Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILEGALL LOGGING/PENEBANGAN LIAR penebangan liar (bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan

penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber tepercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah Afrika Tengah, Asia Tenggara, dan Rusia Dampak Penebangan Liar : Data yang menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektare setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan. Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektare kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hektare per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010 . Eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan. Salah Satu Akibat illegal logging : Aksi penebangan liar di Kabupaten Tapanuli Utara sudah berlangsung setahun dan ironisnya pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara maupun aparat kepolisian setempat terkesan tutup mata. Kebakaran hutan yang banyak ditumbuhi tanaman pinus ini terus meluas dan belum ada upaya dilakukan pemadaman. Kerugian akibat kebakaran ini diperkirakan mencapai milyaran rupiah. Penebangan liar (illegal logging) dan perambahan hutan di kawasan Lereng Gunung Slamet --yang dikelilingi Kabupaten Tegal, Brebes, Pemalang, Purbalingga, Banyumas dan daerah sekitarnya--, dalam kurun waktu enam tahun ini mengakibatkan kerugian kurang lebih Rp3 triliun. Hal itu dikemukakan anggota Komisi I DPR RI, Suripto, SH Kawasan yang dikenal sebagai daerah penyangga bagi lima kabupaten tersebut, kata dia, sejak 1999 keadaannya mulai berubah akibat dari penggundulan hutan yang dilanjutkan dengan pejarahan lahan, terutama untuk lahan pertanian tanaman kentang dan "illegal logging". "Illegal logging dan budidaya tanaman kentang ini telah menyebabkan dampak serius terhadap lingkungan di sekitar lereng Gunung Slamet" kata Suripto yang juga selaku pembina PSDA Wacth. Kerugian itu, kata dia, belum dihitung dengan kerugian nilai lingkungan dan nilai

konservasi seperti suplai air, PLTA, pariwisata, penyerapan karbon dan "biodiversity". "Bila faktor-faktor itu diperhitungkan, maka sebenarnya kerugian Lereng Gunung Slamet ini akibat dari illegal logging dan perambahan hutan bisa mencapai kurang lebih Rp3 triliun dalam enam tahun ini (1999-2005)," paparnya. Sementara itu berdasarkan laporan Departemen Kehutanan tahun 2004 tentang kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL) tahun 2003 khusus untuk Jawa Tengah, areal yang akan direhabilitasi akibat penebangan liar dan kawasan tidak produktif seluas 68 ribu ha dalam setahun. Luas areal itu tersebar di daerah aliran sungai (DAS) Luk Ulo, DAS Bengawan Solo, DAS Jratun Seluna, DAS Opak Oyo Progo, DAS Pemali Jratun, dan DAS Serayu. "Ini berarti bahwa proses penggundulan hutan yang disebabkan perambahan dan illegal logging dalam satu tahun, baik itu di hutan produksi maupun hutan lindung, seluas 68 ribu ha "Bencana banjir ini tidak hanya merusak sawah ribuan hektare, tetapi juga merusak hasil panen padi petani,". www.kompas.com Solusi untuk mengatasi Illegal Logging : 1. Reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul. 2. Menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon. 3. Manipulasi lingkungan serta pengendalian hama dan penyakit juga bisa dilakukan untuk memulihkan kembali hutan di Indonesia. 4. Penanaman hutan secara intensif menjadi pilihan terbaik karena bisa diprediksi. Sehingga, kebutuhan kayu bisa diperhitungkan tanpa harus merusak habitat hutan alam yang masih baik. 5. Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan hutan. Misalkan dengan upaya pengawasan dan penindakan yang dilakukan di TKP (tempat kejadian perkara), yaitu di lokasi kawasan hutan dimana tempat dilakukannya penembangan kayu secara illegal. Mengingat kawasan hutan yang ada cukup luas dan tidak sebanding dengan jumlah aparat yang ada, sehingga upaya ini sulit dapat diandalkan, kecuali menjalin kerjasama dengan masyarakat setempat. Ini pun akan mendapat kesulitan jika anggota masyarakat itu justru mendapatkan keuntungan materiil dari tindakan illegal logging. 6. Upaya lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan pos-pos tempat penarikan retribusi yang banyak terdapat di pinggir-pinggir jalan luar kota. Petugas pos retribusi hanya melakukan pekerjaan menarik uang dari truk yang membawa kayu, hanya sekedar itu. Seharusnya di samping melakukan penarikan uang retribusi juga sekaligus melakukan pengecekan terhadap dokumen yang melegalkan pengangkutan kayu. Dengan tindakan pengecekan seperti ini, secara psikologis diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya shock therapy bagi para sopir truk dan pemodal. Selain dari itu, juga harus dilakukan patroli rutin di daerah aliran sungai yang dijadikan jalur pengangkutan kayu untuk menuju terminal akhir, tempat penampungan kayu. 7. Upaya ketiga adalah menelusuri terminal/tujuan akhir dari pengangkutan kayu illegal, dan biasanya tujuan itu adalah perusahaan atau industri yang membutuhkan bahan baku

