Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL, 2017


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

NEFROPATI DIABETIK

Oleh :
ISRIANA, S.Ked
10542 0387 12

Pembimbing :
dr. Zakaria Mustari, Sp.PD

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinikbagian


Ilmu Penyakit Dalam)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:

Nama : ISRIANA, S. Ked

NIM : 10542 0387 12

Judul Laporan Kasus : NEFROPATI DIABETIK

Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di


Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar.

Makassar, April 2017


Pembimbing,

(dr. Zakaria Mustari, Sp.PD)

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr.Wb.


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga laporan kasus dengan
judul NEFROPATI DIABETIK ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat
senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang
memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr.Zakaria
Mustari, Sp.PD yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat
berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun
penulisannya.Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis
harapkan demi penyempurnaan laporan kasus ini.
Demikian, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca secara
umum dan penulis secara khususnya.
Billahi Fi Sabilill Haq Fastabiqul Khaerat
Wassalamu Alaikum WR.WB.
Makassar, April 2017

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Di antara penyakit degenerative atau penyakit yang tidak menular yang


akan meningkat jumlahnya dimasa yang akan mendatang, diabetes adalah salah
satu di antaranya. Peningkatan prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara
berkembang adalah akibat dari peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan.
Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-
kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenerative seperti
penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dll. Data
epidemiologis Negara berkembang masih belum banyak, oleh karena itu angka
prevalensi yang dapat di telusuri terutama berasal dari Negara maju.1
Diabetes Melitus (DM) jika tidak ditangani dengan baik akan
mengakibatkan timbulnya komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata,
ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf, dll. Nefropati Diabetik merupakan
komplikasi mikrovaskular dari diabetes mellitus.Mekanisme patofisiologi
nefropati diabetik tidak sepenuhnya dimengerti. Abnormalitas awal yang dapat
dibuktikan termasuk hipertensi intrarenal, hiperfiltrasi (laju filtrasi glomerulus
meningkat[GFR]), dan mikroalbuminuria. Secara klinis, alat skrining yang paling
penting untuk mengidentifikasi nefropati dari awal adalah deteksi
mikroalbuminuria.2
Nefropati diabetes yang lanjut juga menjadi penyebab utama
glomerulonekrosis dan stadium terakhir penyakit ginjal di seluruh dunia. Antara
20% dan 40% dari pasien dengan diabetes pada akhirnya berkembang menjadi
nefropati, meskipun alasan mengapa tidak semua pasien dengan diabetes
berkembang menjadi komplikasi yang tidak diketahui. Riwayat alami nefropati
diabetik berbeda sesuai dengan jenis diabetes dan mikroalbuminuria
(didefinisikan sebagai > 30 mg tetapi < 300 mg albumin dalam urin per hari)
hadir. Jika tidak diobati, 80% orang yang memiliki diabetes tipe 1 dan
mikroalbuminuria akan berlanjut menjadi nefropati yang jelas (yakni proteinuria
ditandai oleh > 300 mg albuminase dieksresikan per hari). Sedangkan hanya 20%-
3
40% dari merekan dengan diabetes tipe 2 selama periode 15 tahun akan
mengalami perkembangan sebagaimana Nielsen et al. memperlihatkan lebih dari
satu dekade yang lalu, secara jelas, prediksi awal perkembangan penyakit adalah
meningkatnya tekanan darah sistol, bahkan dalam rentang prehypertensi. Diantara
pasien yang memiliki diabetes tipe 1 dengan nefropati diabetik dan hipertensi 50%
akan terus berkembang menjadi stadium akhir penyakit ginjal dalam satu decade.2
Di dalam laporan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun
1995, disebutkan bahwa nefropati diabetik menduduki urutan no ketiga (16,1%)
setelah glomeruloefritis kronik (30,1%) dan pielonefritis kronik (18,51%) sebagai
penyebab paling sering gagal ginjal terminal yang memerlukan cuci darah di
Indonesia.3
Tingginya prevalensi nefropati diabetik sebagai penyebab gagal ginjal
terminal juga menjadi masalah di negara lain. Di amerika dan eropa, DM telah
menjadi penyebab utama terjadinya gagal ginjal terminal, seiring dengan
meningkatnya prevalensi diabetes sekitar 20%-30% dari penderita DM baik tipe 1
atau tipe II berkembang menjadi nefropati diabetik. Tetapi pada DM tipe II lebih
sedikit terjadinya nefropati diabetic.4
Sekitar 35% penderita gagal ginjal terminal yang melakukan cuci darah di
Amerika disebabkan oleh nefropati diabetik.Laporan di eropa menyebutkan
prevalensi sebesar 15%, sedangkan prevalensi di Singapura pada tahun 1992
adalah 25%.Perbedaan prevalensi selain disebabkan adanya perbedaan kriteria
diagnosis, mungkin juga disebabkan oleh perbedaan ras, genetik, geografi, atau
faktor-faktor lain yang belum diketahui mengingat mahalnya pengobatan cuci
darah dan cangkok ginjal. Berbagai upaya dilakukan untuk menegakkan diagnosis
nefropati diabetik sedini mungkin, sehingga progrefitasnya menjadi gagal ginjal
terminal dapat dicegah atau sedikitnya diperlambat.5

