Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan Konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap

perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan

pilar dari hampir semua strategi konservasi nasional dan internasional yang

berfungsi sebagai peyedia jasa ekosistem, melindungi spesies yang terancam

dan mitigrasi perubahan iklim (Dudley, 2008). Pengukuhan kawasan

konservasi di Indonesia diatu oleh Undang-Undang Rpublik Indonesia Nomor

5 Tahun 1990 Pengukuhan kawasan konservasi di Indonesia merupakan upaya

konservasi sumber daya alam hayati yang dilaksanakan melalui kegiatan

perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis

tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan peanfaatan secara lestari smber

daya alam dan ekosistemnya.

Upaya pelestarian sumber daya alam (SDA) dewasa ini telah

melahirkan berbagai praktik konservasi SDA dengan perkembangan yang

begitu cepat. Pengertian konservasi di sini merujuk pada pengertian konservasi

menurut aliran Preservationism yang memandang bahwa konservasi

merupakan upaya pelestarian lingkungan hidup (ecology) dan keanekaragaman

1
hayati (biodisersity) di segala level kehidupan. Aliran ini menitikberatkan

hubungan yang seimbang antara manusia (anthropocentrism) dan alam semesta

(ecocentrism) sebagai pusat kajian (Callicott dan Munford, 1997).

Praktek konservai SDA berbasis pada nilai-nilai religi suatu budaya

yang menitikberatkan peran komunitas atau organisasi masyarakat lokal

berbasis budaya dalam konteks ini adalah Jawa. Sejalan dengan otonomi

daerah yang diiringi dengan menguatnya tuntutan demokratisasi dan

peningkatan peranan masyarakat (steakholders), pemerataan, keaadilan dan

perhatian terhadap potensi dan keanekaragaman daerah, maka proses

pengembangan kawasan pesisir dan laut hendaknya disusun dalam bingkai

memperhatikan sistem nilai dan kelembagaan yang tumbuh dan berkembang

dalam masyarakat setempat serta sejalan dengan pengembangan sumber-

sumber potensi lokal pada masyarakat lokal. Praktek konservasi SDA kurang

dalam mengintegrasikan kekayaan lokal setempat, juga menyebabkan

kegagalan dalam upaya pengelolaan SDA dalam pembahasan ini akan daerah

pesisir laut.

Kebijakan pengembangan kawasan pesisir yang dilaksanakan selama

ini sering bersifat parsial dan berpola ‘’top-down’’, sehingga sering kali kurang

atau bahkan tidak mencerminkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat lokal,

tidak berpola ‘’bottom-up’’, sedangkan dalam implementasinya kurang

mendayagunakan potensi yang ada secara optimall termasuk nilai-nilai atau

keraifan lokal.

2
Praktek konservasi SDA tidak boleh mengesampingkan masyarakat

setempat, namun membuka akses kepada masyarakat lokal terhadap distribusi

manfaat baik scara langsung maupun tidak langsung sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan multiguna akan

membawa jangkauan kegiatan yang beragam ssehingga membuka pilihan yang

lebih luas bagi masyarakat lokal untuk berperan serta dalam pengelolaan hutan

mangrove (Dahuri et al., 2001).

Soetrisno (1995) mengatakan bahwa, peran serta masyarakat

merupakan kerjasama yang erat antara perencanaan dan masyarakat dalam

merencanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang

telah dicapai. Rahardjo dan Oprada (2000), mempunyai pemikiran lain yaitu

berbasis masyarakat adalah lebih pada proses perubahan sikap dan orientasi,

mekansme institusional dan administratif dan metode manajemen dari

pengelolaan SDA.

Pengeloalan SDA yang penerapannya dalam Undang-Undang No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah membawa kosenkuensi pada

kebupaten dan/atau kota sebagai basis penyelenggaraan otonomi daerah.

Pertama, daerah kabupaten/kota dituntut untuk lebih namun menjalankan roda

pemerintahan secara mandari. Untuk itu pemerintahan daerah harus mampu

menggali potensi lokal guna meningkatkan pendapatan asli daerah. Kedua,

otonomi daerah harus mampu mendorong masyarakat untuk lebih

berpartisipasi dalam berbagai aspek kehdupan.

3
Kabupaten Malang tepatnya di Dusun Sendangbiru merupakan bagian

dari Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang

(8 25’ 54. 79’’ LS/112 40’ 49.79’’ BT). Luas wilayah desa Tambak Rejo

keseluruhan adalah 2.738.80 km2. Dari luas desa tersebut sebagian besar

digunakan sebagai area hutan, pesisir dan tegal, sisanya pekarangan, kebun,

sawah, perumahan penduduk, pemukiman maupun prasarana umum lainnya.

Penduduk Tambakrejo berjumlah 8.424 jiwa terdiri dari 4.362 nelayan dan

1.791 KK. Desa Tambakrejo secara administrasi memiliki panjang garis pantai

8 km yang di depannya terbentang pulau sempu sebagai pelindung ombak

alami, demikian juga di dukuh sendangbiru desa tambak rejo sudah di bangun

Pelabuhan perikanan pesisir,sehingga potensi pengembangan Ekowisata bahari

sangat terbuka.

Masa Reformasi 1998 yang lepas kendali menjadi biang kerusakan

lingkungan di pekeadaan Pesiisr sisir selatan Jawa Timur, termasuk hutan

mangrove di pesisir pantai sendangbiru, serta kenekaragaman hayati yang ada.

