INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Administrasi Negara Indonesia
Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Padjadjaran
Oleh:
Nur Indah Fitriyani : 170110110132
Dema Purwaka : 170110110155
Gilang Alwinata Putra : 170110110156
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
BANDUNG
2011
KATA PENGANTAR
Puji sanjung dan syukur kami sampaikan pada Sumber dari segala Ilmu Pengetahuan,
Sang Maha Kuasa Allah SWT, yang telah memberikana kami nikmat kesempatan dan kesehatan
sehingga dapat menyelesaikan makalah dalam bentuk yang sangat sederhana ini. Tak lupa
shawalat serta salam kami curahkan pada Baginda Besar yang telah menyebarkan agama Islam
yang sudah terbukti kebenaranya dan semakin terbukti kebenarannya Rasulullah Muhammad
SAW.
Kami menyadari bahwa penulisan Kualitas Pelayanan Pada Dinas Pemadam
Kebakaran di Indonesia ini masih jauh dari tingkat kempurnaan, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dimasa yang akan datang. Kami juga
sangat berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami, baik dalam segi motivasi,
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas amal yang telah diberikan kepada
kami dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Amiin
PENDAHULUAN
BAB I
masyarakat. Karena Pemerintah tidak diadakan untuk dirinya sendiri , tetapi untuk
1998:139).
Pelayanan yang diinginkan masyarakat adalah pelayanan yang baik, yaitu pelayanan yang
berkualitas. Karena semakin baik pelayanan yang diberikan kepada masyarakat maka prakarsa
masyarakat untuk proaktif dalam mengisi pembangunan daerah yang akan mengantarkan
masyarakat pada jenjang kesejahteraan yang lebih baik akan dapat dicapai.
Pelayanan publik yang professional artinya pelayanan yang memiliki akuntabilitas dan
responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur pemerintah). Efektif, lebih mengutamakan pada
pencapaian tujuan dan sasaran.Efisien, mengandung arti persyaratan pelayanan hanya dibatasi
pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran dengan tetap memperhatikan
pemenuhan persyaratan. Sederhana, mengandung arti prosedur tata cara pelayanan yang
diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidakberbelit-belit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan. Kejelasan dan kepastian (trasnparan),
mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian (transparan), mengandung arti adanya kejelasan
dan kepastian mengenai prosedur tatacara pelayanan, persyaratan pelayanan baik teknis maupun
administratif, unit kerja dan atau pejabat yang berwenang serta bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan, rincian biaya atau tarif pelayanan dan tata cara pembayaran serta jadwal
waktu penyelesaian pelayanan. Keterbukaan, mengandung arti semua proses pelayanan wajib
diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami masyarakat baik diminta
maupun tidak. Tepat waktu mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat yang
diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Responsif lebih mengarah pada daya tanggap
dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi yang dijalani. Adaptif
mengandung arti cepat menyesuaikan tuntutan apa yang tumbuh dan berkembang di lingkungan
sekitanya.
kepada masyarakat, contoh kasus yang ada yaitu dinas pemadam kebakaran di kabupaten
Garut . Maka dilakukan suatu analisis kasus di Kabupaten Garut, dimana hasil analisis awal yang
dikemukakan adalah, pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Garut masih belum
optimal. Hal ini disebabkan adanya beberapa kendala yang dilami dalam pelaksanaan pelayanan.
Kendala ini menyebabkan Pemerintah Kabupaten Garut tidak dapat memberikan pelayanan
yang baik kepada masyarakat, dalam hal ini khususnya mengenai pemedaman kebakaran.
Adapun kendala utama yang dihadapi pemerintah kabupaten Garut khususnya pada Dinas
kondusif. Pelayanan yang baik akan sulit terwujud apabila ketersediaan infrastruktur dan alat
untuk memfasilitasi atau melayani masyarakat itu sendiri tidak memadai, dan hal ini akan
memicu kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap pelayanan umum itu sendiri, namun satu hal
yang hingga saat ini seringkali masih menjadi masalah dalam kaitannya dalam hubungan antar
rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service (pelayanan umum),
terutama dalam hal kualitas atau mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat.
Pemerintah sebagai service provider (penyedia jasa) bagi masyarakat dituntut untuk memberikan
pelayanan yang semakin berkualitas. Apalagi dalam menghadapi kompetisi di era globalisasi,
kualitas dan pelayanan aparatur pemerintah akansemakin ditantang untuk semakin optimal dan
mampu menjawab tuntutan yang semakin tinggi dari masyarakat, baik dari segi kualitas maupun
dari segi kuantitas pelayanan. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, akuntabilitas
pemadam kebakaran Provinsi Jawa Barat, sangat penting untuk mengetahui sejauhmana tingkat
Masyarakat masih menganggap bahwa pelayanan yang di berikan oleh pemerintah kabupaten
masih kurang memuaskan. Dilihat dari kualitas kinerja aparat dan jangka waktu penyelesaian
a. Sebagai landasan atau bahan informasi untuk penulisan-penulisan yang serupa
pengembangan SDM
b. Sebagai bahan informasi untuk memperbaiki kelemahan dan kekeurangan dalam pelaksanaan…
Penulisan ini merupakan kesempatan untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh di bangku
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
sering alergi bila harus berurusan dengan birokrasi. (Sondang PS, 1994:102) sebagai berikut :
seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu singkat baru dapat dituntaskan setelah waktu yang
relatif lama. Sering ditambahkan pula bahwa kerja berbelit-belit berarti suatu pekerjaan yang
sesungguhnya dapat diselesaikan oleh seseorang dalam kenyataannya melibatkan beberapa meja
2. Pura-pura sibuk
Para anggota masyarakat yang membutuhkan pelayanan masyarakat aparat pemerintah
kenyataannya pegawai yang karena jabatannya harus memberikan pelayanan tersebut dengan
3. Tidak sopan
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, para aparat pemerintah cenderung
cenderung melecehkan masyarakat, sikap demikian muncul karena aparat merasa dirinya sangat
dibutuhkan oleh masyarakat.Sikap demikian dapat ditunjukkan dengan muka cemberut, bersikap
yang dibutuhkan oleh masyarakat.Sikap tidak acuh didalam melayani masyarakat yang sering
terjadi yaitu dengan membiarkan orang membutuhkan pelayanannya menunggu, atau mengulur
waktu penyelesaian pemberian pelayanan atau bahkan menyuruh pengguna jasa tersebut kembali
pada waktu yang lain, padahal sebenarnya pelayanan dapat diberikan pada waktu itu.Sedangkan
untuk memberikan atau meningkatkan pelayanan kepada pelanggan atau masyarakat dengan
baik, menurut keputusan Menpen Nomor 06/1995 tentang Pedoman Penganugrahan Piala
Abdisatyabhakti Bagi Unit Kerja/Kantor Pelayanan Percontohan diatur mengenai kriteria
1. Kesederhanaan
Prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak
berbelitbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang melakukan
layanan.
