Anda di halaman 1dari 12

KONSEP PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT SECARA

BERKELANJUTAN DAN KERAKTERISTIK PEMANFAATAN


SUMBERDAYA HAYATI LAUT YANG RAMAH LINGKUNGAN 1
OLEH :

PROF. DR. IR. H. M. NATSIR NESSA, MS2 DAN DR. IR. H. SUDIRMAN, MPi3.

I. Pendahuluan
Kegiatan pembangunan yang dilakukan diseluruh negara di dunia,
memiliki kaitan yang sangat erat dengan laju kerusakan lingkungan bumi
tempat hidup manusia dan segala jenis mahluk. Dalam gerak dan
langkahnya, kegiatan pembangunan umumnya kurang memperhatikan
permasalahan lingkungan dan sumberdaya alam yang diakibatkannya,
sehingga kondisi kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam cenderung
terus memburuk

sejalan dengan gerak pembangunan.

Kerusakan

lingkungan bumi dan sumberdaya alam yang telah melampaui ambang


batas dan mengkhawatirkan bagi kelansungan hidup bagi generasi
mendatang akhir-akhir ini telah menggugah kepedulian masyarakat dunia
untuk segera bertindak. Akhir abad ke- 20 ini kiranya dapat disebut sebagai
abad sadar lingkungan dengan telah dicanangkannya dua isu penting
internasional, yaitu pemeliharaan lingkungan bumi dan jaminan penyediaan
bahan pangan (eart environmental conservation and food security)
(Purbayanto dan Baskoro, 1999) .
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberadaya hayati laut,
minimal terdapat 3 unsur pokok yang sangat penting diperhatikan yaitu
environmental friendly, memberikan nilai ekonomi yang kontinu dan
secara sosial dapat diterima oleh masyarakat.
Organisation

(2002),

mengemukakan

bahwa

Asian Productivity

kriterian

perikanan

berkelanjutan adalah bagaimana bekerja secara maksimal secara kontinu


membantu para nelayan sehingga dapat melakukan pemanfaatan dengan
ramah lingkungan, secara teknik dapat dilakukan dan secara ekonomi
menguntungkan termasuk mendukung penyediaan ketahanan pangan.
____________________________________________________________
1. Makalah pada seminar nasional pemanfaatan sumerdaya perikanan bertanggungjawab
dan berbasis masyarakat, Oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Perikanan Unhas (9/9/2003)
2. Direktur Pascasarjana dan Guru Besar Fak.Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS
1
3. Staf pengajar pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS

Menurut Gopakumar (2002), prinsip dari pengelolaan berkelanjutan adalah


penggunaan

sumberdaya

perikanan

jangka

panjang

dengan

memperhatakan karakteristik biologi, dan ekologi termasuk konservasi,


adanya sharing keuntungan.
Dengan demikian maka pemanfaatan sumberya perikanan (laut)
secara berkelanjutan harus dilakukan dengan cara pengelolaan perikanan
bertanggung jawab (responsible fisheries) teknologi yang berwawasan
lingkungan. Dengan demikian semua stake holder harus mempunyai suatu
paradigma berwawasan lingkungan.

Dalam misinya

teknologi yang

berwawasan lingkungan harus dapat diterjemahkan lagi kedalam bentuk


teknologi yang ramah lingkungan.

Secara skematis dapat dilihat pada

Gambar 1.
Pembangunan Berkelanjutan

Perikanan Berkelanjutan

Perikanan Bertanggungjawab

Teknologi Berwawasan
Lingkungan

Teknologi yang ramah


Lingkungan

Kerakteristik
Kerakteristik
Pemanfaatan
Pemanfaatan
Sumberdaya hayati laut
Sumberdaya hayati laut
yang ramah lingkungan
yang ramah lingkungan

Gambar 1. Penjabaran dari Konsep Perikanan berkelanjutan


persektif pemanfaatan sumberdaya hayati laut.

dalam
2

II. Konsep Pengelolaan Perikanan Bekelanjutan Menurut Code of


Conduct For Responsible Fisheries (CCRF)
Pengelolaan

sumberdaya

merupakan upaya penting

perikanan

(fisheries

management)

dalam menjaga kesinambungan sumberdaya

(sustainability). Hal ini dimaksudkan agar tidak hanya generasi sekarang


yang dapat menikmati kekayaan sumberdaya, tetapi juga generasi
mendatang.