Lahan menjadi lahan pertanian sekitar 81 hektar, yang diakibatkan karena

masyarakat turut adil dalam penebangan yang terjadi. Adanya tambak dan

lahan prtanian yang harus dibebaskan melalui gati rugi karena sudah digarap

warga. Mentalita masyarakat yang tidak peduli lingkungan merpakan masalah

utama yang harus dibenahi. Menurut, Saptoyo, Ketua Lembaga Msyarakat

Konservasi Bakti Alam yang mengelola Clungup Mangrove Conservation (

CMC ).

4
Ketergantungan masyarakat terhadap hasil laut sangat besar. Hal ini

dibuktikan dengan semakin banyaknya masyarakat pendatang yang menetap di

Sendangbiru sebagai nelayan atau pengusaha ikan. Keadaan ini menimbulkan

kesenjangan sosial, semakin minimnya sumberdaya laut, dan degradasi

lingkungan yang drastis. Keadaan inilah yang mendorong sebagian masyarakat

untuk memberdayakan dirinya pada sektor usaha yang lain. Masyarakat

tersebut tergabung pada Lembaga Masyarakat Konservasi Bhakti Alam

Sendangbiru yang konsen pada pemberdayaan masyarakat berbasis lingkungan

dan POKMASWAS Gatra Olah Alam Lestari sebagai pengawas pemanfaatan

sumber daya kelautan, pesisir, dan pulau-pulau kecil.

Persoalan inilah munculnya gerakan konservasi dengan Rehabilitasi

dan Clungung Mangrove Konservasi, adalah upaya merestorasi kawasan pantai

Clungup di awali oleh Saptoyo seorang diri, dengan melakukan pwnghijauan

penanaman bibit mangrove kawasan Pantai Clungup yang terjadi pada tahun

2005 – 2011, hingga terbentukya 24 Oktober 2014 resmi terbentuk Lembaga

Masyarakat Konservasi Bhakti Alam Sendang Biru pada 24 Oktober 2014

secara resmi, dengan di dalamnya Kelompok Masyarakat Pengawas Gatra Olah

Alam Lestari (POKMASWAS GOAL) sebagai kegiatan merehabilisasi

kawasan pesisir pantai Clungup.

Kehadiran lembaga Bhakti Alam Sendang biru dengan kelompok

masyarakat yang merehabilisasi kawasan pesisisr pantai Clungup memang

patut diacungi jempol. Bukan hanya karena komitmen dan keradikalan visi

5
yang dibawanya, Lembaga Bhakti Alam Sendang biru juga memiliki

perjalanan terbentuknya yang dipelopori oleh Sabtoyo masyarakat lokal

Sendang biru sekaligus ketua Bhakti Alam Sendang Biru dengan kemandirian

dan kolektivitas yang mampu membuat komunitas ini bertahan bahkan sampai

melakukan regenerasi. Sebagai salah satu lembaga yang terus aktif menjaga,

merehabilisasi kawasan pesisir pantai Clungup, Lembaga Masyarakat

Konservasi Bhakti Alam Sendang Biru dengan ketua Sabtoyo ikut mewarnai

gerakan sosial di kabupaten Malang dan Jawa Timur dalam merespon

kebijakan pengelolaan kawasan pesisir pantai.

Fenomena praktek konservasi SDA yang dilakukan oleh Kelompok

Masyarakat Pengawas Gatra Olah Alam Lestari (POKMASWAS GOAL)

Sendang Biru pada daerah pesisir pantai Sendang Biru. Dalam praktek gerakan

konservasi baik juga dalam kehidupan seharinya masih menggunakan nilai-

nilai kearifan lokal/tradisional yang berlaku mejadi norma, etika dan moral

yang mengatur pranata kehidupan dan menuntun masusia untuk berpikir dan

berprilaku secara baik dan bertanggungjawab dalam relasi komunitas ekologis.

Walaupun demikian, gerakan konservasi yang diperankan oleh

POKMASWAS GOAL Sendang Biru tersebut cukup efetif. Gerakan yang

dimulai dari keyakinan dan masih bertindak dengan nilai-nilai Jawa, karena

berada dalam suku/ras yang sama yaitu Jawa yang menaruh perhatia atas

persoalan lingkungan, perhatian tersebut merupakan upaya pelestarian

lingkungan perlahan-lahan tersebar kepada masyarakat Jawa pada umunya.

6
Agar tidak meninggalkan budaya Jawa yang secara bertindak saling terhubung

dengan alam. Lebih jauh lagi, muncul pula kegiatan yang bernauansa

konservasi aksi-aksinya seperti penanaman tanaman mangrove da terumbu

karang secara terus-menerus yang dilakukan oleh POKMASAS GOAL

Sendang Biru.

Beberapa sistem tradisional akan nilai-nilai luhur Jawa masih cukup

banyak yang bertahan dan terus dipraktekkan oleh sekelompok anggota

masyarakat, walaupun terdapat tekanan dari konfigurasi sistem pengelolaan

sumber daya kelautan dan perikanan moderm. Disisi lain, terdapat pengakuan

bahwa eksistensi pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan merupakan

modal nasional yang memiliki nilai strategis dan penting dalam menunjang

pengelolaan sumber daya perikan dan kelautan secara berkelanjutan.

Mencermati fenomena tersebut dalam praktek konservasi SDA daerah

pesisir yang dilakukan oleh PKMASWAS GOAL Sendang Biru masih

melakukan praktek konservasi dengan keyakinan akan nilai-nilai Jawa.

Walaupun tidak meninggalkan keyakinan agama di tiap anggota yang

notabennya memiliki keyakinan agama yang berbeda. Dengan demikian

penelitian tentang ‘’Peran Nilai-Nilai Jawa dalam Gerakan Konservai di

Kelompok Masyarakat Pengawas Gara Olah Alam Lestari (POKMASWAS

GOAL) Sendang Biru, Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan

Kabupaten Malang Jawa Timur’’, menjadi esensi untuk dilakukan

7
kepentingan pengelolaan yang akan datang, dengan tidak meninggalkan nilai-

nilai asal daerah yaitu nilai-nilai luhur Jawa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka masalah penelitian ini dapat di

rumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kemunculan Nilai-Nilai Jawa yang dipraktekkan dalam Gerakan

Konservasi Hutan Mangrove berrbasis Masyarakat Lokal pada Kelompok

Masyarakat Pengawas Gara Olah Alam Lestari (POKMASWAS GOAL)

Sendang Biru yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumber daya

pesisir dan laut?

2. Apa saja Nilai-Nilai Jawa yang dipraktekkan dalam Gerakan Konservasi

Hutan Mangrove berrbasis Masyarakat Lokal pada Kelompok Masyarakat

Pengawas Gara Olah Alam Lestari (POKMASWAS GOAL) Sendang Biru

yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumber daya pesisir dan

laut?

3. Bagaimana praktek Nilai-Nilai Jawa dalam Gerakan Konservasi Hutan

Mangrove berrbasis Masyarakat Lokal pada Kelompok Masyarakat

Pengawas Gara Olah Alam Lestari (POKMASWAS GOAL) Sendang Biru

yang mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumber daya pesisir dan

laut?

8
1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagi berikut:

Untuk mengetahui dan mendeskriptikan tentang Peran Nilai-Nilai

Jawa dalam Gerakan Konservai di Kelompok Masyarakat Pengawas Gara Olah

Alam Lestari (POKMASWAS GOAL) Sendang Biru, yang notabennya para

anggotanya yang berbeda keyakinan agama yang malah mempraktekkan nilai-

nilai Jawa mempunyai hubungan dengan pengelolaan sumber daya pesisir dan

laut.

1.4 Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian akan lebih sempurna jika penelitian tersebut memiliki

manfaat baik jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun manfaat yang

dapat dihasilkan dari penelitian ini dapat dikelopokkan menjadi dua yaitu

teoritis dan manfaat praktis.

1.4.1 Secara Teoritis

a. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan salah satu informasi

dalam mengembangkan ilmu pengetahuan kehidupan sosial, yang ada

hubungannya dengan Program Studi Sosiologi khusunya Sosiologi fokus

pada lingkungan.

9
b. Mengkaji metodologi Fenomenologi Alfred Schutz tentang Kehidupan

sehari-hari (common sense), akan nilai-nilai Jawa dalam praktek

konservasi pengelolaan SDA Kelompok Masyarakat Pengawas Gara Olah

Alam Lestari (POKMASWAS GOAL) Sendang Biru untuk menambah

wawaasan tentang kehidupan sosial.

1.4.2 Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diterapkan oleh pihak-pihak

yang berkompeten dan memiliki wewenang seperti contohnya: pemerintahan.

Dalam rangka untuk memberikan solusi dan menyelesaikan permasalahan

dalam karakter manusia dengan alam, maupun juga oleh kalangan akademisi

sebagai penunjang refereni keilmuan. Manfaat secara praktis tersebut dapat

penulis uraikan sebagai berikut:

a. Pemerintah atau Institusi terkait

Hasil penelitian tentang nilai-nilai Jawa dalam praktek konservasi

pengelolaan SDA yang dilakukan oleh Kelompok Masyarakat Pengawas

Gara Olah Alam Lestari (POKMASWAS GOAL) Sendang Biru di Desa

Tambakrejo ini dapat dijadikan rujukan, pertimbangan, dan dasar bagi

pemerintah selaku policy maker mulai dari pemerintah desa, pemerintah

kecamatan, dan pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan analisis

paraktek atau pendekatan dalam pengelolaan SDA ataupun konservasi

10
yang sesuai dengan kearifan loka yang dimiliki oleh masyarakat sekitar

SDA.

b. Perguruan tinggi bagai Aktivitas akademisi

Hasil dari penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi referensi

bagai mahhasiswa maupun dosen, sehingga pennunjang keilmuan dan

mempertajam analisis terkait isu yang di angkat dalam penelitian.

Terutama dalam tema kehidupan soial (nilai-nilai Jawa) dan gerakan

konservasi akan kearifan lokal di daerah konservasi melalui pendekatan

fenomenologi.

c. POMASWAS GOAL dan Masyarakat sekitar

Hasil peneitian tentang peran Nilai-nilai Jawa apa saja dan

bagaimana parakteknya dalam Gerakan Konservasi Hutan Mangrove

berrbasis Masyarakat Lokal pada Kelompok Masyarakat Pengawas Gara

Olah Alam Lestari (POKMASWAS GOAL) Sendang Biru, ini dapat

dijadikan rujukan dan pertimbangan bagi anggota dan masyarakat, terkait

praktek konservasi yang pernah dilakukan, sehingga anggota dan

masyarakat bisa menilai kehidupan luhur Jawa.