4. Keterbukaan
Prosedur, tata cara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggungjawab pemberi
pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan
proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh
5. Efisien
Kriteria ini mengandung arti :
• Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian
sasaran pelayanan yang tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk
6. Ekonomis
Pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan:
• Nilai barang atau jasa pelayanan masyarakat dan tidak menuntut biaya yang terlalu tinggi diluar
kewajaran.
8. Ketepatan waktu
Pelaksanaan pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan.Misalnya dalam mengurus perijinan atau membuat Kartu Tanda Penduduk, aparat
harus menentukan waktu menyelesaikan pembuatan KTP tanpa harus mengundurundur waktu
Dalam kehidupan sehari-hari juga sering kita terdengar istilah administrasi pada saat
berurusan dengan kantor pemerintahan atau swasta. Misalnya, pada waktu melamar pelerjaan
mendaftar masuk sekolah, berobat ke rumah sakit atau mengurus berbagai surat ijin, mengurus
kartu penduduk dan lain-lain. Semua itu menggunakan proses administrasi dalam
pelaksanaannya. Oleh karena itu administrasi dalam arti sempit merupakan penyusunan dan
pencatatan data dan informasi secara sistematis dengan maksud untuk menyediakan keterangan
serta memudahkan memperolehnya kembali secara keseluruhan dan dalam hubungannya satu
sama lain.
“Administrasi merupakan suatu fenomena sosial, suatu perwujudan tertentu di dalam masyarakat
modern. Eksistensi daripada administrasi ini berkaitan dengan organisasi, artingya administrasi
itu terdapat di dalam suatu organisasi. Jadi barangsiapa hendak mengetahui adanya administrasi
dalam masyarakat ia harus mencari terlebih dahulu suatu organisasi yang masih hidup, di situ
terdapat administrasi.” (Inu Kencana, 2006: 13)
1. Sekelompok orang; artinya kegiatan administrasi hanya mungkin terjadi jika dilakukan oleh
lebih dari satu orang.
2. Kerja sama; artinya kegiatan administrasi hanya mungkin terjadi jika dua orang atau lebih
bekerja sama.
3. Pembagian tugas; artinya kegiatan administrasi bukan sekedar kegiatan kerja sama, melainkan
kerja sama tersebut harus didasarkan pada pembagian kerja yang jelas.
4. Kegiatan yang runtut dalam suatu proses; artinya kegiatan administrasi berlangsung dalam
tahapan-tahapan tertentu secara berkesinambungan.
5. Tujuan; artinya sesuatu yang diinginkan untuk dicapai melalui kegiatan kerja sama. (Silalahi,
2002: 10-11)
Inti dari administrasi adalah manajemen, karena memang manajemen merupakan alat
pelaksana utama dari administrasi. Manajemen berfungsi sebagai suatu upaya yang dilakukan
oleh manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan didukung oleh
sejumlah sumber sehingga efetif dan efisien, dalam hal ini manajemen merupakan suatu tindakan
yang perlu dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan dalam batas-batas kebijakan umum
Adapun ciri-ciri Administrasi Publik yang dikemukakan oleh Miftah Thoha adalah
sebagai berikut:
1. Pelayanan yang diberikan oleh administrasi negara bersigat lebih urgen dibandingkan dengan
pelayanan yang diberikan oleh organisasi-organisasi swasta.
2. Pelayanan yang diberikan oleh administrasi negara pada umumnya bersifat monopoli atau semi
monopoli.
3. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat umum, administrasi negara dan
administratornya relatif berdasarkan undang-undang dan peraturan.
4. Administrasi negara dalam memberikan pelayanan tidak dikendalikan oleh harga pasr, tidak
seperti yang terhadi dalam organisasi perusahaan yang terikat oleh harga pasar dan untung rugi.
5. Usaha-usaha yang dilakukan oleh administrasi negara terutama dalam negara demokrasi ialah
dilakukan sangat tergantung pada penilaian rakyat banyak.
(Thoha, 2008: 35-36)
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan
melalui proses dan diatur berdasarkan dari fungsi-fungsi manajemen tersebut. Seperti yang
dijelaskan oleh Malayu S.P. Hasibuan dalam bukunya yang berjudul Manajemen: Dasar,
Pengertian, dan Masalah yaitu: “manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai
Dari definisi diatas terlihat bahwa Stoner telah menggunakan kata proses, bukan seni.
Mengartikan manajemen atau keterampilan pribadi. Suatu proses adalah cara sistematis untuk
melakukan pekerjaan. Manajemen didefinisikan sebagai proses karena semua manajer, tanpa
kegiatan tertentu yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan-tujuan yang mereka inginkan.