Di Indonesia akhir-akhir ini

wacana fisheries management

sudah mulai berkembang dengan mulai dikenalnya istilah-istilah seperti komanagemen atau pengelolaan berbasis masyarakat dalam berbagai proyek
atau seminar.
desakan

Tentu berkembangnya wacana ini karena terdorong oleh

dunia internasional yang memang sudah menghendaki agar

sumberdaya

perikanan dikelola dengan sebaik-baiknya.

adalah dengan adanya Code of Conduct

Salah satunya

For Responsible Fisheries

(Satria, 2002).
Dalam Code of Conduct

For Responsible Fisheries (FAO, 1995)

Artikel 10 mengenai pengelolaan perikanan disebutkan bahwa, Negaranegara dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan

perikanan

melalui suatu kerangka kebijakan hukum dan kelembagaan yang tepat,


harus mengadopsi langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan
sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.

Langkah-langkah konservasi

dan pengelolaan baik pada tingkat lokal, nasional, subregional atau


regional,harus didasrkan pada bukti ilmiah terbaik dan tersedia dan
dirancang untuk menjamin kelestarian jangka panjang sumberdaya
perikanan pada tingkat yang dapat mendukung

pencapaian tujuan dari

pemanfaatan yang optimum, dan mempertahankan

ketersediaan untuk

generasi kini dan mendatang: pertimbangan-pertimbangan kangka pendek


tidak boleh mengabaikan tujuan ini (Artikel, 7.1.1)
Selanjutnya dikatakan bahwa Di dalam kawasan di bawah lingkup
yurisdiksi nasional negara-negara harus berupaya mengidentifikasikan
pihak domistik yang mempunyai relevansi dan kepentingan yang sah dalam
pemanfaatan dan pengelolaan

sumberdaya perikanan dan menetapkan

tatanan untuk berkonsultasi dengan pihak domestik tersebut guna


3

mendapatkan

kolaborasi

mereka

dalam

pencapaian

perikanan

bertanggung jawab (Artikel, 7.1.2).


Negara-negara dalam lingkup wewenang dan kapasitas masingmasing

harus menetapkan mekanisme yang efektif bagi pemantauan,

pengawasan, pengendalian perikanan dan penegakannyauntuk menjamin


kepatuhan terhadap langkah konservasi dan
langkah yang diadopsi oleh organisasi

pengelolaannya, maupun

atau tatanan sub regional atau

regionla (Artikel, 7.1.7). Negara-negara harus mengambil langkah untuk


mencegah atau menghapus penangkapan ikan yang melebihi kapasitas dan
harus menjamin bahwa tingkat upaya penangkapan adalah tingkat upaya
penangkapan adalah sepadam dengan pemanfaatan sumberdaya ikan yang
lestari sebgai suatu cara menjamin keefektifan langkah konservasi dan
pengelolaan (Artikel, 7.1.8).
Dari uraian yang dikemukakan dalam CCRF di atas secara jelas dan
tegas bagaimana dunia International

memetapkan langkah-langkah di

dalam melaksanakan pengelolaan perikanan secara berkelanjutan, dimana


Indonesia terikat dengan aturan tersebut.
Selain itu pemikiran yang mendasari perlunya pengelolaan adalah
bahwa di alam suatu stock bila dibiarkan berkembang, tidak akan terus
membesar, tetapi akan mencapai suatu daya tampung (carrying capacity)
tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor penentu. Ikan-ikan yang tidak
ditangkap akan mati tua atau hilang karena alasan lain.
penangkapan

yang

diatur sambil berproduksi

Dengan

untuk kesejahteraan,

pemborosan alam itu dapat dihindarkan. Dengan demikian sumber alam


dapat dimanfaatkan dengan baik.
Dengan demikian dibutuhkan

suatu

pengelolaan (management),

agar eksploitasi terhadap sumberdaya kelautan dan perikanan dapat secara


berkelanjutan dinikamati dari satu generasi ke generasi.

Secara

diagramatis hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 2.