BAB II
NEFROPATI DIABETIK

A. DEFINISI
4
Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis
pada pasien DM yang ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam
atau > 200 ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 6
bulan.Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama gagal
ginjal terminal. Di Amerika, nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab
kematian tertinggi di antara semua komplikasi DM.5

B. EPIDEMIOLOGI
Diabetes mellitus mengambil peran sebesar 30-40% sebagai penyebab
utama stadium akhir penyakit ginjal kronis di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa
yang diawali dengan nefropati diabetik (Ayodele,2004). Progresivitas nefropati
diabetik mengarah stadium akhir penyakit ginjal dipercepat dengan adanya
hipertensi (Kronenberg,2008). Angka kejadiannya nefropati diabetik pada
diabetes mellitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insiden pada tipe 2 sering lebih
besar daripada tipe 1 karena jumlah pasien diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak
daripada tipe 1 karena jumlah pasien diabetes mellitus tipe 2 leih besar banyak
daripada tipe 1. Pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan end-stage renal failure
(ESRF) jumlahnya saat ini meningkat karena meningkatnya pula prevalensi
diabetes mellitus tipe 2 dan secara progresif akan menurunkan angka kematian
yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah (Kronenberg,2008).
Insidensi nefropati diabetik terutama banyak terjadi pada ras kulit hitam dengan
frekuensi 3-6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih.
Sementara itu, tidak ada perbedaan yang begitu signifikan kejadian nefropati
diabetik antara pria dan wanita.8
Di Amerika, nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab kematian
tertinggi di antara semua komplikasi diabetes mellitus, dan penyebab kematian
tersering adalah karena komplikasi kardiovaskular. Prognosis yang buruk akan
muncul apabila terjadi progresi nefropati diabetik dan memburuknya fungsi ginjal
yang cepat sehingga menyebabkan mortalitas 70-100 kali lebih tinggi dari pada
populasi normal. Bahkan dengan upaya dialisa, kelangsungan hidupnya pun masih
rendah yitu sepertiga pasien meninggal dalam satu tahun setelah dimulai dialisa.
5
Pasien nefropati diabetik yang menjalani terapi penggantian ginjal, morbiditasnya
2-3 kali lebih tinggi disbanding pasien nondiabetik dalam penyakit ginjal stadium
akhir.9

C. PREVALENSI
Penelitian di luar negeri pada penderita diabetes mellitus tipe 1
menyatakan bahwa 30-40% dari penderita ini akan berlanjut menjadi nefropati
diabetik dini dalam waktu 5-15 tahun setelah diketahui menderita diabetes.
Apabila telah berlanjut manjadi nefropati diabetik, maka perjalanan penyakitnya
tidak dapat dihambat lagi. Dengan demikian setelah 20-30 tahun menderita
diabetes maka sekitar 40-50% akan mengalami gagal ginjal yang membutuhkan
cuci darah dan transplatasi ginjal.10
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 diperkirakan sekitar 5-10% dari
penderita akan menjadi gagal ginjal terminal. Secara persentasi tidak terlalu besar,
tetapi mengingat jumlah penderita diabetes mellitus tipe - tipe lebih banyak maka
secara keseluruhan jumlah penderita gagal ginjal terminal pada penderita diabetes
mellitus tipe 2 akan lebih banyak (Evans,2008).Prevalensi nefropati diabetik di
Negara barat sekitar 16%. Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang
asia jumlah penderita nefropati diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan orang
barat. Hal ini disebabkan karena penderita diabetes mellitus tipe 2 di Asia terjadi
pada umur yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati
diabetik lebih besar. Di Thailand nefropati diabetik dilaporkan sebesar 29,4%, di
Philipine sebesar 20,8%, sedang fi Hongkong 13,1. Di Indonesia terdapat angka
yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3%.11

D. FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor risiko terjadinya nefropati diabetik antara lain hipertensi,
glikosilasi hemoglobin, kolesterol total, peningkatan usia, resistensi insulin, jenis
kelamin, ras (kulit hitam), dan diet tinggi protein.12
Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari
penyakit diabetes mellitus dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung
6
terjadinya nefropati diabetik. Hipertensi yang tak terkontrol dapat meningkatkan
progresivitas untuk mencapai fase nefropati diabetik yang lebih tinggi (Fase V
nefropati diabetik).11
Tidak semua pasien diabetes mellitus tipe I dan II berakhir dengan
nefropati diabetik. Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa
factor risiko antara lain:
1. Hipertensi
Hipertensi dapat menjadi penyebab dan akibat dari nefropati diabetik.
Dalam glomerulus, efek awal dari hipertensi sistemik adalah dilatasi
arteriola afferentia, yang berkontribusi kepada hipertensi intraglomerular,
hiperfiltrasi, dan kerusakan hemodinamik.Respon ginjal terhadap system
rennin-angiotensin menjadi abnormal pada ginjal diabetes. Untuk alas an
ini, agen yang dapat mengkoreksi kelainan tekanan intraglomerular dipilih
dalam terapi diabetes.11ACE inhibitor secara spesifik menurunkan tekanan
arteriola efferentia, karena dengan menurunkan tekanan intraglomerular
dapat membantu melindungi glomerulus dari kerusakan lebih lanjut, yang
terlihat dari efeknya pada mikroalbuminuria.12

2. Predisposisi genetika barupa riwayat keluarga mengalami nefropati


diabetik dan hipertensi.1
3. Kepekaan (susceptibility) nefropati diabetik
a. Antigen HLA (Human Leukosit Antigen)
Beberapa penelitian menemukan hubungan factor genetic tipe
antigen HLA dengan kejadian nefropati diabetik. Kelompok
penderita diabetes dengan nefropati lebih sering mempunyai Ag
tipe HLA-B9.1
b. Glukosa Transporter (GLUT)
Setiap penderita diabetes mellitus yang mempunya GLUT 1-5
mempunyai potensi untuk mendapat nefropati diabetic.1
4. Hiperglikemia

7
Kontrol metabolic yang buruk dapat menjadi memicu terjadinya nefropati
diabetik. Nefropati diabetik jarang terjadi pada orang dengan HbA <7,5-
8,0^.13Pada akhirnya glukosa memiliki arti dan pertanda klinis untuk
kelainan metabolic yang memicu nefropati diabetik
Kelainan metabolic lain yang berhubungan dengan keadaan
hiperglikemia juga berperan dalam perkembangan nefropati diabetik
termasuk AGEs dan polyols.AGEs ialah hasil pengikatan nonenzimatik,
yang tidak hanya mengubah struktur tersier protein, tapi juga
menghasilkan intra dan intermolecular silang. Berbagai macam protein
dipengaruhi oleh proses ini. Kadar AGEs di sirkulasi dan jaringan
diketahui berhubungan dengan mikroalbuminuria pada pasien diabetes.
Kadar AGEs pada dinding kolagen arteri lebih besar 4 kali pada orang
dengan diabetes.Pasien diabetes dengan ESRD memiliki AGEs di jaringan
dua kali lipat lebih banyak daripada pasien diabetes tanpa gangguan
ginjal.5
5. Merokok
Merokok meningkatkan progresi nefropati diabetik Analisis mengenai
factor resiko menunjukan bahwa merokok meningkatkan kejadian
nefropati diabetik sebesar 1,6 kali lipat lebih besar.5

E. ETIOLOGI
Faktor-faktor etiologis timbulnya nefropati diabetik antara lain13:
1. Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa > 140 160
mg/dl [7.7 8.8 mmol/l]); dimana A1C > 7 8 %
2. Faktor-faktor genetis
3. Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan LFG,
peningkatan tekanan intraglomerulus)
4. Hipertensi sistemik
5. Sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik)
6. Inflamasi
7. Perubahan permeabilitas pembuluh darah
8
8. Asupan protein berlebih
9. Gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol, pembentukan
advanced glycation end products, peningkatan produksi sitokin)
10. Pelepasan growth factors
11. Kelainan metabolisme karbohidrat / lemak / protein
12. Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium,
penebalan membrana basalis glomerulus)
13. Gangguan ion pump (peningkatan Na+ - H+pump dan penurunan Ca2+ -
ATPase pump)
14. Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)
15. Aktivasi protein kinase C

F. KLASIFIKASI
Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada DM lebih banyak dipelajari
pada DM tipe 1 daripada tipe 2,dibagi menjadi 5 tahapan.5
Tahap 1
Pada tahap ini LFG meningkat sampai dengan 40% di atas normal yang
disertai dengan hiperfiltrasi dan hipertropi ginjal.Albuminuria belum nyata dan
tekanan darah biasanya normal.Tahap ini masib reversible dan berlangsung 0-5
tahun sejak awal diagnosis DM tipe 1 ditegakkan. Dengan pengendalian glukosa
darah yang ketat, biasanya kelainan fungsi maupun struktur ginjal akan normal
kembali.
Tahap 2
Pada Tahap ini terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis DM tegak, saat
perubahan morfologik ginjal dan faal ginjal berlanjut, dengan LFG masih tetap
meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah latihan jasmani, keadaan
stress atau kendali metabolic yang memburuk. Keadaan ini dapat berlangsung
lama. Hanya saja sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivitas
biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolic.Tahap ini selalu disebut
sebagai tahap sepi (Silent Stage) atau disebut juga tahap asimptomatik.
9
Tahap 3
Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati insipien.LFG
meningkat atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju eksresi albumin dalam
urin adalah 20 200 ig/menit (30 300 mg/24 jam). Tekanan darah mulai
meningkat.Secara histologis didapatkan peningkatan ketebalan membrana basalis
dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus.LFG masih tetap tinggi dan
tekanan darah masih tetap ada dan mulai meningkat.Keadaan ini dapat
bertahun0tahun dan progresivitas masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa
dan tekanan darah yang kuat.

Tahap 4
Tahap ini merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut.Perubahan
histologis lebih jelas, seperti yang ditunjukkan Gambar 1, dan juga timbul
hipertensi pada sebagian besar pasien.Sindroma nefrotik sering ditemukan pada
tahap ini.LFG menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini
berhubungan dengan tingginya tekanan darah.

Gambar 1. Gambaran Histologis Nefropati Diabetik

Tahap 5
Ini adalah tahap gagal ginjal atau End Stage Renal Failure, saat LFG sudah
sedemikian rendah sehingga penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik,

10
dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi pengganti, dialysis maupun cangkok
ginjal.

Gambar 2. Progresi Kerusakan Ginjal Kronik

G. PATOFISIOLOGI
Hingga saat ini, hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme
patogenik dalam laju kerusakan ginjal. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron
yang sehat lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.5
Mekanisme terjadinya peningkatan LFG pada nefropati diabetik masih
belum jelas, tetapi diduga disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang
tergantung glukosa. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi
nonenzimatik asam amino dan protein (reaksi Mallard dan Browning). Proses ini
akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul
serta fibrosis tubulointerstisialis sesuai dengan tahap-tahap menurut Mogensen.
Hipertensi yang timbul bersama dengan bertambahnya kerusakan ginjal juga akan
mendorong sklerosis pada ginjal pasien DM. diperkirakan bahwa hipertensi pada
DM terutama disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau
intraglomerulus.5
Teori patogenesis nefropati diabetik menurut Viberti.14
1. Hiperglikemia
Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) dalam penelitiannya
mengatakan bahwa penurunan kadar glukosa darah dan kadar HbA1c pada
penderita DM tipe 1 dapat menurunkan resiko perkembangan nefropati
diabetik. Perbaikan kontrol glukosa pada penderita DM tipe 2 dapat
mencegah kejadian mikroalbuminuria. Keadaan mikroalbuminuria akan
memperberat kejadian nefropati diabetik. Dengan bukti-bukti ini
11
menunjukan bahwa hubungan antara hiperglikemia dengan nefropati tidak
ada yang meragukan, ini tampak pada kenyataan bahwa nefropati dan
komplikasi mikroangiopati dapat kembali normal bila kadar glukosa darah
terkontrol.
2. Glikolisasi Non Enzimatik
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi non enzimatik
asam amino dan protein. Terjadi reaksi antara glukosa dengan protein yang
akan menghasilkan produk AGEs (Advanced Glycosylation Products).
Penimbunan AGEs dalam glomerulus maupun tubulus ginja dalam jangka
panjang akan merusak membrane basalis dan mesangium yang akhirnya
akan merusak seluruh glomerulus.
3. Polyolpathyway
Dalam polyolpathway, glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim
aldose reduktase. Di dalam ginjal enzim aldose reduktase merupakan
peran utama dalam merubah glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa
darah meningkat maka sorbitol akan meningkat dalam sel ginjal dan akan
mengakibatkan kurangnya kadar mioinositol, yang akan mengganggu
osmoregulase sel sehingga sel itu rusak.
4. Glukotoksisitas
Konsistensi dengan penemuan klinik bahwa hiperglikemia berperan dalam
perkembangan nefropati diabetik studi tentang sel ginjal dan glomerulus
yang disolasi menunjukkan bahwa konsentrasi glukosa yang tinggi akan
menambah penimbunan matriks ekstraselular. Menurut Lorensi, sehingga
dapat terjadi nefropati diabetik.
5. Hipertensi
Hipertensi mempunyai peranan paling dalam patogenesis nefropati
diabetik disamping hiperglikemia.Penelitian menunjukkan bahwa
penderita diabetes dengan hipertensi lebih banyak mengalami nefropati
dibandingkan penderita diabetes tanpa hipertensi.Hemodinamik dan
hipertropi mendukung adanya hipertensi sebagai penyebab terjadinya
hipertensi glomerulus dan hiperfiltrasi. Hiperfiltrasi dari neuron yang sehat
12
lambat lain akan menyebabkan sclerosis dari nefron tersebut. Jika
dilakukan penurunan tekanan darah, maka penyakit ini akan reversible.
6. Proteinuria
Proteinuria merupakan predictor independent dan kuat dari penurunan
fungsi ginjal baik pada nefropati diabetik maupun glomerulopati progresif
lainnya.Adanya hipertensi renal dan hiperfiltrasi akan menyebabkan
terjadinya filtrasi protein, dimana pada keadaan normal tidak terjadi.
Proteinuria yang berlangsung lama dan berlebihan akan menyebabkan
kerusakan tubulo-intertisiel dan progresifitas penyakit. Bila reabsorbsi
tubuler terhadap protein meningkat maka akan terjadi akumulasi protein
dalam sel epitel tubuler dan menyebabkan pelepasan sitokin inflamasi
seperti endotelin I, osteoponin, dan monocyte chemotractant protein-I
(MCP-1). Factor factor ini akan merubah ekspresi dari pro-inflamatory dan
fibritic cytokines dan infiltrasi sel mononuclear, menyebabkan kerusakan
dari tubulointertisiel dan akhirnya terjadi renal scarring dan insufisiensi.
Patogenesis terjadinya kelainan ginjal pada diabetes tidak dapat
diterangkan dengan pasti.Pengaruh genetik, lingkungan, faktor metabolik, dan
hemodinamik berpengaruh terhadap terjadinya proteinuria. Gangguan awal pada
jaringan ginjal sebagai bagian dasar terjadinya nefropati diabetik adalah terjadinya
proses hiperfiltrasi-hiperperfusi membran basal glomerulus. Gambaran histologi
jaringan pada nefropati diabetik memperlihatkan adanya penebalan membran
basal glomerulus, ekspansi mesangial glomerulus yang akhirnya menyebabkan
glomerulosklerosis, hyalinosis arteri aferen dan eferen serta fibrosis tubulo
intertitial.Berbagai fakto berperan dalam terjadinya kelainan tersebut.Peningkatan
glukosa yang menahun (glukotoksisitasi) pada penderita yang mempunya
predisposisi genetik merupakan faktor-faktor utama ditambah faktor lainnya dapat
menimbulkan nefropati diabetik. Glukotoksisitas terhadap basal membran dapat
melalui 2 jalur 12:
1) Alur metabolik (metabolik pathway)
Faktor metabolik diawali dengan hiperglikemia, glukosa dapat bereaksi
secara proses non enzimatik dengan asam amino bebsa menghasilkan
13
AGEs (Advance Glycosilation End-products) peningkatan AGEs akan
menimbulkan kerusakan pada glomerulus ginjal. Terjadi juga akselerasi
jalur poliol, dan aktivasi protein kinase C. Pada alur poliol (polyol
pathway) terjadi peningkatan sorbitol dalam jaringan akibat meningkatnya
reduksi glukosa oleh aktivasi enzim aldose reduktase. Peningkatan sorbitol
akan mengakibatkan berkurangnya kadar inositol yang menyebabkan
gangguan osmolaritas membran basal.

Gambar 3. Patogenesis Nefropati Diabetik

Gambar 4. Mekanisme Polyol Pathyway

Penjelasan: Aldose reduktase adalah enzim utama pada jalur polyol, yang
merupakan sitosolik monomerik oxidoreduktase yang mengkatalisa
NADPH-dependent reduction dari senyawa karbon, termasuk glukosa.
Aldose reduktase mereduksi aldehid yang dihasilkan oleh ROS (Reactive
Oxygen Species) menjadi inaktif alkohol serta mengubah glukosa menjadi
14
sorbitol dengan menggunakan NADPH sebagai kofaktor.Pada sel, aktivasi
aldose reduktase cukup untuk mengurangi glutachione (GSH) yang
merupakan tambahan stress oksidatif.Sorbitol dehydrogenase berfungsi
untuk mengoksidasi sorbitol menjadi fruktosa menggunakan NAD-sebagai
kofaktor.
2) Alur Hemodinamik
Gangguan hemodinamik sistemik dan renal pada penderita DM terjadi
akibat glukotoksisitas yang menimbulkan kelainan pada sel endotel
pembuluh darah.Faktor hemodinamik diawali dengan peningkatan hormon
vasoaktif seperti angiotensin II.Angiotensin II juga berperan dalam
perjalanan nefropati diabetik.Angiotensin II berperan baik secara
hemodinamik maupun non-hemodinamik. Peranan tersebut antara lain
merangsang vasokonstriksi sistemik, meningkatnya tahanan kapiler
arteriol glomerulus, pengurangan luas permukaan filtrasi, stimulasi protein
matriks ekstraselular, serta stimulasi chemokines yang bersifat fibrogenik.
Hipotesis ini didukung dengan meningkatnya kadar prorenin, aktivitas
faktor non Willebrand dan trombomodulin sebagai penanda terjadinya
gangguan endoteol kapiler. Hal ini juga yang dapat menjelaskan mengapa
pada penderita denga mikroalbuminuria persisten, terutama pada DM
tipe2, lebih banyak terjadi kematian akbiat kardiovaskular dari pada akibat
GGT.Peran hipertensi dalam patogenesis diabettik kidney disease masih
kontroversial, terutama pada penderita DM tipe 2 dimana ada penderita ini
hipertensi dapat dijumpai pada awal malahan sebelum diagnosis diabetes
ditegakkan.Hipotesis mengatakan bahwa hipertensi tidak berhubungan
langsung dengan terjadinya nefropati tetapi mempercepat progresive ke
arah GGT pada penderita yang sudah mengalami diabetik kidney disease.
Dari kedua faktor di atas maka akan terjadinya peningkatan TGF beta yang
akan menyebabkan proteinuria melalui peningkatan permeabilitas vaskuler. TGF
beta juga akan meningkatkan akumulasi ektraselular matriks yang berperan dalam
terjadinya nefropati diabetik.

15
H. DIAGNOSIS
Pada saat diagnosa DM ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan
fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah menjalani
pengobatan rutin DM. Pemantauan yang dianjurkan oleh ADA antara lain
pemeriksaan terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum
dan klirens kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi klirens kreatinin, dapat
digunakan perhitungan LFG dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault,
yaitu4.:
(140 )
= (0,85 )
72
*) LFG dalam ml/menit/1,73 m2

I. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengelolaan nefropati diabetik adalah mencegah atau menunda
progresifitas penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum
menjadi gagal ginjal terminal.
1. Evaluasi
apakah masih normoalbuminuria, sudah terjadi mikroalbuminuria atau
makroalbuminuria.
2. Terapi
Pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah
dengan:
1) Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes);
2) Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, obat anti hipertensi);
3) Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein, pemberian ACE inhibitor
dan atau ARB);
4) Pengendalian faktor-faktor komorbiditas lain (pengendalian kadar
lemak, mengurangi obesitas, dll)4
3. Rujukan
Tatalaksana nonfarmakologis nefropati diabetik berupa gaya hidup
yang sehat yang meliputi olahraga rutin, diet, menghentikan kebiasaan

16
merokok serta membatasi konsumsi alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan
ADA adalah dengan berjalan 3 5 km/hari dengan kecepatan sekitar 10 12
menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu. Pembatasan asupan garam dianjurkan
sebanyak 4 5 g/hari (atau 68 85 meq/hari) serta asupan protein hingga 0,8
g/kg/berat badan ideal/hari4
Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah < 130/80 mmHg.
Obat anti hipertensi yang dianjurkan antara lain ACE inhibitor atau ARB,
sedangkan pilihan lain adalah diuretik, kemudian beta blocker atau calcium
channel blocker.4
Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang berjalan terus, saat
LFG mencapai 10 12 ml/menit (setara dengan klirens kreatinin < 15
ml/menit atau serum kreatinin > 6 mg/dl), dianjurkan untuk memulai dialisis
(hemodialisis atau peritoneal dialisis), walaupun masih ada perbedaan
pendapat mengenai kapan sebaiknya dialisis dimulai. Pilihan pengobatan lain
untuk gagal ginjal terminal adalah cangkok ginjal, dan di negara-negara maju
sudah sering dilakukan cangkok ginjal dan pankreas sekaligus.4

J. PROGNOSIS
Secara keseluruhan prevalensi dari mikroalbuminuria dan
makroalbuminuria pada kedua tipe diabetes melitus diperkirakan 30-35%.
Nefropati diabetik jarang berkembang sebelum sekurang-kurangnya 10 tahun
pada pasien IDDM, dimana diperkirakan 3% dari pasien dengan NIDDM
yang baru didiagnosa menderita nefropati. Puncak rata-rata insidens (3%/th)
biasanya ditemukan pada orang yang menderita diabetes selama 10-20 tahun.
Mikroalbuminuria sendiri memperkirakan morbiditas kardiovaskular,
dan mikroalbuminuria dan makroalbuminuria meningkatkan mortalitas dari
bermacam-macam penyebab dalam diabetes melitus.Mikroalbuminuria juga
memperkirakan coronary and peripheral vascular disease dan kematian dari
penyakit kardiovaskular pada populasi umum nondiabetik.Pasien dengan
proteinuria yang tidak berkembang memiliki tingkat mortalitas yang relatif
rendah dan stabil, dimana pasien dengan proteinuria memiliki 40 kali lipat
17
lebih tinggi tingkat relatif mortalitasnya.Pasien dengan IDDM dan proteinuria
memiliki karakteristik hubungan antara lamanya diabetes /umur dan
mortalitas relatif, dengan mortalitas relatif maksimal pada interval umur 34-
38 tahun (dilaporkan pada 110 wanita dan 80 pria).
ESRD adalah penyebab utama kematian, 59-66% kematian pada
pasien dengan IDDM dan nefropati. Tingkat insidens kumulatif dari ESRD
pada pasien dengan proteinuria dan IDDM adalah 50%, 10 tahun setelah
onset proteinuria, dibandingkan dengan 3-11%, 10 tahun setelah onset
proteinuria pada pasien Eropa dengan NIDDM. Penyakit kardiovaskular juga
penyebab utama kematian (15-25%) pada pasien dengan nefropati dan
IDDM, meskipun terjadi pada usia yang relatif muda.

18
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn. R
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Usia : 41 tahun
4. Alamat : Jl.KH Wahid Hasyim
5. Status : Sudah menikah
6. Pekerjaan : PNS
7. Suku : Makassar
8. Tanggal MRS : 01 Juli 2017
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri perut uluhati
Anamnesis terpimpin :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri uluhati yang dialami sejak
4 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri terasa menusuk
disertai kembung. Pasien mual muntah 1 kali berisi cairan dan sisa
makanan. Pasien mengeluh sakit kepala disertai rasa berputar.Ada riwayat
batu empedu.
RPS :
Riwayat batu empedu

C. KEADAAN UMUM
Sakit (Ringan/Sedang/Berat)
Kesadaran (Composmentis/Uncomposmentis)
Hygiene (Buruk/Sedang/Baik)
Status Gizi (Underweight/Normal/Overweight/Obesitas I/Obesitas
Tanda vital :
Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Nadi : 80x/menit reguler,kuat angkat

19
Pernapasan : 20x/menit, Tipe : Thoracoabdominal

Suhu : 36.6oC (axilla)

1. Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, tebal, tidak rontok
Simetris : Kiri - Kanan
Deformitas : -
2. Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : -
Konjungtiva : Anemis (-/-),
Sklera : Ikterus (-/-), perdarahan (-)
Pupil : Bulat Isokor kiri-kanan
3. Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan : (-/-)
4. Hidung
Bentuk : Simetris
Perdarahan : -
5. Mulut
Bibir : Kering (-), pecah-pecah, sianosis (-),
Lidah kotor : (-)
Caries gigi : -
6. Leher
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
DVS : R-4 cm
7. Kulit
Hiperpigmentasi :-
Ikterus :-
Petekhie :-
20
Sianosis :-
Pucat :-
8. Thorax
Inspeksi : Dada simetris kiri kanan, Iktus cordis tidak
tampak
Palpasi : Vocal fremitus sama kiri - kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
9. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan,
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri,
Batas atas : ICS II linea parasternalis kanan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), Gallop
(-)
10. Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, mengikuti gerak napas, tidak ada
tanda radang, benjolan (-), caput medusae (-)
Palpasi : Hepar teraba 1 jari dibawah arcus costae,
konsistensi kenyal, nyeri tekan (+)
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Thympani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
11. Punggung
Tampak dalam batas normal
Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang
12. Genitalia
Tidak dievaluasi
21
13. Ekstremitas atas dan bawah
Pitting edema kedua extremitas inferior (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG Abdomen
20/03/2017
- Gall Bladder : Dinding tebal ireguler dengan multipel batu di
dalamnya, diameter terbesar 1,4 cm
- Hepar, lien dan pankreas echo normal
- Kedua ginjal dan VU baik

Kesan : Cholelithiasis
2. Darah Rutin
20/03/2017 (Laboratorium Klinik RSUD SYEKH YUSUF)

Parameter Hasil Nilai Normal


WBC 7,7 x 103/ mm3 4.000 10.000/mm3
RBC 5,94 x 106/ mm3 4,5 5,5 x 106/mm3
HGB 16,5 g/dL 14,0 17,4 g/dL
TROMBOSIT 203 x 103/uL 150.000-450.000 sel/mm3
Kolestrol Total 280 mg/dl <200 mg/dl
LDL-Kolesterol 148 mg/dl <130 mg/dl
Trigliserida 147 mg/dl <200 mg/dl
Asam Urat/Uric Acid 5,5 mg/dl Lk 3,4-7 mg/dl

22
24/05/2017 (Laboratorium Klinik RS Grestelina)

Parameter Hasil Nilai Normal


WBC 14,3 x 103/ mm3 4.000 11.000/mm3
RBC 5,17 x 106/ mm3 4,5 6,20 x 106/mm3
HGB 14,4 g/dL 11,0 18,8 g/dL
TROMBOSIT 247 x 103/uL 150.000-450.000 sel/mm3

E. DIAGNOSIS KERJA

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


penunjang, pasien didiagnosis Cholelithiasis + gastritis.

F. PLANNING
Pengobatan :

- Diet lambung III


- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Omeprazole/12jam/iv
- Inj. Sotatic/8 jam/iv
- Atorvastatin 0-0-1
- Sucralfate syr 3x1

G. PROGNOSIS

H. FOLLOW UP PASIEN

Tanggal Hasil Pemeriksaan Planning

31/03/2017 S:nyeri uluhati (+) nyeri perut(+) P : IVFD RL 20 tpm


Nyeriterasa seperti tertusuk-tusuk dan
Inj. omeprazole

23
tembus ke belakang.Sakit kepala (+). 1amp/12j/iv
Pasien mengeluh mual danmuntah
Inj. Ondancentron
frek.>5 kali. Riwayat demam (-). Batuk
1amp/12j/iv
(-). Sesak (-) BABbiasa. BAK lancar..
Amlodipine 5mg 1x1
O : TD : 170/120 mmHg
N : 86 x/menit Periksa DR,

P : 20 x/menit

S : 36.8C.
A : Gastritis + HT

01/03/2017 S :nyeri ulu hati (+) nyeri perut(+) P : IVFD RL 20 tpm


Nyeriterasa seperti tertusuk-tusuk dan
Inj. omeprazole
tembus ke belakang. Sakit kepala (+).
1amp/12j/iv
Pasien mengeluh mual danmuntah
frek.>10 kali. Riwayat demam (-). Batuk Inj. Ondancentron
(-). Sesak (-) BABbiasa. BAK lancar.. 1amp/12j/iv

O : TD : 140/100 mmHg Amlodipine 5mg 1x1

N : 86 x/menit
P : 20 x/menit

S : 36.8C.
A : Gastritis + HT

02/03/2017 S :nyeri ulu hati (+) nyeri perut(+) P : P : IVFD RL 20


Nyeriterasa seperti tertusuk-tusuk dan tpm
tembus ke belakang. Sakit kepala (+).
Inj. Ranitidine/12j/iv
Pasien mengeluh mual danmuntah
berkurang. BABbiasa. BAK lancar.. Amlodipine 5mg 1x1

O : TD : 170/120 mmHg Ketorolac/ 8j/iv

24
N : 86 x/menit
P : 20 x/menit

S : 36.8C.
A : CKD+ HT+DM

03/03/2017 S :nyeri ulu hati (+) nyeri perut(+) P : P : IVFD RL 20


Nyeriterasa seperti tertusuk-tusuk dan tpm
tembus ke belakang. Sakit kepala (+).
Inj. Ranitidine/12j/iv
Pasien mengeluh mual danmuntah
berkurang. BABbiasa. BAK lancar.. Amlodipine 5mg 1x1

O : TD : 170/120 mmHg Ketorolac/ 8j/iv

N : 86 x/menit
Pro renal 3x1
P : 20 x/menit

S : 36.8C.
A : HT+ NEFROPHATY DIABETIK

04/03/2017 S :nyeri ulu hati (+) nyeri perut(+) P : Novomix 6u-6u-6u


Nyeriterasa seperti tertusuk-tusuk dan
Omeprazole 2x1
tembus ke belakang. Sakit kepala (+).
Pasien mengeluh mual danmuntah
berkurang. BABbiasa. BAK lancar..

O : TD : 170/120 mmHg
N : 86 x/menit
P : 20 x/menit

S : 36.8C.
A : HT+ NEFROPHATY DIABETIK

I. RESUME

25
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri uluhati yang dialami
sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.Pasien juga mengeluh nyeri
perut.Nyeriterasa seperti tertusuk-tusuk dan tembus ke belakang.Sakit kepala
ada.Pasien mengeluh mual danmuntah frek.>5 kali.Riwayat demam tidak
ada.Batuk tidak ada.Sesak tidak ada.BABbiasa.BAK lancar.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien sakit sedang, gizi cukup, dan
kesadaran composmentis. Tekanan darah 170/120 mmHg, nadi 80x/menit dan
regular, suhu 36,8 0C, pernapasan 16 x/menit. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan perut (+) dan epigastrium
(+), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, massa tumor (-).
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan ada GDS 312 mg/dl dan
kreatinin 2.2 mg/dl.Pada pemeriksaan sedimen urin didapatkan proteinuria (+3 =
3.0g/dl dan glukosauria +3= 26 mmol/L.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka diagnosis dari pasien ini adalah nefropathy diabetic..

26
BAB III
RINGKASAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung


kronik dimana penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah
yang cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga
terjadilah kelebihan gula di dalam darah dan baru dirasakan setelah terjadinya
keomplikasi lanjut pada organ tubuh. Nefropati diabetik merupakan komplikasi
mikrovaskular diabetes melitus. Pada sebagian penderita komplikasi ini berlanjut
menjadi gagal ginjal terminal yang memerlukan pengobatan cuci darah atau
transplantasi ginjal.
Nefropati diabetik merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal yang
ditandai dengan albuminuria menetap (> 300mg/24jam atau > 200 u g/menit) pada
minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Apabila tanda-
tanda tersebut dapat diketahui secara dini, penderita bisa mendapat bantuan untuk
mengubah atau menyesuaikan gaya hidup agar bisa lebih memperlambat
kegagalan tersebut, atau bahkan menghentikan kegagalan ginjal tersebut,
tergantung dari penyebabnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Suyono, S. 2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV : Diabetes


Melitus Di Indonesia. Jakarta, Balai Penerbit FKUI. p: 1875

2. Evans, T.C., Capell P. 2000. Diabetik Nephropathy.Clinical Diabetes.


VOL. 18 NO.1 Winter 2000.

3. Roesli, R. Susalit, E. Djafaar, J. 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed.


III : Nefropati Diabetik.Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

4. American Diabetes Association (ADA). 2003.Diabetik


Nephropathy.www.diabetes.diabetesjournals.com/cgi/content.

5. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcelinus


Simadibrata K,Siti Setiati. 2006. Komplikasi Kronik Diabetes :
Mekanisme Terjadinya,Diagnosis, dan Strategi Pengelolaan dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UI : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam hal 1184-88.

6. Ayodele, O.E., Alebiosu, C.O., Salako, B.L. 2004. Diabetik


nephropathyareview of the natural history, burden, risk factors and
treatment. Dalam:Journal National Medical Association: 144554.

7. Kronenberg, H. M., Sholmo Melmed, Kenneth S, Polonsky P, Reed


Larsen. 2008.Williams Textbook of Endocrinology, 11th ed. Philadelphia,
SaundersElsevier's Health Sciences.

8. Batuma, Vehici. 2011. Diabetik Nephropaty. eMedicine Medscape.

9. Eppens, M. C., Craig, M. E., Cusumano, J., Hing, S., Chan., A. K. F.,
Howard, N.J., Silink, M., dan Donaghue, K. C. 2006. Prevalence of
DiabetesComplications in Adolescents With Type 2 Compared With Type
1 Diabetes. Diabetes Care, 29, 1300-6.
28
10. Molitch, M. E., DeFronzo, R. A., Franz, M. J., Keane, W. F., Mogensen,
C. E.,Parving, H-H., Steffes, M. W. 2004. Nephropathy in Diabetes.
Dalam :Diabetes Care January, 27 (Supplemen I), 79-83.

11. Evans, T.C., Capell P. 2000. Diabetik Nephropathy.Clinical Diabetes.


VOL. 18 NO.1 Winter 2000.

12. Arsono, Soni. 2005.Diabetes Melitus Sebagai Faktor Risiko Kejadian


Gagal Ginjal Terminal(Studi Kasus Pada Pasien RSUD Prof.Dr.
MargonoSoekarjo Purwokert. Jurnal Epidemiologi

13. Hendromartono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV


: Nefropati Diabetik . Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

14. Gustaviani, R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV : Diagnosis
dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

15. Soegondo, S. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes


MelitusTipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta, PB. Perkeni.

29

Anda mungkin juga menyukai