Anda di halaman 1dari 22

MATA KULIAH PSDP

• ECOSYSTEM APPROACH FISHERIES MANAGEMENT


• BASSE SIANG PARAWANSA
• DEWI YANUARITA
• NADIARTI NURDIN
• M.RIJAL IDRUS
• JAMAL FITRAH ALAM


AGENDA
§ Apa itu EAFM?
§ Ekologi dan Perikanan
§ Prinsip-prinsip dan Indikator EAFM
§ Implementasi EAFM: Tantangan &
Peluang
1. PENGANTAR
Secara alamiah, pengelolaan perikanan tidak dapat dilepaskan dari tiga dimensi yang tidak terpisahkan satu sama lain (Charles,
2001) yaitu:
(1) Dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya;
(2) Dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat; dan
(3) Dimensi kebijakan perikanan itu sendiri.

Pengelolaan perikanan saat ini masih belum mempertimbangkan keseimbangan ketiga dimensi tersebut, di mana kepentingan
pemanfaatan untuk kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dirasakan lebih besar dibanding dengan misalnya kesehatan
ekosistemnya. Dengan kata lain, pendekatan yang dilakukan masih parsial belum terintegrasi dalam kerangka dinamika
ekosistem yang menjadi wadah dari sumberdaya ikan sebagai target pengelolaan.

Selama ini pengelolaan dan praktek perikanan di Indonesia masih terfokus pada jumlah tangkapan, belum memperhatikan
keseimbangan ekosistem. Dampaknya lebih banyak yang negatif, yaitu kerusakan terumbu karang dan ekosistem dasar laut
dan terjadinya penangkapan berlebihan atau overfishing


2. ISTILAH DAN PARADIGMA
FAO (2003) mendefinisikan Ecosystem Approach to Fisheries (EAF) sebagai : “an
ecosystem approach to fisheries strives to balance diverse societal
objectives, by taking account of the knowledge and uncertainties about
biotic, abiotic and human components of ecosystems and their
interactions and applying an integrated approach to fisheries within
ecologically meaningful boundaries”.
Mengacu pada definisi tersebut, secara sederhana EAF dapat dipahami sebagai
sebuah konsep bagaimana menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi
dalam pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan
sumberdaya ikan, dll) dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan,
informasi dan ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik dan interaksi
manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan
yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan.
3. KARAKTER EKOSISTEM
• Pengelolaan Perikanan Berpendekatan Ekosistem (PPBE
atau EAFM) merupakan sebuah respon terhadap
kelemahan yang ada pada pengelolaan perikanan
konvensional atau tradisional dimana model dibangun
dengan perspektif spesies tunggal
Asumsi Dasar Manajemen Perikanan Tradisional adalah Kajian
terhadap Dinamika Satu Jenis Ikan (Single Species).
Contoh: Model Schaefer untuk menghitung MSY
120

100
Surplus production

80

60

40

20

0
0 200 400 600 800 1000
Stock size
Kenyataan di Alam:
ikan-ikan selalu berada dalam suatu jaringan
interaktif
Kenyataannya: ekosistem terbangun dari struktur interaksi yang amat
kompleks antar komponen2 di dalamnya. (sumber: Garcia et al., 2003. Gambar 1
halaman 9)
Garcia et al. (2003) memberikan gambaran sederhana dari kompleksitas sumberdaya ikan sehingga membuat
pendekatan terpadu berbasis ekosistem menjadi sangat penting. Dari Gambar 1 tersebut dapat dilihat bahwa
interaksi antar komponen abiotik dan biotik dalam sebuah kesatuan fungsi dan proses ekosistem perairan
adalah alasan utama mengapa pendekatan ekosistem menjadi sangat penting. Apabila interaksi antar
komponen ini diabaikan, maka keberlanjutan perikanan dapat dipastikan menjadi terancam.