SUMBERDAYA
ALAM LAUT

PENGELOLAAN

EKSPLOITASI

(MANAGEMENT)

JENIS
TERBATAS

Gambar 2. Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut Secara Berkelanjutan


Kehadiran komponen sumberdaya hayati dalam suatu ekosistem
merupakan

bagian

yang

perlu

dipertahankan

demi

keterkaitan,

ketergantungan, keserasian dan keselarasan serta keseimbangan manusia


manusia dengan lingkungan tak perlu

selalu memberikan nilai ekonomi

tertentu. Keterkaitan manusia sebagai bagian dari ekosistem memang bisa


menjangkau secara struktural

atau fungsional suatu hubungan yang

bernilai ekonomis (lebih efektif dan lebih efisien memanfaatkan sumberdaya


alam laut yang diperlukan, tetapi keberadaannya perlu juga turut
memelihara kepentingan komponen hayati lainnya yang memerlukan
sumberdaya yang sama. Memelihara kepentingan komponen hayati lainnya
dalam ekosistem seringkali dianggap kerugian atau kendala ekonomis.
Namun bila waktu dan ruang dijadikan pula sebagai kategori sumberdaya
alam, sebenarnya hal ini merupakan suatu upaya menguntungkan dan
sangat

bijaksana

dalam

memanfaatkan

sumberdaya

laut

secara

berkelanjutan.
Dengan alasan-alasan ini, sumberdaya kelautan dan perikanan perlu
diselamatkan.

Menyelamatkan

sumberdaya

ikan

bukan

saja

demi

kepentingan nelayan dan masyarakat pesisir, tetapi juga untuk kepentingan


semua orang yang menggantungkan sumber protein hewaninya dari ikan.
5

Menyelamatkan

sumberdaya

hayati

laut

bukan

berarti

tidak

perlu

dimanfaatkan sama sekali. Sebaliknya sumberdaya kelautan dan perikanan


perlu dimanfaatkan bagi kepentingan seluruh masyarakat dengan penuh
bijaksana. Tentu saja banyak cara dan metode salah satu adalah perlunya
pengelolaan (management) dengan baik.
III. Kerakteristik Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut
Berkelanjutan

Yang

Bererapa lembaga seperti FAO (1995), APO (Asian Productivity


Organisation) dan para pakar seperti Monintja (1996), Arimoto (1999) telah
mengemukakan kerakteristik

pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang

ramah lingkungan. Kerakteristik tersebut antara lain:


1. Proses penangkapan yang dilakukan ramah lingkungan
Penangkapan ikan yang ramah lingkungan memiliki beberapa ciri
antara lain;
(1) Suatu alat tangkap dikatakan mempunyai selektivitas yang tinggi.
Dikatakan selektivitas tinggi apabila didalam pengoperasiannya hanya
menangkap target spesies dengan ukuran tertentu.

Selektivitas alat

tangkap bukan hanya terhadap ukuran tetapi juga terhadap spesies;


(2) Tidak merusak habitat, misalnya habitat terumbu karang;
(3) Menghasilkan ikan berkualitas tinggi. Kualitas ikan yang baik akan
menentukan harga jual yang tinggi sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan nelayan. Dengan meningkatnya kesejahteraan diharapkan
nelayan mempunyai kesadaran untuk memelihara kondisi ekosistem
sumberdaya hayati laut.
(4) Hasil tangkapan sampingan (by-catch) dan tangkapan terbuang
(discard catch). Tertangkapnya spesies ikan non target disebabkan karena
tumpang tindih habitat antara ikan target dan non target dan tidak
selektifnya alat tangkap yang digunakan.
(5)

Tidak

membahayakan

keaneka

ragaman

hayati

dan

tidak

menangkap spesies yang dilindungi.