Dan menurut George R. Terry (dalam Herujito, 2004: 3), yaitu “manajemen adalah suatu
proses yang berbeda terdiri dari planning, organizing, actuating, dan controlling yang dilakukan
untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumber daya
lainnya”. Dengan kata lain penjelasan ini sama dengan yang diungkapkan oleh Stoner pada
penjelasan manajemen sebelumnya. Serta pengertian ini menjelaskan dengan berbagai jenis
kegiatan yang berbeda iitulah yang membentuk manajemen sebagai suatu proses yang tidak
Kualitas dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu kualitas jasa dan kualitas produk. Kualitas
jasa merupakan suatu pembahasan yang sangat kompleks karena penilaian kualitas jasa berbeda
dengan penilaian terhadap kualitas produk, terutama karena sifatnya yang tidak nyata
(intangible) dan produksi serta konsumsi berjalan secara simultan (Farida, 2005: 47).
Selain itu juga konsep kualitas banyak dibahas dalam studi-studi manajemen seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. Konsep kualitas pun telah dijelaskan oleh beberapa pakar
manajemen dengan melihat dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan definisi-definisi
yang beragam.
Memperoleh suatu pemahaman teoritik tentang konsep kualitas pelayanan publik, maka
terlebih dahulu harus dikemukakan pengertian kualitas, pengertian pelayanan publik dan
pengertian kualitas pelayanan publik. Mengenai konsep kualitas menurut Goesth dan Davis
(dalam Tjiptono, 2004: 51) memberikan batasan pengertian “kualitas merupakan suatu kondisi
yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan”. Triguno (2002: 76) mendefinisikan kualitas sebagai: “suatu standar yang
harus dicapai oleh seseorang/kelompok,kerja mengenai kualitas sumber daya manusia, kuaitas
cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa”. Selanjutnya menurut
Triguno (2002: 76) mengatakan: “berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani,
baik internal maupun eksternal, dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan/persyaratan
pelanggan/masyarakat”.
“Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan
di Lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah dalam
bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”. (Ratminto, 2005:
5)
Selanjutnya dalam hubungan dengan itu, Widodo (2001: 269) mengemukakan bahwa
“pelayanan publik merupakan pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat
yang mempunyai kepentingan pada kerja itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang
ditetapkan”. Dilain pihak Thoha (dalam Sedarmayanti 2001: 195) menyatakan bahwa “pelayanan
publik sebagai suatu usaha yang diajukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi
tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai
“Pelayanan umum (public service) adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum
yang menjadi warga negara atau secara sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Dilihat
dari prosesnya, terjadi intersksi antara yang memberi pelayanan dengan yang diberi layanan.
Pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah
mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah”.
Dari beberapa pendapat di atas menunjukkan secara jelas bahwa pelayanan publik yang
diproduksi oleh pemerintah yang berupa barang dan jasa publik itu berupa produk yang
menyangkut kebutuhan hidup orang banyak, terutama masyarakat lapisan bawah, sedangkan
proses memproduksi sesuatu produk yang meyangkut kehidupan hidup orang banyak disebut
pelayanan public
Konsep pelayanan umum menurut Finer (dalam Ndraha, 2003: 55) meliputi jasa publik
dan jasa sipil. Pelayanan diperlukan guna memenuhi kebutuhan manusia, kebutuhan manusia ada
yang bisa dipenuhi melalui pasar (private choice) ada yang hanya dipenuhi melalui proses secara
istimewa. Kegiatan pelayanan tersebut dalam prosesnya menunjukkan hubungan atau interaksi
antara pemberi layanan (pemerintahan atau birokrasi) dan penerima layanan (rakyat atau
masyarakat).
Oleh karena itu dalam proses hubungan interaksi tersebut, secara umum baik tidaknya
produk layanan umum yang diberikan akan bergantung kepada sejauh mana tanggapan atau
kepuasan penerimaan pelayanan (masyarakat atau pelanggan), karena pelayanan umum berkaitan
Pelayanan sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia, dalam kaitan ini
“Pelayanan merupakan suatu tindakan yang dilakukan untuk emmenuhi kebutuhan orang lain
(konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang, dan lain-lain) pada tingkat pemuasannya
hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani dan dilayani”.
“Berbagai kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan
jasa-jasa. Dalam bahasa asing kita mengenal public service dan public utilities yang secara
populer istilah pertama diterjemahkan sebagi pelayanan publik, yang didalamnya mencakup
kegiatan public utilities, seperti misalnya transportasi, teltgram, telepon (ponsel), air bersih,
penerangan (listrik) dan lain-lain”.
Selain itu juga dari konsep pelayanan publik yang telah dijelaskan di atas maka menurut
Viljoen (1997: 253-255) yang dikutip oleh Farida bahwa prinsip dari pelayanan adalah:
Tjiptono menyatakan bahwa “kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan
pelanggan” (dalam Tjiptono, 2004: 59). Selain itu juga Tjiptono mengutip definisi kualitas
Selanjutnya Farida mengungkapkan bahwa ada banyak yang dapat dipergunakan unutk
menganalisis kesenjangan yang terjadi antara harapan dan perrsepsi konsumen, yaitu:
1. Gap antara harapan konsumen dan persepdi manajemen. Pada kenyataannya, pihak manajemen
suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para
konsumen secara tepat. Akibatnya, manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa
segarusnya didesain dan jasa-jasa pendukung apa saja yang diinginkan konsumen.
2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesidikasi kualitas jasa.
Kadang kala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan,
tetapi mereka tidak menyusun suatu strandar kinerja tertentu secara jelas. Hal ini bisa
dikarenakan tiga fakto, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa,
kekurangan sumber daya atau karena adanya kelebihan permintaan.
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya
gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kerja melampaui
batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standar kinerja
yang ditetapkan.
4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Sering kali harapan para konsumen
dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. risiko yang
dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.
5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila konsumen
mengukur kinerja/prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan atau bisa juga keliru
mempersepsolan kualitas jasa tersebut.
(Jasfar, 2005: 58-60)
Sedangkan menurut Gronoos yang dikutip dan dialih bahasakan oleh Tjiptono mengenai
kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama, yaitu:
1. Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) jasa yang
diterima pelanggan.
2. Functional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu
jasa.
Corporate Image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan.
