Anda di halaman 1dari 6

REVIEW JURNAL

JUDUL: ANALISIS STAKEHOLDER PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DENGAN


TUJUAN KHUSUS (KHDTK) MENGKENDEK, KABUPATEN TANA TORAJA,
PROVINSI SULAWESI SELATAN

Abd. Kadir Wakka

JURNAL PENELITIAN KEHUTANAN WALLACEA

(review oleh Alan Christian Singkali – NIM 092018005)

A. LATAR BELAKANG
Banyaknya stakeholder yang ikut memanfaatkan Kawasan Hutan Dengan Tujuan
Khusus (KHDTK) Mengekendek, tidak lepas dari persoalan geografis di mana areal
KHDTK Mengkendek berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk. Dalam
realitanya pemanfaatan KHDTK Mengkendek oleh stakeholder kadang bertentangan
dengan tujuan pengelolaan. Terjadinya okupasi lahan/ perambahan dan pendudukan
lahan (untuk tujuan berkebun, kavling perumahan, bahkan bahkan dibuatkan SHM),
penebangan pohon secara ilegal (illegal logging), dan penggembalaan ternak, merupakan
contoh-contoh pemanfaatan KHDTK Mengkendek yang tidak sesuai dengan tujuan
pengelolaan.
Penelitian yang dijabarkan dalam jurnal ini bertujuan mengidentifikasi dan
memetakan stakeholder (pemangku kepentingan) berdasarkan power (kekuatan/
pengaruh) dan interest (tingkat dan jenis kepentingan), serta menguraikan peran yang
dapat dilakukan dalam pengelolaan KHDTK Mengkendek. Harapannya bahwa penelitian
ini dapat menjadi rujukan Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Makassar dalam
memaksimalkan fungsinya di KHDTK Mengkendek.
Penelitian sebelumnya dilakukan juga oleh author sendiri (Abd. Kadir Wakka) pada
tahun 2008 yang menemukan aktivitas-aktivitas yang tidak sesuai peruntukan di dalam
kawasan KHDTK Mengkendek seperti yang sudah dijabarkan di atas. Oleh karena teknik
analisis data yang digunakan adalah teknik analisis stakeholder, maka teori yang dipakai
juga berkaitan dengan analisis stakeholder. Antara lain yang dikemukakan Archi Rastogi
(Rastogi, et al., 2010) tentang manfaat analisis stakeholder dalam memobilisasi
sumberdaya lokal. Mushove dan Vogel (2005) juga menyampaikan bahwa analisis
stakeholder dapat membantu dalam memahami konflik penggunaan sumber daya lahan.
Secara umum, penyalahgunaan pemanfaatan kawasan hutan akan menyebabkan
berkurangnya fungsi hutan bagi masyarakat luas. Hutan memberikan kontribusi
signifikan bagi pendapatan masyarakat, khususnya yang hidup di kawasan tropis di
seluruh dunia (Whiteman and Lebedys, 2006). Pemanfaatan hutan harus diawasi ketat
oleh pemerintah karena “the government seeks to captureeconomic rents from forest
resources use through a set of fiscal instruments and schemes (Mumbunan & Wahyudi
2015, from Karsenty 2010).

B. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode kualitatif, yaitu
dengan in-depth interview. sampel. Menurut Lodico, dkk (2006) yang dikutip oleh Emzir
(2014), penelitian kualitatif yang juga disebut penelitian interpretatif atau lapangan
adalah suatu metodologi yang dipinjam dari disiplin ilmu seperti sosiologi dan
antropologi, yang diadaptasi ke dalam latar pendidikan. Subjek penelitian adalah sejumlah
informan kunci yang dapat memberikan keterangan akurat, dan selain itu juga
melibatkan para petani penggarap lahan di KHDTK Mengkendek, koordinator penyuluh
kehutanan Kabupaten Tana Toraja, staf Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Tana Toraja, aparat Kelurahan Rante Kalua, dan tokoh masyarakat.

Teknik pengumpulan datanya dengan mewawancarai informan kunci, serta


mengadakan focus group discussion (fgd) dengan para petani penggarap lahan (25 orang),
koordinator penyuluh kehutanan kabupaten (1 orang), staf Dinas SKPD kabupaten (1
orang), aparat kelurahan (1 orang), dan tokoh masyarakat (2 orang). Henning dan
Columbia (1990) menjelaskan bahwa focus group discussion (diskusi kelompok terarah)
adalah wawancara dari sekelompok kecil orang yang dipimpin seorang narasumber atau
moderator yang mendorong peserta untuk berbicara terbuka dan spontan tentang hal
yang dianggap penting dan berkaitan dengan topik saat itu.

Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis stakeholder secara kualitatif
(Bracke, et al, 2005). Analisis ini digunakan untuk menjelaskan stakeholder yang terlibat
dalam pengelolaan KHDTK Mengkendek, kepentingan dan pengaruh setiap stakeholders
serta untuk menjelaskan perannya dalam mendukung tujuan pengelolaan KHDTK
Mengkendek.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. HASIL
Kenyataan bahwa dalam pengelolaan KHDTK Mengkendek terjadi pemanfaatan
yang tidak semestinya oleh stakeholder menjadi temuan dalam penelitian ini. Beberapa
contoh kasus yang dikemukakan sebelumnya mengancam seluruh kawasan tersebut jika
terus dibiarkan tanpa adanya kontrol (pengawasan) sedini mungkin terhadap
pembantasan-pembantasan yang dilewati oleh masyarakat. Analisi stakeholder oleh
author dinilai akan bermanfaat dalam memetakan pengaruh dan kepentingan
stakeholder, sehingga dapat mengatasi seluruh persoalan-persoalan muncul selama ini.
Dengan begitu diharapkan akan membawa kita menuju pada pengelolaan KHDTK
Mengkendek yang lebih efisien dan efektif.
Menurut Townsley (1998), stakeholder dibagi menjadi primer dan sekunder.
Pemangku kepentingan primer adalah pihak yang secara langsung memiliki kepentingan
dengan sumber daya, baik sebagai tempat mata pencaharian maupun terlibat secara
langsung dalam eksploitasi. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa BPK Makassar secara
hukum formal adalah pihak yang sangat berkepentingan dengan KHDTK tersebut,
kaitannya dengan upaya pelestarian. Sedangkan pada pihak lain, masyarakat (petani
penggarap) juga adalah pemangku kepentingan primer yang menggantungkan hidup pada
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dalam kawasan tersebut. 2 (dua) pihak
ini yang oleh Townsley disebut sebagai pemangku kepentingan primer.
Sedangkan pemangku kepentingan sekunder didefinisikan sebagai pihak yang
memiliki minat atau kepentingan secara tidak langsung, atau bergantung secara sebagian
terhadap pemanfaatan sumber daya. Dalam wawancara dengan informan kunci,
diklasifikasikanlah 6 (enam) stakeholder sekunder yaitu:
1) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tana Toraja.
2) Pemerintah Kelurahan/ lembang (desa) Rante Kalua.
3) Lembaga data (tongkonan).
4) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Setiap stakeholder memiliki kepentingan, kebutuhan, dan sudut pandang yang


berbeda dan harus dapat dikelola dengan baik sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat
terwujud (Nielsen dan Mathiesen, 2006). Friedmen dan Miles (2006) mengemukakan 7
(tujuh) prinsip pengelolaan stakeholders, yaitu: (1) mengakui dan memperhatikan
kepentingan stakeholder dalam pengambilan keputusan; (2) menjalin komunikasi secara
terbuka terkait kepentingan stakeholders, serta menganalisis resiko yang mungkin terjadi
akibat keterlibatannya; (3) mengadopsi cara berperilaku dan kemampuan masing-masing
stakeholders; (4) mengakui saling ketergantungan dan berusaha untuk mencapai distribusi
yang adil atas manfaat dan beban di antara stakeholders, dengan mempertimbangkan
resiko dan kerentanan masing-masing; (5) bekerjasama dengan entitas lain untuk
memastikan bahwa resiko dan bahaya yang timbul dapat diminimalisir; (6) menghindari
kegiatan yang membahayakan Hak Asasi Manusia (HAM), misalnya hak untuk hidup,
atau menimbulkan resiko yang tidak dapat diterima oleh stakeholders; dan (7) mengakui
potensi konflik akibat adanya peran dan tanggung jawab stakeholders, dan mengatasinya
melalui komunikasi terbuka, dan bila perlu melibatkan pihak ketiga. Dari semua hal yan
dijabarkan di atas, maka terlihat bahwa komunikasi menjadi penting dalam hubungan
antar stakeholders tersebut (Flak et al, 2008).

Setelah memahami klasifikasi primer dan sekunder dari pemangku-pemangku


kepentingan tersebut yang ditemukan dalam proses wawancara dengan informan-
informan kunci, maka diperlukan pemetaan yang komprehensif terhadap kepentingan
dan pengaruh stakeholders tersebut. Pemetaan stakeholders dalam penelitian ini dilakukan
dengan focus group discussion yang sudah dijelaskan dalam bab metode penelitian. Dalam FGD
ini para stakeholders tersebut dilibatkan dengan proporsi tertentu.

Pemetaan stakeholders dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis berdasarkan pengaruh


dan kepentingan (Reed, et al., 2009). Kategorisasi tersebut adalah:
1) Stakeholders dengan tingkat kepentingan tinggi, namun pengaruh rendah disebut
sebagai subyek (subjects).
2) Stakeholders dengan tingkat kepentingan tinggi, dan pengaruh juga tinggi disebut
sebagai pemain kunci (key players).
3) Stakeholders dengan tingkat kepentingan rendah, dan pengaruh juga rendah
disebut sebagai pengikut lain (crowds).
4) Stakeholders dengan tingkat kepentingan rendah, namun pengaruh tinggi disebut
sebagai pendukung (contets setters).
Sesuai dengan hasil FGD dengan berbagai pihak, maka ditemukan bahwa stakeholders di KHDTK
Mengkendek terbagi dua yaitu pemain kunci (key players) dan pengikut lain (crowds). Pemain
kunci antara lain BPK Makassar, Dishutbun Tana Toraja, tongkonan, dan pemerintah
kelurahan/lembang. Sedangkan pengikut lain, adalah petani penggarap lahan dan LSM setempat.

2. PEMBAHASAN
Setelah memahami pembagian stakeholders dalam jenis primer-sekunder, pembagian
menurut kepentingan dan pengaruh, serta berhasil menemukan kategorisasi dalam konteks
KHTDK Mengkendek, maka penting untuk mengetahui peran masing-masing stakeholders untuk
dimaksimalkan agar pengelolaan KHDTK Mengkendek dapat terarah dengan baik.
a) BPK Makassar berdasarkan SK Menhut No 367/Menhut-II/2004 diberikan mandat
untuk mengelola KHTDTK Mengkendek sebagai hutan penelitian. Untuk itu BPK
Makassar perlu menyusun rencana dan strategi pengelolaan yang memperhatikan
peran stakeholders lainnya.
b) Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Tana Toraja melalui
program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) berperan
mengamankan areal lahan (melalui polisi hutan), mengupayakan rehabilitasi/
konservasi hutan, dan mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap
KHDTK Mengkendek (melalui pengembangan Hutan Rakyat).
c) Pemerintah kelurahan/ lembang berperan mengamankan kawasan hutan dari
pengrusakan hutan yang dilakukan oleh masyarakat, sekaligus mempengaruhi
masyarakat untuk ikut terlibat dalam upaya pengelolaan hutan sesuai rencana
strategis BPK Makassar dan Dishutbun Kabupaten.
d) Tongkonan sebagai entitas adat berfungsi untuk menumbuhkan semangat
kekeluargaan dan kebersamaan yang diperlukan dalam mendukung keberhasilan
pengelolaan hutan.
e) Masyarakat penggarap dapat berperan dalam pemanfaatan kawasan secara lestari
(memperhatikan aspek kelestarian hutan/ tidak merusak), mendukung pelaksanaan
kegiatan penelitian BPK Makassar, dan terlibat mengawasi areal hutan dari pihak-
pihak yang mau merusak KHDTK Mengkendek.
f) LSM setempat berperan meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat melalui
kegiatan pendampingan dan pelatihan teknis.

Dari keseluruhan hasil dan pembahasan, penelitian ini secara substansial sudah memenuhi
kesesuaian dengan teori-teori yang digunakan dan merupakan kelanjutan dari hasil penelitian
sebelumnya.

D. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Hasil penelitian ini membawa kita pada kesimpulan bahwa dalam pengelolaan hutan
(khususnya KHDTK Mengkendek), memiliki kompleksitas yang semuanya saling terkait dalam
proses mencapai tujuan pengelolaan dan pelestarian hutan. Temuan-temuan terkait dengan
kategorisasi, peran, dan kepentingan stakeholders, membuat kita dapat mengambil kesimpulan
tentang perlunya pengelolaan secara komprehensif dan berkesinambungan dari kawasan hutan
tersebut.

Hasil penelitian ini perlu untuk menjadi rujukan berbagai pihak dalam pemanfaatan
KHDTK Mengkendek, antara lain untuk: penyusunan rencana strategis BPK Makassar dalam
pengelolaan kawasan penelitian, bahan kajian dalam penyusunan peraturan daerah (perda)
tentang kawasan hutan dan hutan adat dalam lingkup Kabupaten Tana Toraja beserta turunannya,
bahkan menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang memiliki keterhubungan
baik dalam locus yang sama maupun berbeda.

Anda mungkin juga menyukai