6

(6) Tidak membahayakan kelestarian sumberdaya ikan target. Supaya


ramah lingkungan maka alat penangkapan ikan yang digunakan sebaiknya
menangkap ikan-ikan yang telah melakukan pemijahan minimal satu kali
dalam periode hidupnya.
(7) Tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan nelayan. Bahaya
atau resiko yang diterima oleh nelayan dalam menoperasikan suatu alat
tangkap secara umum dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor yaitu
faktor internal (berhubungan dengan keahlian nelayan) dan faktor eksternal
(faktor alam dan jenis alat tangkap yang digunakan (Sarmintohadi, 2002).
Sehubungan dengan teknologi penangkapan dengan mempergunakan alat
angkap jaring insang (gillnet) misalnya ada beberapa hal penting yang
harus diperhatikan agar bisa memenuhi kriteria teknologi peangkapan ikan
yang ramah lingkungan antara lain sebagai berikut (Martasuganda, 2002).
1. Melakukan seleksi terhadap ikan yang akan dijadikan target tangkapan
atau atau ikan layak tangkap baik dari jenis maupun ukuran, dengan
cara membuat desain dan konstruksi alat yang disesuaikan dengan jenis
dan ukuran dari habitat perairan yang akan dijadikan target tangkapan.
Dengan demikian diharapkan bisa meminimumkan hasil tangkapan
sampingan yang tidak diinginkan dari habitat perairan yang dilindungi.
2. Pengoperasian

jaring

insang

disuatu

kawasan

perairan

yang

dioperasikan pada siang hari, harus dilengkapi dengan pelampung tanda


yang dilengkapi dengan bendera atau bendera dan radar reflektor
(pemantul gelombang radar), sedangkan untuk yang dioperasikan pada
malam hari, maka pelampung tanda sebaiknya dilengkapi dengan
cahaya (light bouy) atau pelampung cahaya dan radar reflector yang
tujuannya agar kapal yang akan lewat bisa menghindari alat tang
dipasang.
3. Tidak memakai mesh size yang dilarang (berdasarkan SK. Menteri
Pertanian No.607/KPB/UM/9/1976 butir 3, ukuran mata jaring di bawah
25 mm dengan toleransi 5% dilarang untuk beroperasi).
4. Tidak melakukan kegiatan usaha penangkapan di perairan atau di
daerah penangkapan ikan yang sudah dinyatakan lebih tangkap (over
fishing), di daerah kawasan konservasi yang dilarang, di daerah

penangkapan yang dinyatakan tercemar dengan logam berat dan


kawasan perairan lainnya yang dinyatakan terlarang.
5. Tidak melakukan pencemaran lingkungan (memasukkan mahluk hidup,
zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan ) yang akan
mengakibatkan berubahnya tatanan lingkungan sehingga kualitas
lingkungan

turun

sampai

ketingkat

tertentu

yang

menyebabkan

lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai


dengan peruntukannya. Sebagai contoh tidak membuang alat tangkap
(jaring bekas atau potongan-potongan jaring) atau benda lain (bahan
bakar bekas pakai, seperti oli, bensin, bahan kimia dan benda lainnya).
Apabila karena sesuatu sebab jaring insang tertingal atau hilang diperairan,
sebaiknya diusahakan dicari agar tidak menimbulkan atau terjadinya Ghost
fishing yang akan berdampak terhadap potensi sumberdaya yang ada.
2. Volume produksi tidak berfluktuasi drastis (suplai tetap)
Pemanfaatan sumberdaya hayati dapat berkelanjutan jika volume
produksi dari suati usaha yang dilakukan dapat memberikan suplai yang
tetap, sehingga dapat memberikan jaminan bagi sektor lain seperti
pengolahan dan pemasaran.
3. Pasar (buyer) tetap/terjamin
Dalam rangka mendorong pemanfaatan sumberdaya hayati laut
secara berkelanjutan maka pasar harus dapat menjamin harga yang wajar
dari hasil eksploitasi.

Fluktuasi harga yang terlalu tinggi atau tidak

terjaminnya pasar akan berdampak terhadap kelangsungan usaha.


4. Usaha penangkapan masih menguntungkan
Yang sangat menentukan adalah potensi sumberdaya ikan yang
terdapat dalam suatu perairan. Semakin melimpah suatu sumberdaya ikan
berarti semakin menjamin kelangsungan usaha penangkapan. Oleh sebab
itu data yang akurat mengenai potensi sumberdaya ikan di suatu kawasan
perairan sangatlah penting, termasuk spesies, habitat dan musimnya.
Ketersedian data ini akan meningkatkan efisiensi usaha penangkapan yang
akan dikembangkan.