11
1.5 Definisi Konseptual

1.5.1 Peran

Pengertian dari peran (role) adalah sesuatu yang diharapkan dimiliki

oleh indvidu yang mempunyai kedudukan lebih tinggi dalam kehidupan

masyarakat. Peran erat kaitannya dengan status, dimana di antara keduanya

sangat sulit dipisahkan. Bahwa peran adalah pola perilaku yang terkait

dengan status, apabila seseorang melaksanakan kewajiban sesuai dengan

kedudukan maka ia menjalankan suatu peran.

Menurut Dewi Wulan Sari, (2009: 106), ‘’Peran adalah konsep tentang

apa yag harus dilaksanakan oleh individu dalam masyarakat dan meliputi

tuntutan-tuntutan perilaku dari masyarakat terhadap seseorang dan merupakan

perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat’’. Menurut

Kozier, (2005), mendefinisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang

diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam

suatu sistem. Menurut Mubarak, (2006), peran adalah bentuk dari perilaku

yang diharpkan dari sesorang pada situasi sosial tertentu.

1.5.2 Nilai

Nilai adalah konsep-konsep umum tentag sesuatu yang dianggap baik,

patut, layak, pantas yang keberadaannya dicita-citakan, diinginkan, dihayati,

dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dari menjadi tujuan kehidupan

bersama di dalam kelompok masyarakat tersebut. Mulai dari unit kesatuan

12
sosial terkecil hingga suku, bangsa, dan masyarakat internasional. Dalam

konsep mikro, nilai dapat dijabarkan dalam bentuk kehidupan yang bahagia,

tentram, sejahtera, makmur, dan sebagainya. (Elly M Setiadi & Usman

Kollip, 2011: 119)

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dikemukakan kembali

bahwa nilai adlah keyakinan dalam memntukan pilihan. Sesuatu yang

dianggap sebagai hal baik, patut, layak, benar yang menjadi acuan tingkah

laku sebagaian besar anggota masyarakat yang bersangkutan, berada dalam

alam pikran mereka dan sulit diterangkan secara rasional yang hanya bisa

dilakukan dengan tindakan karena nilai satu kesatuan dalam budaya.

1.5.3 Jawa

Sebelum masuk akan definisi Jawa, terdapat sebuah kisah terkait

kemunculan Jawa yaitu dalam kisah Tantu Panggelaran ternyata nenek

moyang orang Jawa adalah Dewa yaitu Bataa Siwa, yang menemukan sebuah

pulau, yang banyak tumbuh tanaman Jawawut (mirip rumput teki). Lalu

diubah menjadi Jawa. Jawawut berasal dari kata jawa + wut (awut-awutan)

yang artinya keadaan yang belum tertata. Itu sebabnya atas inisiatif batara

Guru Wisnu (anaknya) diperintahkan supaya atturun ke Jawawut, untuk

mengajari manusia agar berperadaban. Akhirnya, keadaan menjadi tertata

orang di Jawawut memiliki tata cara, sopan santun, beretis yang berbudi

luhur ata baik hatinya berubahlah Jawawut menjadi Jawa.

13
Sebuah kisah di atas, dapat di kaitkan akan masyarakat Jawa memiliki

ciri khas tersendiri. Masyarakat Jawa bukan hanya pikiran saja yang berperan,

tetapi rasa, tidak hanya digali dari pengalaman biasa, melainkan sebuah laku,

sehingga memunculkan kearifan lokal. Dalam masyarakat Jawa, kearifan

lokal disamakan dengan sebuah kewicaksaan atau kebijaksanaan.

Kebijaksaan merupakan endapan pengalaman yang djadikan panduan berskap

dan bertindak atas dasar pikiran yang baik, tidk gegabah dan ementingkan

hawa nafsu. Kebijaksanaan ini pada akhirnya menjadi konsep hidup

masyarakay Jawa. (Wagiran, 2011:2)

Keterkaitan dalam sudut pandang dalam penelitian ‘’peran nilai-nilai

Jawa dalam gerakan konservasi’’, dimana dalam gerakan konservasi yang

dilakukan masyarakat Jawa atau masyarakat lokal Sendang Biru yang

dilakukaan Kelompok Mayarakat Pengawas Gatra Olah Alam Lestari

(POKMASWAS GOAL), baik secara sadar maupun tidak sadar dalam

praktek gerakan konservasi maupun kehidupan sehari-harinya masih

menerapkan tradisi kebudayaan dalam hal ini nilai-nilai Jawa.

1.5.4 Gerakan

Pengertian gerakan sosial dinilai sebagai sebuah bentuk aktivitas yang

khas dari masyarakat sipil (Diano dan Porta, 2006). Dalam gerakan sosial,

aktor-aktor terlibat atas dasar keutuhan dan kesadaran untuk keterhubungan

(connectednezz) (Diani & Bison, dikutip dala Sujatmiko, 2006). Gerakan

14
sosial lahir sebagai wujud reaksi terhadap permasalahan yang tidak

diinginkan rakyat dan adanya keinginan untuk menciptakan perubahan dalam

berbagai bodang kehidupan masyarakat (sosial, politik, lingkungan, dan lain-

lain), dan menuntut perubahan seringkali muncul karena melihat yang ada

maupun bertentangan dengan kepentingan masyarakat secara umum.

Berdasarkan pernyataan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

sebuah gerakan sosial yang dikaitkan dengan penulisan peneitian ‘’peran

nilai-nilai Jawa dalam gerakan konservasi’’ diamana gerakan konservasi

timbul karena adanya reaksi terhadap masalah lingkungan yang terjadi di

masyarakat yang timbul karena pemanfatan sumber daya alam (hutan

mangrove) secara berlebihan. Gerakan konservasi yang dilakukan oleh akor-

aktor dalam wadah secara kolektif ini dan dengan dasar kesadaran yaitu

Kelompok Masyarakat Pengawas Gatra Olah Alam Lestari (POKMASWAS

GOAL) Sendang Biru, deng tujuan untuk menciptakan lingkuungan yang

harmonis dalam kehidupan.

1.5.5 Konservasi

Konservasi merupakan manajemen udara, aiar tanah, mineral ke

organisasi hidup, termasusk manusia sehingga dapat dicapai kualitas

kehidupan manusia yang meningkat. (IUCN, 1968). Berdasarkan pengetian di

atas terkait konservasi dapat di tarik kesimpulan, dimana konservasi sumber

daya alam adalah penghematan penggunaan sumber daya alam dan

15
memperlakukannya berdasarkan hukum alam. Konservasi suatu upaya atau

tindakan untuk menjaga keberadaan sesuatu secara terus menerus atau

berkelanjutan baik kualitas dan kualitasnaya.

1.5.6 Hutan Mangrove

Hutan mangrove didefinisikan segala tumbuhan yang khas terdapat di

sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut aia

laut, yang saling berinteraksi dengan lingkungannya baik biotik maupun

abiotik (Kordi, 2011: 178). Semkain baik konservasi hutan manrove

menundikasikan semakain suburnya wilayah perairan akan sumber daya

perikanan (Ramadhan & Savitri, 2007).

1.5.7 Masyarakat Lokal

Mayarakat lokal adalah sekelompok masyarakat yang menjalankan

tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima

sebagai ilai-nilai yang berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung

pada Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tertentu (Pasal 1 Angka 34

UU Nomer 27 Tahun 2007 Tentang Pegelolaan Wilayah Peiisr dan Pulau-

pulau Kecil).

Berbasis masyarakat lokal menurut (Natori, 2001: 3), didefiniskan

sebagai aktivitas masyarkat lokal untuk mendorong pertukaran dan

menciptakan sebuah masyarakat yang menghormati dan menghargai alam,

16
budaya, sejarah , industri, bakat-bakat masyarakat, dan sumber daya lokal.

Dari definisi ersebut secaa jelas penekanan aktivitas pengelolan sumber daya,

dimulai dari masyarakat setempat, baik dalam hal identifikasi kebutuhan,

analisis kemampuan, termasuk pengawasan terhadap sumber daya lokal (local

genius) yang ada.

Berdarkan penjelasan di atas aka keterkaitan masyarakat lokal di

lokasi peneltian, dimana masyarakat lokal di Dusun Sendang Biru Desa

Tambakrejo. Masyarakat yang notabenya pekerjaan pada bidang kelautan

dalam airtian nelayan dan pertanian, sehingga dalam kegiatan praktik

konservasi hutan mangrove di padukan dengan keahlian yang mereka miliki,

disamping itu rata-rata aktor gerakan konservas ialah masyarakat lokal asli

Sendang Biru yaitu Jawa, yang masih meyakini atau melakukan kehidupan

sosialnya dengan ‘’nilai-nilai Jawa’’. Merek menghormati dan menghargai

alam dengan melakukan pengelolaan konservasi hutan mangrove karena

adanya ketidaknya dalam pemanfaatan sumber daya alam.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian tersebut menggunakan metode pendekatan penelitian

kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan sebuah pendekatan penelitian yang

berakar dan berdasarkan pada filsafat postpositivisme. Bogdan dan Taylor

dalam buku Zuriah Nurul mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai sebuah

17
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dalam ilmu pengetahuan sosial yang

secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam

kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam

bahasanya dan peristiwanya (Nurul Zuriah. 2009:92).

Penggunaan pendekatan penelitian kualitatif relevan untuk

menggambarkan permasalahan penelitian yang diangkat persoalan mengenai

Peran Nilai-Nilai Jawa dalam Gerakan Konservasi Hutan Mangrove berbasis

Masyarakat Lokal pada Kelompok Masyarakat Pengawas Gatra Olah Alam

Lestari (POKMASWAS GOAL) Sendang Biru di Desa Tambakrejo,

Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, akan dapat

dideskripsikan dengan utuh apabila menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif sebagaimana karakteristik penelitian kualitatif yang mampu

menggambarkan sebuah fenomena secara holistic (menyeluruh).

1.6.2 Jenis Penelitian

Penelitian yang mengangkat tema Peran Nilai-Nilai Jawa dalam

Gerakan Konservasi Hutan Mangrove berbasis Masyarakat Lokal pada

Kelompok Masyarakat Pengawas Gatra Olah Alam Lestari (POKMASWAS

GOAL) Sendang Biru di Desa Tambakrejo, ini merupakan penelitian dengan

menggunakan pendekatan kualitatif berjenis fenomenologi. Fenomenologi

adalah bagian dari metode pendekatan kualitatif yang hendak mendalami

18
suatu fenomena atau peristiwa berdasar pada pengalaman atau endapan

pengetahuan yang berada pada dimensi pemahaman individu.

Fenomenologi lebih memfokuskan diri pada konsep suatu fenomena

tertentu dan bentuk dari studinya adalah untuk melihat dan memahami arti

dari suatu pengalaman individual yang berkaitan dengan suatu fenomena

tertentu. Polkinghorne mendefinisikan fenomenologi sebagai sebuah studi

untuk memberikan gambaran tentang arti dari pengalaman-pengalaman

beberapa individu mengenai suatu konsep tertentu (Haris Herdiansyah.

2014:67).

Creswell mengemukakan beberapa prosedur dalam melakukan studi

fenomenologi, yaitu :

a. Prosedur pertama, peneliti harus memahami prespektif dan filosofi yang

ada dibelakang pendekatan yang digunakan, khususnya mengenai konsep

studi “Bagaimana individu mengalami suatu fenomena yang terjadi”.

Konsep Epoche merupakan inti ketika peneliti mulai menggali dan

mengumpulkan ide-ide mereka mengenai fenomena dan mencoba

memahami fenomena yang terjadi menurut sudut pandang subjek yang

bersangkutan. Epoche adalah mengesampingkan atau menghilangkan

semua prasangka (judgement) peneliti terhadap suatu fenomena. Artinya,

sudut pandang yang digunakan benar-benar bukan merupakan sudut

pandang peneliti melainkan sudut pandang subyek penelitian.

19
b. Prosedur kedua, peneliti membuat pertanyaan penelitian yang

mengeksplorasi serta menggali arti dari pengalaman subyek dan meminta

subyek untuk menjelaskan pengalamannya tersebut.

c. Prosedur selanjutnya adalah peneliti mencari, menggali, dan

mengumpulkan data dari subyek yang terlibat secara langsung dengan

fenomena yang terjadi.

d. Setelah data terkumpul, peneliti mulai melakukan analisis data dan terdiri

atas tahapan-tahapan analisis.

e. Prosedur terakhir, laporan penelitian fenomenologi diakhiri dengan

diperolehnya pengalaman yang lebih esensial dan dengan struktur yang

invariant dari suatu pengalaman individu, mengenali setiap unit terkecil

dari arti yang diperoleh berdasarkan pengalaman individu tersebut (Haris

Herdiansyah. 2014:68-69).

Penelitian fenomenologi memiliki kecocokan dengan tema penelitian

yang diangkat yaitu peneliti tentang Peran Nilai-Nilai Jawa dalam Gerakan

Konservasi Hutan Mangrove berbasis Masyarakat Lokal pada Kelompok

Masyarakat Pengawas Gatra Olah Alam Lestari (POKMASWAS GOAL)

Sendang Biru di Desa Tambakrejo. Selain itu penggunaan fenomenologi

relevan dengan teori yang digunakan yaitu teori kehidupan sehari-hari

(Common sense) yang memiliki korelasi secara keilmuan dengan metode

fenomenologi.

1.6.3 Lokasi Penelitian

20
Penelitian tersebut dilaksanakan pada Kelompok Masyarakat

Pengawas Gatra Olah Alam Lestari (POKMASWAS GOAL) Sendang Biru di

Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang

dan di Ekowisata Clungup Mangrove Conservasi (CMC) sebagai kawasan

konservasi dengan cara sustainable. Area konservasi bernama Ekowisata

Clungup Mangrove Conservasi (CMC) sebagai sarana internalisasi nilai-nilai

Jawa yang lebih dikenal kearifan lokal agi para anggota maupun pengunjung

ekowisata untuk pembentukan karakter kepedulian akan llingkungan.

Kegiatan internalisasi dilakukan di aera Ekowisata CMC tersebut

karena seluruh kegiatan dan tempat berkumpul anggota setiap harinya ada di

area CMC, serta peneitan dilakukan di rumah anggota yang dari awal ampai

sekarang tetap aktif di dalam POKMASWAS GOAL Sendang Biru untuk

mengetahui langsung kegiatan sehari-hari anggota POKMASWAS GOAL

Sendang Biru baik dalam area konservasi yaitu Ekowisata CMC maupun

dikebun garapan mereka.

1.6.4 Teknik Penentuan Subjek Penelitian

Penentuan subjek penelitian menjadi salah satu hal yang penting dan

melakukan penelitian. Penentuan subjek penelitian yang tepat,

memungkinkan diperolehnya data dan informasi yang valid serta akurat

karena subjek penelitian merupakan salah satu sumber data dalam penelitian

kualitatif.

21
Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling. Menurut Sugiyono, dalam penelitian kualitatif teknik sampling

purposive sampling ialah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang

apa yag dihadapai (Sugiyono, 2009: 300). Menurut Burhan Bungin (2012:53),

dalam prosedu sampling yang penting adalah bagaimana menentukan

informasi kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat

informasi., dan karena peneliti meras sampel yang diambil paling engetahui

tentang masalah yang akan diteliti oleh peneliti.

Adapun subjek penelitian yang dipilih dengan menggunakan teknik

purposive sampling dalam penelitian ini adalah:

a. Ketua POKMASWAS GOAL Sendang Biru (Saptoyo), berstatus sebagai

ketua POKMASWAS GOAL Sendang Biru dan Lembaga Masyarakat

Konservasi Bhakti Alam Sendang Biru. Pemilihan subyek penelitian

tersebut dikarenakan atas pertimbangan bahwa ketua POOKMASWAS

GOAL adalah selaku pendiri dan penggerak gerakan konservasi dengan

ikut terlibat secara emosional ulai awal sampai berdirinya POKMASWAS

GOAL Sendang Biru dan Lembaga Masyarakat Konservasi Bhakti Alam

Sendang Biru, melalui internalisasi nilai Jawa pada prakte gerakan

konservasi.

b. 6 anggota POKMASWAS GOAL Sendang Biru yaitu Eko Muji S,

Matsidik, Supi’i, Toimin, Sutrisno, dan Iswicahyono Kurniadi) yang

22
berstatussebagai anggota yang tidak pernah putus dari mulai awal

berdidirnya POKMASWAS GOAL Sendang Biru dan Lembaga

Masyarakat Konservasi Bhakti Alam Sendang Biru sehingga tidak jauh

berbeda dengan ketua POKMASWAS GOAL Sendang Biru dan Lembaga

Masyarakat Konservasi Bhakti Alam Sendang Biru (Saptoyo) secara

emosional jatuh bangun dala gerakan konservai serta sebagai masyarakat

lokal Sendang Biru, dimana dari keyakinan agama yang berbeda tapi satu

suku/ras yaitu Jawa.

Alasan dipilihnya subyek penelitian tersebut karena subyek penelitian

yang telah ditentukan tersebut memiliki relevansi dan informasi untuk

mendukung diperolehnya data penelitian secara holistic dan komprehensif

berkaitan dengan permasalahan penelitian yang diangkat dalam penelitian ini,

yaitu Peran Nilai-Nilai Jawa dalam Gerakan Konservai Hutan Mangro

berbasis Masyarakat Lokal pada POKMASWAS GOAL Sendang Biru.

1.6.5 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam dua

klasifikasi, yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh

peneliti tanpa melalui perantara ataupun sumber lainnya. Data primer

23
didapatkan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang telah

ditentukan sebelumnya oleh peneliti. Adapun data primer dalam penelitian

ini didapatkan melalui pengamatan atau observasi secara langsung terhadap

Kehidupan Sosial anggota POKMASWAS GOAL Sendang Biru di Desa

Tambakrejo serta wawancara dengan subyek maupun informan yang telah

ditentukan sebelumnya.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh oleh peneliti secara tidak

langsung dari obyek penelitian ataupun merupakan data yang diperoleh

melalui perantara media tertentu maupun sumber lainnya. Data sekunder

dalam penelitian ini dapat berupa hasil penelitian terdahulu, jurnal, buku,

foto-foto, dan juga dokumen resmi baik dari pemerintah maupun pribadi

yang ada kaitannya dengan persoalan praktek nilai-nilai Jawa dalam gerakan

konservasi hutan mangro yang dilakukan oleh POKMASWAS GOAL

Sendang Biru di Desa Tambakrejo.

1.6.6 Teknik Pengumpulan Data

1.6.6.1 Wawancara

Menurut Esterberg mendefinisikan Wawancara adalah merupakan

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya

jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu

(Sugiyono. 2012:317).

24
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini

dilakukan untuk mewawancarai narasumber penelitian yang telah

ditentukan sebelumnya. Informan yang dimaksud ialah pemimpin

POKMASWAS GOAL Sendang Biru dan Lembaga Masyarakat

Konservasi Bhakti Alam Sendang Biru (Saptoyo), 7 anggota yang dari

awal sampai sekarang masih aktif di dalam anggota dan tidak pernah

mengundurkan diri an pemuda-pemudi masyarakat lokal sebagai anggota

yang aktif dalam gerakan konservasi.

Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dengan tujuan agar

pertanyaan dapat mengalir sesuai dengan pembicaraan yang dilakukan.

Hal ini juga untuk membangun kesan bahwa antara peneliti dengan

informan tidak ada jarak atau berstatus sama.

Wawancara dilakukan secara mendalam, dimana wawancara

mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara ‘’tanya jawab’’ sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan

tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan

informan terlihat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan

demikian, ciri khas wawancara mendalam adalah keterlibatan dalam

kehidupan informan (Burhan Bungin. 2010:108).

25
Wawancara sendiri lebih condong dalam pemahaman atau nilai

Jawa yang di bawah dalam gerakan konservasi atau dalam POKMASWAS

GOAL dan Lembaga Masyarakat Konservasi Bhakti Alam Sendang Biru,

maupun dalam memaknai nilai Jawa dalam kehidupan sehari-hari atau

lebih tepatnya sikap yang di ambil dalam keterlibatan sikap dan tindakan

di masa ptaktek gerakan konservasi.

1.6.6.2 Observasi

Observasi menurut S. Margono diartikan sebagai pengamatan dan

pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada obyek

penelitian. Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap obyek di

tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Observasi dapat dilakukan

secara langsung maupun secara tidak langsung (Nurul Zuriah. 2009:173).

Penelitian ini menggunakan observasi secara langsung dimana

peneliti berada bersama dengan obyek yang diteliti atau dalam suatu

peristiwa tersebut. Observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk

mengamati aktivitas kehidupan sehari-hari anggota POKMASWAS

GOAL Sendang Biru diluar dan di dalam Ekowisata Clungup Mangrove

Conservasi (CMC), ikut serta aktivitas anggota dengan dalam proses

kegiatan konservasi maupun dalam kegiatan sehari-hari (rumah) anggota

pada POKMASWAS GOAL Sendang Biru di Desa Tambakrejo.

26
Observasi dilakukan dengan cara bertemu pemimpin dan anggota

PKMASWAS GOAL di Ekowisata Clungp Mangrove Conservaition

(CMC) lebih tepatnya juga di Lembaga Masyarakat Konservasi Bhakti

Alam Sendang Biru. Tujuan observasi ini adalah untuk memperoleh data

berkaitan dengan apa saja dan bagaimana praktek Nilai-nilai Jawa dalam

gerakan konservasi hutan mangrove.

1.6.6.3 Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film. Dokumen

digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal

dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji,

menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. (Lexy J Moleong. 2002:161)

Penggunaan data dokumentasi dalam penelitian ini adalah untuk

mendapatkan informasi yang berhubungan dengan data-data tentang berbagai

hal yang berhubungan dengan proses praktek gerakan konservai pada

POKMASWAS GOAL Sedang Biru di Desa Tambakrejo Foto-foto

dokumenter model dan aktivitas Kehidupan sosial dan kegiatan konservasi

POKMASWAS GOAL Sedang Biru di kawasan Ekowisata Clungup

Mangrove Conservation (CMC). Teknik dokumentasi ini juga digunakan

untuk mendapatkan informasi dan data-data sekunder yang berhubungan

dengan fokus penelitian.

1.6.7 Teknik Analisa Data

27
Analis data merupakan proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori,

menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model

analisis interaktif yang diperkenalkan oleh Miles dan Huberman yang terdiri

dari dua tahapan analisis yaitu :

1.6.7.1 Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta

membuang yang tidak perlu. Dengan demikian, data yang telah direduksi

akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti

untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari yang bila

diperlukan kembali.

1.6.7.2 Penyajian Data (Data Display)

28
Penyajian data merupakan langkah selanjutnya setelah tahap reduksi

data. Data yang telah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam

penelitian kualitatif, termasuk penelitian ini, penyajian data difokuskan

dengan menggunakan teks yang bersifat naratif. Adapun bentuk penyajian

data yang lain hanya sebagai pendukung.

1.6.7.3 Kesimpulan (Conclusion)/Verifikasi

Tahap ketiga dalam analisis data ialah penarikan kesimpulan atau

verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat guna mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel

(Sugiyono. 2012: 335-345).

29
Bagan 1. Komponen analisis data (interactive model) Miles & Huberman

1.6.8 Uji Keabsahan Data

Validitas atau keabsahan merupakan derajat ketepatan antara data

yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh

peneliti. Dengan demikian, maka data yang valid adalah data yang tidak

berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang

sesungguhnya terjadi obyek penelitian. Dalam penelitian kualitatif, temuan

atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang

dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang

diteliti.

1.6..8.1 Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan,

melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah

ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti

hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk rapport,

semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai

sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.

1.6.8.2 Meningkatkan Ketekunan

30
Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara

lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian

data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis.

Dengan meningkatkan ketekunan itu, maka peneliti dapat melajukan

pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak.

Demikian juga engan meningkatkan ketekunan maka, peneliti dapat

memberikan deskripsi dayta yang akurat dan sistematis tentang apa yang

diamati.

1..6.8.3 Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dan berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai

waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik

pengumpulan data, dan waktu.

a) Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan

dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.

b) Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

c) Triangulasi Waktu

31
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Untuk itu

dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan

wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang

berbeda. Bila hasil ujian menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan

secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.

1.6.8.4 Analisis Kasus Negatif

Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan

hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus

negative berarti mencari data yang berbeda atau bertentangan dengan data

yang telah ditemukan.

1.6.8.5 Menggunakan bahan referensi

Bahan Referensi memiliki tujuan sebagai pendukung untuk

membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh,

data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara.

1.6.8.6 Mengadakan member check

Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh

peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check adalah untuk

32
mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang

diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh

para pemberi data berarti datanya data tersebut valid. Sehingga semakin

kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan

berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti

perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya

tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan

dengan apa yang diberikan oleh pemberi data (Sugiyono. 2012: 368-376).

Uji keabsahan data diutamakan dengan menggunakan teknik

triangulasi dan didukung dengan penggunaan bahan referensi. Triangulasi

yang dimaksud lebih diutamakan dengan penggunaan triangulsi waktu dan

juga sumber. Penggunaan kedua teknik triangulasi tersebut didasarkan atas

pertimbangan bahwa waktu pengumpulan data juga mempengaruhi valid

atau tidaknya sebuah data, demikian juga sumber data yang berbeda akan

dapat berpengaruh kepada validitas sebuah data. Sehingga apabila dalam

penelitian ini dirasa terdapat data yang tidak valid, maka peneliti akan

kembali melakukan pengumpulan data pada waktu yang berbeda dan juga

sumber yang berbeda.

33

Anda mungkin juga menyukai