dari kayu. Upaya ini dirasa cukup efektif untuk menanggulangi perbuatan-perbuatan illegal logging. Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pembalakan_liar http://www.indosiar.com/fokus/78611/akibat-penebangan-liar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hutan merupakan kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan juga merupakan suatu kumpulan tumbuhan yang menempati daerah yang luas. Hutan dapat ditemukan baik di daerah yang beriklim tropis maupun daerah beriklim dingin. Hutan memiliki banyak fungsi antara lain sebagai tempat/habitat bagi hewan dan tumbuhan,penampung karbon dioksida. Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki hutan terluas di dunia. Guna melindungi dan menjaga ekosistem yang ada, pemerintah memiliki lembaga dan undang-undang yang mengatur tentang hal ini. Namun pada kenyataannya meskipun ada peraturan dan perundang-undangan tersebut masih banyak ditemukan praktek-praktek kejahatan antara lain seperti Pembalakan Liar atau Ilegal Logging. B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul makalah ini yaitu tentang ilegal logging, maka untuk memperjelas ruang likup pembahasan, penulis memiliki batasan masalah antara lain : a. Pengertian pembalakan liar atau illegal logging b. Faktor-faktor penyebab illegal logging c. Dampak dari illegal logging d. Solusi untuk mengatasi illegal logging C. Tujuan dan Manfaat

Melihat begitu pentingnya dan dalam memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia, maka makalah ini dibuat dengan tujuan utamanya adalah memberikan pengetahuan lingkungan sehingga kita dapat lebih peduli terhadap

kelangsungan

makhluk

hidup

di

masa

yang

akan

datang.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Illegal Logging

Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan cukup luas. Hampir 90 persen hutan di dunia dimiliki secara kolektif dimiliki oleh Indonesia dan 44 negara lain. Bahkan, negeri ini juga disebut sebagai paru-paru dunia. Hutan-hutan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tertinggi di dunia, meskipun luas daratannya hanya 1,3 persen dari luas daratan di permukaan bumi. Kekayaan hayatinya mencapai 11 persen spesies tumbuhan yang terdapat di permukaan bumi. Selain itu, terdapat 10 persen spesies mamalia dari total binatang mamalia bumi, dan 16 persen spesies burung di dunia. Selain itu, Pemerintah juga pernah mengklaim, sampai dengan tahun 2005, Indonesia memiliki kawasan hutan 126,8 juta hektare dengan berbagai pembagian fungsi. Yaitu, fungsi konservasi (23,2 juta hektare), kawasan lindung (32,4 juta hektare), hutan produksi terbatas (21,6 juta hektare), hutan produksi (35,6 juta hektare), dan hutan produksi konversi (14,0 juta hektare). Sayangnya aset negara tersebut dirusak oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab melalui aksi pembalakan liar.Pembalakan liar atau istilah dalam bahasa inggrisnya illegal logging adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Illegal Logging menurut UU No 41/1999 tentang Kehutanan adalah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh setiap orang/kelompok orang atau badan hukum dalam bidang kehutanan dan perdagangan hasil hutan berupa; menebang atau memungut hasil hutan kayu (HHK) dari kawasan hutan tanpa izin, menerima atau membeli HHK yang diduga dipungut secara tidak sah, serta mengangkut atau memiliki HHK yang tidak dilengkapi Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). Selama sepuluh tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta hektar per tahun. Penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan itu. Menurut data Departemen Kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun

terakhir mencapai 2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010. B. Faktor-faktor Penyebab Illegal Logging