Dalam Subsistem ini, teknologi penangkapan ikan yang akan


digunakan juga sangat menentukan. Teknologi penangkapan ikan yang
akan dikembangkan sangat tergantung jenis sumberdaya ikan apa yang
tersedia pada suatu kawasan tersebut.

Pada akhir-akhir ini tuntutan

penggunaan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan menjadi suatu


keharusan. Tujuan penangkapan ikan tidak lagi menangkap ikan sebanyakbanyaknya, tetapi penangkapan yang memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi sumberdaya hayati laut menjadi suatu kebutuhan.
5. Tidak menimbulkan friksi sosial
Seperti yang dikemukakan oleh FAO dalam Asian

Produktivity

Organisation (2002), bahwa sustainable development harus mencakup


sosial acceptable, maka dalam bidang perikanan berkelanjutan faktor sosial
harus menjadi perhatian penting.
Dalam

bidang

merupakan gejala

perikanan,

khusus

penangkapan

ikan,

konflik

sisial yang sering ditemukan diberbagai wilayah

perairan. Gejala konflik tersebut dapat dilihat dari perspektif sumberdaya


bahwa

konflik

antar

nelayan

sering

terjadi

untuk

memperebutkan

sumberdaya ikan yang jumlahnya terbatas. Perebutan ini muncul karena


karakteristik sumberdaya perikanan yang bersifat open access (Satria,
2002).
Dengan kondisi sumberdaya bersifat open access, seolah-olah
sumberdaya dapat dikuasai sembarang orang, disembarang waktu, dan
dengan sembarang alat tangkap. Namun, jika ditelusuri lebih jauh,
sebenarnya kondisi sumberdaya yang benar-benar terbuka hampir sulit
ditemukan.

Hal ini karena pemerintah pada umumnya telah memiliki

regulasi pengelolaan sumberdaya.

Belum termasuk masyarakat yang

memiliki aturan main juga dalam pengelolaan sumberdaya.


6. Memenuhi persyaratan legal
Aspek legalitas merupakan hal penting dalam setiap usaha, termasuk
usaha penangkapan ikan. Adanya kepastian hukum dalam berusaha yang
dilakukan oleh para nelayan akan memberikan jaminan ketenangan dalam
berusaha

7. Minim investasi
Investasi yang

tinggi

dalam

pemanfaatan

sumberdaya

laut

cenderung cenderung akan mengeksploitasi sumberdaya alam lainnya,


sehingga akan berdampak pada sektor lain.
8. Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) minimum
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan jenis sumberdaya alam yang
tidak dapat diperbaharui dan cadangannya di alam terbatas.

Dengan

demikian maka aktivitas penangkapan ikan diharapkan dapat menggunakan


bahan bakar minyal seminimum mungkin. Hal ini dilakukan untuk menjamin
kelangsungan usaha penangkapan ikan.
IV. Konsep Pengembangan masa Depan
Monintja (1996), mengemukakan bahwa profil penangkapan ikan
yang ideal untuk dicapai antara lain perlu memiliki keragaan sebagai
berikut; (1) mampu memberikan pendapatan yang layak bagi para nelayan,
mulai dari pemilik sampai pada operator level terbawah, dalam arti setiap
personnel memiliki kemampuan untuk menabung; (2) keuntungan usaha
memberikan

kemampuan

bagi

usaha

untuk

meningkatkan

dan

mengembangkan usahanya;(3) Produk yang dihasilkan adalah exportable


untuk menghasilkan devisa;(4) usaha dapat diselenggarang profitable
secara berkelanjutan ; (5) tidak menimbulkan keresahan sosial. Jika
sumberdaya perairan laut diusakan secara profitable secara berkelanjutan
maka Teknologi penangkapan menjadi suatu keharusan.
Pengembangan usaha penangkapan ikan dengan keragaan seperti
tersebut di atas tentu saja tidak mudah karena harus melalui proses
identifikasi, seleksi dan penataan komponen usaha yang matang.

