Anda di halaman 1dari 7

AMBANG BATAS

1.1 Pendahuluan Tahun 1992, Konferensi PBB mengenai pembangunan dan lingkungan hidup United Nation Conference on Environment and Development (UNCED) atau KTT Bumi 1992, telah menjadi tonggak sejarah bagi pengembangan kebijakan dan hukum lingkungan di tingkat internasional, nasional dan lokal. Indonesia sebagai salah negara dengan luasan hutan yang besar, tentu sangat penting bagi perekonomian dan pembangunan. Potensi sumber daya alam yang besar yang dimiliki Indonesia, berpengaruh terhadap peningkatan pemanfaatan sumber daya alam bagi kehidupan dan penghidupan, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.

1.2 Pembangunan Berkelanjutan Dengan Berdasarkan Ambang Batas Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan terhadap sumber daya alam yang ada dengan memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, sebagai komponen yang penting pada sistem penyangga kehidupan untuk penyerasi dan penyimbang lingkungan global, sehingga keterkaitan dunia internasional menjadi hal penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Menurut Emil Salim, ciri pokok pola Pembangunan berkelanjutan secara iksplisit ambang batas keberlanjutan dalam proses

pembangunan yang sedang berlangsung. Kegiatan pembangunan yang mengolah sumber daya alam dan sumber daya manusia terdapat suatu ambang batas di dalam proses pembangunan berkelanjutan. Dalam proses ini banyak mengalami gangguan atau titik kritis seperti hutan yang dibabat terus-menerus, pasti akan habis dan menimbulkan bencana lingkungan berupa kerusakan hutan,

keanekaragaman

hayati

yang

hilang,

tanah

longsor,

banjir,

pencemaran, dan lain-lainnya). Dengan demikian konsep pembangunan berkelanjutan lingkungan yang udah diratifikasi harus diimplementasikan untuk dalam aturan dan

perundang-undangan,

sehingga

pengelolaan

pendayagunana sumber daya alam akan selaras dengan daya dukung lingkungan yang ada. Pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya terdapat 2 (dua) titik ambang batas keberlanjutan yaitu: a. Ambang batas keberlanjutan lingkungan, ditentukan oleh batasan daya serap pencemaran oleh lingkungan alam satu sisi, dan batas pengelolan sumber daya alam tanpa kerusakan serta degradasi lingkungan; b. Ambang batas keberlanjutan sosial, ditentukan oleh batasan bagi terpeliharanya hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara manusia dengan sesama manusia, antara manusia dengan masyarakatnya, dan antara sesama kelompok sosial di dalam dan diluar negeri. Kebijakan dalam pembangunan keberlanjutan lingkungan harus memperhatikan ambang batas di atas, yakni dengan melakukan studi kelayakan berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau (AMDAL) yang diatur pada PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan penataan ruang wilayah pembangunan. Dengan adanya Amdal ini akan bisa mengukur tingkat suatu proyek pembangunan itu sesuai dengan kelayakan lingkungan. Seberapa besar dampak pembangunan dan dampak yang akan di timbulkan sesuai dengan ambang batas . Masalah di negeri ini adalah, banyak Amdal dibuat tidak sesuai dengan kondisi lingkungan, hal ini disebabkan pola penerapan yang salah selama ini, seharusnya Amdal dibuat dulu, baru izin

pembangunan proyek keluar. Seperti dalam kasus lumpur lapindo

Sidarjo. Bencana Lumpur yang ditimbulkan karena Menyalahi Amdal.. dan ironisnya semua pihak hanya bisa saling menyalahkan. Keberlanjutan lingkungan sangat penting bagi regenerasi daya dukung lingkungan sumber daya alam yang ada, jangan untuk kepentingan sesaat dan keuntungan yang besar tidak mengindahkan lingkungan, sudah banyak kita membuat murka alam dan sudah banyak korban nyawa yang sia-sia akibat keserakan kita terhadap alam.Kedepan proses pembangunan kebelanjutan lingkungan harus menjadi bagian dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan.

1.3 Aplikasi Pembangunan Menggunakan Metode Ambang Batas 1.3.1 Dalam Menentukan Prioritas Pembangunan Perumahan Penentuan Prioritas Lingkungan Pengembangan Perumahan di Kota Semarang Berdasarkan Metode Ambang Batas

(Threshold Analysis)', 'Kecenderungan untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik di kota besar telah ikut

menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk Kota Semarang yang juga diiringi dengan peningkatan pemanfaatan lahan sebagai dampak dari proses perkembangan kota. Sehingga untuk mencukupi kebutuhan akan permukiman dan fasilitas penunjangnya telah menyebabkan peningkatan luas wilayah terbangun di Kota Semarang. Hal itu berdampak pada penurunan kualitas pelayanan dan lingkungan kota yang ditunjukkan dengan masih adanya kawasan perumahan di Kota Semarang yang masih sering terkena bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan erosi. Selain itu juga muncul masalah sosial seperti masih adanya daerah permukiman yang belum memiliki berbagai kelengkapan prasarana yang dibutuhkan. Hal tersebut disebabkan di

antaranya karena penentuan prioritas pembangunan di Kota Semarang lebih didominasi oleh intuisi perencana maupun

birokrat. Sehingga penentuan lokasi pembangunan sering hanya berdasarkan kepentingan politik semata. Untuk mengetahui kemampuan Kota Semarang dalam kelanjutan

perkembangannya terutama dari segi penyediaan perumahan, maka diperlukan suatu metode untuk dapat mengidentifikasi ambang batas pembangunan perumahan yaitu dengan

menggunakan pendekatan ambang batas (threshold analysis). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan prioritas lingkungan pengembangan perumahan di Kota Semarang, sehingga dapat ditentukan lokasi alternatif pengembangan perumahan di Kota Semarang berdasarkan pertimbangan fisik dan efisiensi biaya. Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Ambang Batas (Threshold Analysis) yang merupakan cara lain untuk menggambarkan hambatan-hambatan fisik, atau keterbatasanketerbatasan pada pembangunan kota yang disebabkan oleh berbagai macam lingkungan alam dan buatan.Keterbatasan tersebut umumnya bukan merupakan sifat absolut dan dapat diselesaikan dengan biaya pembangunan tambahan, yang seringkali tinggi, dan disebut sebagai biaya ambang batas. Metode ini menggunakan variabel-variabel fisik seperti kemiringan lahan, jenis tanah, daerah rawan bencana alam dan penggunaan lahan eksisting untuk menghasilkan wilayah

ambang batas. Wilayah ambang batas tersebut terdiri: dari ambang batas perbatasan yaitu wilayah yang sudah tidak dapat dikembangkan lagi sebagai lingkungan perumahan; ambang batas pertama yaitu wilayah yang dapat dikembangkan sebagai lingkungan perumahan tanpa biaya tambahan; dan ambang batas pertengahan yaitu wilayah lingkungan yang masih dapat namun

dikembangkan

sebagai

perumahan

membutuhkan biaya tambahan.

Dari hasil analisis yang dilakukan, ada 13 lokasi yang memenuhi syarat sebagai lingkungan perumahan baru di Kota Semarang. Lingkungan-lingkungan tersebut berada di

Kecamatan Ngaliyan, Gunungpati, Mijen, Tembalang, Gajah Mungkur lingkungan dan Semarang Barat. Kemudian prioritas ketiga belas

tersebut

mendapat

pengembangan

berdasarkan biaya ambang batasnya masing-masing. Prioritas I ditempati oleh Lingkungan VIII yang berada di Kecamatan Ngaliyan karena biaya ambang batasnya yang paling rendah. Sedangkan Prioritas XIII dengan biaya ambang batas paling tinggi ditempati oleh Lingkungan XI yang sebagian lahannya berada di Kecamatan Ngaliyan dan sebagian lagi di Kecamatan Semarang Barat. Dengan diketahuinya lokasi-lokasi yang layak sebagai lingkungan perumahan berikut prioritas pengembangannya, maka pemerintah daerah dapat menggunakannya sebagai bahan pertimbangan dalam tahap awal merasionalisasi

perencanaan fisik dan sekitarnya.

investasi dalam ruang kota dan

1.3.2 Sebagai Pembatas Polusi Udara Daya racun suatu bahan tergantung pada kualitas dan kuantitas bahan tersebut. Dengan jumlah sedikit sudah

membahayakan manusia ini tidak lain karena kualitasnya cukup memadai untuk membunuh. Oleh sebab itu pengetahuan akan sifat fisika dan kimia bahan beracun dan berbahaya sangat penting bagi karyawan yang bekerja dalam pabrik. Kegunaan bahan, akibatnya terhadap manusia dan

lingkungan, tanaman dan hewan, walau sebagai pengetahuan umum sangat penting peranannya. Demikian juga sifat bahan terhadap pengaruh temperatur tinggi, terhadap air, terhadap

benturan dan sebagainya perlu dipahami oleh para karyawan di pabrik. Nilai ambang batas pada mulanya ditujukan pada karyawan yang bekerja di perusahaan industri yaitu untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja selama mereka bekerja dalam pabrik. Sebagai karyawan yang bekerja untuk puluhan tahun harus terjamin kesehatannya akibat kondisi udara dan

lingkungan kerjanya. Udara sekelilingnya haruslah memenuhi syarat kesehatan walaupun mengandung bahan tertentu. Agar udara memenuhi syarat kesehatan maka konsentrasi bahan dalam udara ditetapkan batasannya. Artinya konsentrasi bahan tersebut tidak mengakibatkan penyakit atau kelainan selama delapan jam bekerja sehari atau 40 jam seminggu. Ini menunjukkan bahwa di tempat kerja tidak mungkin bebas polusi udara. Nilai ambang batas adalah alternatif bahwa walau apapun yang terdapat dalam lingkungan kerjanya, manusia merasa aman. Dalam perkataan lain, nilai ambangbatas juga diidentikkan dengan kadar maksimum yang diperkenankan. Kedua

pengertian ini mempunyai tujuan sama. Daya tahan manusia atau reaksi fisiologi manusia berbeda terhadap bahan tertentu seperti misalnya reaksi suatu bangsa terhadap penyakit tertentu. Di samping itu efek cuaca dan dan musim turut mempengaruhi konsentrasi sehingga antara satu periode perlu mendapat perubahan. Untuk keadaan lain nilai ambang batas ini diambil secara rata-rata. Pada umumnya satuan yang dipakai untuk nilai ambang batas adalah mg/m3 yaitu bagian dalam sejuta yang disingkat dengan bds atau ppm (part per million). Satuan mg/m3 biasanya dikonversikan kepada satuan mg/liter melalui: ppm = part per million (bagian dalam sejuta)

M = berat molekul p = tekanan dalam mm. Hg. t = suhu dalam derajat Celcius mg/1 = satuan untuk ppm Antara satu senyawa dengan senyawa lain berbeda nilai ambang batasnya dan antara senyawa itu sendiri juga berbeda untuk waktu yang berbeda pula.

Anda mungkin juga menyukai