Adapun faktor penyebab pembalakan liar adalah pembalakan untuk mendapatkan kayu dan alih fungsi lahan untuk kegunaan lain, seperti perkebunan, pertanian dan pemukiman. Seiring berjalannya waktu pertambahan penduduk dari hari ke hari semakin pesat sehingga menyebabkan tekanan kebutuhan akan tempat tinggal, pohon-pohon ditebang untuk dijadikan tempat tinggal ataupun dijadikan lahan pertanian. Faktor lainnya yaitu faktor kemiskinan dan faktor lapangan kerja. Umumnya hal ini terjadi kepada masyarakat yang berdomisili dekat ataupun di dalam hutan. Ditengah sulitnya persaingan di dunia kerja dan himpitan akan ekonomi, masyarakat mau tidak mau berprofesi sebagai pembalak liar dan dari sini masyarakat dapat menopang kehidupannya. Hal inilah yang terkadang suka dimanfaatkan oleh cukong-cukong untuk mengeksploitasi hasil hutan tanpa ada perizinan dari pihak yang berwenang. Padahal apabila dilihat upah tersebut sangatlah tidak seberapa dibandingkan dengan akibat yang akan dirasakan nantinya. Selain itu juga tentang aspek kinerja aparatur di lapangan, kelestarian hutan merupakan tanggung jawab bersama. Salah satu caranya yaitu dengan dibentuk suatu aparatur yang tugasnya bukan hanya menjaga namun juga mengawasi tindakan penyalahgunaan fungsi hutan. Namun pada kenyataan kinerja aparatur di lapangan ini masih belum berjalan dengan baik dikarenakan tidak seimbangnya jumlah personil aparatur pengawas dengan jumlah luas hutan di Indonesia sehingga tindakan illegal logging ini dapat mungkin terjadi karena luput dari pengawasan petugas tersebut. Tak jarang ada juga petugas pengawas yang masih melakukan kompromi dengan pelaku illegal logging sehingga akan semakin memperparah kondisi yang ada. Perkembangan teknologi yang pesat sehingga kemampuan orang untuk mengeksploitasi hutan khususnya untuk illegal logging semakin mudah dilakukan. Dengan semakin berkembangnya teknologi untuk menebang pohon diperlukan waktu yang tidak lama, karena alat-alatnya semakin canggih. Kayu masih menjadi primadona Pendapatan Asli Daerah. Produksi komersial mencakup produksi kayu dan olahannya, produksi sawit, serta perkebunan lain. C. Dampak Illegal Logging

Kerusakan lingkungan dapat terjadi di mana-mana termasuk di Indonesia, salah satu masalah kerusakan lingkungan lingkungan yaitu Illegal logging. Illegal logging pun kian hari kian marak terjadi, Penelitian Greenpeace mencatat tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data Badan Penelitian Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari sebagai kerugian finansial akibat penebangan liar (Antara, 2004). Praktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar, diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan. Illegal logging berdampak kepada gangguan/kerusakan pada berbagai ekosistem yang menyebabkan komponen-komponen yang menyusun ekosistem,yaitu keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan menjadi terganggu. Akibatnya terjadilah kepunahan pada berbagai varietas hayati tersebut. Dampak lainnya adalah bencana banjir. Pohon-pohon ditebangi hingga jumlahnya semakin hari semakin berkurang menyebabkan hutan tidak mampu lagi menyerap air hujan yang turun dalam jumlah yang besar,sehingga air tidak dapat meresap ke dalam tanah sehingga bisa menyebabkan banjir,seperti yang terjadi belum lama ini bencana banjir bandang di Wasior,Papua yang menewaskan hampir 110 orang. Masyarakat tetap hidup miskin dan menjadi korban atas kecurangan perilaku cukong-cukong yang pada akhirnya merekalah yang menikmati sebagian besar hasil usaha masyarakat. Inilah yang menimbulkan ketidakadilan sosial dalam masyarakat. Semakin berkurangnya jumlah cadangan sumber air tanah atau mata air di daerah hutan. Karena jumlah pohon-pohonnya semakin berkurang padahal pohon berfungsi sebagai penyerap air. Hal ini mengakibatkan timbulnya kekeringan, masyarakat kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan kekurangan air untuk irigasi. Semakin berkurangnya lapisan tanah subur. Lapisan ini hanyut terbawa karena tidak adanya penahan tanah apabila hujan,disinilah fungsi pohon sebenarnya. Dampak yang paling kompleks dari adanya Illegal Logging ini adalah global warming yang sekarang sedang mengancam dunia. Global warming terjadi oleh