Era

globalisasi yang menuntut agar hasil tangkapan dan alat penangkapan


dapat

berkiprah

di

pasar

Internasional,

memaksa

kita

untuk

mengembangkan usaha perikanan yang dapat menghasilkan produk yang


sesuai dengan permitaan pasar.
Oleh sebab itu dalam pemanfaatan perairan Indonesia dan ZEEI saat
ini perlu suatu paradigma baru bagaimana menetapkan the invironmentally

10

friedly technology in fisheries industry (Arimoto, 2000). Untuk mecapai hal


tersebut ada beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain peningkatan
penghematan energi dan tenaga kerja, mengurangi fishing impact kepada
lingkungan, biodiversity dan ekosistem termasuk sumberdaya target dan
non target. Sehingga bukan saja menangkap sebanyak bayaknya tetapi
memperbaiki proses penangkapan dan meminimmkan dampak yang
ditimbulkan baik kepada lingkungan maupun kepada biodiversity.
Selanjutnya Arimoto (2000) menyarankan bahwa dalam penelitian
dan pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa depan harus
diarahkan pada topik-topik selektivitas alat tangkap, teknologi konservasi,
pengamatan bawah air untuk mengetahui proses penangkapan, tingkah
laku ikan dan physiology.
Agar

kegiatan

usaha

penangkapan

ikan

yang

berwawasan

lingkungan dapat berjalan secara berkesinambungan , maka setiap orang


yang sedang atau yang akan menjalankan suatu bidang usaha di bidang
penangkapan ikan di laut dengan berbagai jenis alat penangkapan ikan
wajib mengelola lingkungan secara terpadu dalam pemanfaatan, penataan,
pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan
lingkungan hidup dengan cara mengikuti/melaksanakan undang-undang,
dan peraturan nasional mapupun peraturan internasional yang berlaku.
Selanjutnya pengawasan sepenuhnya harus dilakukan oleh pemerintah dan
pihak terkait secara teratur dan bila perlu merevisi undang-undang dan
peraturan yang sedang berjalan atau membuat peraturan dan perundangan
yang

baru

agar

usaha

penangkapan

betul-betul

bisa

dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arimoto, T., 1999. Trends Fishing Technology In the New Mellenium.
Sustainable Fishing Tecknology in Asia Toward the 21 st Century.
Proceding of The International Seminar. Bali Indonesia .
Arimoto, T 2000. Capture Fisheries and Cage Culture in Japan. JSPS
International symposium on Fisheries Sciences in Tropical area.
Bogor- Indonesia.
Asian Productivity Organisation, 2002. Sustainable Fishery Management in 11

Asia. Report of the APO Study Meeting on Sustainable Fishery


Management. Tokyo. 324 p
FAO, 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries.. Rome , Italy.
Gopakumar, K, 2002. Current State of Over Fishing and Its Impact on
Sustainable Fisheries Management in The Asia-Pacific Region. In
Sustainable Fishery Management in Asia. Asian Productivity
Organisation. Tokyo. P 37-57.
Martasuganda,S.2002. Jaring Insang (Gillnet). Serial Teknologi
Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan. Jurusan Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. 68 hal.
Monintja,R.M. 1996. Beberapa Pertimbangan Strategik Dalam
Pengusahaan Sumberdaya Hayati Laut . Makalah Pada dialog
Nasional Tentang Menggali Potensi Sumberdaya Kelautan Sebagai
Sumber Penghasil Utama Negara. Kosgoro.Jakarta.
Monintja, D.R. dan Yusfiandani, 2001. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Hal 45-57.
Purbayanto,A., dan M.S.Baskoro., 1999. Tinjauan Singkat Tentang
Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan.
Mini Review on the Development of Environmental Friendly Fishing
Technology. Graduate Student at Tokyo University of Fisheries.Dept.
of Marine Science and Technology, Tokyo. 5 hal.
Sarmintohadi, 2002. Seleksi Teknologi Penangkapan Ikan karang
berwawasan Lingkungan di Perairan Pesisir Pulau Dulah Laut
Kepulauan Kei, Kabupaten Maluku Tenggara.
Tesis Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 128 hal.
Satria,A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Penerbit PT.
Pustaka Cidesindo. Jakarta. 130 hal.
Satria, A. Dkk. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Penerbit PT. Pustaka
Cidesindo. Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai