Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MINI PAPER

ARTI PENTING MANAJEMEN HUTAN

Oleh:
Nama : Nur Fatonah
NIM : 22/494504/SV/20852
Kelas : Pengelolaan Hutan A

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN PENGELOLAAN HUTAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2022
A. PENDAHULUAN
Manajemen dapat diartikan sebagai seni, ilmu, dan proses untuk mencapai
tujuan yang telah dirumuskan melalui kegiatan seperti perencanaan dan
koordinasi. Sedangkan hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati. Jadi Manajemen Hutan artinya adalah integrasi
faktor-faktor biologi, sosial, ekonomi,, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
keputusan pengelolaan hutan. Menurut The Society of American Foresters, Forest
Management as application of business methods and technical forestry principles
to operation of a forest property.(Pemakaian metode perusahaan/perdagangan dan
prinsip-prinsip teknik kehutanan untuk pelaksanaan pekerjaan suatu kekekalan
hutan ). Dalam Manajemen Hutan, hutan selain dikelola untuk menghasilkan
produksi secara kontinyu juga dikelola untuk tujuan lain yang multifungsi.
Misalnya untuk mengatur tata air (watershed management), rekreasi ( hutan
wisata) dan lain-lain. Di dalam mengelola hutan pengelola tidak akan lepas dari
asas-asas manajemen umum yg berlaku pada kegiatan manajemen pada
umumnya. Menurut Enoyclopedi Americana” manajement” diberi definisi: seni
koordinasi elemen faktor produksi untuk pencapaian tujuan suatu organisasi,
tujuan tersebut dapat dicapai melalui penggunaan tenaga manusia, material/bahan
dan mesin.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan hutan yang baik tentu saja berperan besar dalam aspek
peningkatan ekonomi masyarakat. Kelembagaan memiliki peran vital dalam
pengelolaan hutan desa. Kelembagaan didefinisikan sebagai suatu aturan main
(system rule of the game), norma, kebiasaan, dan tata hubungan di antara orang-
orang atau lembaga yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam yang
ditujukan untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang dianggap penting
(Ruhimat, 2016). Masyarakat lokal, terutama yang masih tinggal di kawasan
hutan, mengandalkan produk
produk hutan untuk memperoleh pengetahuan tradisional mereka yang
berhubungan dengan pemanfaatan biodiversitas. Lebih dari itu, tradisi ritual
masyarakat lokal juga dapat dianggap sebagai semacam ‘kontrol dan katalis’
untuk daya dukung pengetahuan mereka (Rappaport, 1968; 1999), oleh karenanya
nilai kesakralan hutan menjadi sangat dipertimbangkan. Beberapa penulis telah
melihat bahwa strategi masyarakat setempat efektif dalam konservasi dan
mengelola suatu kawasan, namun hal tersebut belum cukup. Juga diperlukan
pihak lain untuk berpartisipasi dalam mengelola kawasan ini, karena banyak
masalah terkait dengan keberlanjutan dalam pembangunan (Ninan, 2009).
C. PEMBAHASAN
Sejalan dengan penerapan kelestarian dalam pengelolaan hutan lestari maka
lahan atau kawasan hutan harus memiliki tata kelola atau manajemen yang baik.
Salah satu manajamen yaitu sistem manajemen pembalakan untuk mengefisienkan
penggunaan sumber daya (production resources) serta untuk menjaga mutu hutan
yang ditinggalkan (residual forests). Tanggung jawab manajemen pembalakan
meluas pada jaminan bahwa hutan yang telah ditebang dapat berkembang lebih
baik, tapi lupa bahwa penebangan tanpa adanya penanaman kembali hanya akan
membuat hutan menjadi semakin menipis. Lalu ada lagi tentang Peningkatan
terbesar masyarakat dibeberapa wilayah yang didapat dari pengelolaan kebun
kelapa yang lokasinya masuk kedalam areal kerja hutan desa dengan hasil yang
berupa briket arang, minyak kelapa, kelapa bulat, santan kelapa, sabut kelapa dan
lain sebagainya. Pengelolaan madu kelulut juga berpotensi meningkatkan
pendapatan masyarakat. Terdapat beberapa jenis aktifitas masyarakat yang
dilakukan di dalam maupun dekat disekitar areal kerja hutan desa, yakni mencari
ikan, kepiting, udang, kepah, mencari hasil hutan dan bertanam padi. Yang mana
kegiatan tersebut juga membutuhkan manajemen hutan yang baik agar berjalan
lancar. Partisipasi merupakan keterlibatan atau keikutsertaan pada pengambilan
bagian dalam sebuah pembangunan pengelolaan hutan. Partisipasi juga
merupakan faktor kunci dalam pembangunan berkelanjutan pengelolaan. Untuk
mengawal terbentuknya manajemen hutan lestari makan dibentuk juga undang-
undang dan peraturan tentang kehutanan di Indonesia antara lain:
1. UU No. 41/1999, pasal 78 ayat 3, 4 dan 11 tentang hukuman membakar hutan;
2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-II/2012 tentang perubahan
kedua atas peraturan Kementerian Kehutanan P.32/MENHUT-II/2009 tentang
teknik rehabilitasi hutan dan daerah aliran sungai;
3. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 260/Kep-II/1995 tentang pencegahan
dan pengendalian pencatatan kebakaran hutan dilengkapi dengan bimbingan
teknis;
4. Keputusan Menteri No.14/M.Ekon/12/2001 tentang arah kebijakan nasional
sumber daya air yang mempromosikan pengelolaan sumber daya air terpadu;
5. PP No. 28/1985 tentang perlindungan hutan;
6. PP No. 4/2001 tentang larangan penggunaan api di hutan;
7. PP No. 6/2007 tentang pengelolaan perencanaan hutan dan pemanfaatan hutan;
8. Keputusan Presiden RI No. 32/1990 tentang larangan pembangunan di lahan
gambut lebih dalam 3 meter;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang pelestarian tanaman dan
hewan;
10. Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1999 tentang pemanfaatan tumbuhan dan
hewan;
11. Keputusan Direktur Jenderal PHPA No. 243/Kpts/DJ.VI/1995 tentang
bimbingan teknis mencegah dan mengendalikan kebakaran hutan pada
pemanfaatan hutan dan wilayah lainnya;
12. Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 38/95 tentang persiapan
lahan tanpa bakar untuk perkebunan.
Namun pengawasan yang lemah mengakibatkan berbagai peraturan ini banyak
diselewengkan. (Royyani & Rahajoe, 2014) telah mengkritisi peraturan-peraturan
ini. Semua peraturan yang dikeluarkan pemerintah hanya menyangkut
pengelolaan dan pemanfaatan hutan rawa gambut untuk perkebunan, pertanian,
dan pemanfaatan lainnya yang tidak dimaksudkan untuk melindungi hutan
gambut, bahkan cenderung mengancam gambut itu sendiri, seperti peraturan
tentang pengembangan kanal sebagai wilayah perbatasan antara kawasan
konservasi dan kanal lainnya (primer, sekunder dan tersier) di daerah budidaya.
Fungsi kanal tersebut adalah sebagai sistem drainase untuk kawasan konservasi
dan perkebunan kelapa sawit. Sistem ini melalui penggalian gambut. Dalam
perspektif sustainable development, peraturan ini hanya akan menghasilkan
keberlanjutan perkebunan, bukan pembangunan atau perlindungan lebih lanjut
terhadap suatu kawasan atau spesies tertentu. Celah perambahan hutan yang
dimanfaatkan sebagaian besar perusahaan swasta ilegal.
Dalam sistem pengusahaan hutan , khususnya hutan produksidiperlukan
instrumen kebijakan pemerintah untyuk menghubungkan antara pemilik
sumberdaya (negara), pelaksana/pengusaha (BUMB,BUMD,Swasta) dan sumber
daya hutan nya sendiri maupun kegiatan pemanfaatannya. Instrumen tersebut
berbentuk manajemen dapat berubah sesuai kondisi ruang dan waktu. Komponen
lain yang besar perannya dalam sistem ini adalah pasar atau konsumen baik dalam
negeri maupun ekspor. Pada kenyataanya, komoditi hasil hutan dari Indonesia
banyak tergantuFDFJng pada pasar ekspor (external) yang volume dan harganya
lebih tinggi dari pasar dalam negeri. Berbagai isu tentang pencabutan larangan
ekspor kayu bulat, pajak kayu olahan, distribusi pendapatan dari sumber
(economic rent), sampai kepada illegal logging, harus menjadi sorotan tajam
dalam sistem pengelolaan hutan saat ini.
Komponen berikutnya adalah kegiatan pemanenan (harvesting) dan pasca
panen (pengolahan) pada sumberdsaya baik alami (hutan primer) maupun buatan
(hutan tanaman/HTI). dalam komponen ini dipersyaratkan keseimbangan antara
kemampuan produksi hutan yang terukur dari tiap hutan ( wood annualy
increment), panenan dan pasar yang berkesinambungan, yaitu dari sumber ke
pasar dan sebaliknya dari pasar ke sumber melalui kegiatan industri dan
pemanenan dahulu, yaitu hutan alam yang terancam punah dan hutan tanaman
(HTI) yang tak kunjung berhasil.
D. KESIMPULAN
Manajemen hutan di indonesia telah diatur Dalam unsang-undang kehutanan.
Menurut undang-undang nomor 5 tahun 1967 pasal 9 tentang ketentuan-ketentuan
pokok kehutanan disebutkan bahwa pengurusan (pengelolaan) hutanBetujuan
bahwa pengurusan bertujuan untuk mengelola hutan dengan baik. Untuk
mencapai manfaat hutan yang sebesar- besarnya secara seba-guna dan lestari yang
baik langsung maupun tidak langsung, dalam usaha membangun masyarakati
Indonesia yang adil dan makmur.

E. DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Dedy Setiawan, Gusti Hardiansyah, Ganjar Oki Widhanarto. (2021).
Identifikasi Dampak Pengelolaan Hutan Desa Terhadap Peningkatan
Ekonomi Masyarakat Bentang Pesisir Padang Tikar Kecamatan Batu Ampar
Kabupaten Kubu Raya.
Marcellinus Mandira Budi Utomo. (2020). Menyelaraskan Kebijakan dan Sistem
Manajemen Hutan Ramin (Gonystylus spp) untuk Perbaikan Ekosistem Rawa
Gambut di Indonesia.
Arkan Setiaji , Hasim Ashari , M. Toha Tulus Dharmawan , Aries Bagus
Sasongko. (2017). Manajemen Hutan Lestari: Situs keramat alami dan peran
masyarat lokal dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati.
Buku
Untung Iskandar. (1999). Aplikasi Manajemen Teknologi Menuju Hutan Lestari.
Yogyakarta: PT Bayu Indra Grafika.

Anda mungkin juga menyukai