efek rumah kaca dan kurangnya daerah resapan CO2 seperti hutan sehingga menyebabkan suhu bumi menjadi naik dan mengakibatkan kenaikan volume air muka bumi karena es dikutub mencair. D. 1. 2. Solusi Reboisasi Menerapkan atau untuk penanaman tebang mengatasi kembali pilih Illegal hutan yang Logging gundul. pohon.

sistem

dalam

menebang

3. Manipulasi lingkungan serta pengendalian hama dan penyakit juga bisa dilakukan untuk memulihkan kembali hutan di Indonesia. 4. Penanaman hutan secara intensif menjadi pilihan terbaik karena bisa diprediksi. Sehingga, kebutuhan kayu bisa diperhitungkan tanpa harus merusak habitat hutan alam yang masih baik. 5. Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan hutan. Misalkan dengan upaya pengawasan dan penindakan yang dilakukan di TKP (tempat kejadian perkara), yaitu di lokasi kawasan hutan dimana tempat dilakukannya penembangan kayu secara illegal. Mengingat kawasan hutan yang ada cukup luas dan tidak sebanding dengan jumlah aparat yang ada, sehingga upaya ini sulit dapat diandalkan, kecuali menjalin kerjasama dengan masyarakat setempat. Ini pun akan mendapat kesulitan jika anggota masyarakat itu justru mendapatkan keuntungan materiil dari tindakan illegal logging. 6. Upaya lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan pospos tempat penarikan retribusi yang banyak terdapat di pinggir-pinggir jalan luar kota. Petugas pos retribusi hanya melakukan pekerjaan menarik uang dari truk yang membawa kayu, hanya sekedar itu. Seharusnya di samping melakukan penarikan uang retribusi juga sekaligus melakukan pengecekan terhadap dokumen yang melegalkan pengangkutan kayu. Dengan tindakan pengecekan seperti ini, secara psikologis diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya shock therapy bagi para sopir truk dan pemodal. Selain dari itu, juga harus dilakukan patroli rutin di daerah aliran sungai yang dijadikan jalur pengangkutan kayu untuk menuju terminal akhir, tempat penampungan kayu. 7. Upaya ketiga adalah menelusuri terminal/tujuan akhir dari pengangkutan kayu illegal, dan biasanya tujuan itu adalah perusahaan atau industri yang membutuhkan bahan baku dari kayu. Upaya ini dirasa cukup efektif untuk menanggulangi perbuatan-perbuatan illegal logging. Perusahaan atau industri seperti ini dapat dituding telah melakukan penadahan.Perbuatan menampung terhadap kayu-kayu illegal oleh perusahaan, yang dalam bahasa hukum konvensional KUHP disebut sebagai penadahan tersebut, dapat

dikategorikan

sebagai

kejahatan

korporasi

(corporate

crime).

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya seperti tindakan Illegal Logging. Illegal Logging adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat.Illegal logging apabila terus dibiarkan, maka kehidupan anak cucu kita nanti dapat terancam. B. Saran

Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi.Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak.

DAFTAR PUSTAKA http://dephut.go.id http://wikipedia.com http://search.legalitas.org/node/382 http://hetikyuliati.blog.friendster.com/2008/11/dampak-illegal-logging-diindonesia/ http://beritalingkungan.blogspot.com http://anax1a.pressmart.net/mediaindonesia/MI/MI/2010/07/20/ArticleHtmls /20_07_2010_008_001.shtml?Mode=0 Koran MediaIndonesia (Jakarta), 20 Juni 2010

Desember 20, 2007 pada 1:09 am (Tak terkategori) Tags: kehutanan

03 Maret 2004 TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Selama sepuluh tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta hektar per tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan itu. Demikian dikatakan Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM), Profesor Doktor Soekotjo, di Yogyakarta, Rabu (3/3). Selama 1985-1997, kerusakan hutan di Indonesia mencapai 22,46 juta hektar. Artinya, rata-rata mencapai 1,6 juta hektar per tahun, kata Soekotjo. Ada empat faktor penyebab kerusakan hutan itu: penebangan yang berlebihan disertai pengawasan lapangan yang kurang, penebangan liar, kebakaran hutan dan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian atau pemukiman. Menurut Soekotjo, kebakaran hutan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia pada 1997, membuat hampir 70 persen hutan terbakar. Kerusakan hutan bertambah ketika penebangan liar marak terjadi. Penebangan liar telah merusak segalanya, mulai dari ekosistem hutan sampai perdagangan kayu hutan. Lantaran hanya dibebani ongkos tebang, tingginya penebangan liar juga membuat harga kayu rusak. Persaingan harga kemudian membuat banyak industri kayu resmi terpaksa gulung tikar. Selain itu, lemahnya pengawasan lapangan penebangan resmi juga memberi andil tingginya laju kerusakan hutan di Indonesia. Padahal, kriteria Direktoran Kehutanan mengenai Tebang Pilih Indonesia (TPI) sebenarnya sudah cukup baik dan sesuai dengan kriteria pengelolaan hutan yang telah dirumuskan dalam berbagai pertemuan ahli hutan se-dunia. Tapi di lapangan, kriteria itu tidak berjalan akibat lemahnya pengawasan, kata Soekotjo. Walau demikian, para ilmuwan di Fakultas Kehutanan UGM masih optimis, hutan di Indonesia bisa dipulihkan dalam waktu 40 tahun. Caranya? Teknik pemuliaan pohon, manipulasi lingkungan serta pengendalian hama dan penyakit bisa dilakukan untuk memulihkan kembali hutan di Indonesia. Penanaman hutan secara intensif menjadi pilihan terbaik karena bisa diprediksi. Sehingga, kebutuhan kayu bisa diperhitungkan tanpa harus merusak habitat hutan alam yang masih baik. Memang, mempertahankan seluruh hutan di Indonesia tidak mungkin. Tapi paling tidak, 50 persen hutan alam di Indonesia harus tetap dijaga keasliannya. Sisanya, bisa diusahakan menjadi hutan tanaman industri, kata Soekotjo. Menjaga 50 persen hutan alam itu berguna untuk keseimbangan ekosistem, mempertahankan genetik tanaman dan menjadi sumber tanaman obat serta sumber makanan. Saat ini saja, UGM sudah menemukan tujuh tanaman hutan yang diperkirakan bisa menjadi bahan obat penyakit HIV, kata Soe

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapakan pada ALLAH SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Pada penulisan makalah ini banyak sekali terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki,maka dibutuhkan masukan dari pembaca guna menyempurnakan makalah ini. Hararapan saya makalah ini bisa berguna baik bagi penulisa maupun pembaca

Depok,10 Oktober 2010 Penulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan elemen yang sangat penting di bumi ini karena hutan merupakan paruparu bumi,jika di bumi ini tidak memiliki hutan diyakini tidak ada kehidupan di dunia ini karena manusia memerlukan oksigen untuk bernafas dan oksigen itu dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan. Hutan juga bisa mencegah banjir dan menyimpan air yang sangat diperlukan oleh manusia,dengan adanya hutan maka keseimbangan akan terjadi manusia tidak akan kekuarangan dan kelebihan air (banjir). 1.2Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah dampak Illegal Logging terhadap lingkungan? 2. Bagaiamana strategi yang diterapkan dalam memberantas pembalak liar di indonesia? 2.3 Manfaat 1.Untuk mengetahui dampak illegal logging terhadap lingkungan. 2.Untuk mengetahui strategi yang diterapkan dalam memberantas pembalak liar di indonesia.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Illegal Loging Penyebab Terbesar Kerusakan Hutan Indonesia

Selama 1985-1997, kerusakan hutan di Indonesia mencapai 22,46 juta hektar. Artinya, rata-rata mencapai 1,6 juta hektar per tahun, Soekotjo. Ada empat faktor penyebab kerusakan hutan itu: penebangan yang berlebihan disertai pengawasan lapangan yang kurang, penebangan liar, kebakaran hutan dan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian atau pemukiman. Menurut Soekotjo, kebakaran hutan terbesar yang pernah terjadi di Indonesia pada 1997, membuat hampir 70 persen hutan terbakar. Kerusakan hutan bertambah ketika penebangan liar marak terjadi. Penebangan liar telah merusak segalanya, mulai dari ekosistem hutan sampai perdagangan kayu hutan. Lantaran hanya dibebani ongkos tebang, tingginya penebangan liar juga membuat harga kayu rusak. Persaingan harga kemudian membuat banyak industri kayu resmi terpaksa gulung tikar. Selain itu, lemahnya pengawasan lapangan penebangan resmi juga memberi andil tingginya laju kerusakan hutan di Indonesia. Padahal, kriteria Direktoran Kehutanan mengenai Tebang Pilih Indonesia (TPI) sebenarnya sudah cukup baik dan sesuai dengan kriteria pengelolaan hutan yang telah dirumuskan dalam berbagai pertemuan ahli hutan se-dunia. Tapi di lapangan, kriteria itu tidak berjalan akibat lemahnya pengawasan, kata Soekotjo. Walau demikian, para ilmuwan di Fakultas Kehutanan UGM masih optimis, hutan di Indonesia bisa dipulihkan dalam waktu 40 tahun. Caranya? Teknik pemuliaan pohon, manipulasi lingkungan serta pengendalian hama dan penyakit bisa dilakukan untuk memulihkan kembali hutan di Indonesia. Penanaman hutan secara intensif menjadi pilihan terbaik karena bisa diprediksi. Sehingga, kebutuhan kayu bisa diperhitungkan tanpa harus merusak habitat hutan alam yang masih baik. Memang, mempertahankan seluruh hutan di Indonesia tidak mungkin. Tapi paling tidak, 50 persen hutan alam di Indonesia harus tetap dijaga keasliannya. Sisanya, bisa diusahakan menjadi hutan tanaman industri, kata Soekotjo. Menjaga 50 persen hutan alam itu berguna untuk keseimbangan ekosistem, mempertahankan genetik tanaman dan menjadi sumber tanaman obat serta sumber makanan. Saat ini saja, UGM sudah menemukan tujuh tanaman hutan yang diperkirakan bisa menjadi bahan obat penyakit HIV, kata Soekotjo. 2.2 Strategi Memberantas Pembalak Liar Dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) diatur bahwa tindak pidan dibidang kehutanan merupakan salah satu dari tindak pidana asal yang menghasilkan harta kekayaan yang dapat dituntut dengan menggunakan UU TPPU. Pendekatan anti pencucian uang merupakan paradigma baru dalam upaya memberantas kejahatan. Dengan menggunakan paradigma baru ini pemberantasan kejahatan lebih difokuskan pada pengejaran hasil kejahatan melalui metode deteksi dan penelusuran aliran dana (follow the money). Pendekatan ini di banyak negara diakui lebih menjanjikan keberhasilannya ketimbang mengejar pelaku kejahatan yang biasanya memiliki kekuatan untuk melakukan perlawanan. Sejak diundangkan pada tanggal 17 April 2002, UU TPPU ini telah mengalami amandemen pada tahun 2003. Perjalanan waktu empat tahun bukanlah waktu yang cukup untuk memetik hasil dari penerapan UU itu. Namun demikian, kurun waktu empat tahun itu meyakinkan kita bahwa kehadiran suatu rezim

anti-pencucian uang yang efektif di Indonesia merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Rezim anti-pencucian uang bertujuan membantu menurunkan tingkat kejahatan dan ikut memelihara integritas dan stabilitas sistem keuangan mengingat bahwa rezim ini melibatkan peran dan fungsi penyedia jasa keuangan dan otoritas keuangan. Indonesia pada 11 Februari 2005 yang lalu telah berhasil keluar dari daftar Non Cooperative Countries and Territories (NCCTs) yang dirilis oleh FATF. Indonesia dimasukkan ke dalam daftar itu sejak tahun 2001 bersama dengan beberapa Negara antara lain Filipina, Nauru, Myanmar, Cook Island, Mesir dan Israel. Keberadaan Indonesia dalam daftar ini selama tiga tahun lebih membawa dampak buruk kepeda perekonomian dan pergaulan Indonesia di kancah internasional. Lembaga keuangan Indonesia dikenai premi yang lebih mahal dalam bertransaksi dengan : 1.mendorong penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (Suspicious Transaction) dari PJK; 2.melanjutkan program peningkatan capacity building bagi penegak hukum dengan focus pada kasus dan modus operandi pencucian uang; 3.mendorong proses penyelesaian perkara tindak pidana pencucian uang secara tepat waktu; 4.melanjutkan pemeriksaan atau audit kepatuhan PJK terhadap UU TPPU secara tegas dan penerapan sanksinya; 5.mendorong proses pengundangan RUU Bantuan Hukum Timbal-Balik; dan 6.mengoptimalkan sumber daya manusia dan anggaran di semua instansi Pemerintah terkait termasuk mekanisme pengangkatan pegawai tetap PPATK. 7.mitranya di luar negeri yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya daya saing produk-produk kita di luar negeri. Penilaian untuk dikeluarkan dari daftar NCCTs didasarkan pada pertimbangan atas kemajuan yang dicapai oleh Indonesia karena dinilai telah berhasil memenuhi srtandar internasional yang mereka keluarkan yang dikenal dengan FATF 40+9 Recommendations. Keberhasilan keluar dari NCCTs bukanlah keberhasilan PPATK sendiri melainkan hasil kerja keras Pemerintah, dukungan penyedia jasa keuangan, masyarakat luas dan segenap pihak yang terkait lainnya. Keberhasilan itu jelaslah bukan akhir dari segalanya, melainkan langkah awal dari proses perjalanan panjang yang berkelanjutan. Pemerintah Indonesia telah menyampaikan komitmen kepada masyarakat internasional untuk melanjutkan pembangunan rezim anti-pencucian uang (sustainability development) dengan kegiatan-kegiatan : Apabila kita memperhatikan, komitmen Pemerintah tersebut di atas berkaitan dengan beberapa aspek yaitu aspek kepatuhan (compliance) dari penyedia jasa keuangan untuk melaksanakan kewajiban yang diatur di dalam UU TPPU dan peraturan pelaksanaannya termasuk Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer); aspek penegakan hukum baik yang berkaitan dengan due process of law maupun peningkatan kapasitas aparat penegak hukum; aspek perundang-undangan atau legislasi melalui pengundangan RUU Bantuan Hukum TimbalBalik dan ketentuan terkait lainnya; serta aspek yang berkaitan dengan kelembagaan PPATK maupun lembaga pemerintah lainnya yang berhubungan dengan rezim antipencucian uang. Beberapa pencapaian yang merupakan hasil dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah diantaranya eningkatnya pelaporan oleh penyedia jasa keuangan yaitu penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan yang hingga akhir Oktober 2005

telah mencapai 2903 laporan yang disampaikan oleh 101 Bank Umum, 1 BPR dan 43 lembaga keuangan non-bank lainnya. Laporan transaksi keuangan tunai mencapai 1.408.852 laporan dari 150 penyedia jasa keuangan. Selanjutnya laporan pembawaan uang tunai keluar/masuk wilayah pabean Indonesia yang hingga akhir Oktober 2005 mencapai 464 laporan. Pencapaian dari aspek penegakan hukum dapat kita lihat dari telah adanya putusan pengadilan atas dua perkara tindak pidana pencucian uang di Medan dan Jakarta Selatan. Beberapa perkara lainnya seperti perkara L/C fiktif yang dilakukan oleh Maria Pauline Lumowa (DPO) dan Adrian Woworuntu dkk juga menggunakan UU TPPU dalam pemeriksaannya meskipun hakim memvonis para tersangka dengan pidana korupsi. Adanya putusan pengadilan ini telah menjawab keraguan masyarakat dalam dan luar negeri akan efektivitas UU TPPU dalam memeriksa perkara tindak pidana pencucian uang. Keraguan tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa tindak pidana pencucian uang merupakan kejahatan dimensi baru yang memiliki aspek yang cukup rumit. Pembuktian atas transaksi-transaksi keuangan yang dilakukan secara elektronis dan dengan berbagai modus transaksi bisnis yang sah merupakan elemen yang cukup menyulitkan di dalam setiap tingkat pemeriksaan perkara meskipun UU TPPU menganut prinsip pembalikan beban pembuktian secara absolut. Selanjutnya proses membuktikan unsur delik yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana juga menjadi persoalan sendiri karena memang kenyataannya cukup sulit untuk membuktikan unsur yang bersifat mental element ini. Menyadari akan hal itu PPATK menggagas diskusi rutin di berbagai daerah yang dihadiri oleh instansi penegak hukum, otoritas lembaga keuangan dan industri terkait lainnya, penyedia jasa keuangan, masyarakat kampus, lembaga swadaya masyarakat, kalangan pers dan masyarakat luas. Kejahatan di bidang kehutanan khususnya penebangan liar merupakan persoalanbesar yang selama ini dihadapi oleh Indonesia. Beberapa operasi khusus yang telah digelar belum menyurutkan motivasi dan keberanian para illegal loggers menjarah bhutan-hutan kita. Dari data CIPOR yang kami peroleh, penebangan liar mencapai 60%-80% dari 60-70 juta m2 yang dikonsumsi oleh industri kayu domestik. Dari data CIPOR kita mengetahui pula bahwa angka ekspor industri kehutanan kita mencapai USD 5 miliar per tahun dimana ditengarai 70% berasal dari illegal logging. Selanjutnya tingkat penebangan hutan di Indonesia mencapai > 1,6 juta ha per tahunnya dimana illegal logging mencapai 30-50 juta m3/tahun, sehingga tiap detik satu meter kubik kayu dicuri di Indonesia. Sudah tidak terhitung nilai kerugian yang ditimbulkan oleh kejahatan illegal logging ini. Dari 2903 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang dikelola PPATK, 28 LKTM terkait dengan illegal logging. Sementara itu khusus analisis transaksi keuangan mencurigakan yangterkait illegal logging, PPATK telah menyampaikan 14 hasil analisis yang terkait dengan berbagai pihak, yaitu oknum pejabat, oknum aparat dan perusahaan/pengusaha kayu. Berdasarkan hasil analisis yang telah disampaikan kepada Polri dapat diketahui bahwa selain Pengusaha lokal, beberapa pelaku illegal logging berasal dari Malaysia. Dalam melakukan kegiatannya mereka menggunakan identitas beberapa WNI untuk membuka rekening di Bank dan menjadi pengurus perusahaan. Selanjutnya kontrol atas rekening dan perusahaan diduga dilakukan oleh orang asing tersebut. Dari data-data yang kita miliki, pelaku illegal logging melakukan kegiatan usaha antara lain di wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku dan Papua, selanjutnya sebagian kayu illegal tersebut di ekspor ke Malaysia dan Singapura. Di Papua, para pelaku illegal

logging bekerjasama dengan beberapa koperasi setempat dalam melakukan penebangan kayu. Untuk memperlancar kegiatan bisnisnya, pelaku illegal logging diduga secara rutin menyetorkan uang suap dalam jumlah besar ke rekening oknum pejabat dan oknum aparat terkait. BAB III KESIMPULAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan hutan,dengan kekayaan hutan yang melimpah Indonesia dijadikan salah satu paru paru dunia,akan tetapi sekarang hutan di Indonesia sudah sangat memprihatinkan disebabkan karena Ilegal Logging,hamper di semua wilayah Indonesia terjadi illegal logging,illegal logging terjadi karena banyak hal termasuk lemahnya pengawasan dari pemerintah,campur tangan pemerintah sangat penting untuk mencegah terjadinya illegal logging di samping pemerintah campur tanagan masyarakat juga di perlukan jadi semua elemen masyarakat di perlukan untuk pencegahan terjadinya illegal logging.

DAFTAR PUSTAKA id.wikipedia.org.Ilegal logging. (online) diakses 10 Oktober 2010 klipingut.wordpress.com (online) diakses 10 Oktober 2010.

Anda mungkin juga menyukai