Diagram ini juga menjelaskan bahwa EAFM sesungguhnya bukan hal yang baru. EAFM merupakan
pendekatan yang ditawarkan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan yang sudah ada
(conventional management). Pada Gambar ini, proses yang terjadi pada conventional
management digambarkan melalui garis tebal, sedangkan pengembangan dari pengelolaan
konvensional tersebut melalui EAFM digambarkan melalui garis putus-putus. Sebagai contoh,
pada pengelolaan konvensional kegiatan perikanan hanya dipandang secara parsial bagaimana
ekstraksi dari sumberdaya ikan yang didorong oleh permintaan pasar. Dalam konteks EAFM,
maka ekstraksi ini tidak bersifat linier namun harus dipertimbangkan pula dinamika pengaruh
dari tingkat survival habitat yang mendukung kehidupan sumberdaya ikan itu sendiri.
4. 17 PRINSIP EAFM
1. Kesehatan Manusia dan Lingkungan: Tujuan utama pengelolaan adalah mencapai
kesejahteraan manusia sekaligus keberlanjutan lingkungan.
2. Kelangkaan Sumberdaya: Operasi penangkapan ikan harus senantiasa
didasarkan pada pemahaman akan keterbatasan stok di alam.
3. Tingkat Penangkapan Maksimum yang bisa diterima: kegiatan ekstraksi sumberdaya
tidak boleh mendorong kondisi stok menjadi overfishing atau overexploited.
4. Produktifitas Maksimum Biologis : operasi penangkapan ikan harus didukung oleh
upaya riset yang seksama agar diperoleh informasi yang benar tentang stok
ini.
5. Impact Reversibility: aktifitas ekstraksi sumberdaya harus memperhatikan
potensi dampak lingkungan yang bisa jadi tidak akan kembali lagi pada
kondisi semula. Ini harus diantisipasi sedini mungkin.
4. PRINSIP-PRINSIP EAFM ( LANJUTAN …)
6. Meminimkan Dampak: upaya pengelolaan harus diarahkan agar dampak terhadap
struktur habitat, fungsi dan jasa lingkungan, tingkat produktifitas, dan keaneka-
ragaman hayati senantiasa dijaga pada level seminim mungkin.
7. Membangun kembali Sumberdaya: mekanisme pengelolaan harus memasukkan langkah-
langkah yang dapat diambil untuk membangun kembali stok yang ternyata
bermasalah.
8. Integritas Ekosistem: aktifitas pemanfaatan sumberdaya harus menjaga integritas dan
kesehatan lingkungan.
9. Saling ketergantungan antar Spesies: upaya-upaya pengelolaan harus memahami dan
menjaga sifat saling-tergantungnya setiap spesies dalam lingkungan yang dikelola.
10. Keterpaduan antar lembaga: instansi maupun para pihak yang terlibat harus saling
berkoordinasi dan duduk bersama membahas persoalan sumberdaya.
4. PRINSIP-PRINSIP EAFM (LANJUTAN…)
11. Ketidakpastian, Resiko dan Kehati-hatian: upaya pemanfaatan dan ekstraksi sumberdaya
harus memanfaatkan informasi saintifik paling mutakhir untuk menjaga potensi
kerusakan dan resiko kepunahan akibat ketidakpastian dinamika alami.
12. Kecocokan langkah2 Pengelolaan: formulasi rencana aksi dan strategi harus disesuaikan
dengan kondisi lapangan, dan senantiasa dipebaharui secara regular.
13. Prinsip Denda bagi Perusak Lingkungan
(The Polluter Pays Principle): Prinsip ini sudah diadopsi secara meluas dan harus
diterapkan secara tegas dan konsisten.
14. Prinsip “pengguna membayar”
(The User Pays Principle): Prinsip ini juga merupakan turunan langsung dari Agenda 21
untuk memastikan perlindungan terhadap jasa-jasa lingkungan.
4. PRINSIP-PRINSIP EAFM (LANJUTAN…)
15. Prinsip & Pendekatan Kehati-hatian: Precautionary approach merupakan bagian dari FAO
Code of Conduct for Responsible Fisheries dan telah lama diadopsi di seluruh dunia.

16. Subsidiarity, Desentralisasi dan Partisipasi: Keterlibatan masyarakat secara penuh dan dari
semua kalangan diperlukan untuk menjamin bahwa benefit dari kegiatan ini tidak
hanya dinikmati oleh segelintir pihak saja.