(Tjiptono, 2004: 60)
berkaitan dengan upaya melakukan pengukuran terhadap konsep tersebut. Pelayanan suatu
konsep yang abstrak dalam artian produk yang dohasilkan mempunyai sifat tidak berwujud,
demikian, beberapa ahli telah mencoba mengembangkan dimensi-dimensi yang dapat dijadikan
kerangka kerja untuk mengukur kualitas pelayanan atau jasa suatu perusahaan.
Menurut Agus Dwiyanto dalam bukunya yang berjudul “Mewujudkan Good Governance
melalui Pelayanan Publik” ada beberapa dimensi dari kualitas pelayanan, yaitu:
Setiap organisasi yang bergerak dibidang jasa dituntut untuk mampu memberikan
pelayanan prima kepada semua pengguna jasanya, hal ini ditunjukan untuk dapat memenuhi
harapan pengguna jasa. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari administrasi negara yatiu
“Tujuan yang hendak dicapai dengan proses administratif itu di dalam pemerintahan disebut
dengan satu atau dua istilah yaitu Pelayanan Publik (public service). Dengan demikian
dimaksudkan proses Administrasi Negara itu adalah: serangkaian kegiatan yang meliputi
membuat rencana-rencana mengambil keputusan dan tindakan yang ditujukan untuk
melaksanakan/menyelenggarakan pelayanan publik (public service).” (Prajudi, 1993: 31)
Karena pelayanan publik ini adalah ilmu yang berasal dari ilmu manajemen, maka dari
itu berikut ini adalah pengertian menajemen yang dikemukakan oleh Stoner (dalam Handoko,
“Berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang
dan jasa-jasa. Dalam bahasa asing kita mengenal Public service dan public utilities, yang secara
populer istilah pertama diterjemahkan sebagai pelayanan publik, yang didalamnya mencakup
kegiatan public utilities, seperti transportasi, kebersihan kota, telegram, telepon (Postel), air
bersih (PAM), penerangan (PLN), dan lain-lain.” (Pamudji, 1994: 21-22)
Dari kutipan tersebut dapat kita lihat bahwa pelayanan umum merupakan pelayanan yang
dilaksanakan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, baik BUMN maupun
atas pelayanan Dinas Pemadam Kebakaran merupakan salah satu yang termasuk di dalamnya,
dimana pemerintah melalui Dinas Pemadam Kebakaran sebagai salah satu badan hukum yang
Penjelasan yang dikemukakan oleh Pramudji diatas sesuai dengan Pasal 4 UU Nomor 25
tahun 2009 tentang pelayanan umum yang menjelaskan mengenai penyelenggaraan pelayanan
publik berasaskan:
a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
d. keseimbangan hak dan kewajiban;
e. keprofesionalan;
f. partisipatif;
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. ketepatan waktu; dan
l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
(UU No. 25 tahun 2009 Pasal 4)
1. Kesederhanaan seperti prosedur/tata cara pelayanan yang mudah, tidak berbelit-belit dan
mudah dilaksanakan
2. Kejelasan
3. Kepastian waktu
4. Akurasi
5. Tanggung jawaab
6. Kelengkapan sarana dan prasarana
7. Kemudahan akses
8. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan
9. Kenyamanan
(Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 3/KEP/M.PAN/7/2004)
Berdasarkan teori dan pendapat yang telah dipaparkan oleh para ahli di atas, maka
1. Administrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam bentuk kerja sama
pertanggung jawaban.
2. Administrasi publik adalah kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam ruang
3. Kualitas jasa adalah penilaian terhadap sesuatu yang dapat dirasakan tetapi memiliki sifat yang
4. Pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oelh instansi pemerintah, baik BUMN
maupun BUMD yang memiliki tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang dan
jasa.
5. Kualitas pelayanan adalah suatu kondisi dinamis pelayanan atau jasa suatu produk, proses,
manusia dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Dan dari kualitas pelayanan ini
dapat menciptakan suatu efektivitas pelayanan publik dari sebuah instansi pemerintah.
6. Kualitas pelayanan publik dapat diukur melalui beberapa dimensi, yaitu:
b. Prosedur
c. Waktu
e. Pelayanan
Pada dimensi di atas diharapkan kualitas pelayanan dapat memenuhi harapan pengguna jasa dan
2.4 Hipotesis
bahwa Kualitas Pelayanan Pada Dinas Pemadam Kebakaran dapat ditentukan oleh beberapa
dimensi kualitas jasa yang dijelaskan oleh Agus Dwiyanto, yaitu: (1) Sikap Petugas, (2)
BAB III
METODE DAN OBJEK PENELITIAN
Pada hakikatnya (Ulber, 2010: 9), penelitian bertujuan untuk memberi solusi atas suatu
masalah dan mendapat pengetahuan tentang sesuatu yang dianggap benar melalui proses
observasi. Data yang diperoleh melalui penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang
mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Dan valid menurut Sugiyono (2007: 1) diartikan sebagai
sesuatu yang menunjukkan derajad ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek
dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
Menurut Mayer dan Greenwood (dalam Ulber, 2010: 27) mengemukakan bahwa ada 2
jenis deskripsi yaitu deskripsi kualitatif dan deskripsi kuantitatif. Metode dalam penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Data yang dikumpulkan dalam penyusunan laporan ini dibagi menggunakan salah satu
Data sekunder, merupakan data pendukung data primer. Data ini diperoleh melalui
literatur-literatur, laporan-laporan ilmiah dan sumber data lain yang memiliki keterkaitan dengan
penelitian yang dilakukan, yang dimaksudkan untuk memperoleh landasan teoritis dan sebagai
buku dan dokumen yang memiliki keterkaitan dengan materi yang dibahas dalam penelitian ini.
Studi kepustakaan ini bertujuan untuk menjaring data sekunder sebagai bahan referensi dalam
Variabel yang akan diteliti adalah Kualitas Pelayanan pada Dinas Pemadam Kebakaran
Menurut Moekijat mengutip pendapatnya Burch dan Strater, mengemukakan bahwa ada
empat macam metode pengolahan data yang penting untuk diketahui (2001:24), yaitu :
a. Manual
b. Electromechanical
Dalam metode manual semua pengolahan data dilakukan dengan tangan dan bantuan
alat-alat penting seperti pensil, kertas, mistar hitung dan sebagainya. Metode electromechanical
merupakan suatu gabungan dari orang dan mesin. Misalnya seseorang pegawai bekerja dengan
menggunakan mesin catat kolom (posting machine). Metode punched card equipment
mengandung semua penggunaan peralatan yang dipergunakan dalam apa yang kadang-kadang
disebut sebagai suatu sistem warkat unit. Prinsip warkat ini adalah bahwa data mengenai
seseorang, suatu objek atau suatu peristiwa biasanya dicatat (punched) dalam suatu kartu.
Sejumlah kartu yang mengandung data tentang subjek yang sama digabungkan bersama untuk
membentuk suatu file. Metode electronical computer artinya suatu susunan dari alat-alat
Brabweer atau pemadam kebakaran belum ada di Batavia hingga awal abad 20. Di masa
sebelum brandweer ada orang mengandalkan jasa tukang ronda. Maka untuk perlengkapan ronda
diadakan gardu lengkap dengan kentongan kayu. Kentongan ini dipukul saat terjadi kebakaran,
perampokan, atau jika ada orang yang mengganggu ketertiban umum seperti orang
mengamuk.Tanda ada kebakaran berbeda dengan kalau terjadi perampokan atau orang
mengamuk. Kalau kentongan dipukul terus menerus berarti sedang terjadi kebakaran. Jika
kentongan dipukul tiga kali secara berulang itu tanda perampokan atau ada orang mengamuk.
Kapanpun terdengar bunyi kentongan tanda kebakaran, para pemuda itu akan lebih dulu
bertindak memadamkan api. Pada saat bertugas para pemuda yang dijuluki anak pompa ini
mengenakan sepotong kain bernomor urut pada lengan bajunya. Hadiah uang menanti mereka
Cara menangani kebakaran seperti itu tentu lama kelamaan dianggap tidak efektif
sehingga tidak dilanjutkan lagi, demikian tertulis dalam buku "Jaarboek van Batavia en
Omstreken". Dalam sidang-sidang kotapraja usulan mendesak agar kotapraja punya satu korp
Pada tahun 1918 terjadi kebakaran besar di Kwitang. Momen itulah yang kemudian
menyentak orang termasuk para petinggi kotapraja karena kebakaran besar itu tak mampu
dipadamkan hanya dengan sistem anak pompa tadi. Akhirnya, persis di tahun baru 1919 secara
Persoalan tak lantas selesai. Masalah bagaimana mendapatkan air dengan cepat menjadi
masalah selanjutnya. Seringkali kebakaran terjadi di kawasan yang jauh dari sumber air, sungai,
misalnya dan saluran air yang mungkin ada di dekat lokasi kebakaran seringkali kering di musim
kemarau dan berlumpur pula. Untuk mengatasi masalah itu lahirlah sumur kebakaran yang
Api merupakan kebutuhan manusia sehari-hari. Kebutuhan terhadap api itu tak bisa
dihindari, karena ketika malam hari manusia memerlukan penerangan. Tentunya manusia
menghadapi masalah sebelum mampu menciptakan api. Keadaan ini mendorong manusia untuk
berpikir agar dapat mengontrol api, sehingga api dapat bermanfaat bagi kehidupannya. Dalam
perkembangan selanjutnya, penggunaan api di masa itu memberi pengaruh dalam mengakhiri
masa nomaden.
Hal ini juga berdampak terhadap perkembangan sosial dan politik seiring dengan
perkembangnya pemukiman penduduk yang menetap. Akan tetapi, api yang sudah diketahui
dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia, tetap dipandang sebagai elemen suci dan hebat.
Banyak mitologi yang menganalogikan api menjadi sifat atau karakter manusia. Ketika manusia
merasakan pengalaman bahwa api juga bersifat sangat merusak, sejak itu manusia terdorong
untuk mengetahui cara mengontrol keganasan api. Ini terjadi kira-kira 300 tahun sebelum masehi
(SM) di Roma.
Ketika itu petugas pemadam kebakaran dan penjaga malam dibentuk dan ditugaskan
kepada sekelompok orang yang diberi nama Familia Publica dan operasional dari kelompok ini
diawasi oleh komite negara. Dalam buku yang berjudul Principles of Protection karya Arthur
Cote, P.E dan Percy Bugbee dijelaskan, di zaman pemerintahan kaisar Agustus (Gaius Julius
kebakaran" untuk tipe penghunian. Dan departemen ini mengorganisir para budak dan warga
negara dalam wadah yang bernama Satuan Jaga (pelayanan penjagaan). Selanjutnya, dikeluarkan
dekrit yang menyatakan seluruh rakyat wajib menjaga dan mengontrol api.
Adapun satuan jaga tersebut merupakan organisasi (pemadam kebakaran) yang pertama.
Dibentuknya satuan ini bertujuan untuk melindungi manusia terhadap bahaya kebakaran. Tugas
utama mereka adalah melakukan patroli dan pengawasan pada malam hari (dilakukan oleh
Nocturnes). Dalam perkembangan selanjutnya, setiap anggota pasukan mempunyai tugas khusus
bila terjadi kebakaran. Contohnya, beberapa anggota (aquarii) membawa air dalam ember ke
lokasi kebakaran. Kemudian, dibangun pipa air (aquaducts) untuk membawa air ke seluruh kota,
dan pompa tangan dikembangkan guna membantu penyemprotan air ke api. Siponarii adalah
sebutan bagi pengawas pompa, dan komandan pemadam kebakaran dinamakan Praefectus
Vigilum yang memikul seluruh tanggung jawab Satuan Siaga. Sedangkan hukum Romawi
mengklarifikasi sebab-sebab terjadinya kebakaran. Pemerintah Kerajaan Romawi pada masa itu
mulai menentukan kebijakan me-ngenai penggunaan selang kulit bagi kepentingan pemadaman
kebakaran. Petugasnya juga membawa bantal besar ke lokasi kebakaran, sehingga orang yang
terjebak di gedung tinggi dapat meloncat dan mendarat di atas bantal tersebut. Marco Polo
mencatat tentang tata negara belahan timur pada abad 13, yakni pasukan rakyat dari pasukan
pengawas dan pasukan kebakaran yang mempunyai tugas pencegahan kebakaran telah terbentuk
di Hangchow. Mereka dalam melaksanakan tugasnya dapat mengerahkan satu sampai dua ribu
orang untuk memadamkan api. Ribuan pasukan itu dibagi menjadi kelompok yang terdiri dari 10
orang, 5 orang berjaga pada siang, dan selebihnya berjaga pada malam hari.
penanggulangan kebakaran. Tgl. 2 Oktober 1962 dibentuk urusan pemadam kebakaran dibawah
DTP, Tahun 1971 berubah menjadi Barisan Pemadam Kebakaran dibawah PU, Kemudian
berubah menjadi dibawah Tibum, Tahun 1980 berubah menjadi Dinas Kebakaran, Tahun 2001
TUGAS POKOK :
pengendalian operasional.
FUNGSI :
kebakaran.
3. Melaksanakan pelayanan teknis administratif meliputi : administrasi umum dan kepegawaian,
Visi :
Misi :
3. Menyelenggarakan penyuluhan.
Ketika satu unit Pemadam Kebakaran tiba di lokasi kejadian secara otomatis terlintas
dibenak para petugas berbagai pertimbangan tentang kondisi lokasi dan insiden. Segera setelah
itu tindakan awal yang perlu di ambil segera di lakukan. Tindakan-tindakan yang mereka
lakukan, sesuai kondisi yang mereka hadapi, biasanya tidak terlepas dari pola, tentukan titik
(extinguishing).
lokasi dan kondisi insiden telah sepenuhnya dilakukan. Seringkali penentuan lokasi dianggap
termasuk sebagai bagian dari proses pengamatan (size up) akan tetapi ada perbedaan mendasar
karena untuk menentukan lokasi kejadian diperlukan kerja fisik oleh para petugas.
Penentuan titik lokasi kejadian (locate) seharusnya telah dapat dilakukan oleh para
petugas sebelum unit mereka berangkat menuju lokasi insiden. Akan tetapi seringkali para
petugas pada saat berangkat masih belum pasti titik lokasi kejadian, karena banyak laporan
darurat dilakukan orang yang melintasi tempat kejadian tanpa pelapor tahu persis apa dan di
Karenanya sebelum berangkat menuju lokasi kejadian yakinkan terlebih dahulu titik
kejadian, sehingga dari awal dapat diperkirakan pola operasi yang akan diterapkan. Termasuk di
sini adalah dimanakah posisi unit akan ditempatkan dan dari manakah unit dapat mencapai lokasi
kejadian serta ke arah manakah selang akan di gelar untuk operasi pemadaman Kebakaran atau
peralatan rescue apakah yang paling tepat untuk dipersiapkan pada operasi rescue. Karena kita
sadari apabila dari awal kita salah dalam menentukan titik lokasi maka untuk berbalik arah dalam
upaya mencapai rute yang tepat adalah bukan hal yang sederhana atau mudah. Atau ternyata
karena kesalahan menempatkan unit proses menggelar selang menjadi sulit karena akses menuju
titik kejadian terhalang oleh bangunan tinggi, sungai, lintasan (rel) kereta dan sebagainya.
Karenanya melengkapi petugas dengan radio komunikasi akan sangat membantu mereka menuju
titik lokasi dan penempatan unit. Dengan adanya radio komunikasi apabila informasi lebih detil
tentang titik dan kondisi kejadian yang masuk setelah unit berangkat akan dapat disampaikan
oleh operator atau petugas lain yang lebih mengetahui lokasi tempat kejadian.
lokalisir/hambat perambatan api / kebakaran kesegala arah (confine). Tindakan ini dilakukan
untuk menjaga agar Kebakaran tidak meluas yang otomatis akan menyulitkan upaya pemadaman
dan tentunya menambah kerugian yang diderita oleh masyarakat. Ada juga yang menambahkan
terpapar oleh kebakaran/panas (protect exposures). Hal ini tentunya dapat menjadi bahan
diskusi yang menarik, akan tetapi dalam tulisan ini penulis tidak akan menganalisa perlu atau
tidaknya tindakan tersebut. Karena pada dasarnya setiap kejadian menuntut tindakan yang
spesifik yang mungkin berbeda antar satu dengan lainnya. Walaupun sekilas terlihat sederhana
akan tetapi untuk kota Jakarta seringkali menjadi tindakan yang sangat pelik terutama untuk
kawasan permukiman tidak tertata karena akses menuju titik lokasi kejadian sangat terbatas dan
sulit, karenanya Kebakaran sering meluas dan tidak terkendali. Sekali lagi fungsi radio
komunikasi sangat memegang peranan dalam memandu penempatan unit-unit pada area
walaupun bukan tindakan yang mudah akan tetapi apabila tindakan-tindakan terdahulu telah
dapat dilaksanakan dengan baik tindakan pemadaman akan menjadi lebih ringan. Terlebih lagi
apabila para petugas yang melakukan pemadaman telah memiliki pengalaman yang cukup dan
dilengkapi dengan peralatan dan kelengkapan yang memadai serta terjaminnya pasokan air
Sebagai rangkuman dari tulisan ini dan tulisan-tulisan sebelumnya dalam seri "Prinsip
Umum Pemadaman Kebakaran" adalah bahwa setiap kejadian Kebakaran atau insiden lain
membutuhkan tindakan spesifik yang berbeda satu dengan lainnya walau terkadang terlihat
sama. Oleh karenanya pengalaman operasional dan latihan simulasi yang bervariasi akan
menjadi modal setiap personil dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan dalam setiap
insiden. Selain itu ketersediaan Prosedur Operasi Standar (POS) (standard operating procedure
(SOP)) akan sangat membantu para petugas dalam melakukan operasi dan juga mencegah
independen pada sistem pendinginan atau interkoneksi dengannya, gunanya adalah untuk
mengontrol temperatur air pendingin pada satu mesin selama operasi pemompaan.
BAB IV
Pada bab ini penulis akan memaparkan dan menganalisa data yang diperoleh setelah
melakukan penelitian esia, mengenai kualitas pelayanan dinas pemadam kebakaran di Indonesia.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berdasarkan studi kepustakaan. Untuk
mempermudah pembahasan, peneliti lebih fokus dalam kualitas pelayanan pada dinas pemadam
kebakaran di indonesia
Dalam mengolah data yang telah diperoleh, peneliti menggunakan teknik yaitu dengan
cara menganalisinya berdasarkan data yang ada. Data yang diperoleh terdiri dari tinjauan
Kemudian dari hasil data tersebut akan diuraikan satu persatu dimensi beserta indikator
yang penulis ajukan dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Data yang terkumpul
dari tinjauan pustaka dan contoh kasus akan penulis deskripsikan, sehingga diketahui bagaimana
Kualitas pelayanan yang baik bukan hanya berdasarkan sudut pandang pihak penyedia
jasa pelayanan, melainkan berdasarkan sudut pandang masyarakat yang menikmati dan
merasakan pelayanannya. Oleh karena itu, penulis melakukan pengukuran terhadap variabel
2. Prosedur
3. Waktu
4. Fasilitas
5. Pelayanan
Oleh karena itu, penulis menjadikan kelima faktor tersebut sebagai dimensi dalam
menilai Kualitas Pelayanan pada Dinas Pemadam Kebakaran di Indonesia. Pembahasan lebih
organisasi terutama organisasi yang dalam bidang jasa dalam menghadapi tantangan persaingan
yang sangat ketat. Dinas Pemadam Kebakaran termasuk salah satu lembaga yang dimiliki dan
dikelola oleh pemerintah di Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya dinas pemadam kebakaran
harus mengutamakan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasanya. Hal ini sejalan dengan
tujuan utama dari organisasi pemerintah yaitu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya
kepada masyarakat (public service) di berbagai bidang termasuk bidang jasa pelayanan umum di
Indonesia.
Dalam penelitian ini, penulis menetepkan fokus penelitian pada kualitas pelayanan pada
dinas pemadam kebakaran. Untuk mengetahui mengenai kualitas pelayanan tersebut, dalam
penelitian ini penulis menggunakan dimensi kualitas pelayanan yang mengacu pada pendapat
1. Sikap Petugas, yaitu sikap, kepedulian, dan keinginan petugas untuk membantu masyarakat
memperoleh pelayanan dengan baik.
2. Prosedur, yaitu kemudahan tahapan mekanisme SOP pada saat dilapangan, yang diberikan
petugas sebagai bentuk pelayanan.
3. Waktu, yaitu ketepatan satuan unit pemadam kebakaran pada saat penanggulangan kebakaran.
4. Fasilitas, yaitu tersedianya fasilitas pendukung seperti mobil (armada), sumber daya manusia
dan peralatan.perlengkapan
5. Pelayanan, yaitu kesesuaian dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pada
umumnya .
(Dwiyanto, 2008: 343-344)
Untuk lebih jelasnya, berikut ini penulis menyajikan hasil pembahasan kualitas pelayanan
Dimensi pertama yaitu sikap petugas, merupakan dimensi untuk mengukur kualitas pelayanan
dengan segera, akurat dan memuaskan. Dengan mengutamakan sikap sigap, cepat, dan tanggap
dalam memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat sehingga citra daripada petugasnya
4.1.2 Prosedur
Dimensi kedua yaitu prosedur, merupakan dimensi untuk mengukur kualitas pelayanan
dengan memperhatikan sejauh mana para petugas untuk menerapkan aturan dalam pelayanan
jasa kepada masyarakat dan membantu para pengguna jasa dengan memberikan pelayanan yang
sigap, cepat, serta tanggap. Dimensi ini juga digunakan untuk melihat sejauh mana aspek
pelayanan yang diberikan petugas mampu memenuhi kebutuhan pengguna jasa secara tepat
dengan mutu pelayanan yang optimal, dapat juga dipersepsikan melalui kualitas pelayanan pada
Dinas Pemadam Kebakaran. Dengan adanya birokrasi yang mudah dan tidak berbelit-belit dalam
4.1.3 Waktu
Dimensi ketiga yaitu waktu, merupakan dimensi untuk mengukur kualitas pelayanan
dengan memperhatikan sejauh mana kemampuan Dinas Pemadam Kebakaran dapat memberikan
pelayanan yang tepat waktu atas kedatangan do TKP sehingga pengguna jasa percaya bahwa
mereka akan mendapatkan pelayanan yang terbaik dan tepat pada waktunya.
4.1.4 Fasilitas
Dimensi berikutnya dalam penelitian kualitas pelayanan ini adalah fasilitas yang
merupakan komponen utama dalam melaksanakan sebuah kegiatan pelayanan publik ini,
terutama dalam dinas pemadam kebakaran. fasilitas yang dimaksud adalah fasilitas yang nampak
dan dapat digunakan oleh pengguna jasa dan telah ada di dalam SOP Dinas Pemadam
Kebakaran. Seperti yang telah dijelaskan dalam SOP, bahwa setiap kegiatan penanganan
kebakaran harus dilakukan secara maksimal seperti adanya kendaraan damkar, sumber daya
masyarakat umum.
4.1.5 Pelayanan
Untuk dimensi terakhir yaitu pelayanan, merupakan salah satu dimensi yang digunakan
untuk kesesuaian pelayanan jasa yang diberikan kepada masyarakat. Dan hal ini merupakan
kewajiban daripada lembaga pemerintah yaitu dinas pemadam kebakaran sebagai salah satu
penyedia jasa pelayanan publik untuk menjalankan visi dan misi serta mempunyai kewenangan
Daerah dalam bidang pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang meliputi : pencegahan,
melaksanakan pelayanan publik berdasarkan dimensi pelayanan yaitu : (1) Sikap Petugas, (2)
Prosedur, (3) Waktu, (4) Fasilitas, dan (5) Pelayanan. Sehingga tercipta pelayanan publik secara
prima.
Sepanjang tahun 2011, kasus kebakaran yang terjadi di Garut terbilang tinggi. Sampai
September 2011 menelan kerugian Rp. 4,6 milyar. Kebakaran juga telah mengakibatkan 15
warga mengalami luka bakar serta 86 KK atau 358 jiwa kehilangan rumah. Kasus kebakaran
baru-baru ini terjadi di wilayah Pasar leles, Kec. Leles Kab. Garut, disana kebakaran melanda
ratusan kios.
Kepala UPTD Pemadam Kebakaran Kab. Garut Wawan Subarwan mengatakan, kendati
jumlah kebakaran meningkat, tetapi sarana yang dibutuhkan tidak berbanding lurus.
Idealnya setiap mobil pemadam semuanya dalam keadaan sehat, namun kenyataannya
tidak semuanya seperti itu. Mobil yang minim sering menyebabkan, pemadam telat datang ke
lokasi kebakaran, kalau sudah seperti itu warga marah dan merusak mobil, padahal sarana
terbatas dan lokasi kebakaran juga jauh. Selain itu kendaraan yang rusak jarang diperbaiki, karna
Dana Operasional minim, sehingga tidak bisa optimal melakukan perawatan, oleh sebab itu tidak
heran jika tiba-tiba mobil pemadam kebakaran sering mogok karena kehabisan bensin dan juga
karena mobil pemadam kebakaran yang memang sudah tidak layak jalan.
Selain itu, selang air banyak yang bocor. Idealnya setiap unit kendaraan ada 10 selang,
tetapi sekarang hanya 4 selang. Sehingga dilapangan sering jadi hambatan juga, terutama dalam
menjangkau. Begitu pula baju anti panas, seharusnya setiap petugas memiliki. Tetapi
Analisis kasus
Setelah membaca dan menganalisis kasus diatas kami menyimpulkan, bahwa kebakaran
yang melanda ratusan kios di pasar leles kabupaten Garut dalam penanganannya dikarenakan
kurangnya kesiapan daripada petugas dalam menangani kebakaran, ditambah minimnya armada
Penyebab :
1. Tidak adanya kesiapan daripada sikap petugas (sigap, cepat dan tanggap) pemadam kebakaran
3. Tidak adanya sarana/infrastruktur pendukung dalam menangani kebakaran di pasar leles
kabupaten Garut .
Apabila dikaitkan dengan teori yang ada mengenai dimensi dari agus dwiyanto mengenai
pelayanan publik, diantaranya mengenai (1) sikap petugas, (2) fasilitas, dimana keduanya tidak
dilakukan secara optimal dalam menangani kebakaran yang terjadi di kabupaten Garut.
Solusi :
1. Diberikan suatu pelatihan bagi para petugas pemadam kebakaran dalam menangani bencana
kebakaran, dimaksudkan para petugas damkar dapat dengan sigap, cepat dan tanggap terhadap
penanggulangan kebakaran.
2. Pemerintah daerah/pusat harus segera melakukan pembenahan pada dinas pemadam kebakaran
yang diakui masih minim, seperti menambah jumlah armada kendaraan daripada damkar itu
sendiri.
BAB V
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan hasil analisis seperti yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya mengenai kualitas pelayanan pada Dinas Pemadam Kebakaran di Indonesia, penulis
mengambil suatu kesimpulan yaitu kualitas pelayanan pada Dinas Pemadam Kebakaran di
Indonesia berdasarkan lima dimensi kualitas pelayanan pada umunya belum terpenuhi secara
optimal, dan ada sebagian pelaksanaan pelyanan belum sesuai dengan SOP Perusahaan.
Terutama pada dimensi sikap petugas dan fasilitas mendapatkan nilai rendah. Hal ini
terlihat dari kesiapan petugas yang tidak sigap, cepat dan tanggap serta fasilitas yang masih
kurang seperti minimnya armada pemadam kebakaran, kondisi fasilitas pendukung yang tidak
layak guna, bahkan bisa dikatakan sudah tidak dapat difungsikan lagi.
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pada Dinas
pelaksanaan kualitas pelayanan belum seluruhnya dilaksanakan sesuai dengan SOP yang ada,
tetapi sebagian pelayanan sudah dilaksanakan secara optimal. Dan apabila pelayanan
dilaksanakan sesuai dengan SOP yang ada maka kualitas pelayanan angkutan penumpang KRD
5.2 SARAN
Berdasarkan uraian dan simpulan yang sudah penulis kemukakkan, maka penulis
meyampaikan beberapa alternatif saran guna meningkatkan kualitas pelayanan pada Dinas
1. Perlu adanya kesiapan dari petugas damkar dalam penanggulangan bencana kebakaran.
2. Pemerintah harus memperhatikan Dana Oprasional yang dibutuhkan untuk menunjang
3. Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, dalam hal ini Dinas Pemadam kebakaran segera
mungkin membenahi sarana dan prasarana guna menunjang daripada pelayanan pemadam
4. Perlu adanya ketepatan waktu mengenai kedatangan dari petugas damkar.
5. Perlu adanya perbaikan fasilitas pendukung yang ada di tempat kejadian perkara (kebakaran).
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Dwiyanto, Agus. 2008. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Yogyakarta : UGM
Press.
Handayaningrat, Soewarno. 1980. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta : Gunung
Agung.
Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama.
Silalahi, Ulbert. 2002. Studi Tentang Ilmu Administrasi : Teori, Konsep dan Dimensi. Bandung : Sinar
Baru Algesindo.
Thoha, Miftah. 2002. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik.