan
bahan organik yang terdapat di lantai hutan atau permukaan tanah.
c. Bahan bakar bawah : semua bahan yang dapat terbakar yang terdapat di bawah
permukaan tanah, meliputi bonggol akar, batubara, akar-akar tanaman dan
pembusukan bahan-bahan kayu lainnya. Selain tipe bahan bakar, karakteristik

8
bahan bakar yang mempengaruhi mudah atau tidaknya terbakar adalah ukuran
bahan bakar, susunan bahan bakar, jumlah bahan bakar , kekompakan bahan bakar
dan kondisi bahan bakar.
2. Topografi
Mengetahui bentuk permukaan tanah (topografi) sangat penting untuk
mengontrol suatu kebakaran. Pada lahan yang miring nyala api akan mendekati
bahan bakar yang ada di atasnya dan akan bergerak lebih cepat dibanding lahan
yang datar. Tanaman akan menjadi panas sebelum api menyentuhnya, dan akan
lebih mudah untuk terbakar. Pada kelerengan yang terjal akan lebih cepat api
menyebar dan akan lebih sulit untuk dikontrol. Dalam membuat sekat bakar untuk
di atas lereng harus lebih lebar dibanding jika membuat di bawah lereng. Aspek
adalah posisi kemiringan terhadap arah datangnya sinar matahari. Lahan miring
yang langsung menghadap matahari, akan lebih cepat terjadi panas dan
mengalami proses pengeringan bahan bakar, sebaliknya pada bagian lain bahan
bakar relatif lebih dingin, sehingga apabila terjadi kebakaran pada lereng yang
menghadap matahari atau sebelah timur akan lebih cepat jika kebakaran terjadi
pada lereng bagian barat.
3. Cuaca atau iklim
Menurut Chandler et. al. (1983) menyatakan bahwa cuaca dan iklim
mempengaruhi kebakaran hutan dengan berbagai cara yang saling berhubungan
yaitu :
1. Iklim menentukan jumlah total bahan bakar yang tersedia.
2. Iklim menentukan jangka waktu dan kekerasan musim kebakaran.
3. Cuaca mengatur kadar air dan kemudahan bahan bakar hutan untuk
terbakar.
4. Cuaca mempengaruhi proses penyalaan dan penjalaran kebakaran hutan.
Faktor-faktor cuaca seperti suhu, kelembaban, stabilitas udara serta kecepatan
dan arah angin secara langsung mempengaruhi terjadinya kebakaran. Faktor-
faktor lain seperti jangka musim yang lama berpengaruh pada pengeringan bahan
bakar, sehingga secara tidak langsung dalam jangka pendek maupun jangka
panjang akan mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan. Iklim pada masing-

9
masing wilayah geografi menentukan tipe bahan bakar dan panjangnya musim
kebakaran atau waktu dalam setahun dimana sering terjadi kebakaran.
4. Waktu
Waktu mempengaruhi kebakaran hutan yaitu melalui proses pemanasan
bahan bakar yang dipengaruhi oleh radiasi matahari yang berfluktuasi dalam
sehari semalam. Fluktuasi suhu ini berpengaruh terhadap kemudahan terjadinya
pembakaran dimana suhu maksimum dicapai pada tengah hari sedangkan suhu
minimum tercapai pada saat menjelang matahari terbenam dan dini hari
(Schroeder dan Buck, 1970).
5. Sumber Api/Penyulut
Sebagian besar sumber penyulut terjadinya kebakaran hutan di Indonesia
adalah oleh aktivitas manusia, entah dengan sengaja atau tidak melakukan
pembakaran. Faktor manusia dalam hal ini yang lebih dominan dapat memicu
terjadinya kebakaran hutan dan lahan, seperti kegiatan pembakaran untuk
kepentingan tertentu misalnya: kegiatan pembersihan lahan (land clearing),
penguasaan lahan (land use conflict) atau sebagai pelampiasan kekecewaan
terhadap pihak tertentu (arson).

2.7 Faktor Pendukung Kerawanan Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan


Gambut
 Kerawanan terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut tertinggi pada
musim kemarau dimana curah hujan sangat rendah dan intensitas panas
matahari tinggi. Kondisi ini pada umumnya terjadi antara bulan Juni hingga
Oktober dan kadang pula terjadi pada bulan Mei sampai November.
Kerawanan kebakaran semakin tinggi jika ditemukan adanya gejala El Nino.
 Pembuatan kanal-kanal dan parit di lahan gambut telah menyebabkan gambut
mengalami pengeringan yang berlebihan di musim kemarau dan mudah
terbakar.

10
2.8 Dampak Kebakaran Hutan
1. Terdegradasinya kondisi lingkungan, meliputi:
- Perubahan kualitas fisik gambut
- Perubahan kualitas kimia gambut
- Terganggunya proses dekomposisi gambut karena mikroorganisme yang
mati akibat kebakaran
- Suksesi atau perkembangan populasi dan komposisi vegetasi hutan
terganggu sehingga akan menurunkan keanekaragaman hayati
- Rusaknya siklus hidrologi
- Gambut menyimpan cadangan karbon, apabila terjadi kebakaran maka
akan terjadi emisi gas karbondioksida dalam jumlah besar.
2. Kesehatan manusia
Asap kebakaran hutan dan lahan secara umum berisi gas CO, CO2, H2O,
jelaga, debu (partikel) ditambah dengan unsur-unsur yang telah ada di udara
seperti N2, O2, CO2, H2O, dan lainlain. Asap kebakaran hutan dapat
mengganggu kesehatan masyarakat dan menimbulkan penyakit infeksi pada
saluran pernapasan (ISPA), sakit mata dan batuk. Kebakaran gambut juga
menyebabkan rusaknya kualitas air, sehingga air menjadi kurang layak untuk
diminum.
3. Aspek sosial ekonomi, meliputi:
- Hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat yang masih
menggantungkan hidupnya pada hutan (berladang, beternak,
berburu/menangkap hutan);
- Penurunan produksi kayu;
- Terganggunya kegiatan transportasi;
- Terjadinya protes dan tuntutan dari negara tetangga akibat dampak asap
kebakaran;
- Meningkatnya pengeluaran untuk biaya pemadaman.
Kebakaran hutan yang luas dapat mengganggu masyarakat negara tetangga,
dan bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan penilaian negatif masyarakat
internasional terhadap pemerintah Indonesia.

11
2.9 Upaya Pengendalian dan Pencegahan Kebakaran Hutan
Dalam kebakaran hutan dikenal istilah segitiga api. Segitiga api adalah bentuk
sederhana untuk menggambarkan proses pembakaran dan aplikasinya. Tiga unsur
segitiga api itu adalah bahan bakar, oksigen dan panas/sumber penyulut.

Gambar 2.1 Segitiga Api


Sumber: brainly.co.id

Ketiga unsur komponen penyusun segitiga api inilah yang mendasari


pengendalian kebakaran hutan karena hilangnya satu atau lebih dari sisi segitiga
ini akan mengakibatkan tidak terjadinya pembakaran. Segitiga api dapat
divisualisasikan sebagai dasar hubungan reaksi berantai dari pembakaran.
Pemincangan salah satu atau lebih dari sisi segitiga ini akan merusak atau
menghancurkan mata rantai tersebut. Itu berarti bahwa, kalau bahan bakar tersedia
dalam jumlah banyak, akan tetapi apabila oksigen pada saat pembakaran
berlangsung terlalu sedikit atau terlalu banyak maka pembakaran tidak dapat
berlangsung. Begitu juga bila pembakaran tidak mencapai titik penyalaan yang
berkisar antara 220-250oC maka pembakaran tidak mungkin terjadi. Melemahnya
satu atau lebih dari sisi segitiga ini juga akan melemahkan rantai tersebut dan
mengurangi laju pembakaran serta intensitas kebakarannya.
Selain berpegang pada prinsip segitiga api, hal yang paling mungkin
dilakukan adalah dengan melakukan manajemen bahan bakar. Manajemen bahan
bakar adalah tindakan atau praktek yang ditujukan untuk mengurangi kemudahan

12
bahan bakar untuk terbakar (fuel flammability) dan mengurangi kesulitan dalam
pemadaman kebakaran hutan. Manajemen bahan bakar dapat dilakukan secara
mekanik, kimiawi, biologi atau dengan menggunakan api. Perlakuan bahan bakar
adalah setiap manipulasi bahan bakar agar bahan bakar itu tidak mudah terbakar,
dengan cara pemotongan, penyerpihan, penghancuran, penumpukan dan
pembakaran. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan dalam memanajemen
bahan bakar yaitu, melakukan modifikasi, pengurangan dan isolasi bahan bakar.
Jika kebakaran tetap terjadi meski tindakan pencegahan telah dilakukan maka
tindakan pemadaman harus segera dilakukan. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya prinsip pemadaman kebakaran adalah dengan cara menghilangkan
salah satu sisi dari segitiga api tersebut, upaya yang dapat dilakukan sesuai dengan
prinsip pemadaman kebakaran diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Pendinginan. Api dapat dipadamkan dengan cara menurunkan suhu sampai di
bawah suhu penyulutan, dengan menggunakan air atau tanah basah pada
bahan yang sedang terbakar.
b. Pengurangan oksigen. Api dapat dipadamkan dengan cara menghilangkan
oksigen dari bahan bakar yang sedang terbakar. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memukul nyala api dengan alat pemukul api khusus, punggung
bilah sungkup, menimbun dengan tanah, atau menggunakan air.
c. Melaparkan. Api dapat “dilaparkan” dengan cara menghilangkan pasokan
bahan bakar yang tersedia atau dengan cara membiarkan api untuk membakar
ke arah penghalang alami.
d. Bakar Balas. Strategi ini dilakukan jika sama sekali tidak tersedia peralatan
pemadam, serta personil yang sedikit, yaitu dengan cara membakar bahan
bakar berlawanan arah jalaran api. Dengan cara demikian api dari dua arah
akan bertemu ditengah dan karena bahan bakar habis maka api padam. Untuk
melakukan bakar balas biasanya areal pinggir sungai atau jalan yang
merupakan sekat bakar dengan areal penting untuk dilindungi.

13
2.10 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan di Indonesia

Upaya yang telah dilakukan untuk mencegah kebakaran hutan dilakukan


antara lain (Soemarsono, 1997):
1. Memantapkan dengan membentuk Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan
Lembaga non struktural berupa Pusdalkarhutnas, Pusdalkarhutda dan Satlak
serta Brigade-brigade pemadam kebakaran hutan di masing-masing HPH dan
HTI;
2. Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis
pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan;
3. Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam
kebakaran hutan;
4. Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah,
tenaga BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan;
5. Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian
kebakaran hutan;
6. Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan
Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan
dan Menteri Negara Lingkungan Hidup;
7. Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non
kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
Disamping melakukan pencegahan, pemerintah juga melakukan
penanggulangan melalui berbagai kegiatan sebagaimana termaktub dalam
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-Ii/2009 Tentang Pengendalian
Kebakaran Hutan antara lain (Soemarsono, 1997):
1. Memberdayakan posko-posko kebakaran hutan di semua tingkat, serta
melakukan pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I
dan II.
2. Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua
tingkatan, baik di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya,
maupun perusahaan-perusahaan.

14
3. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui
PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui
PUSDALKARHUTDA Tk I dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
4. Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran antara lain:
pasukan BOMBA dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan
Kalbar; Bantuan pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk
kebakaran di Lampung; Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya dari
negara-negara Asean, Korea Selatan, Cina dan lain-lain.
Upaya pencegahan dan penanggulangan yang telah dilakukan selama ini
ternyata belum memberikan hasil yang optimal dan kebakaran hutan masih terus
terjadi pada setiap musim kemarau. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain:
1. Kemiskinan dan ketidak adilan bagi masyarakat pinggiran atau dalam
kawasan hutan.
2. Kesadaran semua lapisan masyarakat terhadap bahaya kebakaran masih
rendah.
3. Kemampuan aparatur pemerintah khususnya untuk koordinasi, memberikan
penyuluhan untuk kesadaran masyarakat, dan melakukan upaya pemadaman
kebakaran semak belukar dan hutan masih rendah.
4. Upaya pendidikan baik formal maupun informal untuk penanggulangan
kebakaran hutan belum memadai.

15
2.10 Kajian dan analisis kasus kebakaran hutan di indonesia

STUDI KASUS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DI


PROVINSI RIAU, SUMATERA

Di Indonesia, permasalahan kebakaran hutan telah menjadi isu nasional


yang patut mendapat perhatian serius dari pemerintah. Kejadian ini terjadi setiap
tahun secara berulang khususnya di Pulau Sumatera dan di Pulau Kalimantan
dengan luas cakupan dan jumlah titik api (hot spot) yang bervariasi. CIFOR
(2006) melaporkan bahwa pada 1997/1998 sekitar 10 juta hektar hutan, semak
belukar dan padang rumput terbakar, sebagian besar dibakar dengan sengaja. Di
lain pihak, Setyanto dan Dermoredjo (2000) menyebutkan bahwa kebakaran hutan
paling besar terjadi sebanyak lima kali dalam kurun waktu sekitar 30 tahun (1966-
1998), yakni tahun 1982/1983 (3,5 juta ha), 1987 (49.323 ha), 1991 (118.881 ha),
1994 (161.798 ha) dan 1997/1998 (383.870 ha).

Gambar 3.1 Luas hutan dan lahan (termasuk gambut) yang terbakar di
Indonesia (BAPPENAS-ADB, 1998)
.
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa provinsi di Indonesia
antara lain di Provinsi Aceh dan Riau sudah menjadi agenda rutin dan merupakan
isu penting, karena asap yang ditimbulkan menjadi masalah nasional maupun

16
internasional. Kebakaran hutan dan lahan gambut kembali terjadi di Indonesia
pada tahun 2014, yakni di Provinsi Riau, Sumatera.
Berikut salah satu berita kebakaran hutan di riau yang telah diliput oleh
salah satu surat kabar online.

Kebakaran Hutan di Indonesia Mencapai Tingkat Tertinggi Sejak Kondisi Darurat Kabut
Asap Juni 2013
by Nigel Sizer, James Anderson, Fred Stolle, Susan Minnemeyer, Mark Higgins, Andrew Leach,
Ariana Alisjahbana and Andhyta Utami - March 14, 2014

Photo credit: CIFOR, Flickr 2011

Di awal Maret 2014, kebakaran hutan dan lahan gambut di provinsi Riau, Sumatera,
Indonesia, melonjak hingga titik yang tidak pernah ditemukan sejak krisis kabut asap Asia
Tenggara pada Juni 2013. Hampir 50.000 orang mengalami masalah pernapasan akibat kabut
asap tersebut, menurut Badan Penanggulangan Bencana Indonesia. Citra-citra satelit dengan
cukup dramatis menggambarkan banyaknya asap polutan yang dilepaskan ke atmosfer, yang
juga berkontribusi kepada perubahan iklim.
Global Forest Watch, sebuah sistem online baru yang mencatat perubahan tutupan
hutan serta kebakaran hutan secara nyaris seketika, melaporkan dalam serangkaian tulisan
bahwa pembukaan lahan untuk tujuan agrikultur menjadi pendorong utama dari terjadinya
kebakaran ini. Seperti yang terjadi sebelumnya, sekitar setengah dari kebakaran tersebut
berlangsung di lahan yang dikelola oleh perusahaan tanaman industri, kelapa sawit, serta kayu.
Global Forest Watch menunjukkan bahwa sebagian dari kebakaran yang paling besar berada
pada lahan yang telah sepenuhnya ditanami, terlepas dari fakta bahwa banyak dari perusahaan
ini yang berkomitmen untuk menghentikan penggunaan api dalam praktik pengelolaan mereka.

17
Analisis Kasus Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut di Provinsi
Riau, Sumatera Tahun 2014

Gambar 3.2 Distribusi Peringatan Titik Api, Provinsi Riau, Indonesia


4-11 Maret 2014

1. Gambaran Umum
Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau pada tahun 2014 sedikitnya
sudah menghanguskan 848 hektar. Di lapangan, luas wilayah yang terbakar lebih
luas karena banyak daerah terbakar yang jauh dari aksesibilitas sehingga tidak
terhitung luasnya. Rincian sebaran titik api di Riau adalah daerah Rohil 46 titik,
Bengkalis 24 titik, Dumai 35 titik, Inhil 6 titik, Inhu 3 titik, Kampar 2 titik,
Kuansing 7 titik, dan Pelalawan 10 titik.
2. Faktor Penyebab
Kebakaran hutan ini diduga perbuatan dari masyarakat dan perusahaan
dalam melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar sehingga
menyebabkan terganggunya kesehatan pernafasan manusia dalam pajanan waktu
tertentu berdasarkan data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) sudah masuk

18
dalam kategori berbahaya (ISPU > 500) dan berpotensi mengganggu trasportasi
terutama laut dan udara.
Kasus Karhutla tahun 2014 di Provinsi Riau ada 26 perusahaan dengan 29
kasus, yang pada saat itu masih dalam penyelidikan atau pulbaket bersama ahli
kebakaran hutan dan lahan serta ahli kerusakan lingkungan dan pemanggilan saksi
perusahaan. Hingga akhir bulan Juni 2014 sudah 18 perusahaan dengan jumlah
saksi yang dipanggil untuk diminta keterangannya sebanyak 67 orang.
3. Dampak Yang Ditimbulkan
Kebakaran ini sangat berdampak bagi masyarakat Riau terutama akibat
asap yang menyebar pada wilayah Riau bahkan merambat pada daerah hingga ke
Sumatera Barat, Jambi, serta Sumatera Utara. Adanya asap mengakibatkan :
 Ditutupnya bandara yang berakibat pada hilangnya akses udara ke daerah
Riau yang pastinya nanti akan berakibat pada arus perekonomian daerah
tersebut
 Beberapa sekolah terpaksa diliburkan sehingga kegiatan belajar mengajar
terhentikan.
 Semakin hari semakin banyak masyarakat Riau yang terserang penyakit.
Informasi yang berhasil didata tercatat lebih 53.553 kasus penyakit akibat
asap di Riau. Lebih 4 ribu jiwa mengidap penyakit mata dan kulit akibat
asap tebal. Selain itu juga ada korban yang terserang penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) seperti sesak napas, asma, paru-paru,
bahkan juga penyakit jantung. Terdapat 1 korban jiwa tewas akibat akibat
terlalu banyak menghirup asap.
4. Upaya Penanganan
a. Upaya KLH :
1. Mei – Juni: sosialisasi dan asistensi teknis (bantuan alat pompa sederhana)
kepada MPA di Kabupaten Bengkalis, Dumai, Siak dan Rokan Hilir di
Provinsi Riau. Khusus MPA di Desa Sepahat Bengkalis juga dilakukan
pilot proyek PLTB pembuatan kebun nanas di lahan gambut.

19
2. Tanggal 11 dan 12 Juni rapat koordinasi pencegahan kebakaran di Propinsi
dan pelatihan membuat dan membaca peringkat bahaya kebakaran (FDRS)
kepada MPA Rasau Jaya.
3. Tanggal 13 Juni Konsolidasi MPA dan Manggala Agni di Kantor
Kecamatan Rasau Jaya dan pemberian bantuan pompa air utk pemadaman
kebakaran.
4. Tanggal 16 Juni: apel siaga dan simulasi basah pemadaman dini
melibatkan Masyarakat Peduli Api di Desa Sepahat, Kabupaten Bengkalis,
Riau.
5. Tanggal 17 Juli: sosialisasi prediksi kebakaran hutan dan lahan
berdasarkan kondisi lingkungan dan parameter cuaca setempat kepada
MPA dan BLH propinsi Rawan Kebakaran
6. Penegakan hukum, saat ini sebagaian berkas perkara pembakaran sudah
diserahkan dan sebagaian lagi masih dalam proses peyidikan.
B. Upaya Nasional:
1. BNPB menyiagakan 3 helikopter (Bolco, Kamov dan Sikorsky) di Riau,
helicopter MI-8 di Palembang dan Palangkaraya serta kesiapan mobilisasi
2.500 personil TNI dan Polri untuk penanggulangan bencana asap.
2. Tanggal 21 – 24 Juni, empat regu Manggala Agni (60 personil)
melakukan pemadaman di Dumai dan Siak, sedangkan pada 23 – 24 Juni
dua regu Manggala Agni (30 personil) melakukan pemadaman di Suaka
Margasatwa Rimba Baling di Indragiri Hulu. Selain itu, Manggala Agni
melakukan patrol di Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis,
Provinsi Riau.
3. 25 Juni: aktivasi Posko Penanggulangan Bencana Asap Riau di Lanud
Roesmin Nurjadin.
4. 29 Juli: BNPB menyiagakan helicopter MI-8 dari Palangkaraya ke
Pontianak untuk melakukan water bombing.
5. Juli: di Riau, 100 personil TNI AD, 100 personil TNI AU dan 500 personil
Polri, personil Manggala Agni, BPBD, dan relawan memadamkan api.

20
Brimob Polda Riau dan Polres Indragiri Hilir mengerahkan water canon
karena terbatasnya air untuk pemadaman.
6. Satgas udara masih terus mengoperasikan water bombing dan modifikasi
cuaca di wilayah Riau.
7. 5 Agustus: rapat koordinasi pencegahan dan penanggulangan bencana asap
di Kalimantan Barat.
Tindak lanjut pelaksanaan penanganan kasus karhutla Provinsi Riau, antara
lain:
1. Menyelesaikan pelaksanaan PULBAKET dengan ahli kebakaran hutan dan
lahan, ahli kerusakan lingkungan, ahli korporasi pidana dan ahli pidana;
2. Melaksanakan pemanggilan saksi-saksi dari perusahaan, masyarakat dan
pemerintah daerah;
3. Penyidik masih mengumpulkan bahan keterangan.
Berdasarkan fenomena kebakaran hutan dan berbagai dampak yang terjadi,
maka bisa dikatakan dalam hal ini pemerintah lalai akan perannya untuk
memberikan perlindungan pada rakyatnya dan lepas tangan pada
tanggungjawabnya untuk memberikan keamanan pada warga negara. Terlihat dari
kebakaran hutan di Riau yang seakan-akan merupakan agenda rutin dan
pembiaran kegiatan pembukaan lahan oleh perusahaan seperti HTI dan HPH
dengan metode membakar areal hutan yang akan digunakan sebagai areal
perusahaan. Oleh karena itu agar tidak terjadi keteledoran atau kelalaian yang
berdampak fatal lagi diharapkan pemerintah melakukan rencana kegiatan jangka
pendek dan jangka panjang untuk menanggulangi dan mencegah kebakaran hutan.
Rencana kegiatan jangka pendek, dimaksudkan untuk menanggulangi
dampak kebakaran hutan yang sedang terjadi yang dalam hal ini ‘asap’ dan
rencana kegiatan jangka panjang dimaksudkan untuk mencegah kebakaran hutan.
Rencana kegiatan jangka pendek ini seperti memadamkan kebakaran hutan,
mengevakuasi warga yang terserang penyakit dan berada pada daerah dengan
polusi asap tertinggi, menetapkan daerah tanggap bencana, membagi-bagikan
masker pada warga terutama pengguna jalan, menyemprotkan air dari udara
melalui helikopter dan menemukan secepatnya penyebab terjadinya kebakaran

21
hutan, menangkapkan pelaku-pelaku yang terlibat apabila memang terbukti bahwa
terjadi kegiatan pembakaran secara sengaja seperti untuk land clearing. Kemudian
Rencana jangka panjang contohnya memperketat syarat pemberian izin untuk
membuka perkebunan, memperketat pengawasan pada perusahaan yang telah
memiliki izin usaha seperti HTI atau HPH dan mencabut izin HPH, HTI atau
perusahaan yang tidak bisa berkomitmen menjaga lingkungan, memperbanyak
lahan penghijauan, dan membuat sistem tanggap bencana yang lebih baik lagi.

22
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai harganya karena
didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah,
sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan
erosi serta kesuburan tanah, dan sebagainya.
Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya
sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan
pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang
optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait
dengan kesejahteraan masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang
penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor
penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah
terutama dari Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan
menanggulagi kebakaran hutan, pembenahan bidang hukum dan penerapan sangsi
secara tegas.
b. Saran
Dalam mengantisipasi dan mengurangi kejadian kebakaran hutan, maka perlu
tindak nyata pada semua pihak terkait/stakeholder secara jelas, pasti dan cepat
sehingga degradasi lingkungan dan hutan dapat diatasi. Hal ini dapat melalui jalan
pendekatan dengan berbagai metode pada semua pelaku peran baik dari lembaga
pemerintah sebagai pihak yang merupakan produk izin, pengusaha yang bergerak
dalam kegiatan ini, masyarakat sebagai peran lainnya, tenaga ahli yang
memahami teori dengan benar dan pihak-pihak pengamat yang membantu
meluruskan adanya kekeliruan dalam hal ini lembaga swadaya masyarakat baik
lokal maupun internasional, perguruan tinggi dan sebagainya.

23
c. Pendapat
1. Pendapat saya kita harus berusaha untuk menjaga Hutan dan kekayaan
alam yang ada diindonesia.
2. sebagai anak bangsa kita patut melindungi Lahan Lahan hutan yang ada di
Indonesia agar tidak di salah pergunakan bagi pihak yang tidak
bertanggung jawab.
3. kita selaku Pewaris negara ini harus mampu memperbaiki jika ada
kesilapan dalam pembakaran hutan diwilayah Indonesia.
4. seharusnya jika terjadi pembakaran hutan yang terus terusan pemerintah
dibantu oleh masyarakat sekitar harus membuat agar kebakaran tersebut
tidak terulang.
5. jika terjadi kebakaran kita harus menanggulangi serta mengolah Lahan
yang telah gundul tersebut.

24
DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, Wahyu Catur. 2009. Bagaimana Kebakaran Hutan Terjadi. Bogor:


Paper MK Kebakaran Hutan.

Adinugroho, Wahyu Catur dan INN Suryadiputra. 2003. Kebakaran Hutan dan
Lahan. Bogor: Seri Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut.

Bahri, Samsul. 2002. Kajian Penyebaran Kabut Asap Kebakaran Hutan dan
Lahan di Wilayah Sumatera Bagian Utara dan Kemungkinan Mengatasinya
dengan TMC. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 3, No. 2,
2002, 99-104. Peneliti UPT Hujan Buatan BPP Teknologi JL. M.H. Thamrin
No 8 Jakarta 10340.

Pasaribu, Sahat M. dan Supena Friyatno. 2008. Memahami Penyebab Kebakaran


Hutan dan Lahan serta Upaya Penanggulangannya: Kasus di Provinsi
Kalimantan Barat. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian, Badan Litbang Pertanian.

Tacconi, Luca. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan


Implikasi Kebijakan. Bogor: Center For International Forestry Research
(CIFOR). Paper.

Sizer, Nigel et al. 2014. Kebakaran Hutan di Indonesia Mencapai Titik Tertinggi
Sejak Kondisi Darurat Kabut. Diakses pada tanggal 9 Juni 2015, dari
http://www.wri.org/blog/2014/03/kebakaran-hutan-di-indonesia-mencapai-
tingkat-tertinggi-sejak-kondisi-darurat-kabut

Dunia Baca. 2015. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan di


Indonesia. Diakses pada tanggal 8 Juni 2015, dari
http://duniabaca.com/upaya-pencegahan-dan-penanggulangan-kebakaran-
hutan.html

Chapter II. 2015. Tinjauan Pustaka: Kebakaran Hutan. Diakses pada tanggal 8
Juni 2015, dari
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24895/4/Chapter%20II.pdf

25
Pribadi, Indra Arief. 2014. BNPB: Pembakaran hutan di Riau dan Kalbar
Kian Parah. Diakses pada tanggal 9 Juni 2015, dari
http://www.antaranews.com/berita/446229/bnpb--pembakaran-hutan-di-riau-
dan-kalbar-kian-parah

Yuwono, Arief. 2014. Penanganan Kasus Dan Upaya Pengendalian Kebakaran


Hutan Dan Lahan (KARHUTLA) KLH. Diakese pada tanggal 9 Juni 2015,
darihttp://www.menlh.go.id/penanganan-kasus-dan-upaya-pengendalian-
kebakaran-hutan-dan-lahan-krhutla-klh/

26

Anda mungkin juga menyukai