17. Keadilan: Tujuan puncak dari EAFM adalah manfaat yang dinikmati secara adil oleh
semua pihak yang sah dan berhak atas sumberdayanya.
5. INDIKATOR EAFM
Indikator secara sederhana didefinisikan sebagai sebagai sebuah alat atau jalan untuk mengukur,
mengindikasikan, atau merujuk sesuatu hal dengan kedekatan aproksimasi dari penjabaran yang
diinginkan.
Menurut Hart (1998), indikator ditetapkan untuk beberapa tujuan penting yaitu mengukur kemajuan,
menjelaskan keberlanjutan dari sebuah sistem, memberikan pembelajaran kepada stakeholders,
mampu memotivasi, memfokuskan diri pada aksi.dan mampu menunjukkan keterkaitan antar
indikator (showing linkages).
Selanjutnya menurut Pomeroy (2001), indikator yang baik adalah indikator yang memenuhi kriteria
sebagai berikut :
Ø Dapat diukur : mampu dicatat dan dianalisis secara kuantitatif atau kualitatif;
Ø Tepat : didefinisikan sama oleh seluruh stakeholders
Ø Konsisten : tidak berubah dari waktu ke waktu
Ø Sensitif : secara proporsional berubah sebagai respon dari perubahan aktual
5. INDIKATOR EAFM (LANJUTAN..)
Dalam konteks manajemen perikanan sebuah indikator dikatakan sebagai
sebuah indikator yang baik apabila memenuhi beberapa unsur berikut:
1) Menggambarkan daya dukung ekosistem;
2) Relevan terhadap tujuan dari ko-manajemen;
3) Mampu dimengerti oleh seluruh stakeholders;
4) Dapat digunakan dalam kerangka monitoring dan evaluasi;
5) Menawarkan long-term view; dan
6) Menggambarkan keterkaitan dalam sistem ko-manajemen perikanan.
6. IMPLEMENTASI EAFM (GARCIA ET AL, 2003)
• Serupa dengan pendekatan konvensional, implementasi EAFM memerlukan
perencanaan kebijakan (policy planning), perencanaan strategi (strategic planning), dan
perencanaan operasional manajemen (operational management planning).
Perencanaan kebijakan diperlukan dalam konteks makro, memuat pernyataan tujuan
dasar dan tujuan akhir dari implementasi EAFM melalui penggabungan tujuan sosial
ekonomi dan pertimbangan lingkungan dan sumberdaya ikan.

Perencanaan strategi (strategies planning) menitikberatkan pada strategi


pencapaian tujuan dari kebijakan (policy plan). Rencana strategi juga memuat instrument
aturan main dan perangkat pengelolaan input dan output control yang disusun
berdasarkan analisis resiko terhadap keberlanjutan sistem perikanan itu sendiri.
6. IMPLEMENTASI EAFM (LANJUTAN..)
• Rencana pengelolaan (management plan) menitikberatkan pada rencana aktivitas dan aksi yang
lebih detil termasuk di dalamnya terkait dengan koordinasi rencana aktivitas stakeholders,
rencana pengendalian, pemanfaatan dan penegakan aturan main yang telah ditetapkan dalam
rencana strategis. Dalam rencana pengelolaan, mekanisme monitoring dan pengawasan berbasis
partisipasi stakeholders juga ditetapkan.
• Melengkapi ini, Ward et al., (2002) menyarankan perlunya data dasar perikanan yang kuat dan
dilaksanakan dalam satu struktur rencana penelitian yang komprehensif. Penelitian yang
dilaksanakan mencakup segala hal yang berhubungan dengan keberlanjutan sumberdaya
perikanan tersebut, termasuk nilai ekosistem bagi stakeholder serta pengetahuan mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ekosistem. Selanjutnya, proses pelaksanaan EAFM ini
disarankan diakhiri dengan adanya aktivitas pelatihan dan pendidikan bagi nelayan dan
stakeholder terkait untuk memastikan pengelolaan perikanan ini dapat dipahami dan dilaksanakan
secara optimal.
Proses Implementasi EAFM
(sumber: FAO, 2003 dimodifikasi Adrianto et al., 2013)
SASARAN EAFM:
Mencapai tujuan bersama yang layak dan saling mendukung
bagi segenap pemangku kepentingan
PERIKANAN ARTISANAL
• PROTEKSI KEANEKARAGAMAN HAYATI
• WISATA BAHARI
• TRAWL LAUT DALAM
• PERLINDUNGAN HABITAT
• KONSERVASI BURUNG-BURUNG LAUT
• PERIKANAN TUNA
• REKREASI PANCING
• IKAN PELAGIS KECIL
SUMBER REFERENSI
Garcia, S.M.; Zerbi, A.; Aliaume, C.; Do Chi, T.; Lasserre, G. (2003).
The ecosystem approach to fisheries. Issues, terminology, principles, institutional
foundations, implementation and outlook.
FAO Fisheries Technical Paper. No. 443. Rome, FAO. 2003. 71 p.
TERIMA KASIH

This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-SA

Anda mungkin juga menyukai